Masjid Gholo Bayat Klaten: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Harris Est 13 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{sedang ditulis}}{{Infobox religious building
| image =
| caption =
Baris 6:
| religious_affiliation = Islam
| architect =
| coordinates = 7°47'3.5" LS 110°37'55.7" BT
| architecture_style = Jawa
| established = Abad ke-16
Baris 19:
}}
 
'''Masjid''' '''Gholo''',<ref>{{Cite web|title=Dunia Masjid :: Jakarta Islamic Centre - Masjid Gholo Bayat Klaten|url=https://duniamasjid.islamic-center.or.id/1310/masjid-gholo-bayat-klaten/|access-date=2024-03-17}}</ref> atau '''Gala''',<ref name=":0">{{Cite booksfn|last=Romli|first=Inayati Adrisiyantiet Ral|last2=Hatmadji|first2=Tri|last3=Indra|last4=Widoyo|last5=Hidayat|first5=Rusmulia Tjiptadi|last6=Haryono|first6=Alusius Sri|date=1992|urlp=https://repositori.kemdikbud.go.id/23483/|title=Masjid Gala, Bayat dan pemugarannya.|location=Semarang|publisher=Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.|url2-status=live3}}</ref> adalah sebuah mesjid tua yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayan, [[Kabupaten Klaten]]. Masjid ini dibangun sekitar abad ke -16 di atas bukit Jabalakat, yang juga dinamai dengan bukit Gala, tetapi menurut legenda dipindahkan ke lereng bukit tempatnya sekarang. Masjid pernah menjadi tempat [[Sunan Bayat]] bermukim, sedangkan daerah tersebut yang dulu bernama Tembayat itu menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa Tengah.
 
== Sejarah ==
Kisah masjid ini diawali dari [[Wali Sanga]] yang mencari pengganti [[Siti Jenar]], dan berdasarkan musyawarah dipilihlah seorang bupati Semarang masa itu. Sunan Kalijaga menguji bupati yang terkenal kikir itu dengan menyamar sebagai pengemis. Setelah menyadari sifat buruknya itu, ia belajar kepada Sunan Kalijaga hingga menjadi alim dan mampu berdakwah.{{sfn|Zein|1999|p=264-267}} Menurut ''Babad Demak'', sunan baru itu melakukan perjalanan hingga tiba di suatu tempat yang bernama Tembayat yang tandus dan menemukan sebuah masjid di puncak bukit Jabalkat. Orang-orang yang tinggal di sana harus turun gunung demi mendapatkan air. Sang sunan kemudian 'membuat' telaga di sana dan melaksanakan salat Jumat di masjid tersebut.{{sfn|Romli et al|1992|p=2-3}}
 
== Arsitektur ==
Dari segi struktur fisikya, masjid yang berdiri di perbukitan ini tidak seperti masjid besar tradisional Jawa yang pada umumnya mempunyai serambi dan pawestren (tempat khusus perempuan). Kemungkinan besar hal ini disebabkan masjid ini dibangun di tengah-tengah pemukiman.{{sfn|Romli et al|1992|p=2-34}} Pintu masuk sebelah timur juga memiliki unsur gapura{{sfn|Romli et al|1992|p=46}}. Masjid juga mempunyai struktur tradisional Jawa dengan tiang saka dan atap
tumpang 2 tingkat, sedangkan mihrab di bagian barat terbuat dari batu yang atapnya terlihat datar dari luar tetapi melengkung di dalam.<ref>{{Cite journal|last=Pratama|first=Rizal Adi|date=2017|title=Islamisasi Sunan Pandanaran Di Bayat, Klaten, Jawa Tengah Abad XV|journal=Risalah|volume=4|issue=1|pages=132-150}}</ref>{{sfn|Romli et al|1992|p=46}}
 
== Referensi ==
Baris 49 ⟶ 51:
|place=Semarang
|id=
|ref={{sfnRef|Romli et al.|1992}}
|url=http://books.google.co.id/books?id=-NnF9Ryal0IC
}}
 
[[Kategori:Masjid di Indonesia]]