Brawijaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Menambah referensi penting
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(7 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kegunaanlain|Brawijaya (disambiguasi)}}
'''Brawijaya''' atau '''Prabu Brawijaya''' adalah istilah yang, secara literatur, muncul pertamakali dalam [[Babad Tanah Jawi]] karya JJ. Meinsma dan [[Kesultanan Mataram|Pujangga Mataram Islam]] pada abad 19 M. Banyak sejarawan menganggap gelar ini ahistoris dan diragukan sebagai gelar penguasa [[Majapahit|Majapahit.]] Mengingat, Babad Tanah Jawi bukan sumber primer sejarah. Namun hanya karya pujangga.
'''Brawijaya''' atau '''Prabu Brawijaya''' atau '''Batara Wijaya''' atau '''Bhra Wijaya''' adalah gelar yang dianggap melekat pada penguasa [[Majapahit]] yang merupakan paduan kata Bhra atau Batara dengan Wijaya yang memiliki arti Penguasa keturunan Wijaya yang identik dengan keturunan Raja [[Kertawijaya]], raja Majapahit ke-7.
Gelar ini sudah diketahui masyarakat jawa kuno sebelum para pujangga kraton mataram membuat naskah naskah dan babad mataram, gelar ini digunakan khususnya oleh '''[[Kertabhumi|Brawijaya V]]''' atau [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] yang dianggap penguasa terakhir berdinasti Rajasa (keturunan Ken arok)yang bertahta di Ibukota kerajaan Majapahit di trowulan.
 
Serupa [[Medang|Kerajaan Medang]], [[Kerajaan Kahuripan|Medang Kahuripan]], hingga [[Kerajaan Singasari|Singhasari]], Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan besar yang mengeluarkan banyak prasasti. Baik di masa awal pendiriannya, hingga akhir keruntuhannya. Namun, tak ditemukan istilah Brawijaya dalam sumber-sumber resmi kerajaan Majapahit tersebut.
Sebagai gelar historis, gelar ini diragukan karena sampai saat ini tidak ada sumber dari masa Majapahit yang menyebutkan adanya gelar Brawijaya. Istilah "Brawijaya" sendiri baru muncul dalam karya-karya sastra berbentuk ''[[babad]]'' dan ''serat'' yang ditulis kemudian, seperti ''[[Babad Tanah Jawi]]'', ''Serat Kandha'', dan ''[[Serat Darmagandhul|Serat Darmogandul]]{{sfnp|Djafar|1978|pp=96-97}}''; serta sumber cerita rakyat. Sumber-sumber ''babad'' dan ''serat'' berisi keterangan yang berbeda-beda mengenai Brawijaya{{sfnp|Djafar|1978|pp=96-97}}, begitu pula sumber cerita rakyat. Di samping itu, sumber arkeologis berupa prasasti yang dibuat pada masa akhir Majapahit menunjukkan penguasa terakhir Majapahit bergelar [[Girindrawarddhana]] dan berkuasa pada 1474-1498 M.{{sfnp|Djafar|1978|p=111}}
 
Istilah Brawijaya lebih identik tokoh folklore dalam dongeng rakyat. Khususnya dongeng-dongeng yang menjadikan Babad Tanah Jawi sebagai sumber utamanya. Nama Brawijaya muncul di banyak cerita rakyat.
Banyak situs di [[Jawa]], khususnya [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] yang dikaitkan dengan Brawijaya, dan dikeramatkan karena itu.
 
== Sumber sastra ==
MeskiGelar Brawijaya memang tidak ditemukan di prasasti, gelarmanapun. Gelar Brawijaya hanya ada dalam berbagai karya sastra Jawa berbentukcerita ''babadBabad''. danMengingat, semua ''seratBabad''. Penyebutannyamenginduk yangpada umum[[Babad dalamTanah Jawi]] karya-karya sastra[[Kesultanan Mataram|Pujangga Mataram Islam]] dan JJ. Meinsma tersebut. Dalam sumber-sumber itu, penyebutannya yang umum adalah Prabu Brawijaya, tanpa diikuti angka.
 
Dalam ''Babad Tanah Jawi'' terdapat cerita tentang keruntuhan Majapahit. Prabu Brawijaya disebutkan menyaksikan kedatangan tentara Demak yang dipimpin putranya untuk menyerang Majapahit. Karena itu, Brawijaya dan pengikutnya kemudian meninggalkan keraton.{{sfnp|Djafar|1978|p=95}}

Dalam ''Carita Purwaka Caruban Nagari'', yang baru ditulis pada abad 18 M, diceritakan [[Raden Patah]] sebagai raja Demak dianggap sebagai putra dari Brawijaya. Dalam ''Serat Kandha'', Brawijaya dan keluarganya mengungsi ke Senggaruh saat Demak menyerang. Mereka kemudian mengungsi ke Bali dan tetap menolak masuk Islam.{{sfnp|Djafar|1978|p=95}}

Dalam ''Serat Darmogandul'' yang baru ditulis pada 1900 M, dan bersumber dari Babad Tanah Jawi, diceritakan Brawijaya dan pengikutnya diceritakan pergi mengungsi, namun ditemukan oleh [[Sunan Kalijaga]] saat di [[Blambangan]] dan diislamkan di sana.{{sfnp|Djafar|1978|p=95}}

Dalam ''Serat Centhini'', Majapahityang baru ditulis pada abad 19 M, diceritakan Majapahit sebagai kerajaan besar saat di bawah pemerintahan Brawijaya V. Dalam Jilid III-nya, disebutkan sekitar 101 nama yang dianggap keturunan Brawijaya, seperti Bathara Katong yang merupakan julukan Jaka Pitutur alias Raden Arakkali yang menjabat Adipati Ponorogo.{{sfnp|Putranto|2003|p=231}}
 
=== Catatan Mangkudimeja ===
RM. Mangkudimeja dalam karya berjudul ''Wewahaning Serat Pararaton'' (ditulis pada 1912 M, dan berisi rangkuman Babad)'','' mencatat nama-nama penguasa Majapahit.
Mangkudimeja dalam ''Wewahaning Serat Pararaton''{{Efn|text=Dalam ''Bebuka'' (Kata Pengantar) buku ''Wewahaning Serat Pararaton'' disebutkan bahwa buku tersebut berisi pembahasan berbagai cerita ''babad'', seperti tulisan J.L.A. Brandes, Cohen-Stuart, dan G.P. Rouffaer. Bagi Mangundimeja, buku tersebut diharapkan menjadi bacaan pengantar bagi orang yang ingin membahas ''Serat Pararaton''. ''Wewahaning Serat Pararaton'' merupakan Jilid ke-3 dari bundel buku ''Serat Pararaton'' karya Manungdimeja.}} (Tambahan ''[[Serat Pararaton]]'') karyanya mencatat memang cerita-cerita tentang penguasa Majapahit dalam berbagai ''serat'' tidak sama satu dengan lainnya. Sebuah ''serat'' dari Surakarta, yang ia katakan berasal dari istri Hamengkubuwana VI di Yogyakarta, berisi daftar penguasa Majapahit. Dari tujuh penguasa yang disebutkan, hanya penguasa ke-3 hingga ke-7 yang bergelar Brawijaya. Dalam ''Serat Momana'' disebutkan 6 penguasa Majapahit, semuanya bergelar Brawijaya, kecuali penguasa ke-4. Sebuah ''serat'' yang ia katakan diterbitkan oleh [[Thomas Stamford Raffles|Raffles]] dan berasal dari Sumenep menyebutkan 7 penguasa Majapahit dan hanya penguasa pertama dan ketujuh yang bergelar Brawijaya. ''Serat Pararaton'' sendiri tidak menyebutkan gelar Brawijaya.{{sfnp|Mangkudimeja|1913|p=24-28}}
 
Berikut ini daftar penguasa Majapahit dalam catatan Mangundireja tersebut.
 
;Penguasa Majapahit menurut ''serat'' dari Surakarta
# Radèn Bratana
# Radèn Brakumara
# Radèn Adaningkung atau Arya Adiwijaya (Brawijaya I)
# Radèn Hayamwuruk atau Arya PartawijayaAryalaimwijaya (Brawijaya II)
# Radèn Arya Martawijaya atauatakonon u Lembu Amisani (Brawijaya III)
# Radèn Siwaya atau Radèn Bratanjung (Brawijaya IV)
# Radèn Alit atau Angkawijaya (Brawijaya V)
Baris 69 ⟶ 72:
 
== Sumber cerita rakyat ==
Selain karya sastra bersumber dari [[Babad Tanah Jawi]] (dibuat pada abad 19 M) , sumber lain yang menyebutkan keberadaan Brawijaya dari Majapahit mayoritas adalah cerita rakyat. Sama seperti dalam karya-karya sastra, penyebutannya yang umum dalam cerita-cerita rakyat adalah Prabu Brawijaya, tanpa diikuti angka.
 
Di [[Kabupaten Gunungkidul]], cerita rakyat tentang orang-orang Majapahit yang melarikan diri ke wilayah Gunungkidul terdapat di beberapa daerah. Di Dusun Betoro Kidul, [[Karangasem, Ponjong, Gunungkidul|Desa Karangasem]], [[Ponjong, Gunungkidul|Kecamatan Ponjong]], masyarakat setempat meyakini adanya tokoh bernama [[Bathara Katong]] yang pernah tinggal di sana. Menurut sesepuh setempat, nama asli dari Bathara Katong adalah Jaka Umbaran yang berasal dari Majapahit dan merupakan keturunan Brawijaya.{{sfnp|Putranto|2003|pp=|p=228}} Di [[Panggang, Gunungkidul|Kecamatan Panggang]] malah terdapat cerita tentang Brawijaya sendiri. Dalam cerita tersebut, Brawijaya bersembunyi di [[Pantai Ngobaran]] untuk menghindari kejaran tentara Demak dan kemudian melakukan ''pati obong'' untuk meninggalkan jejak. Setelah itu, Brawijaya berpindah ke Gua Langse dan [[moksa]] di sana.{{sfnp|Anonim|1997/1998}} Cerita lain menyebutkan Brawijaya alias Bondansurati melakukan ''pati obong'' di sebuah hutan di wilayah [[Kabupaten Gunungkidul|Gunungkidul]].{{sfnp|Soehardji|2002|pp=6-7}}
Baris 82 ⟶ 85:
 
== Situs ==
Banyak situs di [[Jawa]], khususnya [[Jawa Tengah]], [[Kabupaten Ngawi|Ngawi]] dan [[Jawa Timur]] yang secara ''folklore'', dikaitkan dengan Brawijaya, Beberapa di antaranya bahkan terdapat petilasan, dan dikeramatkan karena itu. Berikut ini daftar situs yang dimaksud.
 
{| class="wikitable"