Lingsir Wengi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Leo Widhiarto (bicara | kontrib)
Menulis ulang beberapa bagian, mencoba menjelaskan point apa yang hendak disampaikan oleh artikel ini
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Menambah Kategori:Mistis menggunakan HotCat
 
(15 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Cleanup|reason=Rapikan|date=Mei 2024}}
== Pendahuluan ==
'''''Lingsir Wengi''''' adalah tembang Jawa yang mendapatkancukup popularitasnyapopuler di kalangan masyarakat Jawa pada masa kini maupun dimasa lalumodern. Masyarakat Jawa dimasa kini mengenal tembang ini dari lagu pop [[Campursari]] yang dipopulerkan oleh penyanyi Nurhana (1995, produksi Daksa Records). Kemudian di tahun 2006 Lingsir Wengi muncul sebagai lagu yang dinyanyikan oleh seorang pemeran dalam film ''[[Kuntilanak (film 2006)|Kuntilanak]]'' karya sutradara Rizal Mantovani (2006, MVP Pictures).
 
DiApabila masaditelusur lalujauh ke belakang, masyarakat Jawa di masa lalu sesungguhnya tidak mengenal tembang Jawa dengan judul ''Lingsir Wengi'' seperti halnya masyarakat Jawa yang hidup dimasa kini. Di abad ke-15, masyarakat Jawa - khususnya yang tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur - mengenal sebuah tembang yang berjudul ''Rumeksa ing Wengi'' karya Sunan Kalijaga. NamunMeskipun begitu, sebagian masyarakat Jawa di masa kini menganggap tembang ''Lingsir Wengi'' memiliki makna konotatif sama seperti halnya makna yang terkandung dalam tembang ''Rumeksa ing'' ''Wengi'' karya [[Sunan Kalijaga]].<sup>[1 ]</sup>
 
== Tinjauan berdasarkan makna ==
Secara Semantik istilah Lingsir Wengi mengandung makna 'saat dimana malam mulai menyusut'.<sup>[2]</sup>
<references group="==[2] Puspasari Setyaningrum, Penyebutan Waktu Dalam Bahasa Jawa, Kompas.com, 5 November 2023==" />
Namun ada juga yang mengartikannya 'saat menjelang tengah malam' seperti yang terdapat pada lirik lagu ''Lingsir Wengi'' karya Sukap Jiman (1995) <sup>[3]</sup> maupun lagu ''Lingsir Wengi'' gubahan Rizal Mantovani bersamadan Ngatirin dan Sri Supatmi (2006).<sup>[4]</sup>
 
=== '''''<big>Lingsir Wengi</big>''''' ('''Sukap Jiman,1995''') ===
 
'''''Lingsir Wengi''''' adalah sebuah lagu pop Jawa [[Campursari]] yang diciptakan oleh Sukap Jiman dan dipopulerkan oleh penyanyi Nurhana (1995, produksi Daksa Records). Bagi penciptanya lagu ''Lingsir Wengi'' ini merupakan kenangan kisah cintanya kepada Waliem, istrinya yang telah meninggal dunia.<sup>[5]</sup> Berikut ini adalah lirik lagu ''Lingsir Wengi'' berikut maknanya.
{| class="wikitable"
|+
|'''''Lingsir wengiWengi'''''
Lingsir wengi Sepi durung bisa nendra Kagodha mring wewayang
Kagodha mring wewayang
Angeridhu ati
Kawitane
Baris 26 ⟶ 28:
Sing tak puji aja lali
Janjine muga isa tak ugemi
|'''Saat menjelangMenjelang tengahTengah malamMalam'''
''Saat menjelang tengah malam'' ''Sepi belum bisa tidur'' ''Tergoda oleh bayangmu''
''Tergoda oleh bayangmu''
''Yang merindu hati''
''Awal mulanya''
Baris 43 ⟶ 44:
|}
 
=== ''Lingsir Wengi'' ('''<small>Rizal Mantovani, Ngatirin, Sri Supatmi, 2006</small>''') ===
Di tahun 2006, sebuah versi yang berbeda dari tembang ''Lingsir'' ''Wengi'' muncul ke tengah publik pecinta film Indonesia. Lingsir Wengi ini digubah oleh Rizal Mantovani bersama dengandan Ngatirin dan Sri Supatmi,<sup>[6]</sup> khusus untuk dinyanyikan di dalam film ''[[Kuntilanak (film 2006)|Kuntilanak]]'' (2006, MVP Pictures) karya sutradara Rizal Mantovani. Tembang ini digubah dalam bentuk kidung Macapat bermetrum Durma. Tembang Durma biasanya digunakan untuk menggambarkan suasana hati yang diliputi amarah, memberontak atau nafsu menghancurkan.<sup>[7]</sup> LirikSifat-sifat tersebut terbaca dengan jelas dalam lirik lagu ini''Lingsir mengandungWengi'' ini maknayang semacammerupakan mantra pemanggil Kuntilanak. Berikut ini adalah lirik dan makna tembang ''Lingsir Wengi'' (2006) versi film ''Kuntilanak''.
{| class="wikitable"
|+
|'''''Lingsir wengiWengi'''''
Lingsir wengi Sliramu tumeking sirna Aja tangi nggonmu guling
Aja tangi nggonmu guling
Awas ja ngetara
Aku lagi bang winga-winga
Baris 55:
Dadiya sebarang
Waja lelayu sebet
|'''Menjelang tengahTengah malamMalam'''
''Menjelang tengah malam'' ''Dirimu akan lenyap'' ''Jangan bangun dari tempat tidurmu''
''Jangan bangun dari tempat tidurmu''
''Awas jangan menampakkan diri''
''Aku sedang marah besar''
Baris 65 ⟶ 64:
|}
 
=== ''Rumeksa ing Wengi'' (<small>Sunan Kalijaga, abad ke-15</small>) ===
[[Sunan Kalijaga]] (1450-1592) adalah seorang pendakwah dimasa awal penyebaran agama Islam di Jawa yaitu dimasa setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit di abad ke-15. Mengikuti jejak [[Sunan Bonang]] gurunya, [[Sunan Kalijaga]] dikenal senang menggunakan pendekatan seni-budaya dalam syiar Islamnya. Digubah dalam bentuk kidung Macapat bermetrum Dandhanggula<sup>, [8]</sup> Tembang bermetrum Dandhanggula dikenal mengandung sifat-sifat kebahagiaan, suka-duka, perjuangan, bersyukur, kegigihan, kerja keras dan kasih sayang. <sup>[9]</sup> Karakter tersebut sangat kental tercermin dari lirik tembang ''Rumeksa ing Wengi'' yang bermakna do'a permohonan kepada Allah SWT agar seseorang terhindar dari penyakit, pencurian, serangan sihir dan teluh, serta gangguan jin dan setan<subsup>.9[10]</subsup> Siapa yang mengamalkan do'a ini akan sentosa hidupnya karena mendapatkan penjagaan dari malaikat dan para nabi.10<sup>[11]</sup> Berikut ini adalah lirik dan makna tembang ''Rumeksa ing Wengi'' (abad ke-15).
{| class="wikitable"
|+
|'''''Rumeksa ing Wengi'''''
|Ana kidung rumeksa ing wengi
Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh hayu luputa ing lelara Luputa billahi kabeh
Luputa billahi kabeh
Jin setan datan purun
Paneluhan tan ana wani
Baris 119 ⟶ 117:
Sampun pepak sakathahing para nabi
Dadiya sarira tunggal
|''Ada nyanyian yang menjaga'Do'a di malamMalam hariHari'''
''Ada nyanyian yang menjaga di malam hari'' ''Kukuh selamat terbebas dari penyakit'' ''Terbebas dari semua malapetaka''
''Terbebas dari semua malapetaka''
''Jin setan jahat pun tidak ada yang berani''
''Segala jenis sihir tidak berani''
Baris 172 ⟶ 169:
 
== Penutup ==
Nampak disini bahwa judul lagu bisa sama atau mirip satu sama lain, tetapi identitas lagu lah yang membedakannya. Unsur pembedanya adalah lirik dan karakter lagu. Lirik mengindikasikan maksud ndan tujuan lagu itu dibuat, sedangkan metrum atau pola nada dan tempo menggambarkan suasana hati yang menjiwai sebuah lagu.
Nampak disini bahwa kesamaan atau kemiripan judul tidak berarti antara satu lagu dengan lainnya bisa dianggap identik. Unsur pembeda antara satu lagu dengan lainnya dengan judul sama atau serupa adalah makna yang terkandung dalam liriknya serta karakter yang mencerminkan maksud dan tujuan dari penciptaan lagu tersebut.
 
==== Referensi. ====
<ref>[1.] Nurul Layli, Makna Lirik Lagu Lingsir Wengi Karya Sunan Kalijaga *(Analisis Semiotika Roland Barthes), Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam , Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2020 </ref>
 
<ref>[2.] Puspasari Setyaningrum, Penyebutan Waktu dalam Bahasa Jawa, Kompas.com, 5 November 2023 </ref>
== Referensi.
<ref>1. Nurul Layli, Makna Lirik Lagu Lingsir Wengi Karya Sunan Kalijaga *Analisis Semiotika Roland Barthes), Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam , Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2020</ref>
<ref>2. Puspasari Setyaningrum, Penyebutan Waktu dalam Bahasa Jawa, Kompas.com, 5 November 2023</ref>
 
<ref>5.[3] Ari Purnomo, detikNews, 23 November 2021 </ref>
<ref>6. Surat Pencatatan Ciptaan Nomor EC 00201824932, 24 Agustus 2018</ref>
<ref>7. Wahyu Gilang Putranto, Urutan 11 Tembang Macapat Bermakna Perjalanan Hidup Manusia: Maskumambang hingga Pucung, www.tribunnews.com, 2 November 2022</ref>
<ref>8. M. Sakdullah, Kidung Rumeksa ing Wengi Karya Sunan Kalijaga dalam Kajian Teologis, UIN Walisongo, Semarang as published in Ilmu Kalam, Vol. 25 No. 2, 2014</ref> ==
1. Nurul Layli, Makna Lirik Lagu Lingsir Wengi Karya Sunan Kalijaga (Analisis Semiotika Roland Barthes), Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2020
 
<ref>6.[4] Surat Pencatatan Ciptaan Nomor EC 00201824932, 24 Agustus 20182014</ref>
2. Puspasari Setyaningrum, Penyebutan Waktu dalam Bahasa Jawa, Kompas.com, 5 November 2023
 
3.<ref>[5] Ari Purnomo, detikNews, 23 Novemberidem 2021</ref>
 
4.<ref>[6] Surat Pencatatan Ciptaan Nomor EC 00201824932, 24 Agustusidem 2018</ref>
 
<ref>[7.] Wahyu Gilang Putranto, Urutan 11 Tembang Macapat Bermakna Perjalanan Hidup Manusia: Maskumambang hingga Pucung, www.tribunnews.com, 2 November 2022</ref>
5. Ari Purnomo, detikNews, 23 November 2021
 
<ref>[8.] M. Sakdullah, Kidung Rumeksa ing Wengi Karya Sunan Kalijaga dalam Kajian Teologis, UIN Walisongo, Semarang as published in Ilmu Kalam, Vol. 25 No. 2, 2014 </ref> ==
6. Surat Pencatatan Ciptaan Nomor EC 00201824932, 24 Agustus 2018
 
<ref>[9] Kompas.com, Mengenal Tembang Dandhanggula: Makna, Watak dan Aturan, Kompas.com, 27 Januari 2023 </ref>
7. Wahyu Gilang Putranto, Urutan 11 Tembang Macapat Bermakna Perjalanan Hidup Manusia: Maskumambang hingga Pucung, www.tribunnews.com, 2 November 2022
 
8.<ref>[10] M.Faiz SakdullahSaroni, Pesan Dakwah dalam Serat Kidung Rumeksa ing Wengi Karya Sunan KalijagaKaloijaga Dalam(Kajian KajkianSemiotika Teologis,Ferdinand UINde WalisongoSaussure), Semarang,Institut as published in Ilmu Kalam,Agama Vol.Islam 25Negeri No.2Ponorogo, 20142020</ref>
 
10.<ref>[11] Danur Putut Permadi, Memoir of Kidung Rumeksa ing Wengi in the Frame of Symbolism, UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung as published in ISLAH: Journal of Islamic Literature and History, Vol. 2 No. 1, June 2022 ISSN: 2783-407X
9. Faiz Saroni, Pesan Dakwah dalam Serat Kidung Rumekso ing Wengi Karya Sunan Kalijaga (Kajian Semiotika Ferdinand de Saussure), Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2020
</ref>
<references />
 
[[Kategori:Tembang Jawa]]
10. Danur Putut Permadi, Memoir of Kidung Rumeksa ing Wengi in the Frame of Symbolism, UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung as published in ISLAH: Journal of Islamic Literature and History, Vol.2 No.1, June 2022 ISSN: 2783-407X
[[Kategori:Mistis]]