Tamjidillah I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(14 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 14:
| isbn= 9789052160016
}}ISBN 9052160015, 9789052160016</ref>
|image =
|image =[[Berkas:Gustaaf Willem baron van Imhoff2.jpg|ka|jmpl|[[Gustaaf Willem baron van Imhoff]], Gubernur Jenderal VOC tahun 1743-1750]]
|caption = SULTAN SEPUH (Pemangku Raja yakni wali Putra Mahkota)
| reign = '''{{nowrap|1734-3 Agustus 1759}}'''<br /> [[Panembahan]] Sepuh 3 Agustus 1759- 16 Januari 1761 <br />(Sultan Sepuh 16 Januari 1761 -1767)
Baris 116:
 
== Menjadi Mangkubumi ==
Pangeran [[Tamjidillah I]] semula menjabat [[mangkubumi]] namun kemudian setelah wafatnya [[Hamidullah dari Banjar|Sultan Kuning]] maka ia bertindak sebagai pemangku Raja yakni [[wali penguasa]] untuk [[Putra Mahkota]] yaitu Pangeran Tachmit alias Pangeran Ratu Anum yang belum genap usia 18 tahun. Tetapi ia kemudian mengangkat dirinya menjadi [[Sultan Banjar]] dengan gelar '''Sultan Sepuh''' (artinya Sultan tua). Pada tahun 1759, sultan Sepuh turun tahta dan melepas gelar Sultan menjadi Panembahan yaitu Panembahan Sepuh. Panembahan Sepuh mangkat pada tahun 1767.<ref name="pegustian">{{cite book
| last= Sjamsuddin
| first= Helius
Baris 128:
}}</ref>
 
Pangeran Tachmit putra mahkota Sultan Hamidullah sebagai [[Pewaris takhta]] belum genap berusia 18 tahun, sehingga dinyatakan belum layak dilantik sebagai [[Sultan]]. Pangeran Tachmit kemudian bergelar '''Pangeran Ratu Anum'''. Salah seorang saudara Sultan Tamjidillah yang bernama Pangeran Mas diangkat sebagai kepala daerah [[distrik Negara|Negara]].
 
Pada tahun [[1747]], Kyai Martajaya, seorang Banjar dilantik sebagai [[syahbandar]] (biasanya jabatan syahbandar dipegang oleh orang [[Gujarat]] atau [[Tionghoa]]). Kyai Martaraga dilantik menjadi penghulu (ulama keraton) tahun [[1752]]. [[Kyai Ingabehi Surengrana]] yang berasal dari Margasari memegang jabatan Puspawana (petugas yang mengurus ternak, padang perburuan, dan sungai untuk persediaan ikan bagi warga istana). Sepupu Tamjidillah yang bernama Pangeran Suryanata menjadi ketua Dewan Mahkota. Ia tinggal di Martapura dan meninggal tahun [[1751750]]0. Putera almarhum yang bernama Pangeran Prabukasuma menggantikan sebagai ketua Dewan Mahkota. Beberapa anggota Dewan Mahkota tinggal di luar [[Kayu Tangi]] yaitu Pangeran Marta dan Pangeran Ulahnegara yang tinggal di [[Distrik Margasari|Margasari]] dan Pangeran Wiranata tinggal di [[Distrik Benua Empat|Tapin]]<ref name="eprints.lib.ui.ac.id">http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf</ref>
 
Pangeran Tachmit bergelar '''Ratu Anum'''(kelak begelardi kemudian hari bergelar [[abhiseka]] Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah), belakangan ia berhasil menuntut tahta dari pamannya. Sutan [[Tamjidillah I]] mangkat Tahun 1767 pada tahun 1175 [[Hijriyah]] .
 
Kemangkatan 1730-1734 Sultan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah Panembahan KuningKematian [[Hamidullah dari Banjar|Sultan Kuning]] tahun [[1734]], merupakan pertanda awan mendung di kesultanan Banjarmasin. Kembali muncul penyakit lama, pertentangan kepentingan perebutan kekuasaan mulai terjadi lagi. Apalagi putra mahkotanya belum dewasa pada saat Sultan mangkat. Sesuai dengan tradisi, maka [[wali penguasa]] dipegang oleh pamannya atau adik Sultan Kuning yaitu Pangeran [[Tamjidillah I]], sehingga kelak jika putra mahkota telah dewasa, barulah tahta kerajaan akan diserahkan. Pangeran [[Tamjidillah I]] sebagai wali sultan mempunyai siasat yang lebih jauh, yaitu berkeinginan menjadikan hak kekuasaan [[politik]] berada dalam tangannya dan keturunannya. Untuk itu, '''Pangeran Tachmit alias Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah [[Muhammad dari Banjar]]''' bin Sultan [[Hamidullah dari Banjar]] yang telah dewasa menjadi menantunya. Dengan [[perkawinan]] tersebut, putra mahkota tentunya tidak sampai hati meminta bahkan merebut kekuasaan dari [[mertua]]nya, yang berarti sama dengan ayahnya sendiri. Kenyataan memang demikian, sehingga putra mahkota tidak begitu bernafsu, untuk meminta kembali hak atas tahta kesultanan Banjarmasin. Oleh sebab itu, Pangeran [[Tamjidillah I]] berhasil berkuasa selama 25 tahun dan mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar Sultan Sepuh (1734-1759).<ref name="Kerajaan Banjar">{{cite book
| authorlink= Ahmad Gazali Usman
| first= Ahmad Gazali
Baris 158:
| url= https://books.google.co.id/books?id=Wc9wAAAAMAAJ&q=MOHAMMED+AMINOLLAH&dq=MOHAMMED+AMINOLLAH&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjDp-3zo53nAhUSg-YKHTLJBt0Q6AEIeTAI
| isbn=
}}</ref>Sebagai upaya merebut kekuasaan dari pamannya [[Tamjidillah I]], seminggu setelah Perjanjian Kayu Tangi (20 Oktober 1756), kemudian terjadi lagi Perjanjian Benteng Tatas 27 Oktober 1756 yang dibuat oleh '''Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah [[Muhammad dari Banjar]]''' bin Sultan [[Hamidullah dari Banjar]] gelar Tuan Almusyarafat [[Pangeran Ratu Anom]] adalah gelar dari , [[menantu]] Seri Sultan [[Tamjidillah I]] dan juga [[keponakan]] [[Sultan]]. Dengan [[Kompeni]] [[Belanda]] Perjanjian itu ditandatangani di [[benteng Tatas]] (sekarang lokasi [[Masjid Raya Sabilal Muhtadin]] yang terletak di [[Antasan Besar, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin|Antasan Besar]]). [[Perjanjian]] ini dibuat atas inisiatif sendiri dari ''Ratu Anom'' (artinya Putra Mahkota) dalam usahanya memperoleh [[tahta]] dari [[mertua]]nya, sesuai dengan perjanjian bahwa Seri Sultan [[Tamjidullah I]] sebetulnya hanya berfungsi sebagai wali, sementara [[Ratu Anom]] belum dewasa. Pasal yang kedua dari perjanjian yang dibuatnya, menjelaskan usahanya merebut [[kekuasaan]] dan juga kekuasaan yang sekarang dipegang oleh Seri Sultan [[Tamjidillah I]] adalah perbuatan seorang jahil yang hendak melenyapkan asal keturunan [[Sultan Banjar]] yang [[sah]].<ref name="Kerajaan Banjar"/> Sultan Tamjidillah I akhirnya menyerahkan tahta kepada Pangeran Ratu Anom pada tahuntanggal [[3 Agustus]] [[1759]] yang mengambil gelar Sultan '''Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah yang juga disebut [[Muhammad dari Banjar]]''' bin |Sultan [[Hamidullah dari BanjarMuhammadillah]], sedangkan Pangeran Tamjidullah I sendiri turun tahta dan melepaskan gelar [[Sultan]] kemudian menyebut dirinya hanya sebagai [[Panembahan]] namun rakyat masih menyebutnya Sultan Sepuh, tetapi kemudian Sultan '''Pangeran Ratu Anum Muhammad Illah Aliuddin Aminullah [[Muhammad dari Banjar]]''' bin Sultan [[Hamidullah dari Banjar]] meninggal pada tanggal [[16 Januari]] [[1761]] dengan meninggalkan anak-anak yang masih kecil. Kekuasaan kembali berada di tangan Pangeran [[Tamjidullah I]] kemudian ia menunjuk puteranya '''Pangeran Nata Dilaga''' (kelak di kemudian hari bergelar [[Sunan Nata Alam]]''') sebagai Wali Sultan ([[1761]]-[[1767]]) dengan gelar '''Panembahan Kaharuddin Khalilullah''' (kelak di kemudian hari bergelar [[Sunan Nata Alam]]''').<ref name="Kerajaan Banjar"/>Sedangkan Pangeran Mas dilantik sebagai [[Pangeran Mangkubumi|Mangkubumi]] dengan gelar '''[[Ratu Anum Kasuma Yuda]]''' dalam masa pemerintahan tersebut.<ref name="tutur candi"/>
 
== Perjanjian 18 Mei 1747 ==
Baris 226:
[[Berkas:Jacob Mossel 1704-1761.jpg|ka|jmpl|Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761]]
 
SembilanSetelah sembilan tahun berlalu terhitung darisejak tahun [[1747]], maka pada masa pemerintahan [[Daftar Penguasa Hindia Belanda|Gubernur Jenderal VOC]] ke-26 [[Jacob Mossel]] (1750-1761) dibuat lagi perjanjian baru antara raja Banjar Sultan Tamjidillah I dengan [[:pt:Johannes Andreas Paravicini|Johannes Andreas Paravicini]] komisaris Belanda ditandatangani pada tanggal [[20 Oktober]] [[1756]]. Dalam kontrak perjanjian ini tidak ada cap dengan nama '''Tuan Pangeran Ratu Anom''' seperti dalam kontrak perjanjian tahun [[1747]]. Dalam pendahuluan dari surat perjanjian yang terbaru itu sebagai [[konsiderans]] dari diadakannya perjanjian disebutkan bahwa:<ref name="Kerajaan Banjar"/>
 
{{quote| Bahwa Tuan JangYang Maha Mulia Gurnadur DjenderalJenderal dan Tuan2 jangyang maha Bangsawan Raden pan India dengan sangat kesukaran memandang dan beberapa kali telah mengetahui jangyang Sultan2 BandjarBanjar dari dahulu2 selamanjaselamanya tinggal dalam kekurangan pada memelihara akan bunjibunyi maksud waad perdjandjianperjanjian serta dengan adat jangyang tiada berpaut2an pada orang jangyang baik dan asal jangyang bersetiawan sahabat-bersahabat jangyang telah tersambung dalam tali ablu luidath dan membawa rakjat2rakyat2 daripada kedua pihak perdjandjianperjanjian pada suatu kehidupan jangyang bertunas2an akan beroleh rezekinjarezekinya sekali2 ditegahkan hanjahanya lagi memberi kesukaran antara Paduka Seri Sultan dan Kompeni Walandawi.}}
 
Selanjutnya dapat dibaca dalam konsiderans perjanjian itu bahwa orang Banjar berdagang secara bebas dengan [[orang Tionghoa]] (dalam naskah perjanjian disebut orang Tjina), sehingga bunyi dalam perjanjian tahun [[1747]] tidak pernah ditepati.
Baris 559:
}}
 
<!--[[Kategori:Kematian 1175 H]]-->
[[Kategori:Kematian 1767]]
[[Kategori:Sultan Banjar]]