Kapitayan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Mengembalikan suntingan oleh 103.147.8.57 (bicara) ke revisi terakhir oleh Ariandi Lie
Tag: Pengembalian
 
(13 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{klaim sepihak}}
{{riset asli}}
{{taknetral}}
{{kontradiktif}}
{{italic title}}
{{about|[[agama Jawanik]] yang bersifat monoteistik|agama Jawanik yang bersifat non-monoteistik|Kejawen}}
Baris 63 ⟶ 65:
{{Agama di Jawa}}
{{Agama asli di Nusantara}}
'''''Kapitayan''''' (dari {{lang-jv|ꦏꦥꦶꦠꦪꦤ꧀}}) adalah salah satu agama kuno masyarakatdi [[pulau Jawa]];, yaitu terutamakhususnya bagi mereka yang [[Suku Jawa|beretnis Jawa]] sejak era [[paleolitik]], [[mesolitik]], [[neolitik]] dan [[megalit]].<ref>{{Cite web|title=Sejarah Agama dan Kepercayaan Kapitayan|url=https://www.keajaibandunia.web.id/3311/sejarah-agama-dan-kepercayaan-kapitayan.html|website=Keajaiban Dunia|date=2014-02-22|access-date=2021-06-05|language=id-ID|first=Rangga Wisesa|last=Dharmapala|archive-date=2021-06-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20210605091040/https://www.keajaibandunia.web.id/3311/sejarah-agama-dan-kepercayaan-kapitayan.html|dead-url=yes}}</ref> Kapitayan merupakan salah satu bentuk [[monoteisme]] asli Jawa yang dianut dan dijalankan oleh sebagaian masyarakat Jawa secara turun -temurun sejak zaman dahulu.<ref>Sunyoto (2017). p. 13.</ref> OrangAgama Jawaini setempatjuga kerap juga mengidentifikasikannya sebagai "agama kuno Jawa", "agama monoteis Jawa", "agama monoteis leluhur", "agama asli Jawa", yang mana berbeda dari [[Kejawen]] ([[agama Jawanik]] lainnya yang bersifat non-monoteistik).<ref>{{Cite web|last=Firdaus|first=Akhol|date=2019-09-26|title=Melacak Keberadaan Agama (Asli) Jawa|url=https://ijir.iain-tulungagung.ac.id/melacak-keberadaan-agama-asli-jawa/|website=Institute for Javanese Islam Research|language=id|access-date=2021-06-05|archive-date=2021-06-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20210605133942/https://ijir.iain-tulungagung.ac.id/melacak-keberadaan-agama-asli-jawa/|dead-url=yes}}</ref>
 
== Etimologi dan terminologi ==
Secara etimologi, kata "''{{lang|kaw|Kapitayan}}''" merupakan istilah yang berasal dari [[bahasa Jawa Kuno]], yang memiliki kata dasar "''{{lang|kaw|Taya}}''" ([[Aksara Jawa Kuno|Caraka Kuno]]: [[File:Aksara Kawi ta.svg|15px]][[File:Aksara Kawi ya.svg|15px]]) yang berarti "tak terbayangkan", "tak terlihat" atau "mutlak" secara harfiah,<ref name="Old Javanese">{{citation|last=Zoetmulder|first=P.J.|title=Old Javanese-English Dictionary|year=1982|publisher=[[Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies|Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde]]}}</ref> dalam [[bahasa Sunda]] juga terdapat kata ''taya'' (singkatan dari ''teu aya'') yang memiliki arti "tidak ada" atau "tiada",<ref>{{Cite book|last=Satjadibrata|first=R.|date=1944|url=https://books.google.co.id/books?id=7nhhEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=kamus+sunda&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjvs8LrjIX6AhWqSGwGHU6XCA8Q6wF6BAgJEAE#v=onepage&q=taya&f=false|title=Kamus Sunda-Indonesia|location=Bandung|publisher=Dunia Pustaka Jaya|isbn=978-623-7295-22-8|pages=342|url-status=live}}</ref> dengan demikian itu berarti bahwa ''Taya'' tidak dapat dipikirkan atau dibayangkan, atau tidak dapat digapai oleh [[panca indra]] duniawi manusia.<ref name=":2">Sunyoto (2017). p. 14.</ref>
 
Kapitayan dapat digambarkan sebagai ajaran yang memuja atau menyembah ''{{lang|kaw|Taya}}'' ({{Script/Java|ꦠꦪ}}) atau ''{{lang|kaw|Sang [[Hyang]] Taya}}'' ({{Script/Java|ꦱꦁ​​ꦲꦾꦁ​​ꦠꦪꦱꦁꦲꦾꦁꦠꦪ}}) yang merujuk kepada entitas yang tak terbayangkan dan tak terlihat, yang terkadang juga disebut sebagai ''Suwung'' (ꦱꦸꦮꦸꦁ​ꦱꦸꦮꦸꦁ), ''Awang'' (ꦲꦮꦁ​ꦲꦮꦁ), or ''Uwung'' (ꦲꦸꦮꦸꦁ​ꦲꦸꦮꦸꦁ).
 
Kata ''Awang-uwung'' (ꦲꦮꦁ​​ꦲꦸꦮꦸꦁ​ꦲꦮꦁꦲꦸꦮꦸꦁ) mengacu pada keberadaan nyata tetapi tidak terjangkau, sehingga dapat diketahui dan disembah oleh makhluk duniawi termasuk manusia, dan ''{{lang|kaw|Sang [[Hyang]] Taya}}'' digambarkan sebagai entitas bersifat ketuhanan dan supranatural yang berkategori ''{{lang|kaw|Tu}}'' (ꦠꦸ) ataupun ''{{lang|kaw|To}}'' (ꦠꦺꦴ).<ref name=":2">Sunyoto (2017). p. 14.</ref>
 
 
Baris 81 ⟶ 83:
 
=== Teologi ===
Agama kapitayan ini, adalah agama kuno yang dipelajari dalam kajian arkeologi, yang tinggalan dan peninggalan arkeologisnya dalam terminologi Barat dikenal dengan dolmen, menhir, sarkofagus, dan lain-lain yang mengindikasikan adanya agama kuno disekitar tempat itu. Dan oleh sejarawan Belanda, agama ini secara salah disebut sebagai animisme dan dinamisme, karena memuja pohon, batu, dan makhluk halus. Menurut sudut pandang Ma Huan, praktek penyembahan benda-benda seperti itu disebut orang yang tidak beriman.<ref name=":0" /> Kapitayan ini lebih menyerupai [[Tauhid|ketauhidan]] daripada animisme-dinamisme seperti yang kebanyakan peneliti anggap. Penyebutan sebagai animisme-dinamisme sendiri muncul oleh karena, secara tampilan fisik, ritual yang dilakukan oleh para penganutnya tampak sebagai penyembahan terhadap benda-benda. Secara sederhana, penyembahan benda-benda itu dipahami sebagai pemujaan terhadap kekuatan benda itu sendiri (animisme-dinamisme). Sebenarnya, pada awalnya ajaran Kapitayan justru tidak menyembah benda itu sebagai kekuatan mutlak, namuntetapi lebih pada penyembahan Sang Hyang, kekuatan tertinggi. Benda-benda yang terdapat dalam ritual keagamaan, seperti pohon, batu, dan mata air adalah beberapa perwujudan saja dari kekuatan yang maha tinggi Sang Hyang tersebut.<ref>{{Cite journal|last=Ridho|first=Ali|date=2019|title=Tradisi Megengan dalam Menyambut Ramadhan: Living Qur’an Sebagai Kearifan Lokal Menyemai Islam di Jawa|journal=Jurnal Literasiologi|volume=1|issue=2|pages=24-50}}</ref>{{rp|25}}
 
Oleh karena Sanghyang Tunggal dengan dua sifat itu bersifat gaib, maka untuk memuja-Nya dibutuhkan sarana-sarana yang bisa didekati pancaindera dan alam pikiran manusia. Itu sebabnya, di dalam ajaran Kapitayan dikenal keyakinan yang menyatakan bahwa kekuatan gaib dari Pribadi Tunggal Sanghyang Taya yang disebut Tu atau To itu ‘tersembunyi’ di dalam segala sesuatu yang memiliki nama Tu atau To. Para pengikut ajaran Kapitayan meyakini adanya kekuatan gaib pada wa-tu, tu-gu, tu-tuk, tu-nda, tu-lang, tu-nggul, tu-ak, tu-k, tu-ban, tu-mbak, tunggak, tu-lup,tu-ngkub, tu-rumbukan, un-tu, pin-tu, tu-tud, to-peng, to-san, to-pong, to-parem, to-wok, to-ya. Sisa-sisa sarana pemujaan inilah yang dalam arkeologi dikenal sebagai Menhir, Dolmen, Punden Berundak, Nekara, Sarkofagus, dan lain lain. Dalam melakukan bhakti memuja Sanghyang Taya melalui sarana-sarana inilah, orang menyediakan sesaji berupa [[tumpeng]], tu-mbal, tu-mbu, tu-kung, tu-d kepada Sanghyang Taya melalui sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan gaib.<ref name=":3" />{{rp|17}}
Baris 103 ⟶ 105:
 
== Sejarah ==
Dalam konteks “agama angin muson”, agama kuno yang disebut Kapitayan merupakan agama yang dianut penghuni Nusantara, yang menurut cerita kuno adalah agama purbakala yang dianut oleh penghuni lama Pulau Jawa berkulit hitam. Dalam keyakinan penganut Kapitayan di Jawa, leluhur yang awal sekali dikenal sebagai penganjur Kapitayan adalah tokoh mitologis Danghyang Semar putera Sanghyang Wungkuham keturunan Sanghyang Ismaya. Menurut cerita, negeri asal Danghyang Semar adalah Swetadwipa, benua yang tenggelam akibat banjir besar yang menyebabkan Danghyang Semar dan kaumnya mengungsi ke Pulau Jawa. Sanghyang Semar memiliki saudara bernama Sang Hantaga (Togog) yang tinggal di negeri seberang (luar Jawa), yang juga mengajarkan Kapitayan tapi sedikit berbeda dengan yang diajarkan Danghyang Semar. Saudara Danghyang Semar yang lain lagi bernama Sang Manikmaya, menjadi penguasa di alam gaib kediaman para leluhur yang disebut Ka-hyang-an.<ref name=":2" />
 
Tokoh-tokoh idola dalam ajaran Kapitayan seperti Danghyang Semar, Kyai Petruk, Nala Gareng, dan Bagong dimunculkan sebagai punakawan yang memiliki kekuatan adikodrati yang mampu mengalahkan dewaDewa-dewaDewa dalam Agama Hindu.<ref>Sunyoto (2017). h. 178.</ref>
 
== Rujukan ==