Senduro, Senduro, Lumajang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Adhiyan216 (bicara | kontrib)
Adhiyan216 (bicara | kontrib)
 
(19 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 22:
 
Sebelum menjadi sebuah desa, Senduro adalah sebuah pedukuhan kecil bernama Sumber. Dukuh ini dipimpin oleh seorang tokoh bernama Mbah Sembrung. Dukuh Sumber sudah ada sejak era Kerajaan Kediri dan menjadi transit para peziarah yang hendak Tirtayatra menuju Gunung Semeru. Dukuh ini kemudian berkembang menjadi tiga dusun utama Desa Senduro yaitu Dusun Sumber Agung, Dusun Sumber Rejo dan Dusun Sumber Mulyo. Hingga kini nama ketiga dusun itu dipertahankan dan menjadi bagian dari Desa Senduro bersama dua dusun lainnya yaitu Dusun Jurang Langak dan Dusun Tempuran.
 
Meskipun berdiri mulai tahun 1844, Desa Senduro kemungkinan menjadi desa dengan kelengkapan perangkat desanya bersamaan dengan ditunjuknya Raden Hendro Kusuma sebagai Patih Afdelling pertama. Hal ini sesuai dengan metode pemilihan Kepala Desa yang pada masa lampau melibatkan Patih Afdelling sebagai panitia seleksinya. Karena Patih Hendro Kusumo ditunjuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1867 maka Desa Senduro baru memiliki Kepala Desa pada tahun 1867 atau sesudahnya.
[[Berkas:Tompokerso.jpg|jmpl|576x576px|Pohon Keluarga Trah Tompokerso]]
 
Berdasarkan penelusuran para sesepuh Desa Senduro maka pada tahun 1968 ditemukan nama seorang tokoh bernama Mbah Tompokerso. Mbah Tompokerso bukanlah nama sebenarnya. Nama asli beliau adalah Ki Demang Legawa. Ki Demang Legawa berasal dari daerah Gerbo (Pasuruan) yang ditugasi oleh Adipati Nitiadiningrat untuk menjaga kawasan keramat bernama Selarawa ([[Situs Selogending]]). Dibantu Mbah Sembrung, Ki Demang Legawa diberi wilayah kekuasaan Desa Senduro dan menjadi demang pertama bergelar Demang Sindura.
[[Berkas:SILSILAH KELUARGA DEMANG TEDJO KUSUMO.jpg|jmpl|571x571px]]
Tugas untuk menjaga kawasan Selarawa memang bukan tanpa sebab. Di tempat itu hidup seorang anak keturunan Adipati MAS (Maulana Syarif) Malayakusuma yaitu Panji MAS Tedjo Kusumo. Tedjo Kusumo sendiri adalah cucu dari Tumenggung MAS Kartonegoro (Bupati Lumajang) dan cicit dari Adipati MasMAS Jayarana Anggawangsa Anggawi al-Hasani (Adipati Surabaya). Di bawah bimbingan dan perlindungan Pandita Amongdharma, Tedjo Kusumo menjadi Demang Tengger dan menurunkan Trah Kyai MAS Soemodiwirjo. Trah Kyai MAS Soemodiwirjo menurunkan Kepala Desa pertama yaitu Kemadi / Kamidun bin Soemodiwirjo.
 
Karena Desa Senduro memiliki keterkaitan dengan Sultan Hamengkubuwono II maka boleh jadi yang disebut sebagai Mbah Tompokerso itu sebenarnya adalah Pangeran Sundoro itu sendiri. Di dalam sejarah, Pangeran Sundoro pernah dibuang karena menentang pemerintah kolonial. Pangeran Sundoro juga tidak dimakamkan di pemakaman raja-raja Imogiri yang mengindikasikan bahwa beliau memang tidak pernah kembali ke Yogyakarta. Pangeran Sundoro kemungkinan diasingkan ke Desa Senduro dan menikah dengan Ratu Ayu Kunti binti Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (GKR. Sultan).
Tugas untuk menjaga kawasan Selarawa memang bukan tanpa sebab. Di tempat itu hidup seorang anak keturunan Adipati Malayakusuma yaitu Tedjo Kusumo. Tedjo Kusumo sendiri adalah cucu dari Tumenggung Kartonegoro (Bupati Lumajang) dan cicit dari Adipati Mas Jayarana Anggawangsa Anggawi al-Hasani (Adipati Surabaya). Di bawah bimbingan dan perlindungan Pandita Amongdharma, Tedjo Kusumo menjadi Demang Tengger dan menurunkan Trah Soemodiwirjo.
 
Keberadaan Desa Senduro juga tak terlepas dari keberadaan tiga langgar tua. Tiga langgar tua itu adalah Langgar Panggung, Langgar Sumber dan Langgar Kecamatan. Ketiga langgar itu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk beribadah sebelum akhirnya Masjid Besar Baitusalam didirikan untuk mengakomodir jumlah masyarakat yang sudah mulai meningkat.
Baris 43 ⟶ 47:
!Tahun
!Masa Jabatan
!Trah Tompokerso
|-
|1
|Kemadi/Kamidun bin Soemodiwirjo
|Mulai th.1867
|1844 - 1864
|
|20 tahun
|Mbok Saminten
|-
|2
|Demo
|
|1864 - 1872
|
|08 tahun
|Tidak diketahui
|-
|3
Baris 58 ⟶ 65:
|1872 - 1881
|09 tahun
|Tidak diketahui
|-
|4
Baris 63 ⟶ 71:
|1881 - 1892
|11 tahun
|Tidak diketahui
|-
|5
Baris 68 ⟶ 77:
|1892 - 1899
|07 tahun
|Tidak diketahui
|-
|6
Baris 73 ⟶ 83:
|1899 - 1912
|13 tahun
|Tidak diketahui
|-
|7
Baris 78 ⟶ 89:
|1912 - 1917
|05 tahun
|Tidak diketahui
|-
|8
Baris 83 ⟶ 95:
|1917 - 1927
|10 tahun
|Tidak diketahui
|-
|9
Baris 88 ⟶ 101:
|1927 - 1956
|29 tahun
|Berasal dari Jambekumbu
|-
|10
Baris 93 ⟶ 107:
|1956 - 1977
|21 tahun
|Mbok Saminten
|-
|11
Baris 98 ⟶ 113:
|1977 - 1990
|13 tahun
|Berasal dari Lumajang
|-
|12
|Ridwan Suwadi bin Surodjojo (Kepala Desa ke 9)
|1990 - 2006
|16 tahun
|Mbah Garnam
|-
|13
|Sulchan bin Djumain bin Mochtar bin Wirio bin Soemodiwirjo
|2006 - 2013
|07 tahun
|Mbok Saminten
|-
|14
|Farid Rahman H bin Ridwan Suwadi (Kepala Desa ke 12)
|2013 - Sekarang
|Petahana
|Mbah Garnam
|}