Poerbatjaraka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan tata bahasa dan tanda baca Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
-> rm non-notable subjects; fixed infobox Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(3 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Untuk|musikus dan komponis Indonesia dengan nama yang mirip secara homofonik|Purwacaraka}}
{{Infobox Officeholder
|honorific prefix =
|name = {{PAGENAME}}
|image = Poerbatjaraka.png
Baris 16:
|birth_place = [[Surakarta]], [[Kasunanan Surakarta]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|1964|7|25|1884|1|1}}
|death_place = [[Jakarta]],
|resting_place = [[Karet Bivak]], [[Jakarta]],
|spouse =
|website =
|signature =
|alma_mater = [[Universitas Leiden]]
|parents = <!-- Hanya nama orang tua yang secara independen sudah terkenal atau telah memiliki artikelnya di Wikipedia; bila ada rujukan/referensi, uraikan pada artikel -->
|children = <!-- Baris ini diisi hanya jumlah anak; hanya nama anak yang secara independen sudah terkenal atau telah memiliki artikelnya di Wikipedia; bila ada rujukan/referensi, uraikan pada artikel -->3
|relatives = [[Radinindra Nayaka]] (canggah)
|nationality =
|awards = {{unbulleted list|Anggota kehormatan [[Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde]]|Kehormatan anumerta [[Bintang Mahaputera Utama]]}}
}}
'''Mpu
Poerbatjaraka menunjukkan minat pada sastra Jawa sejak usia dini dengan membaca buku-buku dalam koleksi keraton. Meskipun hanya bersekolah di sekolah dasar, pengetahuannya tentang sastra Belanda dan Jawa memungkinkannya untuk mengambil posisi di Dinas Purbakala di Batavia. Karena intelektual akademinya, ia dikirim oleh pemerintahan Hindia Belanda ke [[Universitas Leiden]] di [[Belanda]]. Dia diizinkan mendapatkan gelar doktor di Leiden. Dia kemudian kembali ke Hindia Belanda untuk bekerja di [[Museum Nasional Indonesia|Museum Gajah]], Batavia (sekarang Jakarta), membuat katalog teks-teks Jawa dan menulis karya ilmiah. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi profesor di [[Universitas Indonesia]], [[Universitas Gadjah Mada|Gajah Mada]], dan [[Universitas Udayana|Udayana]]. Berkat penelitiannya, Poerbatjaraka dijuluki sebagai ''"Bapak dan perintis ilmu Sastra Indonesia."''
Baris 76:
Sekembalinya ke Batavia pada tahun 1927, ia diberi pekerjaan di Museum Gajah sebagai kurator naskah manuskrip dan diberi tugas untuk mengkatalogisasi semua naskah Jawa. Sebenarnya, ia ingin mengajar pada [[Algemeene Middelbare School|AMS]] Surakarta tetapi tidak diberi kesempatan, dan walaupun saat ketika fakultas sastra dibuka, kesempatan tersebut tetap tertutup baginya. Menurut Poerbatjaraka, pihak Belanda memang sengaja menyimpannya di museum, agar ia tidak dapat mengembangkan kemampuannya dengan mengajar.
Tetapi Poerbatjaraka tetap menantang batasan-batasan yang dikenakan padanya. Ia tekun menyelidiki buku-buku dan prasasti kuno dan hasil karyanya terus terbit berupa tulisn dalam majalah ilmiah atau berupa buku-buku. Tidak kurang dari 50 (lima
Poerbatjaraka juga merupakan salah satu anggota Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta, pada 25—27 Juni 1938. Pada tahun
Di Surakarta, Poerbatjaraka mengajarkan [[Prof. Dr. R.M. Soetjipto Wirjosoeparto|Prof. Dr. RM. Soetjipto Wirjosoeparto]] dan [[Koentjaraningrat|Prof. D.R. RM. Koentjaraningrat]]. Sambil bekerja di Museum Surakarta, mereka menerima pelajaran dari Poerbatjaraka mengenai Jawa Kuno dan Sansekerta. Kemudian Prof. Soetjipto pindah mendalami ilmu sejarah, sedangkan Prof. Koenjaraningrat mengambil jurusan antropologi.
Poerbatjaraka, yang ayahnya dulu merupakan sentono dalem (kerabat keluarga) kesayangan Pakubuwono X, menasehati penerusnya, [[Pakubuwana XI|Pakubuwono XI]], akrab waktu kecil dipanggil Raden Mas Antasena, yang ia sering dampingi ke sekolah ELS. Kedua anak Poerbatjaraka tumbuh besar bersama anak-anak Pakubuwuno XI. Kecantikan putri Poerbatjaraka, RAy. Ratna Himawati, yang luar biasa membuat para aristokrat keraton terpesona, dan menjulukinya sebagai ''Mawar Keraton Solo.'' Keluarga Poerbatjaraka hadir dalam penobatan [[Pakubuwana XII|Pakubuwuno XII]] pada 11 Juni 1945, penerus Pakubuwono XI yang gemar dipanggil ''Bobbie'' oleh RAy. Ratna Himawati dan kerabat dekat lainnya. Sampai tahun 1950, Poerbatjaraka dan keluarganya tinggal di kediaman keluarga ndalem Poerbodipoeran sampai selesainya Perang Kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949.
Baris 86:
== Masa Republik Indonesia dan kematian ==
[[Berkas:Ugm-Gedung Poerbatjaraka.jpg|jmpl|Gedung 'Poerbatjaraka' di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.|216x216px]]
Poerbatjaraka dan keluarganya pindah ke Jakarta pada tahun 1950, dan tinggal di kediaman baru di daerah [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], Jakarta. Ia menjadi anggota Panitia Lambang Negara yang dibentuk [[Soekarno|Presiden Soekarno]] pada 10 Januari 1950. Anggota lainnya yakni [[Syarif Hamid II dari Pontianak|Sultan Hamid II]] (ketua panitia), [[Ki Hadjar Dewantara|Ki Hajar Dewantara]], [[Mohammad Yamin]], [[Mohammad Natsir]] (ketua partai
Pada masa ini, ia juga menjadi profesor di [[Universitas Indonesia]], Jakarta, [[Universitas Gajah Mada|Universitas Gadjah Mada]], [[Yogyakarta]] dan [[Universitas Udayana]], [[Denpasar]], [[Bali]]. Bahkan di Denpasar, ia lah yang mendirikan [[Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana|Fakultas Sastra]].
Baris 92:
Di masa pensiunnya, ia terus menulis tentang sejarah dan sastra Jawa untuk jurnal di Indonesia dan Belanda. Pada tahun 1952, ia menerbitkan koleksi studinya dalam sebuah buku berjudul ''Kapustakaan Djawi''. Pada tahun 1957, [[Pemerintah India]] mengundang Poerbatjaraka ke [[India]] untuk menghadiri [[Waisak|peringatan Buddha Jayanti]]. Peristiwa tersebut merupakan salah satu lembaran bahagia dalam kehidupan Poerbatjaraka, karena kepuasannya yang terletak pada kemampuannya untuk menerjemahkan buku-buku indah penuh pelajaran mulia seperti ''[[Ramayana]], [[Kakawin Arjunawiwāha|Arjunawiwaha]], Suluk Wijil, dan Dewa Ruci''.
Poerbatjaraka diangkat menjadi anggota kehormatan Institut Studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda pada tahun 1963. Pada tahun 1964, Jurnal Kajian Budaya Indonesia menerbitkan dua puluh enam artikel untuk menghormatinya yang berulang tahun ke-80
Pada 17 Agustus 1969, atas pengabdiannya kepada budaya Indonesia, terutama dalam bidang sastra, sejarah, arkeologi, dan filologi, Poerbatjaraka diberikan kehormatan anumerta [[Bintang Mahaputera Utama|Bintang Maha Putera Utama]] oleh [[Soeharto|Presiden Soeharto]], lima tahun setelah ia meninggal dunia.
== Kehidupan pribadi ==
Poerbatjaraka lahir dalam keluarga Keraton Surakarta sebagai putra tertua dari Kanjeng Raden Mas Tumenggung Purbadipura, yang dekat dengan Sunan Pakubuwono IX dan membesarkan putra mahkotanya, Pakubuwono X. Nama Poerbatjaraka, yang berarti "Duta
Seorang bangsawan Jawa yang terpandang, ia bangga dengan kebangsawannya, dan dikenang dengan baik karena selalu mengikuti adat keraton dan mengenakan pakaian Jawa sampai akhir hayat. Sepanjang hidupnya, Poerbatjaraka tidak pernah ragu untuk berbagi ilmu dan kebijaksanaan, ia selalu bersedia membantu kerabatnya. Anggota keluarga Poerbatjaraka merupakan keturunan dari Sunan Pakubuwana X dari Keraton Surakarta, Sultan Hamengkubuwana VI dari Keraton Yogyakarta dan KGPAA. == Lihat pula ==
|