Ewuh pakewuh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pinerineks (bicara | kontrib) ←Membuat halaman berisi ''''Ewuh pakewuh''' (aksara Jawa: ꦲꦺꦮꦸꦃꦥꦏꦺꦮꦸꦃ) dalam kebudayaan Jawa adalah sikap sungkan dan segan terhadap orang lain. Sikap ''ewuh pakewuh'' pada dasarnya adalah sebentuk kerendahan hati yang digunakan agar hubungan antarmanusia dapat terjalin secara selaras tanpa saling melukai perasaan dan kehormatan orang lain. Namun demikian, ''ewuh pakewuh'' kadang dianggap menyulitkan seseorang untu...' |
Pinerineks (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(2 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Ewuh pakewuh''' ([[aksara Jawa]]: ꦲꦺꦮꦸꦃꦥꦏꦺꦮꦸꦃ) dalam [[Suku Jawa|kebudayaan Jawa]] adalah sikap sungkan dan segan terhadap orang lain. Sikap ''ewuh pakewuh'' pada dasarnya adalah sebentuk [[kerendahan hati]] yang digunakan agar [[Hubungan antarpribadi|hubungan antarmanusia]] dapat terjalin secara selaras tanpa
Namun demikian, ''ewuh pakewuh'' kadang dianggap menyulitkan seseorang untuk == Asal kata ==
''Ewuh pakewuh'' atau ''éwuh pakéwuh'' terdiri dari dua kata yakni ''éwuh'' yang artinya merasa segan, sulit, rumit, dan ''pakéwuh'' yang artinya tidak nyaman, tidak enak (bandingkan dengan [[bahasa Indonesia gaul]]: ''gak enakan''). Kedua kata tersebut biasanya disebutkan bersamaan untuk menyatakan suatu sikap sungkan dan segan untuk menyatakan sesuatu secara terus terang.
== Birokrasi ==
Dalam [[birokrasi]] Indonesia, khususnya di Jawa, budaya ''ewuh pakewuh'' dianggap lekat dengan kesungkanan dan keseganan para pegawai kepada orang-orang yang dianggap lebih tinggi jabatannya. Hal ini membuat lemahnya kontrol terhadap orang yang memiliki jabatan tinggi sehingga mereka leluasa menyalahgunakan wewenang. Pegawai yang ''ewuh pakewuh'' akan sungkan dan takut untuk menegur atasan yang berbuat kesalahan atau menyalahgunakan wewenangnya.<ref>{{Cite book|last=Safriadi|date=2023-11-01|url=https://books.google.com/books?id=oBbiEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA5&dq=Ewuh+pakewuh&hl=id|title=ANTROPOLOGI DAN ORGANISASI|publisher=Unhas Press|isbn=978-979-530-502-6|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|last=Budhisantoso|first=S.|last2=Hitipeuw|first2=Frans|last3=Astuti|first3=Renggo|last4=HP|first4=Soimun|last5=DS|first5=Slamet|date=1991-01-01|url=https://books.google.com/books?id=0obcCgAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA111&dq=Ewuh+pakewuh&hl=id|title=Serat Wredha Mudha Serat Ngelmu Sepiritisme|publisher=Direktorat Jenderal Kebudayaan|language=id}}</ref> [[Sri Mulyani]] pernah secara terang-terangan ingin memberantas budaya ewuh pakewuh agar kinerja para pegawai dapat menjadi lebih disiplin.<ref>{{Cite web|title=Sri Mulyani: Hilangkan Tradisi Ewuh Pakewuh|url=https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1328945/sri-mulyani-hilangkan-tradisi-ewuh-pakewuh|website=detikfinance|language=id-ID|access-date=2024-05-20}}</ref>
== Lihat juga ==
* [[Honne dan tatemae|''Honne'' dan ''tatemae'']], konsep serupa dalam kebudayaan Jepang
== Catatan kaki ==
<references />
{{Filsafat Jawa}}
[[Kategori:Budaya Jawa]]
|