Ayat-Ayat Setan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh Ebn Abee Dhahhak El Shirazy (bicara) ke revisi terakhir oleh Fazoffic
Tag: Pengembalian
RizzleValikaze (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{tentang|riwayat ayat-ayat setan|novel karya Salman Rushdie|The Satanic Verses}}
 
Insiden '''ayat-ayat setan''', atau dikenal juga dalam literatur [[Islam]] sebagai ''Qissat al-Gharaniq'' (''Kisah Burung-Burung Bangau''), adalah nama sebuah kejadian di masa kenabian [[Muhammad]],. diDalam manainsiden iaini, Muhammad disebutkan pernah secara keliru mengira perkataan yang "dibisikkandari oleh [[setan]]" sebagai [[wahyu]] dari Tuhan (''[[Allah]]'').<ref name="Ahmed">{{cite journal|last1=Ahmed|first1=Shahab|title=Ibn Taymiyyah and the Satanic Verses|journal=Studia Islamica|date=1998|volume=87|issue=87|pages=6767–124|jstor=1595926|publisher=Maisonneuve & Larose|doi=10.2307/1595926}}</ref> Penggunaan pertama ungkapan "ayat-124ayat setan" dalam bahasa Inggris dikaitkan dengan orientalis Sir [[William Muir]] pada tahun 1858.<ref name="Esposito2003">{{cite book|author=John L. Esposito|title=The Oxford dictionary of Islam|url=httphttps://wwwbooks.jstorgoogle.orgcom/stable/1595926books?id=Bcis07kDq30C&pg=PT563|year=2003|publisher=MaisonneuveOxford University Press|isbn=978-0-19-512558-0|page=563|url-status=live|archive-url=https://web.archive.org/web/20160611043905/https://books.google.com/books?id=Bcis07kDq30C&pg=PT563|archive-date=11 LaroseJune 2016}}</ref>
 
Riwayat mengenai peristiwa ini dapat ditemukan dalam beberapa sumber, seperti ''[[Sirah|Sirah nabawiyah]]'' yang ditulis oleh [[al-Waqidi|al-Wāqidī]], [[Ibnu Sa'ad]] (juru tulis dari Waqidi) dan [[Ibnu Ishaq]],<ref name="IbnIshaq">{{Cite book|last = Ibn Ishaq|first = Muhammad|title = Ibn Ishaq's Sirat Rasul Allah - The Life of Muhammad Translated by A. Guillaume.|publisher = Oxford University Press|location = Oxford|page = 165|date = 1955|url = https://archive.org/stream/TheLifeOfMohammedGuillaume/The_Life_Of_Mohammed_Guillaume#page/n105/mode/1up|isbn =9780196360331}}</ref> demikian pula pada [[tafsir]] oleh [[Muhammad bin Jarir al-Tabari|at-Thabarī]]. yangPara kerappemuka dianggapagama sebagaimencatat salahkisah satutersebut kitabselama tafsirdua yangabad palingpertama benarhijriyah. (''shahih'')Namun,<ref>{{Cite web|title=أيهماpenolakan أصحkeras "terhadap تفسيرhistorisitas ابنinsiden كثيرAyat-Ayat "Setan أوtelah "diajukan تفسيرsejak الطبريabad kesepuluh masehi.<ref name=":1">{{Cite ؟book -|title=Encyclopaedia الإسلامof سؤالthe Qurʾān: EQ وجواب|urldate=https://islamqa.info/ar/answers/43778/%D8%A7%D9%8A%D9%87%D9%85%D8%A72001 |publisher=Brill |isbn=978-%D8%A7%D8%B5%D8%AD90-%D8%AA%D9%81%D8%B3%D9%8A%D8%B104-%D8%A7%D8%A8%D9%8614743-%D9%83%D8%AB%D9%8A%D8%B1-%D8%A7%D9%880 |editor-%D8%AA%D9%81%D8%B3%D9%8A%D8%B1-%D8%A7%D9%84%D8%B7%D8%A8%D8%B1%D9%8Alast=McAuliffe |websiteeditor-first=islamqa.infoJane Dammen |languagelocation=arLeiden |access-datepages=2021-08-16533}}</ref> Pada abad ke-13 masehi, sebagian besar [[Tafsir al-Jalalainulama]], danIslam secaramulai menolaknya karena dianggap tidak langsungkonsisten jugadengan dalamprinsip [[Shahihteologis Bukhari]]'iṣmat al-anbiyā (kesempurnaan para nabi) dan prinsip metodologis kritik isnad.<ref name="Ahmed" />
 
Peristiwa ini diterima sebagai kebenaran oleh beberapa orientalis, dengan menyatakan tidak masuk akal para penulis biografi Muslim awal mengarang cerita yang sangat tidak menyenangkan tentang nabi mereka.<ref>{{Cite book|last=Watt|first=William Montgomery|date=2009|title=Muhammad at Mecca|location=Karachi|publisher=Oxford Univ. Press|isbn=978-0-19-577278-4|edition=9. impr; Repr. [of the ed.] 1953}}</ref> Namun, [[Carl W. Ernst]] menulis bahwa keberadaan sisipan-sisipan selanjutnya dalam surah-surah Mekkah awal menunjukkan bahwa Al-Qur'an direvisi dalam dialog dengan pembaca pertamanya, yang sering membaca Surah-surah ini dalam ibadah dan mengajukan pertanyaan tentang bagian-bagian yang sulit. Penerapan prinsip ini pada Surah 53 ("An-Najm") mengarah pada kesimpulan bahwa apa yang disebut "Ayat-Ayat Setan" kemungkinan besar tidak pernah ada sebagai bagian dari Al-Qur'an. Ia berpendapat bahwa komposisi sastra dari Bab tempat ayat-ayat tersebut diduga telah dibacakan, sangat berfokus pada penolakan terhadap politeisme yang membuat penyertaan kutipan Ayat-Ayat Setan tidak realistis. Ketidakhadirannya dalam koleksi hadis kanonik ([[Kutubus Sittah|kutubus sittah]]) mendukung klaimnya.<ref>{{Cite book |last=Ernst |first=Carl W. |title=How to read the Qur'an: a new guide, with select translations |date=2011 |publisher=The University of North Carolina Press |isbn=978-0-8078-3516-6 |location=Chapel Hill}}</ref> Penulis lain berpendapat bahwa ceritanya mungkin dibuat-buat untuk alasan teologis.<ref>{{Cite journal |last=Hoyland |first=Robert |date=March 2007 |title=Writing the Biography of the Prophet Muhammad: Problems and Solutions |url=https://compass.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1478-0542.2007.00395.x |journal=History Compass |volume=5 |issue=2 |pages=581–602 |doi=10.1111/j.1478-0542.2007.00395.x |issn=1478-0542}}</ref>
== Ikhtisar Kisah ==
[[Muhammad bin Ismail al-Bukhari|Bukhari]] melaporkan di dalam kitab koleksi [[Hadits Shahih|hadits shahih]]-nya bahwa orang-orang [[Musyrikin|Musyrik]] ikut bersujud bersama Muhammad ketika ia selesai membacakan [[Surah An-Najm|Surat An-Najm]]:
 
== Ikhtisar Kisah ==
{{quote|Disampaikan Ibnu Abbas: Ketika Nabi {{saw}} selesai membaca Surat an-Najm, Nabi bersujud, dan orang-orang Muslim, Musyrikin, Jin, dan umat manusia ikut bersujud bersamanya.<ref>{{Cite web|title=Sahih al-Bukhari 4862 - Prophetic Commentary on the Qur'an (Tafseer of the Prophet (pbuh)) - كتاب التفسير - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)|url=https://sunnah.com/bukhari:4862|website=sunnah.com|access-date=2021-08-16}}</ref>|[https://sunnah.com/bukhari:4862 Sahih al-Bukhari 4862] }}
[[File:Relief of the Arabian goddess Al-Lat, Manat and al-Uzza from Hatra. Iraq Museum.jpg|thumb|Dewi-dewi Arab pada zaman [[jahiliah]], yaitu Al-Lat, Manat, dan al-Uzza.]]
Ada beberapa kisah tentang insiden tersebut, yang berbeda dalam konstruksi dan detail narasinya, tetapi kisah-kisah itu dapat dirangkum secara luas untuk menghasilkan suatu kisah dasar.<ref name="EoQ">{{Citation
| last =Ahmed
| first =Shahab
| year =2008
| publication-date =14 August 2008
| contribution =Satanic Verses
| contribution-url =http://www.brillonline.nl/subscriber/entry?entry=q3_SIM-00372
| editor-last =Dammen McAuliffe
| editor-first =Jane
| title =Encyclopaedia of the Qurʾān
| location =Georgetown University, Washington DC
| publisher =Brill
}}{{Dead link|date=September 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Versi-versi cerita yang berbeda tercatat dalam tafsir-tafsir Al-Qur'an awal dan [[Sirah nabawiyah|sirah nabawiyyah]], seperti milik Ibnu Ishaq.<ref name="IbnIshaq">{{Cite book|last=Ibn Ishaq|first=Muhammad|date=1955|url=https://archive.org/stream/TheLifeOfMohammedGuillaume/The_Life_Of_Mohammed_Guillaume#page/n105/mode/1up|title=Ibn Ishaq's Sirat Rasul Allah - The Life of Muhammad Translated by A. Guillaume.|location=Oxford|publisher=Oxford University Press|isbn=9780196360331|page=165}}</ref> Kisah ini pada dasarnya menyatakan bahwa ketika Muhammad sedang memimpin salat di dekat Ka'bah, ia membaca Surah An Najmn ayat 19-20:
 
"Apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (dua berhala) al-Lata dan al-‘Uzza, serta Manat (berhala) ketiga yang lain (sebagai anak-anak perempuan Allah yang kamu sembah)?"
Menurut [[Ibnu Jarir ath-Thabari|ath-Thabari]] dan [[Tafsir al-Jalalain|al-Jalalain]] pada tafsir-tafsir fenomenal mereka,<ref>{{Cite web|date=2017-11-05|title=Karya-Karya ath-Thabari yang Fenomenal|url=https://republika.co.id/share/oyx1t0313|website=Republika Online|language=id|access-date=2021-08-18}}</ref><ref>{{Cite web|date=2021-01-11|title=Di Balik Nama Tafsir Al-Jalalain, Kitab Tafsir Terpopuler|url=https://republika.co.id/share/qmr4nn320|website=Republika Online|language=id|access-date=2021-08-18}}</ref> dan berbagai sumber Muslim lainnya, hal ini terjadi dikarenakan pada saat Muhammad menyampaikan ayat 19-20 dari [[Surah An-Najm]] dari [[Allah]] berikut:
 
Kemudian segera setelah ia membaca ayat-ayat tersebut, ia berkata, "Itulah gharaniq (burung bangau) yang terbang tinggi dan sesungguhnya syafaat mereka harus diharapkan" sehingga suku Quraisy sangat gembira ketika Muhammad berbicara begitu positif tentang Tuhan mereka, mereka pun ikut bersujud bersama kaum Muslim setelah Muhammad membaca ayat-ayat tersebut. Setelah itu, Allah menurunkan sebuah ayat yang menegur Muhammad dan juga menurunkan sebuah ayat yang membatalkan "ayat-ayat setan".
{{quote|'''{19}''' Pernahkan kalian memikirkan Al-Lat dan Al-'Uzza<br />'''{20}''' Dan Al-Manat, yang ketiga, (atau) yang satu lainnya?|2=[https://quran.com/53/19-20?locale=en&font=v1&reading=false&translations=19%2C20%2C203 QS 53:19-20]}}
 
Al-Lāt, al-'Uzzā, dan Manāt adalah tiga dewi Arab pra-Islam yang disembah oleh orang Mekkah. Sulit untuk memahami arti kata gharāniq secara tepat, karena kata tersebut merupakan hapax legomenon (hanya digunakan satu kali dalam teks). Para komentator menulis bahwa kata tersebut berarti "burung bangau". Kata Arab tersebut secara umum berarti "burung bangau" – muncul dalam bentuk tunggal sebagai ghirnīq, ghurnūq, ghirnawq, dan ghurnayq, dan kata tersebut memiliki bentuk sepupu dalam kata lain untuk burung, termasuk "gagak, burung gagak", dan "elang".<ref>{{Citation
[[Setan]] membisikkan kepada Muhammad kalimat yang justru memuja ketiga [[Dewi]] kaum Musyrikin tersebut, sehingga Muhammad menganggap bahwa kalimat dari setan itu adalah sebagai bagian dari [[Al-Quran]], yang kemudian disampaikan oleh Muhammad ke khalayak ramai. Isi dari kalimat itu adalah:
| last1 =Militarev
| first1 =Alexander
| last2 =Kogan
| first2 =Leonid
| year =2005
| title =Semitic Etymological Dictionary 2: Animal Names
| volume =278/2
| series =Alter Orient und Altes Testament
| location =Münster
| publisher =Ugarit-Verlag
| pages =131–132
| isbn =3-934628-57-5
}}</ref> Jika diambil sebagai satu segmen, "gharāniq yang ditinggikan" telah diterjemahkan oleh orientalis [[William Muir]] sebagai "wanita yang ditinggikan", sementara akademisi kontemporer [[Muhammad Manazir Ahsan]] telah menerjemahkan segmen yang sama sebagai "dewi-dewi yang menjulang tinggi". Jadi, apakah frasa tersebut dimaksudkan untuk mengaitkan sifat ilahi kepada tiga "berhala" tersebut masih menjadi bahan perdebatan.<ref>{{Cite web|url=https://brians.wsu.edu/2017/02/08/the-satanic-verses/|title=The "Satanic Verses" &#124; Common Errors in English Usage and More &#124; Washington State University|date=8 February 2017 }}</ref> Pada kedua interpretasi tersebut, para peneliti pada umumnya sepakat mengenai makna bagian kedua ayat tersebut, yaitu "yang diharapkan syafaatnya".
 
== Tanggapan Dalam Tafsir Muslim ==
{{Quote|Mereka adalah burung-burung bangau yang terbang tinggi; syafaat dari mereka sungguh sangat diharapkan.<ref>{{Cite book|last=al-Tabari|url=https://archive.org/details/tabarivolume06/page/n156/mode/1up|title=The History of al-Tabari [Ta’rikh al-rusul wa’l-muluk], vol. VI|archive-url=https://perma.cc/R6PK-WFMB|pages=108|archive-date=18 Agustus 2021|url-status=live}}</ref> }}
 
=== Islam Awal ===
Pada malam harinya, [[Jibril]] datang dan mengabari Muhammad, bahwa Setan telah menyelipkan kata-katanya ke dalam wahyu Tuhan yang telah ia sampaikan. Dalam riwayat [[Ibnu Ishaq]], Muhammad dikabarkan merasa sedih atas kejadian itu. Namun beberapa saat kemudian kesedihannya menghilang setelah Tuhan meyakinkannya dengan membatalkan ([[Nasakh (tafsir)|nasakh]]) ayat dari setan tersebut serta mengrimkan kembali ayat-ayat yang benar.<ref>{{Cite web|title=Tafsir Ath-Thabari, QS 22:52|url=https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura22-aya52.html|website=King Saud University|archive-url=https://web.archive.org/web/20210816180855/https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura22-aya52.html|archive-date=2021-08-16|access-date=17 Agustus 2021|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite web|title=QuranX.com The most complete Quran / Hadith / Tafsir collection available!|url=https://quranx.com/Tafsir/Jalal/22.52|website=quranx.com|access-date=2021-08-18}}</ref><ref>{{Cite web|title=Tafsir Al Jalalayn (QS 22:52)|url=https://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=1&tTafsirNo=74&tSoraNo=22&tAyahNo=52&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2|website=altafsir.com}}</ref>
Sirah Nabawiyyah yang paling awal, yaitu sirah yang ditulis oleh [[Ibnu Ishaq]] (761–767) telah hilang Akan tetapi, koleksi tradisinya masih ada terutama dalam dua sumber: [[Ibnu Hisyam]] (833) dan [[al-Tabari]] (915). Kisah tersebut muncul dalam al-Tabari, yang memasukkan Ibnu Ishaq dalam rantai transmisi, tetapi tidak dalam Ibnu Hisyam, di mana banyak hal yang telah dicatat oleh generasi sebelumnya tentang Nabi, ia berkomentar dengan tegas, adalah palsu, atau tidak relevan, atau tidak pantas.<ref>{{cite book|last1=Holland|first1=Tom|date=2012|url=https://books.google.com/books?id=1f_BR2DulRIC&q=%22matters+which+would+distress+certain+people%22&pg=PT51|title=In the Shadow of the Sword|publisher=Doubleday|isbn=978-0385531368|pages=42}}</ref> [[Ibnu Sa'ad|Ibn Sa'ad]] dan [[Al-Waqidi]], dua penulis sirah nabawiyyah awal Muhammad lainnya menceritakan kisah tersebut.<ref name="EoQM">{{Citation|last=Rubin|first=Uri|date=14 August 2008|contribution=Muḥammad|contribution-url=http://www.brillonline.nl/subscriber/entry?entry=q3_COM-00126|editor-last=Dammen McAuliffe|editor-first=Jane|title=Encyclopaedia of the Qurʾān|location=Georgetown University, Washington DC|publisher=Brill}}{{Dead link|date=April 2021|bot=InternetArchiveBot|fix-attempted=yes}}</ref>
 
Shahab Ahmed, penulis buku tentang ayat-ayat setan pada masa awal Islam, mengamati bahwa pada era tafsir awal dan literatur [[Sirah nabawiyah|sīrah/maghazi]], insiden ayat-ayat setan hampir diterima secara universal oleh komunitas Muslim awal dan menggambarkan konsep kenabian yang melibatkan perjuangan yang berkelanjutan. Kemudian, hal itu ditolak ketika logika era pengumpulan hadis dan ortodoksi berikutnya didasarkan pada dua prinsip epistemologis: prinsip teologis 'ismat al-anbiyā' (kemaksuman para nabi) dan prinsip metodologi hadis dalam memverifikasi laporan, yaitu berdasarkan isnad mereka.<ref name="AhmedBeforeOrthodoxy">{{cite book |last=Ahmed |first=Shahab |date=2017 |title=Before Orthodoxy: The satanic verses in early Islam |location=Cambridge, Massachusetts; London, England |publisher=Harvard University Press |isbn=978-0-674-04742-6}}</ref>{{rp|265, 301.}}
Beberapa ulama [[Tafsir]], seperti [[ath-Thabari]] percaya bahwa kejadian ini disebutkan kembali di dalam al-Qur'an pada [[Surah Al-Hajj|Surah al-Hajj]].
{{Quote|Tidak pernah kami mengutus seorang Rasul ataupun Nabi sebelum dirimu, melainkan ketika ia membacakan (wahyu), Setan melemparkan (suatu kebohongan) ke dalamnya. Namun Allah membatalkan apa yang telah Setan lemparkan tersebut. Lalu Allah mengukuhkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.<ref>{{Cite web|title=Surah Al-Hajj - 52|url=https://quran.com/al-hajj?locale=en&font=v1&reading=false&translations=203%2C20%2C19|website=quran.com|archive-url=https://perma.cc/JY6F-VXAW|archive-date=2021-08-18|access-date=2021-08-18}}</ref>|2=[https://quran.com/22/52?locale=en&font=v1&reading=false&translations=19%2C20%2C203 QS 22:52]}}
 
[[Ibnu Katsir]] menolak riwayat tersebut dengan mengatakan: "Inti dari riwayat tersebut bersumber dari riwayat yang shahih, sedangkan riwayat Gharaniq terputus dan tidak memiliki mata rantai periwayatan yang shahih."<ref>Ibn Kathir. [[iarchive:TafsirIbnKathirVolume0110English_201702/page/n3/mode/1up|''Tafsir Ibn Kathir'']] Archive.org. The Interpretation of Ibn Kathir. ''Darussalam''</ref> Ini adalah referensi kepada hadis yang diriwayatkan oleh para ulama seperti Al-Bukhari dan Al-Muslim yang menyebutkan tentang bacaan An Najm ayat 19-20 dan sujud kaum muslimin bersama orang-orang kafir atas bacaan ayat-ayat tersebut. Namun, hadisnya tidak menyebutkan tentang campur tangan setan (kisah gharaniq)<ref>Rubin, Uri (1997), ''The eye of the beholder: the life of Muḥammad as viewed by the early Muslims: a textual analysis'', Princeton, NJ: Darwin Press (published 1995), p. 161</ref>
== Berbagai Penerimaan Umat Muslim Terhadap Riwayat Ini ==
 
[[Ibnu Hazm]] menilai kisah itu sebagai rekayasa, katanya: "Hadits yang memuat kalimat, 'Sesungguhnya mereka adalah orang-orang Gharaniq yang agung, dan mereka diharapkan syafaatnya,' adalah dusta belaka. Tidak sahih dari segi periwayatan dan tidak patut untuk dianut, karena rekayasa dusta itu berada dalam kemampuan siapa pun."<ref>{{Cite book |last=Ibn |first=Hazm |url=https://ketabonline.com/ar/books/104783/read?part=1&page=2737&index=2382135 |title=Al Fasl fi Al Ahwa wa Al Nihal |pages=2/311 |language=Arabic}} Full text: [https://www.islamweb.net/ar/article/143584/%D9%82%D8%B5%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%BA%D8%B1%D8%A7%D9%86%D9%8A%D9%82-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%8A%D8%B2%D8%A7%D9%86 Islamweb.net]</ref>
=== Islam Awal ===
 
Menurut Ibnu Taymiyyah "Para Ulama Islam awal ([[Salaf]]) sepakat mengatakan bahwa peristiwa ayat-ayat setan ini sesuai dengan Al-Qur'an. Dan ulama-ulama yang datang selanjutnya (Khalaf), yang mengikuti ulama-ulama Salaf, mereka berkata bahwa riwayat-riwayat ini telah direkam dengan ''[[isnad]]'' (rantai penyampaian) yang shahih dan mustahil untuk menolaknya, bahkan Quran sendiri menjadi bukti atasnya."<ref>{{cite book|last1=Ibn Taymiyyah|url=http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?ID=611&start=&idfrom=1015&idto=1019&bookid=22&Hashiya=5|title=Majmu' al-Fatawa|access-date=13 June 2018|archive-url=https://web.archive.org/web/20180613111810/http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?ID=611&start=&idfrom=1015&idto=1019&bookid=22&Hashiya=5|archive-date=13 June 2018|url-status=dead}}</ref> [[Biografi]] terawal mengenai Muhammad yang ditulis oleh [[Ibnu Ishaq]] (761–767) telah hilang tapi koleksi dari catatan-catatannya secara umum selamat di dalam dua sumber yaitu pada kitab [[Ibnu Hisyam]] (833) dan [[Ibnu Jarir ath-Thabari|ath-Thabari]] (915). Di dalam kitab Thabari, Ibnu Ishaq adalah salah satu perawi dari riwayat ini, namun ini tidak ditemukan di dalam catatan Ibnu Hisyam, yang mengakui bahwa dirinya tidak memasukkan bagian-bagian yang dapat "membuat gelisah orang-orang tertentu."<ref>{{cite book|last1=Holland|first1=Tom|date=2012|url=https://books.google.com/books?id=1f_BR2DulRIC&q=%22matters+which+would+distress+certain+people%22&pg=PT51|title=In the Shadow of the Sword|publisher=Doubleday|isbn=9780385531368|pages=42}}</ref> Ibnu Sa'ad dan Al-Waqidi, dua penulis awal biografi Muhammad lainnya juga mencatatkan kisah ayat-ayat setan ini.<ref>{{Cite book|last=Al-Waqidi|first=|url=https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.217622/page/n167/mode/2up|title=The Life Of Mahomet Vol 2|pages=150 - 152|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Ibn Sa'd|url=https://books.google.co.id/books/about/Kitab_Al_tabaqat_Al_kabir.html?id=Ni7vzAEACAAJ&redir_esc=y|title=Kitab al Tabaqat al Kabir|publisher=Pakistan Historical Society|pages=236 - 239|url-status=live}}</ref>
Menurut [[Ibnu Taimiyah]], ada dua pendapat tentang hal ini. Diriwayatkan bahwa para ulama terdahulu (Salaf) mempercayai kisah tersebut, sedangkan para ulama yang datang kemudian (Khalaf) mengatakan bahwa riwayat tersebut tidak dapat dipercaya.<ref name="Ahmed" />
 
=== Periode Abad Pertengahan Kemudian ===
Karena sifatnya yang kontroversial, tradisi Ayat-Ayat Setan tidak pernah masuk ke dalam kompilasi hadis kanonik ([[Kutubus Sittah|kutubus sitah]]) mana pun.<ref name="EoB">{{Citation|last=Rubin|first=Uri|publication-date=1995|year=1997|title=The eye of the beholder: the life of Muḥammad as viewed by the early Muslims: a textual analysis|location=Princeton, NJ|publisher=Darwin Press|page=161|isbn=0-87850-110-X}}</ref> Referensi dan tafsir tentang Ayat-ayat tersebut muncul dalam sejarah-sejarah awal.<ref>
{{Citation
| last2 =Ibn Hishām
| first2 =ʻAbd al-Malik
| last1=ibn Isḥāq ibn Yasār
| first1=Muḥammad
| author-link=Ibn Ishaq
| title =Sīrat Rasūl Allāh
}}</ref><ref>{{Citation
| last =Ṭabarī
| first =Ṭabarī
| author-link =Muhammad ibn Jarir al-Tabari
| title =Tārīkh ar-Rusul wal-Mulūk
}}</ref><ref>{{Citation
| last =Ṭabarānī
| first =Sulaymān ibn Aḥmad
| title =al-Mu'jam al-Kabīr
}}</ref> Selain muncul dalam tafsir Tabarī, ia digunakan dalam tafsir Muqātil karya ʽAbd al-Razzaq al-Sanʽani dan Ibnu Katsir serta naskh Abu Ja'far an-Nahhās, kumpulan asbāb Wāhidī dan bahkan kompilasi al-Durr al-Manthūr fil-Tafsīr bil-Mathūr karya as-Suyūtī.
 
Penolakan terhadap insiden tersebut telah diajukan sejak abad keempat Islam, seperti dalam karya an-Nahhās dan terus diajukan pada generasi berikutnya oleh para ulama seperti [[Abu Bakr Ibnul Arabi|Abu Bakr ibnu al-‘Arabi]] (w. 1157), [[Fakhruddin ar-Razi|Fakhruddin Ar-Razi]] (1220) serta [[Al-Qurthubi|al-Qurtubi]] (1285). Argumen paling komprehensif yang diajukan terhadap fakta insiden tersebut muncul dalam ash-Shifa' karya [[Qadhi Iyadh|Qadi Iyad]].<ref name="EoQ"/> The incident was discounted on two main bases. Peristiwa itu ditolak karena dua alasan utama. Pertama, peristiwa tersebut bertentangan dengan doktrin ismat al-Anbiya. kedua, uraian tentang rantai transmisi yang ada sejak periode itu tidak lengkap (mursal) dan tidak sahih.<ref name="EoQ"/>
 
[[Fakhruddin ar-Razi]] mengomentari Al-Quran 22:52 dalam Tafsir al-Kabir-nya dan menyatakan bahwa "para ahli tafsir" menyatakan bahwa kisah tersebut adalah rekayasa belaka, dengan mengutip argumen-argumen pendukung dari Al-Qur'an, Sunnah, dan akal. Ia kemudian meriwayatkan bahwa Muhaddith [[Ibnu Khuzaimah]] yang terkemuka berkata: "itu adalah rekayasa kaum bid'ah" ketika ditanya tentang hal itu. Ar-Razi juga mencatat bahwa [[Al-Baihaqi|al-Bayhaqi]] menyatakan narasi kisah tersebut tidak dapat dipercaya karena para perawinya memiliki integritas yang dipertanyakan.
 
[[Al-Shaukani]] menyatakan bahwa kisah tersebut tidak shahih, dengan mengatakan: "Dan tidak ada satu pun dari kisah ini (kisah Gharaniq) yang shahih, tidak pula terbukti [kecuali] karena ke-tidak shahih-annya dan kepalsuan sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama ahli hadis karena bertentangan dengan Kitab Allah Ta'ala". Ia kemudian mengutip ulama lain yang juga menganggapnya tidak shahih, seperti Al-Bazzar, Al-Baihaqi, dan Ibnu Khuzaymah.<ref>{{Cite book |last=Shawkānī |first=al- |title=Fath al-Qadīr |date=2007 |publisher=Dār al-Maʿrifah |year=2007 |volume= |pages=969-970}}</ref>
 
Para ulama yang mengakui historisitas kejadian tersebut tampaknya memiliki metode yang berbeda untuk menilai laporan daripada yang telah menjadi metodologi Islam standar. Misalnya, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa karena laporan tafsir dan sira-maghazi umumnya disampaikan melalui isnad yang tidak lengkap, laporan-laporan ini tidak boleh dinilai menurut kelengkapan mata rantai tetapi lebih pada dasar penyampaian makna umum yang berulang-ulang di antara laporan-laporan tersebut.<ref name="EoQ"/> Ibnu Taimiyah mengganggap insiden tersebut tidak menyalahi konsep ismat al-Anbiya, dan ia menganggap bahwa peristiwa tersebut dapat menjadi bukti atas kebenaran dan kejujuran Muhammad, karena insiden ini menunjukkan kesediaan Muhammad untuk menyampaikan Wahyu Ilahi dengan setia, meskipun dengan risiko memberatkan dirinya sendiri dengan mengakui kesalahannya.<ref name="Ahmed" />
 
=== Ulama-Ulama Islam Modern ===
Banyak cendekiawan Muslim modern yang menolak cerita tersebut. Argumen penolakan mereka terdapat dalam artikel Muhammad Abduh “Masʾalat al-gharānīq wa-tafsīr al-āyāt”, Hayat Muhammad karya Muhammad Husain Haykal (1933), Fi Zilal al-Quran karya Sayyid Qutb (1965), Tafhim-ul-Quran karya Abul Ala Maududi (1972) danNasb al-majānīq li-nasf al-gharānīq karya al-Albani.<ref name="EoQ" />
 
==Perdebatan Historisitas==
=== Periode Abad Pertengahan Kemudian ===
Sejak zaman orientalis [[William Muir]], historisitas cerita ini telah diterima oleh akademisi sekuler.<ref name="EnQ">Orientalis yang tidak menerima historisitas narasi ini bisa dilihat di:
Referensi dan tafsir mengenai ayat-ayat ini tampak dalam bagian awal periode.<ref>{{Citation|last2=Ibn Hishām|first2=ʻAbd al-Malik|last1=ibn Isḥāq ibn Yasār|first1=Muḥammad|author-link=Ibn Ishaq|title=Sīrat Rasūl Allāh}}</ref><ref>{{Citation|last=Ṭabarī|first=Ṭabarī|author-link=Muhammad ibn Jarir al-Tabari|title=Tārīkh ar-Rusul wal-Mulūk}}</ref><ref>{{Citation|last=Ṭabarānī|first=Sulaymān ibn Aḥmad|title=al-Mu'jam al-Kabīr}}</ref> Selain terdapat pada tafsir ath-Thabari, kisah ini juga terdapat pada tafsir dari [[Muqatil ibn Sulayman|Muqatil bin Sulaiman]], [[ʽAbd al-Razzaq al-Sanʽani|Abdur Razzaq as- San'ani]], [[Ibnu Katsir]] dan juga kitab [[Nasakh (tafsir)|naskh]]-nya Abu Ja‘far an-Nahhās, kitab [[Asbabunnuzul|Asbabun Nuzul]] dari Wahidi, dan bahkan di dalam kompilasi ''al-Durr al-Manthūr fil-Tafsīr bil-Mathūr'' tulisan [[as-Suyuti]] dari abad pertengahan akhir.
 
* Michael Cook, ''Muhammad.'' In ''Founders of Faith,'' Oxford University Press, 1986, p. 309.
Penolakan terhadap insiden ini dimulai pada awal dari abad ke-4 [[Kalender Hijriyah|Hijriah]], seperti di dalam buku karangannya an-Nahhās yang mana terus diangkat oleh beberapa ulama seperti Abu Bakar bin al-Arabi (w. 1157), Fakhr ad-Din Razi (1220) begitupula al-Qurtubi (1285). Argumen penolakan paling komprehensif mengenai faktualitas insiden ini datang di dalam buku karangan Qadi Iyad, ''ash-Shifa‘.''<ref name="EoQ">{{Citation|last=Ahmed|first=Shahab|year=2008|publication-date=14 August 2008|contribution=Satanic Verses|contribution-url=http://www.brillonline.nl/subscriber/entry?entry=q3_SIM-00372|editor-last=Dammen McAuliffe|editor-first=Jane|title=Encyclopaedia of the Qurʾān|location=Georgetown University, Washington DC|publisher=Brill}}{{Pranala mati|date=Agustus 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Penolakannya terdiri atas dua basis. Pertama, bahwa kisah itu bertentangan dengan doktrin ''isma','' yang mengklaim bahwa Nabi selalu mendapat perlindungan dari Allah dari kesalahan. Yang kedua adalah dia menganggap deskripsi dari rantai sanadnya tidak shahih. Ibnu Katsir berkata pada kitab tafsirnya bahwa berbagai isnad yang tersedia untuknya hampir semua rantai sanadnya mursal, atau tanpa [[Sahabat Nabi]], walaupun menurut [[Imam Syafi'i|asy-Syafi'i]] ini tidak masalah kalau yang memursalkan adalah termasuk tabi'in tua. Uri Rubin menekankan bahwa terdapat versi-versi sanad yang lengkap sampai ke [[Ibnu Abbas]], tapi ini hanya selamat dalam beberapa sumber, namun dihapus supaya kejadian ini tidak dianggap memiliki sanad yang shahih dan didiskreditkan.<ref name="EoB-256">{{Citation|last=Rubin|first=Uri|publication-date=1995|year=1997|title=The eye of the beholder: the life of Muḥammad as viewed by the early Muslims: a textual analysis|location=Princeton, NJ|publisher=Darwin Press|page=256|isbn=0-87850-110-X}}</ref>
* Montgomery Watt, ''Muhammad: Prophet and Statesman.'' Oxford University Press 1961, p. 60.</ref> Namun, beberapa orientalis menentang autentisitas historis ayat-ayat ini dengan berbagai alasan.<ref>Orientalis yang tidak menerima historisitas narasi ini bisa di lihat di:
 
* "Kuran", ''[[Encyclopaedia of Islam]]'', 2nd Edition, Vol. 5 (1986), p. 404
=== Ulama-Ulama Islam Modern ===
* "Muḥammad," [[Encyclopaedia of Islam]], Second Edition. Edited by [[P. J. Bearman]], [[Th. Bianquis]], [[C. E. Bosworth]], [[E. van Donzel]], [[W. P. Heinrichs]] et al. Brill Online, 2014</ref> [[Sean W. Anthony]] mengamati tren kajian orientalis terkini yang cenderung menolak historisitas cerita tersebut setelah masa ketika para orientalis lebih terpecah belah dan bervariasi.<ref name="Anthony2019">{{cite journal |last1=Anthony |first1=Sean |date=2019 |title=The Satanic Verses in Early Shiʿite Literature: A Minority Report on Shahab Ahmed's Before Orthodoxy |url=https://www.academia.edu/38941116 |journal=Shii Studies Review |volume=3 |issue=1–2 |pages=215–252 |doi=10.1163/24682470-12340043 |s2cid=181905314 |access-date=16 August 2022}}</ref>{{rp|220}}
Walaupun para penulis tafsir pada dua abad pertama Hijriah menganggap riwayat ini tidak merugikan citra [[Muhammad]] sebagai [[nabi Islam]], akan tetapi riwayat ini tampak mulai ditolak secara universal setidaknya sejak abad ke-13, dan kebanyakan ulama modern menganggap riwayat ini problematis, dalam artian bahwa riwayat ini dianggap sebagai "sangat [[sesat]] karena, dengan mengizinkan syafaat dari ketiga Dewi Kaum Musyrik, riwayat-riwayat tersebut telah mengikis otoritas dan kemaha-kuasaan Tuhan. Selain itu riwayat-riwayat itu membawa implikasi yang sangat merusak untuk ayat-ayat Tuhan secara keseluruhan, karena ayat-ayat yang diturunkan kepada Muhammad seakan-akan berdasarkan keinginannya untuk melunakkan ancaman terhadap dewa-dewa Musyrikin."<ref>{{Citation|title=Islam and Postcolonial Narrative|author=John D. Erickson|publisher=Cambridge University Press|location=Cambridge, UK|year=1998}}</ref>
 
== Lihat juga ==
Baris 51 ⟶ 110:
* {{Citation | author=G. R. Hawting | title=The Idea of Idolatry and the Emergence of Islam: From Polemic to History | publisher=Cambridge University Press | year=1999 | isbn=0-521-65165-4}}
* {{Citation | author=Nāsir al-Dīn al-Albānī | title=Nasb al-majānīq li-nasfi qissat al-gharānīq (The Erection of Catapults for the Destruction of the Story of the Gharānīq) | year=1952 }}
* Shahab Ahmed (2018), Before Orthodoxy: The Satanic Verses in early Islam, Harvard University Press, ISBN 978-0-674-04742-6
* {{cite book |title=Tafsir Al Azhar |volume=XVII |author=[[Hamka|Prof. Dr. Hamka]] |location=[[Jakarta]] |publisher=PT Pustaka Panjimas |ref=harv}}
 
== Pranala luar ==