Suku Batak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dasimarajo (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
k →Budaya, Kekerabatan, dan Sistem Kemasyarakatan: Foto kuburan Batak, bukan rumah Batak. |
||
(30 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Contains special characters|special=[[Surat Batak]]}}
{{ethnic group
'''Suku Batak''' merupakan [[kelompok etnik]] terbesar ketiga di [[Indonesia]], berdasarkan [[sensus]] dari [[Badan Pusat Statistik]] pada tahun [[2010]]. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari provinsi [[Sumatera Utara]]. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah [[Suku Angkola|Angkola]], [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Pakpak|Pakpak]]-[[Suku Batak Dairi|Dairi]], [[Suku Simalungun|Simalungun]], dan [[Suku Batak Toba|Toba]].<ref>{{Cite book|last=Tobing|first=Philip Oder Lumban|date=1963|url=https://books.google.co.id/books?id=GFbWAAAAMAAJ&q=structure+of+the+toba+batak&dq=structure+of+the+toba+batak&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&redir_esc=y|title=The Structure of the Toba-Batak Belief in the High God|publisher=South and South-East Celebes Institute for Culture|pages=13|language=en|url-status=live}}</ref> ▼
▲{{ethnic group|group=Suku Batak <br>
{{small|'''[[Surat Batak#Bentuk|Toba]]''':
{{btk|
{{small|'''[[Surat Batak#Bentuk|Karo]]''':
{{btk|ᯆᯗᯂ᯳}}}} <br>
Baris 13 ⟶ 11:
{{btk|ᯅᯗᯂ᯲}}}} <br>
{{small|'''[[Surat Batak#Bentuk|Angkola]]-[[Surat Batak#Bentuk|Mandailing]]''':
{{btk|
| image = <!-- <table border=0 align="center" style="font-size:90%;">
<tr>
<td>[[Berkas:Sisingamangaraja XII.jpg|60x80px]]</td>
Baris 53 ⟶ 51:
<tr>
</table> -->
| poptime = '''8.466.969''' <ref>{{citeweb|url=https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Kewarganegaraan,%20Suku%20Bangsa,%20Agama%20dan%20Bahasa_281211.pdf|title=''Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia 2011''|date=2011-01-01|accessdate=2016-12-31}}</ref>
| region1 = [[Sumatera Utara]]
| pop1 = 5.785.716
| region2 = [[Riau]]
| pop2 = 691.399
| region3 = [[Jawa Barat]]
| pop3 = 467.438
| region4 = [[DKI Jakarta]]
| pop4 = 326.645
| region5 = [[Sumatera Barat]]
| pop5 = 222.549
| region6 = [[Kepulauan Riau]]
| pop6 = 208.678
| region7 = [[Aceh]]
| pop7 = 147.259
| region8 = [[Banten]]
| pop8 = 139.259
| region9 = [[Jambi]]
| pop9 = 106.249
| region10 = [[Jawa Timur]]
| pop10 = 56.339
| region11 = [[Lampung]]
| pop11 = 52.311
| region12 = [[Sumatera Selatan]]
| pop12 = 45.709
| region13 = [[Kalimantan Timur]]
| pop13 = 37.145
| region14 = [[Bengkulu]]
| pop14 = 32.972
| region15 = [[Kalimantan Barat]]
| pop15 = 26.486
| region16 = [[Jawa Tengah]]
| pop16 = 24.357
| region17 = [[Kalimantan Selatan]]
| pop17 = 12.408
| region18 = [[Kalimantan Tengah]]
| pop18 = 12.324
| region19 = [[Daerah Istimewa Yogyakarta|D.I. Yogyakarta]]
| pop19 = 9.858
| region20 = [[Bangka Belitung]]
| pop20 = 9.452
| region21 = {{flagicon|Malaysia}} [[Malaysia]]
| pop21 = 5.400
| langs = [[Bahasa Batak Angkola|Angkola]] • [[Bahasa Karo|Karo]] • [[Bahasa Mandailing|Mandailing]] • [[Bahasa Batak Pakpak|Pakpak]] • [[Bahasa Batak Simalungun|Simalungun]] • [[Bahasa Batak Toba|Toba]]
| rels = [[Protestanisme|Protestan]], [[Islam]], [[Katolik]], [[Ugamo Malim|Parmalim]]<ref>{{cite web| title = Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono. Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS: Institute of Southeast Asian Studies. p. 271.| date = 2015| url = }}</ref>
| related = [[Suku Alas|Alas]], [[Suku Kluet|Kluet]], [[Suku Singkil|Singkil]], [[Suku Gayo|Gayo]], [[Suku Nias|Nias]]
}}
▲'''Suku Batak''' merupakan [[kelompok etnik]] terbesar ketiga di [[Indonesia]]
== Sejarah ==▼
▲== Sejarah ==
Orang Batak adalah penutur bahasa [[rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]], tetapi tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Sumatra Utara. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari [[Republik Tiongkok|Taiwan]] telah berpindah ke wilayah [[Filipina]] dan [[Indonesia]] sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda ([[Neolitikum]]).<ref>[[Peter Bellwood]], ''Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago'', Revised edition, University of Hawaii Press, Honolulu, 1997</ref> Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.{{Citation-needed}}
Pada abad ke-6, pedagang-pedagang [[Suku Tamil|Tamil]] asal [[India]] mendirikan kota dagang bernama [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], yang terletak di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur
Berdasarkan penuturan dari seorang kepala suku di Silindung saat kunjungan tiga [[misionaris]] dari [[Masyarakat Misionaris Baptis|Baptist Missionary Society]], yaitu
Sebelum kedatangan Belanda, kepala-kepala suku berada di bawah pemerintahan [[Kerajaan
== Identitas Batak ==
Baris 120 ⟶ 119:
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar.<ref>{{cite book | last =Liddle | first =R.W | authorlink = | coauthors = | title =Ethnicity, party, and national integration: an Indonesian case study | year =1970 | publisher =New Haven: Yale University Press | location = | url =https://archive.org/details/ethnicitypartyna00lidd| doi = | isbn = | page = }}</ref> Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.<ref>{{cite book | last =Castles | first =L | authorlink = | coauthors = | title =Statelesness and Stateforming Tendencies Among the Batak before Colonial Rule | publisher =Monograph no 6 of MBRAS | date = | location = Kuala Lumpur | url = | doi = | isbn = | page = 67-66 }}</ref> Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik [[Karo]] maupun [[Simalungun]] mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belanda-lah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa [[Pusuk Buhit]], salah satu puncak di barat [[Danau Toba]], adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak.<ref>Tahi Bonar Simatupang, Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos: Menelusuri Makna Pengalaman Seorang Prajurit Generasi Pembebas Bagi Masa Depan Masyarakat, Bangsa dan Negara; Pustaka Sinar Harapan, 1991</ref>
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu ''Pustaka Kembaren'' dan ''Pustaka Ginting''. Menurut ''Pustaka Kembaren'', daerah asal marga Kembaren dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] di Minangkabau.<ref name="Perret">Daniel Perret, La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak et Malais de Sumatra Nord-Est, Paris: EFEO, 1995</ref> Selain itu marga [[Nasution]] di Mandailing juga dipercaya merupakan keturunan Batara Payung Tuanku Raja Nan Sakti, putra Sultan Alamsyah Siput Aladin, [[Raja Pagaruyung|raja Pagaruyung]].<ref>Cut Nuraini, Permukiman suku Batak Mandailing, 2004</ref><ref>Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara, 1973</ref> Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari [[Bahasa Tamil]]. [[Suku Tamil|Orang-orang Tamil]] yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatra akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.<ref>{{cite book | last =Tideman | first =J. | authorlink = | coauthors = | title =Hindoe-Invloed in Noordelijk Batakland | publisher =Uitgave van het Bataksche Institut no 23 | date = | location = Amsterdam | url = | doi = | isbn = | page = 56 }}</ref>
== Sebaran di wilayah Indonesia ==
Baris 221 ⟶ 220:
[[Berkas:The Childrens Museum of Indianapolis - Carved bone calendar and almanac.jpg|jmpl|ka|250px|Sebuah kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari abad ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis.]]
Sebelum suku Batak menganut agama [[Kristen]] dan [[Islam]], mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi terhadap
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:{{Citation-needed}}
Baris 250 ⟶ 249:
Misi Katolik masuk ke tanah Batak setelah [[Zending|Zending Protestan]] berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” [[Protestan]]. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah misi Katolik masuk ke tanah Batak.
== Budaya, Kekerabatan, dan Sistem Kemasyarakatan ==
[[Berkas:Flag of Batak WRB.jpg|jmpl|Bendera yang digunakan oleh suku Batak.]]
Baris 301 ⟶ 298:
Dalam memoir [[Marco Polo]] yang sempat melakukan ekspedisi di pesisir timur Sumatra dari bulan April sampai September 1292, menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia".<ref>Polo M, [[Henry Yule|Yule H]], Cordier H. [http://www.gutenberg.org/browse/authors/y#a5823 ''The Travels of Marco Polo: The Complete Yule-Cordier Edition,''] Dover Pubns, 1993, Vol. II, Chapter X, p. 366.</ref> Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, tetapi dia bisa menceritakan ritual tersebut.{{Citation-needed}}
Niccolò Da Conti (1395–1469), seorang [[Venesia]] yang menghabiskan sebagian besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di [[Asia Tenggara]] (1414–1439), mencatat kehidupan masyarakat disana. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech,
Kunjungan yang sama oleh Nathan Ward, Meers, dan Burton pada tahun 1828 mencatat dalam jurnalnya bahwa tindakan kanibalisme terjadi bukan karena kekurangan makanan, selera yang aneh, dendam pribadi, takhayul ataupun kehormatan militer. Kebiasaan kanibalisme ini lebih sebagai bentuk penghormatan kepada keadilan di tengah-tengah masyarakat dan amarah kepada pelaku kriminal.<ref name=":2">{{Cite book|last=Greatheed|first=Samuel|last2=Parken|first2=Daniel|last3=Williams|first3=Theophilus|last4=Conder|first4=Josiah|last5=Price|first5=Thomas|last6=Ryland|first6=Jonathan Edwards|last7=Hood|first7=Edwin Paxton|date=1826|url=https://books.google.co.id/books?id=HXNKAQAAMAAJ&pg=PA428&lpg=PA428&dq=Debata+hasi+asi&source=bl&ots=KHogsEExHb&sig=ACfU3U0-nfMilBiOc_abMavGDGTuIVGnnw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjfmubEw-z_AhUboGMGHQeFD8IQ6AF6BAgWEAM|title=The Eclectic Review|publisher=C. Taylor|pages=428|language=en|url-status=live}}</ref> Pendapat ini diambil karena pada sistem hukum suku Batak pada masa itu memiliki hukuman kanibalisme pada pelaku kriminal. Beberapa contoh yang mereka ketahui ialah orang yang ketahuan melakukan perampokan akan dibunuh secara publik dengan pisau atau [[kancing sumbu]] yang nanti akan dimakan secara ramai-ramai. Untuk pria yang berselingkuh, maka dia akan dimakan dengan memotong bagian tubuhnya sepotong-sepotong tanpa dibunuh terlebih dahulu. Para tawanan perang dan pria yang mati saat perang akan dimakan ramai-ramai, kecuali bila hanya dua desa saja yang berperang. Pada kunjungan ini, mereka mendengar bahwa 20 orang telah dimakan dalam satu hari dan tengkoraknya disimpan. Orang-orang tersebut merupakan penduduk yang tinggal di sekitar pinggir pantai yang sering menjarah para penumpang kapal yang mereka anggap sudah keterlaluan.<ref name=":03" />
Baris 307 ⟶ 304:
[[Thomas Stamford Raffles]] pada tahun 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.<ref>Nigel Barley (ed.), ''The Golden Sword: Stamford Raffles and the East'', British Museum Press, 1999 (exhibition catalogue). ISBN 0-7141-2542-3.</ref> Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".<ref>[http://www.amazon.com/dp/0805019685 Barley N. ''The Duke of Puddle Dock: Travels in the Footsteps of Stamford Raffles.'' 1st American ed. New York: H. Holt, 1992, p. 112.]</ref>
Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, ia tiba di sebuah desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.<ref>Junghuhn, F., ''Die Batta-länder auf Sumatra,'' (1847) Vol. II, p. 249.</ref> Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud untuk menakut-nakuti pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar mendapatkan pekerjaan
Oscar von Kessel mengunjungi [[Silindung]] pada tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup-hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan jeruk nipis harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.<ref>Von Kessel, O., "Erinnerungen an Sumatra," ''Das Ausland,'' Stuttgart (1854) 27:905-08.</ref>
Baris 565 ⟶ 562:
== Kontroversi ==
Sebagian orang [[Suku Karo|Karo]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], dan [[Suku Pakpak|Pakpak]] ada yang tidak
Konflik terbesar adalah pertentangan antara masyarakat bagian utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Bagian utara menuntut identitas Batak untuk sebagain besar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan bagian selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin disebut sebagai bagian dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam kasus syarikat Tapanuli (1919-1922), kasus pekuburan Sungai Mati (1922),<ref>{{cite book | last =Perret | first =Daniel | authorlink = | coauthors = | title =La Formation d'un Paysage Ethnique: Batak & Malais de Sumatra Nord-Est | publisher =École Française d'Extrême-Orient | date = | location = Paris | url = | doi = | isbn = | page = 316-325 }}</ref> dan kasus pembentukan Provinsi Tapanuli (2008–2009).<ref>Bungaran Antonius Simanjuntak, Khairul Ikhwan Damanik, Elfian Lubis; Otonomi Daerah, Etnonasionalisme, dan Masa Depan Indonesia; 2010</ref>
Baris 576 ⟶ 571:
== Pakaian ==
Pada kunjungan misionaris dari Baptist Missionary Society yaitu Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton di abad ke-19, mereka bertiga mencatat pakaian yang dipakai oleh warga pedalaman Batak dalam jurnalnya. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa lelaki dari suku ini memakai dua jenis pakaian dengan garis-garis yang memiliki beragam warna berukuran dua setengah [[yard]]. Satu pakaian diikat di pinggang menggunakan ikat pinggang yang teruntai hingga di kaki dan satunya lagi dipakai dengan agak longgar melewati pundak sebagai sebuah [[syal]].
Perempuan di suku ini tidak memiliki atasan bila sudah menikah, <gallery mode="packed">
Baris 586 ⟶ 584:
File:Halak_Batak.jpg|<center>Pakaian tradisional [[Suku Batak Toba|Batak Toba]]</center>
</gallery>
== Catatan ==
{{Notelist}}
== Lihat pula ==
* [[Diaspora Batak di Malaysia]]
* [[Surat Batak]]
* [[Rumpun bahasa Batak]]
Baris 607 ⟶ 609:
[[Kategori:Suku bangsa di Sumatera Utara|Batak]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sumatra|Batak]]
[[Kategori:
|