Abu al-Mafakhir dari Banten: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Adhiyan216 (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
k Mengembalikan suntingan oleh Daeng Hanif (bicara) ke revisi terakhir oleh 180.244.161.141 Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 32:
Sultan Abu al-Mafakir mempunyai silsilah sebagai berikut :
*
*
*
*
== Hubungan luar negeri ==
Baris 101 ⟶ 70:
Di tahun 1638 Syarif Makkah Zaid bin Muhsin dengan kewenangan dari penguasa [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]] Sultan Mehmed IV mengesahkan gelar sultan kepada Abul Mafakhir serta sang putra mahkota, [[Abu al-Ma'ali Ahmad dari Banten|Abu al-Ma'ali Ahmad]] sebagai sultan muda. Pengesahan ini menjadikan Abul Mafakhir sebagai raja Islam di Nusantara yang pertama kali menggunakan gelar sultan secara resmi.<ref>{{Cite book|last=Sudrajat|first=A. Suryana|date=2006|url=https://books.google.com/books?id=QsTPfNxnD-8C&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PR11&dq=Syarif+Mekah+sultan+Banten+Mafakhir&hl=en|title=Ulama pejuang dan ulama petualang: belajar kearifan dari Negeri Atas Angin|publisher=Erlangga|isbn=978-979-781-607-0|language=id}}</ref><ref>{{Cite web|title=Bukan Sultan Agung, Ternyata Ini Raja Jawa Pertama Yang Menerima Gelar Sultan Dari Makkah - Semua Halaman - Intisari|url=https://intisari.grid.id/read/033758107/bukan-sultan-agung-ternyata-ini-raja-jawa-pertama-yang-menerima-gelar-sultan-dari-makkah|website=intisari.grid.id|language=id|access-date=2023-10-29}}</ref>
==
Dikarenakan anaknya Abu al-Ma'ali Ahmad wafat terlebih dahulu di tahun 1650 dikarenakan suatu penyakit, maka cucunya Pangeran Surya menjadi putra mahkota atau sultan muda baru.<ref name=":1" /> Abul Mafakhir wafat di tanggal 10 Maret 1651, dimana kepemimpinan Banten kemudian dilanjutkan cucunya yang naik takhta dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Kelak Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa sesuai dengan keraton yang ditinggalinya.<ref>{{Cite book|date=1983|url=https://books.google.com/books?id=I9IdAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&q=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&hl=en|title=Seminar Sejarah Nasional III|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|language=id}}</ref>
|