Ilias: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(85 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Italic title}}
{{Infobox poem
| name = Ilias
| image = Detail. Wooden board inscribed in ink with lines 468-473, Book I of Homer's Iliad. Roman Egypt. On display at the British Museum.jpg
| image_size = 250px
| caption = Papan bertuliskan larik 468–473, buku pertama Ilias, dari rentang waktu 400–500 Masehi, ditemukan di Mesir, terpajang di [[British Museum|Museum Inggris]]
| subtitle =
| author = [[Homeros]]
| original_title = Ἰλιάς
| original_title_lang = grc
| translator =
| written = Sekitar abad ke-8 Pramasehi
| first =
| illustrator =
| cover_artist =
| country = [[Yunani Kuno]]
| language = [[Bahasa Yunani Homeros]]
| series =
| subject =
| genre = [[Wiracarita|Syair wiracarita]]
| form =
| metre = [[Heksameter daktilik|Heksameter daktilis]]
| rhyme =
| publisher =
| publication_date =
| publication_date_en =
| media_type =
| lines = 15.693 larik
| pages =
| size_weight =
| isbn =
| oclc =
| preceded_by =
| followed_by = [[Odisseia|''Odiseya'']]
|orig_lang_code = el
|native_wikisource = Ιλιάς
| wikisource = Iliad
}}
{{Perang Troya}}
'''''Ilias''''' ({{lang-grc|Ἰλιάς|Iliás}}, artinya "
Agaknya ''Ilias'' maupun ''Odiseya'' ditulis dalam [[bahasa Yunani Homeros]], bahasa sastra bauran [[bahasa Yunani Ionia|bahasa Yunani dialek Yonia]] dengan dialek-dialek lainnya, kemungkinan besar sekitar akhir abad ke-8 atau permulaan abad ke-7 Pramasehi. Pada [[zaman Klasik]], jarang sekali ada orang yang meragukan bahwa kedua wiracarita itu adalah hasil karya pujangga Homeros, tetapi dewasa ini para sarjana [[Penyoalan Homeros|pada umumnya menduga]] bahwa ''Ilias'' dan ''Odiseya'' bukanlah hasil karya satu orang pujangga yang sama, dan kisah-kisah yang terangkum di dalamnya merupakan bagian dari suatu [[tradisi lisan]] yang panjang. Wiracarita ini dilantunkan oleh para pelantun syair Homeros profesional yang disebut ''[[rapsoidos]]''.
Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam wiracarita ini antara lain adalah ''[[kleos]]'' (kemuliaan), ujub, takdir, dan murka. Sekalipun terkenal lantaran kisah-kisahnya yang tragis dan mencekam, terselip pula kisah-kisah jenaka dan gelak-tawa.<ref name=Bell>Bell, Robert H. "Homer's humor: laughter in the Iliad." hand 1 (2007): 596.</ref> Wiracarita ini kerap disifatkan sebagai wiracarita maskulin atau kegagahberanian, khususnya jika dibandingkan dengan ''Odiseya''. ''Ilias'' dengan cermat menjabarkan perkakas-perkakas perang dan siasat-siasat tempur kuno, serta hanya menampilkan segelintir tokoh perempuan. [[Dua Belas Dewa Olimpus|Dewa-dewi Olimpus]] juga berperan besar di dalam wiracarita ini, dengan membantu wira kesayangan mereka dan menengahi cekcok-cekcok antarpribadi. Di dalam wiracarita ini, perwatakan dewa-dewi Olimpus sengaja dimanusiawikan supaya mudah dipahami khalayak Yunani Kuno, dengan menghadirkan suatu kesan nyata dari budaya dan kepercayaan turun-temurun mereka. Dari segi gaya formal penulisannya, pengulangan kalimat serta pemakaian majas simile dan julukan-julukan di dalam wiracarita ini kerap dijadikan bahan kajian oleh para sarjana.
== Selayang pandang ==
[[File:Beginning Iliad.svg|thumb|upright=1.35|Larik-larik mukadimah ''Ilias'']]
:''Perhatian: Nomor parwa (dalam tanda kurung) mendahului rangkuman isi parwa.''
=== Gelar cerita (parwa 1-4) ===
({{Ilias|en|1}}) Sesudah [[Penyeruan|menyeru]] para [[Musai]], cerita langsung bergulir ''[[in medias res]]'' (ke bagian inti) mendekati kesudahan perang antara orang Troya dan [[Akhaia (Homeros)|orang Akhaya]]. Syahdan [[Krises]], pendeta [[Apollo (mitologi)|Dewa Apolon]] di Troya, menawarkan harta kekayaan kepada para pejuang Akhaya sebagai imbalan pembebasan anak perempuannya, [[Kriseis]], yang ditawan [[Agamemnon]], pemimpin orang Akhaya. Meskipun banyak pejuang Akhaya yang tergiur, Agamemnon tidak bersedia melepaskan tawanannya. Krises akhirnya menyeru sesembahannya agar sudi mengulurkan pertolongan, maka Dewa Apolon pun menulahi pihak Akhaya dengan wabah penyakit.
Sesudah sembilan hari lamanya pihak Akhaya didera tulah, [[Akhilles|Akhiles]], pemimpin [[laskar Mirmidon]], menggelar rapat untuk mencari jalan keluar. Karena terdesak, Agamemnon bersedia memulangkan Kriseis kepada ayahnya, tetapi memutuskan untuk mengambil [[Briseis]], tawanan Akhiles, sebagai ganti rugi. Akhiles naik pitam lalu mengumumkan bahwa ia maupun laskarnya sudah tidak sudi berjuang
Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, [[Thetis|Tetis]],<ref>{{cite book|author=Homer|title=The Iliad|page=115|publisher= Norton Books|location= New York}}</ref> agar memohon Dewa [[Zeus]] membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.
({{Ilias|en|2}}) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami [[Athena|Dewi
Odiseus menghardik dan menghajar [[Tersites]], seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.
Baris 28 ⟶ 66:
({{Ilias|en|4}}) Karena tekanan Dewi [[Hera]] yang benci kepada Troya, Dewa Zeus membuat [[Pandaros]] memanah Menelaos. Dengan demikian Pihak Troya telah melanggar sumpah gencatan senjata. Agamemnon mengumandangkan aba-aba serbu, dan pertempuran pun pecah.
=== Perang tanding (parwa 5-7) ===
({{Ilias|en|5}}) [[Diomedes]] berhasil menewaskan banyak pejuang Troya, termasuk Pandaros, dan mengalahkan [[Aineias]]. Dewi Afrodite turun menyelamatkan Aineias, tetapi Diomedes malah menyerang dan melukai sang dewi. Dewa Apolon menghadang Diomedes dan memperingatkannya akan bahaya memerangi para dewa. Sejumlah pahlawan dan panglima ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk [[Hektor]]. Dewa-dewi pun ikut campur dengan mendukung pihak pilihan masing-masing, dan berusaha mempengaruhi jalannya pertempuran. Karena disemangati Dewi Atena, Diomedes memberanikan diri melukai Dewa [[Ares]] agar tidak dapat bertempur membela pihak Troya.
({{Ilias|en|6}}) Hektor membakar semangat para prajurit Troya dan mencegah mereka kabur. Diomedes dari pihak Akhaya dan [[Glaukos dari Likia|Glaukos]] dari pihak Troya sepakat menjalin persahabatan ketika tahu bahwa mendiang datuk-datuk mereka ([[Oineus]] dan [[Belerofon]]) ternyata bersahabat karib semasa hidup. Sebagai tanda persahabatan, keduanya bertukar pakaian tempur, meskipun pakaian tempur Glaukos yang terbuat dari emas jauh lebih tinggi nilainya daripada pakaian tempur Diomedes yang terbuat dari perunggu. Hektor masuk kota, mengimbau warga Troya untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada dewa-dewi, menyemangati Paris untuk berjuang, mengucapkan salam perpisahan kepada istri ([[Andromakhe|Andromake]]) dan anaknya ([[Astianaks]]) di tembok kota, lalu kembali ke kancah pertempuran.
({{Ilias|en|7}}) Hektor berduel melawan [[Aias|Ayas]] tetapi tidak sampai tuntas, karena pertempuran harus ditunda bilamana hari berganti malam. Pihak Akhaya sepakat memperabukan mayat pejuang-pejuang mereka dan membangun tembok untuk melindungi kapal-kapal dan perkemahan mereka, sementara pihak Troya mempertengkarkan usulan untuk memulangkan Helene. Paris menyatakan kesediaanya untuk menyerahkan harta kekayaan sebagai ganti rugi, tetapi tidak akan memulangkan Helene. Kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata selama satu hari untuk memperabukan
=== Bala Yunani kocar-kacir (parwa 8-15) ===
({{Ilias|en|8}}) Pagi hari berikutnya, Dewa Zeus melarang dewa-dewi ikut campur, dan pertempuran kembali pecah. Pihak Troya terbukti unggul tanpa bantuan dewa-dewi. Pihak Akhaya terdesak sampai ke tembok yang baru dibangun, tetapi Dewi Hera dan Dewi Atena dilarang membantu mereka. Hari keburu berganti malam sebelum pihak Troya berhasil menerobos tembok pertahanan Akhaya. Mereka berkemah di padang agar dapat langsung menyerbu perkemahan Akhaya begitu fajar menyingsing, dan api-api unggun yang mereka nyalakan di padang untuk berjaga-jaga terlihat seperti bintang-bintang di angkasa malam.
[[File:Iliad VIII 245-253 in cod F205, Milan, Biblioteca Ambrosiana, late 5c or early 6c.jpg|thumb|upright=1.35|''Ilias'',
({{Ilias|en|9}}) Pihak Akhaya putus asa. Agamemnon mengakui kekhilafannya dan mengirim perutusan yang terdiri atas Odiseus, Ayas, [[Foinix (putra Amintor)|Foiniks]], dan dua orang juru warta untuk menawarkan penyerahan Briseis berikut sejumlah besar harta kekayaan agar Akhiles berkenan kembali berjuang. Akhiles beserta laskar Mirmidon ketika itu berkemah di sebelah kapal mereka. Kedatangan perutusan disambut baik Akhiles dan [[Patroklos]], tetapi Akhiles dengan marah menolak tawaran Agamemnon. Ia menegaskan akan kembali bertempur hanya jika pihak Troya sudah sampai ke kapalnya dan mengancam mereka dengan api. Perutusan pulang dengan tangan hampa.
Baris 51 ⟶ 91:
({{Ilias|en|15}}) Dewa Zeus terbangun dan murka melihat perbuatan Dewa Poseidon. Tanpa menghiraukan suara-suara keberatan dari dewa-dewi pendukung Akhaya, Dewa Zeus mengutus Dewa Apolon untuk membantu pihak Troya. Tembok pertahanan Akhaya sekali lagi dibobol, dan pertempuran akhirnya sampai ke tempat kapal-kapal bersandar.
=== Patroklus gugur (parwa 16-18) ===
({{Ilias|en|16}}) Patroklos tidak tahan lagi melihat jalannya pertempuran dan memohon Akhiles mengizinkannya ikut berjuang demi melindungi kapal laskar Mirmidon. Dengan berat hati Akhiles memberi izin dan meminjamkan pakaian tempurnya kepada Patroklos, tetapi dengan keras mengingatkannya untuk tidak memburu para pejuang Troya, agar tidak merampas ketenaran Akhiles. Patroklos memimpin [[laskar Mirmidon]] memasuki kancah pertempuran, tepat ketika pihak Troya mulai membakar kapal-kapal Akhaya. Pihak Troya kewalahan menghadapi serbuan dadakan laskar Mirmidon, dan Patroklos pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menewaskan [[Sarpedon]], anak Dewa Zeus yang memimpin salah satu laskar sekutu Troya. Tanpa menghiraukan peringatan Akhiles, Patroklos memburu pejuang-pejuang lawan sampai dihadang Dewa Apolon di depan gapura kota Troya. Setelah bertarung melawan Dewa Apolon dan [[Euforbos]], Patroklos akhirnya tewas di tangan Hektor.
({{Ilias|en|17}}) Hektor menanggalkan pakaian tempur Akhiles dari tubuh Patroklos, tetapi pertempuran seketika pecah di sekitar mayat Patrokos.
({{Ilias|en|18}}) Akhiles tidak kuasa menahan kesedihannya mendengar berita kematian Patroklos. Ia bersumpah untuk membalas dendam kepada Hektor. Ibu Akhiles, Tetis, juga berdukacita karena sudah mengetahui bahwa Akhiles ditakdirkan mati muda jika menewaskan Hektor. Akhiles didesak membantu usaha pengambilan mayat Patroklos tetapi pakaian tempurnya sudah hilang. Dengan sekujur tubuh bermandi cahaya gemilang dari Dewi
=== Akhiles murka (parwa 19-24) ===
({{Ilias|en|19}}) Pagi hari berikutnya, Agamemnon menyerahkan semua hadiah yang dijanjikannya kepada Akhiles, termasuk [[Briseis]], tetapi tidak dihiraukan Akhiles. Akhiles berpantang makan minum sementara pejuang-pejuang Akhaya melahap makanan mereka. Ia mengenakan pakaian tempur barunya lalu mengambil tombaknya. [[Balios dan Ksantos|Ksantos]], salah seekor kuda penarik keretanya, meringkikkan nubuat kematian Akhiles. Dengan mengendarai kereta, Akhiles memasuki kancah pertempuran.
Baris 69 ⟶ 111:
({{Ilias|en|24}}) Dewa Zeus masygul melihat Akhiles terus-menerus menista mayat Hektor, sehingga memutuskan bahwa mayat Hektor harus diserahkan kepada Raja Priamos. Dituntun Dewa [[Hermes]], Priamos meninggalkan kota Troya sambil mengemudikan sebuah pedati, lalu menyusuri padang sampai ke perkemahan pihak Akhaya tanpa disadari orang. Sambil mendekap erat lutut Akhiles, Priamos memohon kesudiannya menyerahkan mayat Hektor. Akhiles menangis terharu dan bersama-sama Priamos meratapi orang-orang terkasih yang gugur di medan laga. Seusai bersantap, Priamos menaikkan mayat anaknya ke dalam pedati lalu kembali ke kota. Mayat Hektor dikubur, dan seisi kota berkabung.
==
[[File:Hypnos Thanatos BM Vase D56 full.jpg|thumb|[[Hipnos]] (Tidur) dan [[Tanatos]] (Mati) menggotong jenazah [[Sarpedon]] keluar dari medan laga, gambar hiasan sebuah [[lekitos]] (buyung minyak) [[teknik latar putih|latar putih]] Atika, sekitar tahun 440 Pramasehi]]
=== Dewa-dewi yang disembah bangsa Yunani ===
[[Agama Yunani Kuno|Agama bangsa Yunani Kuno]] tidak memiliki tokoh pengasas, bukan pula ciptaan seorang guru yang ketiban wangsit, melainkan terlahir dari aneka ragam kepercayaan bangsa Yunani.<ref>{{Cite book |last=Lawson |first=John Cuthbert |url=https://archive.org/details/moderngreekfolkl00laws/page/2/mode/2up |title=Modern Greek folklore and ancient Greek religion: a study in survivals |publisher=[[Cambridge University Press]] |year=1910 |pages=2–3}}</ref> Kepercayaan-kepercayaan tersebut sejalan dengan gagasan-gagasan tentang dewa-dewi di dalam agama politeistis Yunani. Adkins (tahun 2020) maupun Pollard (tahun 1998) membenarkan pandangan ini dengan berpendapat bahwa "orang-orang Yunani terdahulu memersonifikasi segala aspek yang ada di dunia mereka, baik aspek-aspek alam maupun aspek-aspek budaya, serta pengalaman mereka di dalamnya. Darat, laut, gunung, sungai, hukum adat (temis), hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat berikut kebaikan-kebaikannya, semuanya dipandang sebagai pribadi sekaligus sebagai unsur alam."<ref>{{Cite encyclopedia|title=Greek religion|date=March 2, 2020|first1=A. W. H.|last1=Adkins|last2=Pollard|first2=John Richard Thornhill|encyclopedia=[[Encyclopædia Britannica]]|url=https://www.britannica.com/topic/Greek-religion|orig-year=1998}}</ref>
Sebagai akibat dari fikrah semacam ini, tiap-tiap dewa atau dewi di dalam agama politeistis bangsa Yunani dikaitkan dengan salah satu aspek dari dunia manusia. Sebagai contoh, [[Poseidon]] adalah dewa laut, [[Afrodite]] adalah dewi kecantikan, [[Ares]] adalah dewa perang, dan seterusnya. Demikianlah kebudayaan Yunani terbentuk, manakala banyak orang Atena merasakan kehadiran dewa-dewi mereka melalui campur tangan ilahi di dalam peristiwa-peristiwa penting kehidupan mereka. Sering kali mereka dapati bahwa peristiwa-peristiwa tersebut tak terselami dan tak terjelaskan.<ref name=":2" />
===
Di dalam [[Perang Troya]] sastrawi ''Ilias'', [[Dua Belas Dewa Olimpus|dewa-dewi Olimpus maupun dewa-dewi rendahan]] saling bertarung dan menceburi kancah peperangan manusia, sering kali dengan cara mencampuri urusan manusia guna melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran dewa-dewi di dalam ajaran agama bangsa Yunani, Homeros menyajikan penggambaran dewa-dewi yang sejalan dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah tradisional orang Athena pada abad ke-4 tidak akan dijumpai di dalam karya-karya Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|url=https://archive.org/details/honorthygodspopu0000mika|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Sejarawan zaman klasik, [[Herodotos]], mengatakan bahwa Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang mencantumkan nama dewa-dewi berikut penggambaran rupa dan sifatnya di dalam karya mereka.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref>
[[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> membahas relevansi tindakan dewata di dalam ''Ilias'', berusaha menjawab pertanyaan benar tidaknya campur tangan dewata merupakan merupakan kejadian istimewa, atau benar tidaknya perilaku dewata semacam itu hanya sekadar kiasan watak manusia. Minat intelektual para pujangga zaman Klasik, semisal [[Tukidides]] dan [[Plato]]n, terbatas pada kemanfaatannya sebagai "suatu cara untuk membicarakan kehidupan manusia ketimbang sebagai suatu penjabaran atau suatu kebenaran", karena jika dewa-dewi tetap merupakan sosok-sosok keagamaan alih-alih merupakan kiasan watak manusia, maka "keberadaan" mereka—tanpa landasan dogma atau kitab suci—akan memungkinkan budaya Yunani memiliki keluasan intelektual dan kebebasan untuk menyeru dewa-dewi sesuai fungsi religius apa pun yang mereka butuhkan sebagai sebuah bangsa.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Connecticut: [[Yale University Press]].</ref><ref>[[Oliver Taplin|Taplin, Oliver]] (2003). "Bring Back the Gods". ''[[The New York Times]]'' (14 December).</ref>
Psikolog [[Julian Jaynes]] (tahun 1976)<ref name=":4" /> menggunakan ''Ilias'' sebagai bukti utama yang mendukung teori [[Mentalitas bikameral|Alam Pikiran Bikameral]] yang ia cetuskan. Teori ini mengatakan bahwa sampai dengan waktu yang dijabarkan di dalam ''Ilias'', umat manusia memiliki mentalitas yang jauh berbeda dengan umat manusia dewasa ini. Ia berpendapat bahwa umat manusia pada masa itu tidak memiliki sesuati yang dewasa ini disebut "kesadaran". Ia menduga bahwa umat manusia mendengar dan mematuhi perintah-perintah dari sesuatu yang mereka anggap sebagai dewata sampai akhirnya terjadi perubahan mentalitas yang memasukkan daya penyemangat ke dalam alam kesadaran manusia. Ia menunjukkan bahwa hampir semua tindakan di dalam ''Iiad'' diarahkan, disebabkan, atau dipengaruhi dewata, dan bahwa terjemahan-terjemahan terdahulu secara mencengangkan memperlihatkan ketiadaan kata-kata yang menyiratkan pemikiran, perencanaan, maupun mawas diri. Menurutnya, kemunculan kata-kata semacam itu di dalam terjemahan-terjemahan ''Ilias'' adalah akibat dari penafsiran keliru para penerjemah yang memaksakan mentalitas modern kepada tokoh-tokoh ''Ilias''.<ref name=":4">Jaynes, Julian. (1976) ''The Origin of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind''. hlm. 221</ref>
=== Campur tangan dewa-dewi ===
{{see also|Zeus Teperdaya}}
Sejumlah sarjana yakin bahwa dewa-dewi ikut campur dalam urusan dunia fana lantaran adanya cekcok di antara mereka. [[Homeros]] membahasakan dunia pada masa itu dengan menggunakan hasrat dan emosi dewa-dewi sebagai faktor-faktor penentu kejadian-kejadian di tataran umat manusia.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> Salah satu contoh dari hubungan sebab akibat semacam ini di dalam ''Ilias'' adalah cekcok di antara [[Athena|Dewi Atena]], [[Hera|Dewi Hera]], dan Dewi Afrodite. Di dalam parwa pamungkas wiracarita ini, Homeros menulis, "ia membuat Atena dan Hera tersinggung—kedua-dua dewi."<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Atena dan Hera dengki kepada Afrodite lantaran di dalam sebuah ajang adu cantik di Gunung Olimpus, [[Paris (mitologi)|Paris]] selaku juri memilih Afrodite sebagai dewi tercantik, mengalahkan Hera dan Atena. Wolfgang Kullmann menjelaskan lebih lanjut bahwa, "kekecewaan Hera dan Atena melihat kemenangan Afrodite dalam peristiwa [[Keputusan Paris|Penilaian Paris]] menentukan seluruh polah-tingkah kedua dewi tersebut di dalam ''Ilias'' dan merupakan biang keladi kebencian mereka terhadap Paris, si juri, maupun terhadap kotanya, Troya."<ref name=":0" />
Hera dan Athena terus mendukung pihak Akhaya di sepanjang wiracarita ini lantaran Paris berada di pihak Troya, sementara Afrodite membantu Paris dan pihak Troya. Emosi-emosi yang dirasakan ketiga dewi tersebut satu sama lain sering kali terejawantahkan menjadi tindakan-tindakan mereka di dunia fana. Sebagai contoh, di dalam Parwa ke-3 ''Ilias'', Paris menantang siapa saja dari pihak Akhaya yang berani bertarung satu lawan satu dengannya, dan [[Menelaus]] maju menjawab tantangan itu. Menelaus lebih unggul dan sedikit lagi akan merenggut nyawa Paris. "Kini dia sudah menyudutkannya dan meraih kemuliaan abadi, tetapi Afrodite, anak Zeus, bergegas turun tangan, meretas tali belulang itu."<ref name=":1" /> Afrodite mengintervensi atas kepentingan diri sendiri untuk menyelamatkan Paris dari angkara Menelaus, karena Paris sudah membantunya memenangkan ajang adu cantik para dewi. Keberpihakan Afrodite terhadap Paris membuat semua dewa-dewi terpancing untuk ikut mengintervensi, khususnya untuk menyampaikan wejangan-wejangan pengobar semangat juang kepada anak emasnya masing-masing, dan kerap menampakkan diri dalam wujud orang yang mereka kenal baik.<ref name=":0" /> Keterkaitan emosi dengan tindakan di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh yang muncul di berbagai bagian wiracarita ini.{{citation needed|date=February 2019}}
== Tema ==
=== Takdir ===
[[Takdir]] ({{Lang-el|κήρ}}, ''kēr'', artinya "ketentuan ajal") menggerakkan sebagian besar peristiwa di dalam ''Ilias''. Sekali takdir ditetapkan, dewa-dewi maupun manusia wajib menjalaninya, dan tidak berdaya atau tidak berniat menentangnya. Tidak diketahui bagaimana takdir ditetapkan, yang jelas takdir diungkap para [[Moirai|Moira]] dan [[Zeus]] dengan cara mengirim pertanda kepada para ahli tenung seperti [[Kalkhas]]. Manusia dan dewa-dewi mereka terus-menerus berbicara tentang penerimaan secara perwira dan penghindaran secara pengecut terhadap takdir seseorang.<ref>[http://everything2.com/index.pl?node_id=1375344 Fate as presented in Homer's "The Iliad"], Everything2</ref> Takdir tidak menentukan setiap tindakan, insiden, maupun kejadian, tetapi memang menentukan hasil akhir dari dari jalan hidupnya. Sebelum menewaskan Patroklos, Hektor menyebutnya orang bodoh karena secara pengecut menghindari takdir dengan coba-coba mengalahkannya.{{citation needed|date=November 2016}} Patroklos menjawab dengan kalimat berikut ini:
Baris 172 ⟶ 146:
</blockquote>
Dengan kalimat di atas, Patroklos mengungkit takdirnya untuk tewas di tangan Hektor sekaligus takdir Hektor untuk tewas di tangan Akhiles. Semua orang menerima akhir jalan hidupnya masing-masing, tetapi tidak seorang pun yang tahu pasti apakah dewa-dewi dapat mengubah takdir. Ketidakpastian ini mengemuka di dalam
<blockquote>
Baris 188 ⟶ 162:
</blockquote>
Sesudah menimbang-nimbang, Zeus, raja dewa-dewi, akhirnya mengizinkan kematian Sarpedon ketimbang mengubah takdirnya. Motif serupa kembali mengemuka ketika Zeus mempertimbangkan untuk membiarkan Hektor, tokoh yang ia kasihi dan hormati, tetap hidup. Kali ini, ia digugat Dewi
<blockquote>
Baris 206 ⟶ 180:
</blockquote>
Dengan bantuan ilahi, Aineias luput dari angkara murka Akhiles dan selamat menyintasi Perang Troya. Entah mampu atau tidak mampu mengubah takdir, yang jelas dewa-dewi menuruti ketentuan takdir, sekalipun merugikan insan-insan kesayangan mereka. Jadi asal-usul takdir yang misterius itu adalah suatu kuasa yang mengatasi dewa-dewi. Takdir menentukan kekuasaan atas dunia terbelah tiga apabila Zeus, Poseidon, dan Hades menggulingkan [[Kronos]], ayah mereka. Zeus menguasai udara dan angkasa, Poseidon menguasai perairan, dan Hades menguasai [[dunia bawah Yunani|pratala]], dunia orang mati, tetapi ketiganya bersama-sama berdaulat atas dunia. Meskipun dewa-dewi
=== Ketenaran ===
Ketenaran ({{lang-el|κλέος}}, "kemuliaan" atau "ketenaran") adalah konsep mengenai keharuman nama yang diperoleh seseorang karena berprestasi di medan laga.<ref>{{cite web |url=http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |title=The Concept of the Hero in Greek Civilization |publisher=Athome.harvard.edu |access-date=18 April 2010 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20100421140227/http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |archive-date= 21 April 2010 }}</ref> Meskipun demikian, Akhiles harus memilih salah satu di antara dua macam takdir yang disiapkan bagi dirinya, ''nostos'' (pulang dengan selamat) atau ''kleos''.<ref>{{cite web|url=http://www.uh.edu/~cldue/texts/introductiontohomer.html |title=Heroes and the Homeric Iliad |publisher=Uh.edu |access-date=18 April 2010}}</ref> Di dalam
{{Verse translation|italicsoff=y|
Baris 240 ⟶ 214:
[[Ujub]] atau keangkuhan adalah penggerak alur cerita Ilias. Orang Akhaya berkumpul di padang negeri Troya demi merebut kembali Helene dari orang Troya. Sekalipun mayoritas orang Troya dengan senang hati bersedia memulangkan Helene kepada pihak Akhaya, mereka menuruti keangkuhan pangeran mereka, Aleksandros, yang juga dikenal dengan nama Paris. Dengan kerangka berpikir semacam inilah Homeros menggubah wiracaritanya. Pada permulaan ''Ilias'', ujub Agamemnon melahirkan serentet peristiwa yang berbuntut pada tindakannya merampas Briseis, gadis yang sebelumnya ia berikan kepada Akhiles sebagai imbalan sumbangan tenaganya bagi perjuangan pihak Akhaya. Akibat tindakan tersebut, Akhiles enggan bertempur dan meminta ibunya, Tetis, untuk mendesak Dewa Zeus membuat pihak Akhaya terpojok di medan tempur sampai Agamemnon sadar akan kesalahannya terhadap Akhiles.<ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>
Ujub Akhiles mendorongnya untuk meminta Tetis mendatangkan maut bagi kawan-kawan Akhayanya. Di dalam
=== Kepahlawanan ===
Baris 246 ⟶ 220:
=== Kehormatan ===
''Kleos'' berkaitan erat dengan ''timē'' ({{lang|grc|τιμή}}, artinya "kehormatan,
=== Ketakaburan ===
Baris 253 ⟶ 227:
Karena ''hibris'', Agamemnon menampik harta tebusan Kriseis dan melukai harga diri Akhiles dengan mengambil kembali Briseis sebagai ganti rugi. ''Hibris'' memaksa Paris berlaga satu lawan satu dengan Menelaos. Agamemnon menghasut orang Akhaya untuk bertempur dengan cara menggugat harga diri Odiseus, Diomedes, dan Nestor. Ia bertanya, mengapa mereka bersikap pengecut dan menunggu-nunggu bantuan pada saat mereka seharusnya tampil memimpin penyerbuan. Meskipun kejadian-kejadian di dalam ''Ilias'' berfokus pada amarah Akhiles dan kerusakan yang ditimbulkannya, ''hibris''-lah bahan bakar yang membuat kedua-duanya terus membara.<ref>Thompson, Diane P. “Achilles’ Wrath and the Plan of Zeus.”</ref>
===
[[File:Wrath of Achilles2.jpg|thumb|upright=1.15|''
Kata pembuka cerita, {{lang|grc|μῆνιν}} (''mēnin''; [[kasus akusatif|aku.]] {{lang|grc|μῆνις}}, ''mēnis'', artinya "amarah,
<blockquote>
Baris 268 ⟶ 242:
</blockquote>
Sesudah mendengar ucapan Agamemnon, hanya Dewi
<blockquote>
Baris 284 ⟶ 258:
=== Pengagungan perang ===
Sebagian besar isi Ilias mengulik perkara berhadapan dengan maut. Demi meraih ketenaran, para pejuang haruslah piawai membunuh. Meskipun demikian, adakalanya sang pujangga menyajikan segi-segi damai dari peperangan. Contoh pertamanya termaktub di dalam
== Pertanggalan dan sejarah tekstual ==
Baris 301 ⟶ 275:
''[[Editio princeps]]'' atau edisi cetak perdana ''Ilias'', disunting [[Demetrios Khalkokondiles]] dan diterbitkan Bernardus Nerlius bersama Demetrios Damilas di [[Firenze]] pada tahun 1488/1489.<ref>{{cite web | title = Homerus, ''[Τὰ σωζόμενα]'' | website = Onassis Library | url = http://onassislibrary.gr/en/collection/items/39018_en/ | access-date = 03 September 2017}}</ref>
=== Sebagai tradisi
Pada Abad Kuno, [[bangsa Yunani]] menjadikan ''Ilias'' dan ''Odiseia'' sebagai dasar-dasar [[pedagogi]]. Sastra merupakan unsur utama dari fungsi budaya-didik [[rhapsode|''rapsoidos'']] keliling (sahibul hikayat), yang menghasilkan wiracarita-wiracarita ''konsisten'' dari ingatan dan improvisasi, serta menyebarluaskannya lewat nyanyian dan tembang di persinggahan-persinggahan sepanjang pengembaraan maupun di ajang pesta krida [[Kejuaraan
Mula-mula para klasikawan menganggap
Di dalam ''Ilias'', ketidakkonsistenan sintaktis mungkin saja adalah suatu tradisi lisan. Sebagai contoh, Dewi
== Penggambaran peperangan ==
=== Penggambaran laga prajurit pejalan kaki ===
Meskipun Mikene maupun Troya adalah negara maritim, ''Ilias'' tidak menyajikan kisah pertempuran laut.<ref>{{Iliad|en|3|45|shortref}}–50</ref> Jadi [[Fereklos]], pembuat kapal Troya (kapal yang melayarkan Helene ke Troya), bertempur di darat selaku prajurit pejalan kaki.<ref>{{Iliad|5|59|shortref}}–65</ref> Pakaian dan senjata yang dipakai tokoh jagoan dan prajurit di dalam pertempuran diuraikan dengan saksama. Mereka memasuki medan lagi dengan mengendarai [[rata|kereta perang]], melemparkan lembing-lembing ke formasi-formasi pasukan musuh, kemudian turun dari rata untuk berhadap-hadapan dengan musuh sembari melemparkan lagi lembing-lembing, melemparkan batu, dan bila perlu bertarung dengan sebilah pedang dan sebuah ''hoplon'' (perisai) tersandar di bahu.<ref>[[John Keegan|Keegan, John]] (1993). ''[[A History of Warfare]].'' hlm. 248.</ref> [[Aias|Ayas Tua]], anak Telamon, membawa sebuah perisai bundar ({{Lang|grc|σάκος|translit=sakos|label=none}}) berukuran besar yang ia gunakan untuk melindungi dirinya sendiri dan juga melindungi Teukros, adik tirinya:
<blockquote>Yang kesembilan adalah Teukros, datang merentangkan busur lengkungnya.<br />
Tegak di balik perisai Ayas anak Telamon, kakandanya.<br />
Setiap kali Ayas menyiah perisai,<br />
Teukros tampil lincah melesatkan panah setangkai,<br />
menghujam satu lawan di tengah kerumunan, menumbangkan sang sena<br />
di tempat ia berdiri, merenggut nyawanya lantas undur ke belakang kakanda,<br />
meringkuk di dekat Ayas, seperti kanak-kanak di sisi bunda.<br />
Ayas pun lindungi dia dengan perisai berkaca-kaca.<ref>Homeros, ''Ilias'' 8.267–72, berdasarkan terjemahan Ian Johnston.</ref></blockquote>
Perisai Ayas yang berat lebih cocok dipakai untuk bertahan ketimbang untuk menyerang, sementara saudara misannya, Akhiles, menenteng sebuah perisai bundar astakona berukuran besar yang ia gunakan bersama lembingnya untuk menyerang pihak Troya:
<blockquote>Ibarat orang membangun tembok rumah yang tinggi,<br />
menyusun batu tertumpuk rapat membendung badai,<br />
demikianlah dekat ketopong dengan perisai,<br />
rimpit perisai dengan perisai, dempet ketopong dengan ketopong,<br />
berpacak gulu beradu jambul si surai kuda.<br />
demikanlah apik dan rapat barisan sena.<ref>Homer, ''Ilias'' 16.213–17 (berdasarkan terjemahan Ian Johnston).</ref></blockquote>
Dalam uraiannya tentang laga prajurit pejalan kaki, Homeros menyinggung [[Formasi falangs|byuha ''falangs'']],<ref>{{Iliad|en|6|6|shortref}}</ref> tetapi para sarjana rata-rata tidak yakin bahwa byuha ini benar-benar dipakai dalam Perang Troya.<ref>Cahill, Tomas (2003). ''Sailing the Wine Dark Sea: Why the Greeks Matter.''</ref> Pada [[Zaman Perunggu]], rata merupakan kendaran tempur utama (misalnya pada [[Pertempuran Kadesh]]). Bukti-bukti yang ada, dari zirah Dendra sampai lukisan-lukisan Istana Pilos, mengindikasikan bahwa orang Mikene menggunakan rata dua awak, dan pengendara utamanya dipersenjatai sebatang tombak panjang, berbeda dari rata tiga awak buatan Het yang dinaiki prajurit bersenjata tombak pendek, juga berbeda dari rata dua awak buatan Mesir dan Asyur yang dinaiki prajurit bersenjata panah. Sembari mengendarai rata, Nestor maju mendahului pasukannya; Ia mewejangi mereka sebagai berikut:
<blockquote>Dalam gebu semangatmu menggempur Troya si seteru,<br />
jangan gesa keretamu menyerbu maju lebih dulu,<br />
yakin tegar tenagamu dan ilmu laga berkudamu.<br />
Jangan pelan keretamu, akan celaka pasukanmu.<br />
Jika telak keretamu bertemu rata si seteru,<br />
hujam lembing ke lawanmu segera dari keretamu.<br />
Itulah kiat berperang, kiat muslihat paling jitu,<br />
untuk serbu gempur lebur kota benteng kubu seteru —<br />
sudah sebati menetap di jiwa wirawan nan dulu.<ref>Homeros, ''Ilias'' 4.301–09 (berdasarkan terjemahan Ian Johnston).</ref></blockquote>
Meskipun penggambaran Homeros bersifat grafis, dapat dilihat pada bagian akhir bahwa kemenangan perang lebih merupakan suatu keadaan menyedihkan, manakala semua kerugian menjadi tampak nyata. Di lain pihak, kejuaraan-kejuaraan yang digelar dalam penyelenggaraan upacara duka justru meriah dan penuh semangat, karena diadakan untuk merayakan kehidupan si mati. Penggambaran perang yang menyeluruh ini bertolak belakang dengan banyak penggambaran perang Yunani Kuno lainnya, yang mencitrakan perang sebagai usaha yang gigih untuk meraih kemuliaan yang lebih besar.
=== Rekonstruksi perisai, senjata, dan gaya tempur ===
Ada sejumlah kecil rekonstruksi senjata, zirah, dan corak hias (yang tepat dari segi arkeologi, sejarah, maupun sastra Homeros) yang sudah dihasilkan pada zaman modern dengan mengacu kepada penggambaran Homeros. Beberapa rekonstruksi historis sudah dihasilkan oleh Salimbeti cs.<ref>http://www.salimbeti.com/micenei/armour5.htm</ref>
=== Dampak terhadap cara-cara berperang Yunani klasik ===
Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya ''Ilias'') dipandang sebagai tuntunan penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat ''Ilias'' dan ''Odiseus'' di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."<ref name=":6">Lendon, J.E. (2005). ''Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity''. New Haven, CT: Yale University Press.</ref>{{Rp|36}} Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam ''Ilias'', maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: [[taktik militer|taktik]], [[ideologi]], dan [[pola pikir]] para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.
Sebagian besar pertarungan yang diuraikan secara terperinci di dalam ''Ilias'' adalah pertarungan tertata satu-lawan-satu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan. Malah, seperti di dalam ''Odiseus'', ada rangkaian ritual khusus yang harus dilakukan di dalam tiap-tiap pertarungan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang pahlawan besar berhadap-hadapan dengan seorang pahlawan kroco, maka pahlawan kroco diperkanalkan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan saling melontarkan ancaman, dan diakhiri dengan ditewaskannya pahlawan kroco. Sering kali pemenang melucuti baju zirah dan perlengkapan ketentaraan dari jenazah lawan.<ref name=":6" />{{Rp|22–3}} Berikut ini adalah salah satu contoh uraian ritual tersebut dan pertarungan satu-lawan-satu di ''Ilias'':<blockquote>
Di sana Ayas anak Telamon memukul jatuh putra Antemion,<br />
Simoeisios muda rupawan,
terlahir dari kandungan Ida di tepian sungai Simoeis<br />
tatkala ikut bapa dan biyung menggembalakan kawanan domba.
Baris 354 ⟶ 334:
tembiang Ayas si tinggi hati, di puting dada sebelah kanan<br />
lembing perunggu jitu menghujam, lolos menembus pundak yang kanan.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.473–83 (Lattimore 2011).</ref>
</blockquote>
Hambatan terbesar dalam usaha memastikan adanya tautan antara pertempuran di dalam ''Ilias'' dengan tata cara berperang bangsa Yunani kemudian hari adalah falangs, atau hoplites, yakni tata cara berperang yang tampak di dalam sejarah bangsa Yunani lama sesudah Homeros menulis ''Ilias''. Meskipun ada pembahasan tentang pengaturan barisan prajurit yang menyerupai byuha falangs di sepanjang penceritaan ''Ilias'', pemusatan perhatian wiracarita ini kepada laga kepahlawanan sebagaimana disebutkan di atas tampaknya berkontradiksi dengan kiat-kiat tempur falangs. Meskipun demikian, falangs memang memiliki segi-segi kegagahberanian. Pertarungan secara jantan satu lawan satu di dalam ''Ilias'' terejawantahkan dalam pertempuran falangs dengan penekanan pada usaha untuk teguh bertahan di dalam byuha. Laga semacam ini menggantikan kompetisi kepahlawanan bersifat tunggal yang dikisahkan di dalam ''Ilias''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
Salah satu contohnya adalah kisah 300 wira pilihan [[Sparta]] yang bertempur melawan 300 wira pilihan [[Argos (kota)|Argos]]. Di dalam pertempuran para petarung unggulan ini, hanya dua orang yang tersisa di pihak Argos dan satu orang yang tersisa di pihak Sparta. Otriades, wira Sparta yang tersisa, undur kembali ke dalam barisan pasukan Sparta dengan sekujur tubuh terluka parah, sementara dua wira Argos yang tersisa langsung pulang ke Argos untuk mewartakan kemenangan mereka. Oleh sebab itu Sparta mendaku sebagai pemenang, karena wira terakhir mereka menunjukkan kegagahberanian yang paripurna dengan bertahan pada posisinya di dalam byuha falangs.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref>
Di ranah ideologi para panglima dalam sejarah Yunani kemudian hari, ''Ilias'' memiliki efek yang menarik. ''Ilias'' mengekspresikan ketidaksukaan mutlak terhadap pemakaian tipu muslihat dalam berperang, ketika Hektor berkata, sebelum menantang Ayas Agung:
<blockquote>
Meskipun ada contoh-contoh ketidaksukaan terhadap tipu muslihat tempur, ada alasan untuk meyakini bahwa ''Ilias'', maupun tata cara berperang Yunani kemudian hari, mengedepankan kepiawaian para panglima dalam menyusun taktik. Sebagai contoh, ada banyak bagian di dalam ''Ilias'' yang mengisahkan para panglima semisal Agamemnon atau Nestor mendiskusikan pengaturan pasukan supaya menguntungkan pihaknya. Perang Troya malah dimenangkan dengan tipu daya orang Akhaya yang termasyhur, yakni muslihat [[Kuda Troya]]. Fakta ini bahkan belakangan dirujuk Homeros di dalam ''Odiseya''. Dalam kasus ini, keterkaitan antara kiat tipu daya orang Akhaya dan orang Troya di dalam ''Ilias'' dengan kiat tipu muslihat bangsa Yunani kemudian hari tidaklah sukar untuk ditemukan. Para panglima Sparta, yang kerap dipandang sebagai puncak kedigdayaan militer bangsa Yunani, dikenal karena tipu dayanya, dan bagi mereka, kemampuan merancang tipu muslihat merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh seorang panglima. Malah jenis kepemimpinan seperti inilah yang merupakan anjuran standar para sastrawan kiat perang Yunani.<ref name=":6" />{{Rp|240}}
Pada akhirnya, meskipun pertempuran ala sastra Homeros (atau pertempuran ala wiracarita) sudah pasti tidak sepenuhnya tereplikasi dalam tata cata perang bangsa Yunani yang terjadi kemudian hari, banyak di antara nilai-nilai luhur, kiat tempur, dan instruksi-instruksinya dapat dipastikan masih terus dipakai bangsa Yunani.<ref name=":6" />
Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.<ref>Van Wees, Hans. ''Greek Warfare: Myth and Realities.'' hlm. 249.</ref>
==
{{Main|Perang Troya dalam budaya populer}}
''Ilias'' sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman [[Yunani Klasik]] dan masih terus dihargai pada zaman [[periode Hellenistik|Helenistis]] dan zaman [[Kekaisaran Romawi Timur]]. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.
Prior to this reintroduction, however, a shortened Latin version of the poem, known as the ''[[Ilias Latina]]'', was very widely studied and read as a basic school text. The West tended to view Homer as unreliable as they believed they possessed much more down to earth and realistic eyewitness accounts of the Trojan War written by [[Dares]] and [[Dictys Cretensis]], who were supposedly present at the events. These [[late antique]] forged accounts formed the basis of several eminently popular [[Middle Ages|medieval]] [[chivalric romance]]s, most notably those of [[Benoît de Sainte-Maure]] and [[Guido delle Colonne]].
Baris 378 ⟶ 358:
These in turn spawned many others in various European languages, such as the first printed English book, the 1473 ''[[Recuyell of the Historyes of Troye]]''. Other accounts read in the Middle Ages were antique Latin retellings such as the ''[[Excidium Troiae]]'' and works in the vernaculars such as the [[Trójumanna saga|Icelandic Troy Saga]]. Even without Homer, the Trojan War story had remained central to Western European [[medieval literature|medieval literary]] culture and its sense of identity. Most nations and several royal houses traced their origins to heroes at the [[Trojan War]]. Britain was supposedly settled by the Trojan [[Brutus of Troy|Brutus]], for instance.{{citation needed|date=July 2015}}
[[William Shakespeare]]
[[William Theed the elder]] made an impressive bronze statue of Thetis as she brought Achilles his new armor forged by Hephaesthus. It has been on display in the [[Metropolitan Museum of Art]] in New York City since 2013.
Baris 386 ⟶ 366:
Menurut [[Sulaiman Albustani]], pujangga abad ke-19 yang pertama kali menerjemahkan ''Ilias'' ke dalam bahasa Arab, wiracarita ini mungkin sudah beredar luas dalam versi terjemahan [[Syriac language|Suryani]] dan [[Middle Persian|Pahlawi]] pada awal Abad Pertengahan. Sulaiman Albustani credits [[Theophilus of Edessa]] with the Syriac translation, which was supposedly (along with the Greek original) widely read or heard by the scholars of [[Baghdad]] in the prime of the [[Abbasid Caliphate]], although those scholars never took the effort to translate it to the official language of the empire; Arabic. The Iliad was also the first full epic poem to be translated to Arabic from a foreign language, upon the publication of Al-Boustani's complete work in 1904.<ref>{{Cite book|title=الإلياذة (Iliad)|last=Al-Boustani|first=Suleyman|publisher=Hindawi|year=2012|isbn=978-977-719-184-5|location=Cairo, Egypt|pages=26–27}}</ref>-->
===
* [[Simone Weil]] menulis esai berjudul ''"[[The Iliad or the Poem of Force]]"'' pada tahun 1939, tak lama sesudah [[Perang Dunia II]] meletus. Esai ini menjabarkan betapa ''Ilias'' memperlihatkan bagaimana tindak kekerasan dilakukan seekstrem mungkin di dalam perang, merendahkan harkat korban maupun pelaku kekerasan ke taraf budak dan automaton yang tidak bernalar.<ref>{{cite book |author=Bruce B. Lawrence and Aisha Karim |title=On Violence: A Reader|year=2008 |page=377 |isbn=978-0-8223-3769-0 |publisher=Duke University Press}}</ref>
* ''[[The Golden Apple (teater musikal)|The Golden Apple]]'', [[teater musikal|teater musikal Broadway]] tahun 1954, karya penulis naskah [[John Treville Latouche]] dan komponis [[Jerome Moross]], adalah hasil adaptasi bebas wiracarita ''Ilias'' dan ''Odiseia'', dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian [[Washington]] di [[Amerika Serikat]] pada masa [[Perang Spanyol-Amerika]]. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Ilias'', sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Odiseia'' ditampilkan pada babak ke-2.
* ''[[King Priam]]'', opera karya Sir [[Michael Tippett]] yang pertama kali dipentaskan pada tahun 1962 didasarkan atas wiracarita ''Ilias''.
* ''[[War Music (puisi)|War Music]]'', puisi karangan [[Christopher Logue]], merupakan "penjelasan", bukan terjemahan, dari ''Ilias'', mulai digubah atas pesanan pada tahun 1959 untuk sebuah acara radio. Puisi ini terus ia kembangkan sampai akhir hayatnya pada tahun 2011. Puisi yang disebut [[Tom Holland (penulis)|Tom Holland]] sebagai "karya luar biasa dari khazanah sastra pascaperang" ini turut mempengaruhi [[Kae Tempest]] dan [[Alice Oswald]], yang mengatakan bahwa puisi tersebut "memancarkan sejenis energi teatrikal nan terlupakan ke dalam dunia."<ref>{{Cite book|last=Logue|first=Christopher|title=War Music, an account of Homer's Iliad|publisher=Faber and Faber|year=2015|isbn=978-0-571-31449-2|chapter=Introduction by Christopher Reid}}</ref>
* ''[[Cassandra (novel)|Cassandra]]'' (terbit tahun 1983), novel karangan [[Christa Wolf]],
*
*
===
* ''[[Age of Bronze (komik)|Age of Bronze]]'', serial karya [[Eric Shanower]] yang diterbitkan [[Image Comics]] sejak tahun 1998, menceritakan kembali legenda Perang Troya.<ref>A Thousand Ships (2001, {{ISBN|1-58240-200-0}})</ref><ref>Sacrifice (2004, {{ISBN|1-58240-360-0}})</ref><ref>Betrayal, Part One (2008, {{ISBN|978-1-58240-845-3}})</ref>
* ''[[Ilium (novel)|Ilium]]'', novel fiksi ilmiah bertema kepahlawanan karangan [[Dan Simmons]] yang dirilis pada tahun 2003, mendapatkan penghargaan [[Locus Award]] untuk novel fiksi ilmiah terbaik tahun 2003.{{Citation needed|date=January 2017}}
Baris 402 ⟶ 382:
* ''Memorial'' (terbit tahun 2011), bunga rampai puisi [[Alice Oswald]] yang keenam,<ref name=oswaldmem2011>{{cite book |first=Alice |last=Oswald |title=Memorial: An Excavation of the Iliad |publisher=Faber & Faber |location=London |year=2011 |isbn=978-0-571-27416-1 |url=http://www.faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20120606191424/http://faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |archive-date=2012-06-06 }}</ref> didasarkan pada, tetapi keluar dari, bentuk [[puisi naratif|naratif]] ''Ilias'', agar lebih fokus kepada, dan dengan demikian mengenang kembali, tokoh-tokoh orang pribadi yang disebutkan namanya dan dikisahkan ajalnya di dalam ''Ilias''.<ref name=holland20111017>{{cite news |first=Tom |last=Holland |title=The Song of Achilles by Madeline Miller / Memorial by Alice Oswald. Surfing the rip tide of all things Homeric. |work=The New Statesman |url=http://www.newstatesman.com/books/2011/10/homer-achilles-iliad-miller-2 |publisher=New Statesman |location=London |date=17 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=kellaway20111002>{{cite news |first=Kate |last=Kellaway |title=Memorial by Alice Oswald – review |work=The Observer |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/02/memorial-alice-oswald-review |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=2 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=higgins20111028>{{cite news |first=Charlotte |last=Higgins |title=The Song of Achilles by Madeline Miller, and more – review |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/28/song-achilles-madeline-miller-iliad |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=28 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> Pada bulan Oktober 2011, ''Memorial'' masuk ke dalam daftar pendek calon pemenang penghargaan [[T. S. Eliot Prize]],<ref name=flood20111020>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=TS Eliot prize 2011 shortlist revealed |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/20/ts-eliot-prize-2011-shortlist |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=20 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> tetapi Alice Oswald meminta bukunya dikeluarkan dari daftar tersebut pada bulan Desember 2011<ref name=Telegraph20111206>{{cite news |first=Florence |last=Waters |title=Poet withdraws from TS Eliot prize over sponsorship |url=https://www.telegraph.co.uk/culture/books/booknews/8938343/Poet-withdraws-from-TS-Eliot-prize-over-sponsorship.html |work=The Telegraph |publisher=Telegraph Media Group Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref><ref name=Guardian20111206>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=Alice Oswald withdraws from TS Eliot prize in protest at sponsor Aurum |url=https://www.theguardian.com/books/2011/dec/06/alice-oswald-withdraws-ts-eliot-prize |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref> seraya menyuarakan keprihatinannya terhadap etika pihak sponsor penghargaan tersebut.<ref name=Guardian20111212>{{cite news |first=Alice |last=Oswald |title=Why I pulled out of the TS Eliot poetry prize |url=https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/dec/12/ts-eliot-poetry-prize-pulled-out |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=12 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref>
* ''The Rage of Achilles'', karya [[Terence Hawkins]], penulis Amerika dan pengasas Konferensi Penulis Yale, menceritakan kembali ''Iliad'' dalam bentuk novel dengan gaya bahasa modern dan kadang-kadang dengan bahasa grafis. Dengan pengetahuan tentang teori [[alam pikiran bikameral]] [[Julian Jaynes]] dan historisitas [[Perang Troya]], sang penulis menghadirkan tokoh-tokoh ''Ilias'' di dalam novelnya sebagai manusia-manusia sejati, dan penampakan-penampakan dewa-dewi hanyalah halusinasi mereka atau suara-suara perintah pada masa-masa peralihan yang mendadak dan menyakitkan menuju kesadaran modern.{{Citation needed|date=January 2017}}
=== Di bidang ilmu pengetahuan ===
* Psikiater [[Jonathan Shay]] menulis dua buku, yaitu ''Achilles in Vietnam: Combat Trauma and the Undoing of Character'' (1994)<ref>[[Jonathan Shay|Shay, Jonathan]]. ''Achilles in Vietnam: Combat trauma and the undoing of character''. Scribner, 1994. {{ISBN|978-0-684-81321-9}}</ref> dan ''Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming'' (2002),<ref>Shay, Jonathan. ''Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming''. New York: Scribner, 2002. {{ISBN|978-0-7432-1157-4}}</ref> yang menghubungkan ''Ilias'' dan ''Odiseya'' dengan [[gangguan stres pascatrauma]] dan [[luka moral]] yang didapati di dalam riwayat-riwayat rehabilitasi pasien-pasien veteran yang pernah terjun langsung ke medan tempur.
== Naskah-naskah ==
Baris 416 ⟶ 399:
{{Portal|Agama}}
* [[Topeng Agamemnon]]
* [[Kesejajaran Aeneis Vergilius dengan Ilias dan
* [[Heinrich Schliemann]]
==
=== Keterangan ===
{{Reflist|group=lower-roman}}
===
{{Reflist}}
===
{{refbegin|}}
* {{cite book|author-link=Milan Budimir|first=Milan|last=Budimir|year=1940|title=On the Iliad and Its Poet}}
|