Manuskrip Sana'a: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh 182.0.140.102 (bicara) ke revisi terakhir oleh Toonyf Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
(Satu revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 11:
==Sejarah==
=== Penemuan ===
Pada tahun 1972, pekerja bangunan yang merenovasi dinding di loteng Masjid Agung Sana'a di Yaman, menemukan sejumlah besar manuskrip dan perkamen tua. Banyak diantaranya ditemukan dalam kondisi rusak. Karena tidak menyadari pentingnya dokumen tersebut, para pekerja mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut, mengemasnya ke dalam sekitar 20 karung kentang, dan meninggalkannya di tangga salah satu menara masjid.
Isma'il al-Akwa' bin Ali, yang saat itu menjabat sebagai presiden Otoritas Purbakala Yaman, menyadari pentingnya temuan tersebut. Al-Akwa' kemudian mencari bantuan internasional dalam memeriksa dan melestarikan fragmen tersebut, dan pada tahun 1979 berhasil menarik minat seorang sarjana Jerman yang berkunjung, yang kemudian membujuk pemerintah [[Jerman Barat]] kala itu untuk mengatur dan mendanai proyek restorasi.
=== Proyek restorasi ===
Pemulihan fragmen perkamen
Mulai tahun 1982, Ursula Dreibholz menjabat sebagai konservator untuk proyek ini, dan bekerja penuh waktu di Ṣan'ā' hingga akhir tahun 1989. Ia akhirnya menyelesaikan restorasi manuskrip tersebut. Dia juga merancang tempat penyimpanan permanen untuk temuan manuskrip ini, menyusun banyak potongan perkamen untuk mengidentifikasi manuskrip Alquran yang berbeda,
Sana'a Palimpsest diberi nomor katalog DAM 01-27.1, yang menunjukkan sebuah manuskrip dengan baris-baris yang bervariasi pada halaman (maka ditulis '01'), panjang baris tertulis kira-kira. 27
== Isi manuskrip ==
Baris 41:
=== Teks lama ===
Teks lama atau di bagian bawah yang masih ada dari 36 lembar di
Teks bagian bawah memang telah dihapus dan ditulis ulang di atasnya, namun karena adanya kandungan logam di dalam tinta teks lama, teks bagian bawah ini muncul kembali, dan kini muncul dalam warna coklat muda, yang visibilitasnya dapat ditingkatkan menggunakan sinar ultra-violet.{{sfn|Sadeghi|Bergmann|2010}} Perkamen kala itu memang dikenal mahal dan tahan lama, sehingga merupakan praktik yang umum untuk mengikis tulisan dari teks yang tidak terpakai dan rusak agar dapat digunakan kembali. Namun meskipun terdapat beberapa contoh Al-Qur'an bekas yang digunakan kembali untuk teks-teks lain, hanya ada beberapa contoh Al-Qur'an baru yang ditulis menggunakan perkamen bekas, dan semua contoh ini diyakini berasal dari temuan Al-Qur'an di Sana'a. Penggunaan kembali dalam kasus ini mungkin semata-mata karena alasan ekonomi. Standarisasi teks Al-Quran dilakukan sekitar tahun 650 M oleh 'Utsmān yang mungkin telah menyebabkan teks yang dianggap tidak sesuai standar menjadi usang dan dihapus sesuai dengan instruksi resmi mengenai hal tersebut.{{sfn|Sadeghi|Goudarzi|2012|p=27}}
Baris 49:
Meskipun surah-surah di teks lama tidak mengikuti urutan kanonik, namun, dengan hanya dua pengecualian, dalam setiap surah, teks lama yang masih ada menyajikan ayat-ayat dalam urutan yang sama dengan Al-Qur'an standar – pengecualiannya ada di surah 20, di mana Sadeghi dan Goudarzi menemukan bahwa ayat 31 dan 32 tertukar, dan di surah 9, di mana Sadeghi dan Goudarzi menemukan bahwa keseluruhan ayat 85 tidak ada, yang ia jelaskan sebagai "perumpamaan, suatu bentuk kesalahan penulisan yang membuat mata melompat dari satu teks ke teks serupa".<ref>{{Cite book|title=Ṣan'ā' 1 and the Origins of the Qur'ān, Behnam Sadeghi & Mohsen Goudarzi|publisher=Walter de Gruyter|year=2012|quote=Another exception concerns verse 85 of sūra 9, which is missing. At sixteen words, this omission is found to be an outlier when compared to the sizes of other missing elements in C-1, which are much shorter. The anomaly may be explained by the common phenomenon of parablepsis, a form of scribal error in which the eye skips from one text to a similar text, in this case, from the instance of ūna followed by a verse separator and the morpheme wa at the end of verse 84 to the instance of ūna followed by a verse separator and the morpheme wa at the end of verse 85.}}</ref> Tak satu pun dari bagian teks bawah ini ada dalam lembaranyang menurut Asma Hilali dapat terbaca. Beberapa varian antara teks bawah dan Al-Qur'an standar dikemukakan oleh Sadeghi dan Goudarzi di bawah ini.{{sfn|Sadeghi|Goudarzi|2012|pp=41-129}} Terlihat jelas bahwa teks lama atau teks bawah ini memiliki banyak variasi kata dan frasa dibandingkan dengan teks Al-Qur'an standar saat ini, namun hal tersebut dirasa tidak menyimpang dari makna mendasar yang ingin disampaikan oleh teks tersebut.
==Sorotan
[[File:SanaaQuoranDoubleVersions.jpg|thumb|right|250px|Sebuah fragmen yang menunjukkan bagian dari [[Surah Ṭa Ha]]]]
Puin dan koleganya Graf von Bothmer, seorang ahli sejarah Islam, telah mempublikasikan esai-esai pendek tentang penemuan ini. Von Bothmer pada tahun 1997 telah memfoto 35.000 gambar perkamen itu dengan
<blockquote>"Begitu banyak Muslim yang percaya bahwa semua yang tertulis di Qur'an adalah kata-kata langsung dari Allah. Mereka
▲Puin dan koleganya Graf von Bothmer, seorang ahli sejarah Islam, telah mempublikasikan esai-esai pendek tentang penemuan ini. Von Bothmer pada tahun 1997 telah memfoto 35.000 gambar perkamen itu dengan microfilm, dan telah membawa gambar-gambar tersebut ke Jerman. Teks ini akan diteliti lebih lanjut dan hasil penelitiannya akan dipublikasi secara bebas. Puin menulis:
▲<blockquote>"Begitu banyak Muslim yang percaya bahwa semua yang tertulis di Qur'an adalah kata-kata Allah. Mereka sering mengutip teks ilmiah yang menunjukan bahwa Alkitab (kitab nasrani) mempunyai sejarah dan tidak turun dari langit, namun hingga sekarang Qur'an tidak pernah dianggap punya sejarah. Satu-satunya cara untuk menghancurkan dinding ini adalah dengan membuktikan bahwa Qur'an juga punya sejarah. Dokumen-dokumen Sana'a akan membantu kami dalam mencapai hal tersebut."{{sfn|Lester|1999}}</blockquote>
Puin mengatakan bahwa pemerintah Yaman tidak terlalu terbuka menyikapi temuan ini. "Mereka tidak mau menarik banyak perhatian pada hal ini, sama seperti kami, walaupun dengan alasan yang berbeda."{{sfn|Lester|1999}}
▲{{quote|Menurut saya Al-Qur'an adalah semacam campuran teks yang tidak semua dapat dipahami, bahkan pada zaman Muhammad. Banyak dari mereka bahkan mungkin sudah ada ratusan tahun lebih dulu daripada Islam sendiri. Bahkan dalam tradisi Islam ada banyak informasi yang kontradiktif, termasuk substrat Kristiani dalam jumlah yang signifikan. Seseorang dapat menemukan sejarah yang bertentangan di dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an mengklaim bahwa Al-Qur'an sempurna atau bersih, tetapi kalau anda membacanya, anda akan melihat bahwa setiap sekitar 5 kalimat ada 1 kalimat yang tidak masuk akal. Banyak orang Muslim yang akan memberitahu anda sebaliknya, tentu saja, tetapi faktanya seperlima bagian dari teks Qur'an tidak dapat dimengerti. Hal ini yang telah mengakibatkan kecemasan yang ada dari dulu mengenai terjemahan. Jika Al-Qur'an tidak dapat dipahami, tidak dapat dimengerti dalam bahasa Arab, maka Al-Qur'an tidak dapat diterjemahkan ke bahasa apapun. Oleh karena itulah para Muslim takut. Karena Al-Qur'an berkali-kali mengklaim bahwa tulisan didalamnya jelas, padahal tidak. Ada kontradiksi yang sangat jelas dan serius. Pasti ada sesuatu yang lain yang terjadi.}}
Pada tahun 2000, ''[[The Guardian]]'' mewawancara sejumlah akademisi untuk
▲Pada tahun 2000, ''[[The Guardian]]'' mewawancara sejumlah akademisi untuk tanggapan mereka terhadap klaim Puin, termasuk Dr [[Tarif Khalidi]], dan Professor [[Allen Jones]], pengajar studi Qur'an di Universitax Oxford. Terhadap klaim Puin bahwa beberapa kata dan pengucapan di Qur'an tidak distandardisasi sampai abad ke sembilan, artikel tersebut menuliskan.{{sfn|Taher|2000}}
Terkait sikap pemerintah Yaman yang dinilai cenderung menghalang-halangi atau menutupi, Sadeghi dan Goudarzi mempertanyakan klaim Puin. Keduanya mempertanyakan komentar Puin bahwa orang Yaman tidak ingin orang lain mengetahui bahwa penelitian sedang dilakukan terhadap manuskrip tersebut. Misalnya, mereka mencatat bahwa pada tahun 2007, [[Sergio Noja Noseda]] (seorang peneliti Italia) dan Christian Robin (seorang arkeolog Perancis) diizinkan mengambil gambar palimpsest Sana'a. Mereka menulis bahwa menurut Robin, rekan-rekannya "diberikan akses yang lebih besar daripada yang mungkin diberikan di beberapa perpustakaan Eropa."{{sfn|Sadeghi|Goudarzi|2012|p=36}} Mereka melaporkan pandangan serupa dari Ursula Dreibholz, konservator proyek restorasi, yang menggambarkan masyarakat Yaman sebagai orang-orang yang mendukung penelitian Quran tersebut{{sfn|Sadeghi|Goudarzi|2012|p=36}} Mereka juga mengutip Dreibholz yang mengatakan bahwa orang Yaman "membawa anak-anak sekolah, mahasiswa, delegasi asing, pemuka agama, dan kepala negara, seperti François Mitterrand, Gerhard Schröder, dan Pangeran Claus dari Belanda, untuk melihat koleksi tersebut."{{sfn|Sadeghi|Goudarzi|2012|p=36}}
Sadeghi dan Goudarzi menyimpulkan:
<blockquote>Meskipun keterbukaan pihak berwenang Yaman terbukti bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, mereka harus menanggung kesalahan dari tanggapan orang lain. Media Amerika memperkuat kata-kata G. Puin yang keliru, menyampaikan narasi yang meremehkan Yaman dan salah menggambarkan upaya yang dilakukan di sana. Sebaliknya, pers Arab juga membesar-besarkan cerita dari Amerika. Hasilnya adalah wacana media di Yaman yang dihasilkan dari tiga tahap misrepresentasi. Hal ini mempermalukan otoritas Yaman yang bertanggung jawab atas Rumah Manuskrip, dan Kepala Departemen Purbakala hingga harus membela diri di hadapan Parlemen atas keputusannya untuk memasukkan orang asing seperti Puin.{{sfn|Sadeghi|Goudarzi|2012|p=36}}</blockquote>
Teks palimpsest/Sana'a kuno adalah salah satu dari beberapa naskah Alquran paling awal yang disorot oleh media dalam beberapa tahun terakhir.
Baris 74 ⟶ 78:
* Codex Parisino-petropolitanus, juga berasal dari paruh kedua abad ke-7,[39] berisi 46% teks Alquran, dipelajari oleh François Déroche yang menjadi berita pada tahun 2009.<ref>{{Cite book|title=La Transmission Écrite Du Coran Dans Les Débuts De L'Islam: Le Codex Parisino-Petropolitanus|last=Deroche|first=Francois|page=172}}</ref>
Setelah berita naskah Al-Qur'an Birmingham tahun 2015, Gabriel Said Reynolds seorang profesor Studi Islam dan Teologi berkomentar tentang perbedaan salinan Al-Qur'an kuno yang masih ada ini dengan berspekulasi bahwa teks lama yang masih terlihat di palimpsest Sana'a tidak hanya "tidak sesuai dengan teks standar yang dibaca di seluruh dunia saat ini", namun juga memiliki varian yang "tidak cocok dengan varian yang dilaporkan dalam literatur abad pertengahan untuk naskah-naskah kuno yang disimpan oleh para sahabat" Muhammad, dan "memiliki begitu banyak varian yang mungkin membuat orang bayangkan itu adalah sisa-sisa versi kuno yang entah bagaimana dapat selamat dari aksi pembakaran semua versi Al-Qur'an yang dianggap tidak sesuai standar oleh Utsman kecuali versinya sendiri". Meskipun [[penanggalan radiokarbon]] menunjukkan tidak lebih tua dari Al-Qur'an Birmingham, Reynolds menegaskan bahwa "naskah Sanaa... hampir pasti merupakan naskah Al-Qur'an yang paling kuno."<ref>{{cite journal|url=https://www.academia.edu/25775465|title=Variant readings; The Birmingham Qur'an in the context of debate on Islamic origins|last=Reynolds|first=Gabriel Said|date=7 Aug 2015|website=academia.edu|publisher=Gabriel Said Reynolds|access-date=14 Feb 2018|quote="Among the manuscripts... discovered in 1972... of the Great Mosque of Sanaa in Yemen was a rare Qur’anic palimpsest – that is, a manuscript preserving an original Qur’an text that had been erased and written over with a new Qur’an text. This palimpsest has been analysed by... Gerd and Elisabeth Puin, by Asma Hilali of the [[Institute of Ismaili Studies]] in London, and later by Behnam Sadeghi of Stanford University... What all of these scholars have discovered is remarkable: the earlier text of the Qur’an contains numerous variants to the standard consonantal text of the Qur’an."}}</ref>
== Referensi ==
|