| alt =
| caption =
| partof = [[Pendudukan Indonesia di Timor Timur]], [[Genosida Timor Timur]], dan [[GenosidaOperasi Bumi Hangus Timor Timur]]
| map =
| map_caption =
| injuries =
| perps = {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}}, [[ABRI]] (khususnya [[TNI Angkatan Darat|Angkatan Darat]] dan [[Kepolisian Negara Republik Indonesia|Polri]])
| numparts = 100 anggota milisi{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}
}}
{{Sejarah Timor Leste}}'''Pembantaian Maliana''' adalah yang tragedi [[pembunuhan massal]] yang terjadi di Kantor Kepolisian Resor (Polres) [[Kepolisian Resor Maliana|Maliana]], [[Kabupaten Bobonaro]], pada tanggal 8 September 1999. Dengan bersenjatakanBersenjatakan [[parang]] dan membawaberbekal daftar nama, sekitar 100 anggota milisi {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}} (DMP), dibantu oleh pasukan [[Korps Brigade Mobil|Brimob]] dan [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] yang mengepung lokasi, memasuki kantor Polres Maliana pada pukul lima sore. Mereka kemudian membunuh para pengungsi yang namanya tertera dalam daftar. Sebuah pembantaian susulan juga dilakukan sehari berikutnyakemudian dengandan sasaranmenyasar para pengungsi yang kabur dari kantor polisi.{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}<ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Maliana|url=http://syaldi.web.id/mot/event4.htm|website=Masters of Terror|access-date=20 Mei 2024}}</ref>{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}
== Latar belakang ==
Menjelang pelaksanaan [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]] yang diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999, para pimpinan [[Milisi pro-Indonesia di Timor Leste|milisi pro-Indonesia]] mulai merasa gelisah akan kemungkinan kekalahan kelompok pro-otonomi di kotak suara. Oleh karenanyasebab itu, pada tanggal 10 Agustus 1999, beberapa tokoh pro-otonomi seperti [[Guilherme dos Santos]] dan [[João da Costa Tavares]], mengadakan rapat di kantor [[Daftar Bupati Bobonaro|Bupati Bobonaro]].<ref name=":0">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Cav) Burhanuddin Siagian|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Burhannudin%20Siagian.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa milisi (terutama DMP dan [[Halilintar (milisi)|Halilintar]] dan TNI) akan bekerja sama dengan TNI untuk terusmeneruskan mengintimidasiintimidasi terhadap pemilih. Setelah jajak pendapat selesai, mereka akan memancing [[Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Timor Timur|Falintil]] untuk bereaksi dengan memprovokasi dan mengintimidasi para pendukung kemerdekaan. Kemudian, setelah Falintil terpancing, mereka akan membunuh warga yang pro-kemerdekaan. Untuk memfasilitasi ini, Dos Santos dan Tavares mengusulkan pembuatan daftar nama yang berisi orang-orang pendukung kemerdekaan, sedang Letkol Kav [[Burhanuddin Siagian]] selaku [[Komando Distrik Militer|Dandim]] [[Kabupaten Bobonaro|Bobonaro]] berperan memasoksebagai pemasok senjata.<ref name=":0" /><ref name=":03">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Guilherme dos Santos|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Guilherme%20dos%20Santos.htm#_ftnref1|website=Masters of Terror|archive-url=https://web.archive.org/web/20220520073004/https://www.syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Guilherme%20dos%20Santos.htm#_ftnref1|archive-date=2022-05-20|dead-url=no|access-date=1 September 2018}}</ref><ref name=":5">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Natalino Monteiro|url=http://syaldi.web.id/mot/Natalino%20Monteiro.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
[[Berkas:0250 Militia Commander Joao Tavares at Balibo Integration (1).jpg|jmpl|[[Guilherme dos Santos|Dos Santos]] (kiri) dan [[João da Costa Tavares|Tavares]] (kanan) saat acara kampanye pro-otonomi di [[Balibo]], 17 Juli 1999. Keduanya terlibat dalam perencanaan pembantaian.]]
Pada tanggal 18 Agustus 1999, pihak milisi memaksa petugas [[Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur|UNAMET]] untuk kembali ke markas mereka dan membunuh seorang pelajar. Akibatnya, Ketua Perwakilan UNAMET, {{interlanguage link|Ian Martin|en}}, melayangkan protes tertulis kepada Ketua Satgas P3TT (Pelaksanaan Penentuan Pendapat Timor-Timur), [[Agus Tarmidzi]]. Martin meminta agar para perwira TNI yang terlibat dalam pembinaan milisi segera diganti, termasuk Letkol Kav Siagian selaku Dandim 1636 Bobonaro.{{sfn|Martin|2010|p=76-77}} Akhirnya, pada tanggal 25 Agustus 1999, Siagian digantikan oleh Letkol Inf [[Bambang Supriyanto (AD)|Bambang Supriyanto]].<ref name=":0" /> ▼
▲Pada tanggal 18 Agustus 1999, pihak milisi memaksa petugas [[Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur|UNAMET]] untuk kembali ke markas mereka dan membunuh seorang pelajar. Akibatnya, Ketua Perwakilan UNAMET, {{interlanguage link|Ian Martin|en}}, melayangkan protessurat tertulisprotes kepada Ketua Satgas P3TT (Pelaksanaan Penentuan Pendapat Timor-Timur), [[Agus Tarmidzi]]. Martin meminta agar para perwira TNI yang terlibat dalam pembinaan milisi segera diganti, termasuk Letkol Kav Siagian selaku Dandim 1636 Bobonaro.{{sfn|Martin|2010|p=76-77}} Akhirnya, pada tanggal 25 Agustus 1999, Siagian digantikan oleh Letkol Inf [[Bambang Supriyanto (AD)|Bambang Supriyanto]].<ref name=":0" />
Namun, secara tiba-tiba, Siagian muncul lagi di [[Maliana]] pada hari pemungutan suara. Bahkan, kini muncul laporan bahwa para milisi telah diberi pasokan senjata yang baru. Pada tanggal 2 September, milisi membunuh dua orang petugas UNAMET setempat, yakni Ruben Barros Soares dan Domingos Pereira. Terlibat pula dalam insiden ini dua orang perwira TNI, yakni Lettu Inf Sutrisno dan Serma Assis Fontes. Insiden ini memaksa petugas UNAMET untuk mundur dari Maliana dan kembali ke [[Dili]].<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=First Lt (Inf) Sutrisno|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Sutrisno.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref> ▼
▲Namun, secara tiba-tiba, Siagian muncul lagi di [[Maliana]] pada hari pemungutan suara. Bahkan, kini muncul laporan bahwa para milisi telah diberi pasokan senjata yang baru. Pada tanggal 2 September, milisi membunuh dua orang petugas UNAMET setempat, yakni Ruben Barros Soares dan Domingos Pereira. Terlibat pula dalamDalam insiden ini , dua orang perwira TNI, yakni Lettu Inf Sutrisno dan Serma Assis Fontes , juga ikut terlibat. Insiden ini memaksa petugas UNAMET untuk mundur dari Maliana dan kembali ke [[Dili]].<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=First Lt (Inf) Sutrisno|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Sutrisno.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Sehari berikutnya, milisi memaksa warga yang pro-kemerdekaan untuk mengungsi ke Kantor [[Kepolisian Resor Maliana|Polres Maliana]] dan membakar rumah mereka. Sebab kantor polisi menjadi penuh sesak, maka kelebihan pengungsi dipindahkan ke RSUD Maliana dan gelanggang olahraga setempat. Sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus, [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|ABRI]] dan milisi telah mengimbau melalui pengeras suara agar warga yang pro-otonomi untuk mengungsi ke markas Kodim dan warga pro-kemerdekaan pindah ke kantor polisi. Akan tetapi, sebagian besar warga tidak menghiraukannya.<ref name=":0" /> ▼
▲Sehari berikutnyakemudian, milisi memaksa warga yang pro-kemerdekaan untuk mengungsi ke Kantorkantor [[Kepolisian Resor Maliana|Polres Maliana]] dan membakar rumah mereka. Sebab kantor polisi menjadi penuh sesak, maka kelebihan pengungsi dipindahkan ke RSUD Maliana dan gelanggang olahraga setempat. Hingga tanggal 8 September, jumlah pengungsi yang berada di kompleks kantor Polres kurang lebih berjumlah 1.000 orang.<ref name=":3" /> Sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus, [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|ABRI]] dan milisi telah mengimbau melalui pengeras suara agar warga yang pro-otonomi untuk mengungsi ke markas Kodim dan warga pro-kemerdekaan pindah ke kantor polisi. Akan tetapi, sebagian besar warga tidak menghiraukannya.<ref name=":0" />
Setelah warga pro-kemerdekaan berhasil dipaksa untuk mengungsi di kantor Polres, polisi dan para tokoh setempat bekerja sama membuat daftar nama mereka yang diungsikan. Alasan yang dikemukakan adalah untuk mempermudah pengiriman bantuan makanan kepada para pengungsi. Bantuan tersebut tidak pernah dikirimkan.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Special Panels for Serious Crimes|last2=District Court of Dili|date=15 Juli 2004|title=The Prosecutor v. Lt Col Burhanuddin Siagian and others|url=https://www.legal-tools.org/doc/b59204/pdf/|journal=}}</ref> ▼
▲Setelah warga pro-kemerdekaan berhasil dipaksa untuk mengungsi dike kantor Polres, polisi dan para tokoh setempat bekerja sama membuat daftar nama mereka yang diungsikan. Alasan yang dikemukakan adalah untuk mempermudah pengiriman bantuan makanan kepada para pengungsi ., Bantuantetapi bantuan tersebut tidak pernah dikirimkan.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Special Panels for Serious Crimes|last2=District Court of Dili|date=15 Juli 2004|title=The Prosecutor v. Lt Col Burhanuddin Siagian and others|url=https://www.legal-tools.org/doc/b59204/pdf/|journal=}}</ref>
== Pembantaian ==
=== Persiapan ===
Pada tanggal 6 September, Siagian menggelar rapat di kantor Polres Maliana yang jugadan dihadiri beberapa tokoh seperti Kapolres Maliana Letkol Pol [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] (Kepala Polisi Resort Maliana), Bupati [[Guilherme dos Santos]], dan ketua DMP [[Natalino Monteiro]] serta wakilnya [[Marcos Tato Mali]]. Letkol Budi Susilo meminta agar para pengungsi dipindahkan ke bagian belakang kompleks kantor dengan dalih memberi ruang bagi para personel polisi dan keluarganya yang ditarik mundur dari [[Kepolisian Sektor|Polsek]] di sekitar [[Maliana]] sebagai bagian dari proses penarikan mundur pasukan Indonesia setelah kekalahan Indonesia dalam [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]]. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah personel polisi di kompleks Polres menjadi 435 orang.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite web|last=Sahude|first=Syahli|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Pol) Budi [Munikh] Susilo|url=http://syaldi.web.id/mot/Budi%20Susilo.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>[[Berkas:0250 Militia Commander Joao Tavares at Balibo Integration (1).jpg|jmpl|[[Guilherme dos Santos|Dos Santos]] (kiri) dan [[João da Costa Tavares|Tavares]] (kanan) saat acara kampanye pro-otonomi di [[Balibo]], 17 Juli 1999. Keduanya terlibat dalam perencanaan pembantaian.]]Dua hari kemudian, [[Natalino Monteiro]] dan wakilnya [[Marcos Tato Mali]] memberi pengarahan kepada anggota milisi {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}} di kediaman Monteiro di {{interlanguage link|Ritabou|de}}. Dalam pengarahan tersebut juga hadir anggota TNI, termasuk seorang perwira Satuan Gabungan Intelijen (SGI) dari [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]] bernama Sersan Rizal. Rizal memberi daftar nama-nama pendukung kemerdekaan yang akan dibunuh di kantor Polres. Beberapa di antaranya adalah Manuel Magelhães (pimpinan [[CNRT]] setempat), Julio Barros (Camat Maliana), dan Domingos Gonçalves Pereira (Kepala Desa {{interlanguage link|Ritabou|de}}). Adapun anggota DMP yang berasal dari Rokon berkumpul terlebih dahulu di rumah Sersan Frederico M. Pires, sedangkan yang berasal dari {{interlanguage link|Lahomea|de}} berkumpul di rumah Julião Lopes.<ref name=":4" />
Sebelum pergi ke kantor Polres, anggota milisi DMP akan diberangkatkan dengan dua kendaraan kemenuju markas Koramil 1636-01 di [[Maliana]] untuk bergabung dengan anggota milisi lain yang sudah menunggu di sana. Kendaraan tersebut ialah sebuah [[Toyota Kijang]] berwarna gelap dan sebuah mikrolet yang ditumpangi oleh [[Natalino Monteiro|Monteiro]]. Mereka diperintahkan untuk menggunakan cat samaran pada wajah mereka. Khusus bagiuntuk anggota milisi yang bertugas untukditugaskan mencari dan membunuh sasaran, mereka melumuri wajah mereka dengan karbon dari baterai yang disediakan oleh Sersan Rizal sehingga menjadi berwarna hitam.<ref name=":4" /> Selain itu, sebagian dari mereka juga memakai ikat kepala atau lengan berwarna merah putih.<ref name=":3">{{Cite journal|date=2006|title=Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan|url=https://www.etan.org/etanpdf/2006/CAVR/bh/07.3-Pemindahan-Paksa-dan-Kelaparan.pdf|journal=Chega! Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR)}}</ref> Lettu Inf Sutrisno menjadi komandan lapangan operasi ini.<ref name=":0" /> Sebelum serangan dimulai, seorang saksi melihat Siagian dan [[Natalino Monteiro|Monteiro]] melewati kantor Polres dan berhenti di sebuah pos penjagaan TNI yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian untuk berbicara dengan tentara.<ref name=":0" /> ▼
Dua hari berikutnya, [[Natalino Monteiro]] dan wakilnya [[Marcos Tato Mali]] memberikan pengarahan kepada anggota milisi {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}} di kediaman Monteiro di {{interlanguage link|Ritabou|de}}. Dalam pengarahan tersebut juga hadir personel dari TNI, termasuk seorang perwira Satuan Gabungan Intelijen (SGI) dari [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]] bernama Rizal. Rizal memberi daftar nama-nama pendukung kemerdekaan yang akan dibunuh di kantor Polres. Beberapa nama di antaranya adalah Manuel Magelhães (pimpinan [[CNRT]] setempat), Julio Barros (Camat Maliana), dan Domingos Pereira (Kepala Desa {{interlanguage link|Ritabou|de}}). Adapun anggota DMP yang berasal dari Rokon berkumpul terlebih dahulu di rumah Sersan Frederico M. Pires, sedangkan yang berasal dari {{interlanguage link|Lahomea|de}} berkumpul di rumah Julião Lopes.<ref name=":4" />
▲Sebelum pergi ke kantor Polres, anggota milisi DMP akan diberangkatkan dengan dua kendaraan ke markas Koramil 1636-01 di [[Maliana]] untuk bergabung dengan anggota milisi lain yang sudah menunggu di sana. Kendaraan tersebut ialah sebuah [[Toyota Kijang]] berwarna gelap dan sebuah mikrolet yang ditumpangi oleh [[Natalino Monteiro|Monteiro]]. Mereka diperintahkan untuk menggunakan cat samaran pada wajah mereka. Khusus bagi anggota milisi yang bertugas untuk mencari dan membunuh sasaran, mereka melumuri wajah mereka dengan karbon dari baterai yang disediakan oleh Sersan Rizal sehingga menjadi berwarna hitam.<ref name=":4" /> Selain itu, sebagian dari mereka juga memakai ikat kepala atau lengan berwarna merah putih.<ref name=":3">{{Cite journal|date=2006|title=Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan|url=https://www.etan.org/etanpdf/2006/CAVR/bh/07.3-Pemindahan-Paksa-dan-Kelaparan.pdf|journal=Chega! Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR)}}</ref> Lettu Inf Sutrisno menjadi komandan lapangan operasi ini.<ref name=":0" /> Sebelum serangan dimulai, seorang saksi melihat Siagian dan [[Natalino Monteiro|Monteiro]] melewati kantor Polres dan berhenti di sebuah pos penjagaan TNI yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian untuk berbicara dengan tentara.<ref name=":0" />
=== Jalannya peristiwa ===
Pada pukul lima atau enam sore, para milisi yang dipersenjatai dengan parang, pedang, dan pisau memasuki kompleks Kantor Polres dari segala sisi dan secara sistematisteratur mencari dan membunuh para tahanan yang namanya tertera dalam daftarterdaftar. Mereka dipisahkan dari tahanan lain sebelum kemudian dibunuh. Sebagian dibunuh di hadapandepan keluarga mereka sendiri. Di belakang barisan mereka terdapat tentara dan polisi (termasuk anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]]) yang mendampingiturut merekamendampingi, tetapi tidakmereka terlibattidak aktif dalam operasi.{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}<ref name=":3" /><ref name=":2">{{Cite news|last=Jolliffe|first=Jill|date=27 November 1999|title=A Traumatised Town Craving UN Justice|url=https://etan.org/et99c/november/21-30/27atraum.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=24 Mei 2024}}</ref> Tidak semua korban yang dibunuh adalah tokoh-tokoh lokal pro-kemerdekaan., sebab di antaranya ada pula remaja dan anak-anak seperti Renato Gonçalves dan Victorino Lopes,. misalnya,Keduanya masing-masing masih berusia 12 dan 11 tahun.<ref>{{Cite news|last=Dodd|first=Mark|date=9 Agustus 2001|title=Widows who share a legacy of murder|url=https://www.etan.org/et2001c/august/05-11/09widows.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=30 Mei 2024}}</ref> Seorang saksi juga melihat milisi membunuh seorang remaja berusia 13 tahun ikut dibunuh.<ref name=":2" />
[[Berkas:Batugade fort6.jpg|jmpl|Pintu depan benteng Portugis di {{Interlanguage link|Batugade|en}}. Di dekat benteng inilah mayat-mayat korban diberi pemberat sebelum dibuang ke laut.]]
Semua petugas polisi, kecuali delapan orang yang dicurigai pro-kemerdekaan, dalam keadaan bersenjata. Sebagian pengungsi yang panik meminta bantuan kepada anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]], tetapi mereka tidak melakukan apa-apa. Semua personelanggota polisi telah diperintahkan oleh Letkol Pol [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] untuk tidak ikut campur.<ref name=":3" /> Bahkan, Letkol Budi Susiloia malah mengancam akan membunuh para pengungsi yang panik bahwa mereka juga akan dibunuh.<ref name=":2" /> Sebagian petugasanggota polisi justrujuga memperparah keadaan dengan mencegah korban yang hendak melarikan diri. Para pengungsi berusaha untuk menyelamatkan diri dengan berbagai cara, seperti memanjat pohon, naik ke atas plafon bangunan kantor, atau bersembunyi di lemari dan matras.<ref name=":0" /><ref name=":03" /><ref name=":13" /><ref name=":31" /> Seorang saksi mengatakan bahwa saat kejadian, dia melihat [[Burhanuddin Siagian|Siagian]], Sutrisno, dan [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] berjalan di tengah-tengah kerumunan, mengamati jalannya operasi.<ref name=":2" />[[Berkas:1991 Toyota Kijang Pickup Long Standard 1.5 KF50R (20200706).jpg|jmpl|Mobil pengangkut [[Toyota Kijang]], mirip dengan yang digunakan untuk mengangkut mayat korban pasca pembantaian.]]Pembantaian itu berlangsung selama tiga jam. Seusai peristiwa, mayat-mayat korban diangkut ke dalam mobil [[Toyota Kijang]] berwarna gelap yang parkir di dekat pembangkit listrik setempat. Sersan Francisco Fernandes kemudian membagi milisi DMP dari {{interlanguage link|Batugade|de}} menjadi dua kelompok. Kelompok pertama kembali ke kampung mereka, sedangkan kelompok kedua menumpangi sebuah mikrolet untuk pergi ke {{interlanguage link|Batugade|en}}. Setibanya di sana, mereka dibantu oleh anggota milisi [[Saka Loromonu]] (SLM) untuk membawa mayat ke pantai di dekat bekas benteng Portugis setempat. Di sana, mayat-mayat korban diberi pemberat dari karung berisi pasir, sebelum kemudian dibawa menggunakan kapal nelayan untuk dibuang ke laut. Penanganan mayat korban dilakukan sesuai perintah Sersan Fernandes dan Rizal, kemungkinan besar meneruskan perintah dari Letkol Siagian dan Lettu Sutrisno.<ref name=":0" /><ref name=":3" /><ref name=":4">{{Cite journal|last=Special Panels for Serious Crimes|last2=District Court of Dili|date=15 Juli 2004|title=The Prosecutor v. Lt Col Burhanuddin Siagian and others|url=https://www.legal-tools.org/doc/b59204/pdf/|journal=}}</ref>
Pembantaian itu berlangsung selama tiga jam. Seusai peristiwa, mayat-mayat korban diangkut ke dalam mobil [[Toyota Kijang]] berwarna gelap yang parkir di dekat pembangkit listrik setempat. Sersan Francisco Fernandes kemudian membagi milisi DMP dari {{interlanguage link|Batugade|de}} menjadi dua kelompok. Kelompok pertama akan kembali ke kampung mereka, sedangkan kelompok kedua akan menumpangi sebuah mikrolet untuk pergi ke {{interlanguage link|Batugade|en}}. Setibanya di sana, mereka dibantu oleh anggota milisi [[Saka Loromonu]] (SLM) untuk membawa mayat ke pantai di dekat bekas benteng Portugis setempat. Di sana, mayat-mayat tadi diberi pemberat dari karung berisi pasir, sebelum kemudian dibawa menggunakan kapal nelayan untuk dibuang ke laut. Penanganan mayat korban dilakukan sesuai perintah Sersan Fernandes dan Rizal, kemungkinan besar meneruskan perintah dari Letkol Siagian dan Lettu Sutrisno.<ref name=":0" /><ref name=":4">{{Cite journal|last=Special Panels for Serious Crimes|last2=District Court of Dili|date=15 Juli 2004|title=The Prosecutor v. Lt Col Burhanuddin Siagian and others|url=https://www.legal-tools.org/doc/b59204/pdf/|journal=}}</ref><ref name=":3" />
=== Jumlah korban ===
Seorang saksi membeberkanmengatakan bahwa jumlah korban dari serangan tersebut sebanyak 47 orang. HalJumlah ini juga dikonfirmasi oleh Nicolas Garrigue, seorang petugas urusan sipil [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PBB]] yang telah ditempatkan di Maliana sebelum jajak pendapat berlangsung.<ref name=":2" /> Meski demikian, cabang [[Dewan Nasional Perlawanan Timor|CNRT]] setempat hanya berhasil mengidentifikasi sebanyak 19 korban.<ref name=":0" />
== Aksi susulan ==
=== Pembantaian di Mulau ===
Setelah pembantaian di Maliana selesai, para milisi memburu pengungsi yang berhasil kabur dari kejadian tersebut. Setelah kabur dari Maliana, para penyintas yang selamat saling bertemu di belakang gedung sekolah di Desa {{interlanguage link|Holsa|de}}. Mereka kemudian menyeberangi Jembatan Nunura (dulu Jembatan Soso) dan berpisah dalammembentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyelamatkan diri, dengan salah satu kelompoksatunya berada di Desa Mulau. Keberadaan mereka dilaporkan oleh seorang penduduk desa kepada milisi DMP di {{interlanguage link|Ritabou|de}}.<ref name=":0">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Cav) Burhanuddin Siagian|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Burhannudin%20Siagian.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
Alhasil, anggota DMP di bawah komando Sersan TNI Miguel Soares, seorang perwira seksi intelijen Korem 1636/Maliana, memburu mereka. Mereka berhasil terlebih dahulu menangkap Manuel Magelhães dan Carlos Maia, yang kemudian dibunuh. Setelah itu, mereka menangkap sekelompok pengungsi yang berjumlah 9 orang di tepi sungai. Mereka diminta untuk menyerah oleh Sersan Soares. Setelah berdiam di tempat dan berlutut, mereka ditembak satu per satu oleh Soares dengan senapan otomatis. Dua penyintas lainnya, Ernesto da Coli dan Paul da Silva, juga berhasil ditemukan dan dibunuh.<ref name=":4" /> Mayat mereka kemudian dibawa oleh sebuah truk berwarna kuning ke {{interlanguage link|Batugade|en}} untuk dibuang ke laut.<ref name=":0">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Cav) Burhanuddin Siagian|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Burhannudin%20Siagian.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref><ref name=":43" /><ref name=":34" />
=== Pembunuhan di Odomau ===
Di hari yang sama, pembunuhan juga terjadi di Genuhaan (bagian dari Desa {{interlanguage link|Odomau|de}}). Dua orang penyintas, Avalino Tilman dan Victor dos Santos, dibunuh dalam operasi gabungan [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] dan milisi DMP yang dipimpin Sersan Frederico Pires dan Kopral Romeu da Silva, masing-masing perwira dari Korem 1636/Maliana. Baptista de Sousa bertindak selaku pimpinan milisi DMP saat operasi.<ref name=":0" /><ref name=":4" /> De Sousa menusuk Tilman, seorang anggota [[Dewan Nasional Perlawanan Timor|CNRT]] di [[Kabupaten Bobonaro|Bobonaro]], dengan [[katana]] setelah iamenuduh menuduhnyaTilman sebagai koordinator [[Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Timor Timur|Falintil]] setempat. Mereka lalu membiarkan Tilman terbaring di tanah.<ref name=":4" />
Kemudian, Sersan Pires dan Kopral Da Silva lalu menembaki Dos Santos sehingga kaki kanannya terluka. Akibatnya, ia terjatuh ke tanah. De Sousa kemudian menyerang punggung dan kakinya dengan katana.<ref name=":4" /> Setelah itu, milisi membakar empat rumah di Genuhaan sebelum meninggalkan desa tersebut. Tilman dibawa ke rumah keluarganya dan meninggal dunia akibat luka yang ia derita sehari setelah kejadian., Adapunsedangkan Dos Santos dibunuhdiungsikan olehke Derumah Sousaseorang yangpenduduk kembalibernama keAntonio Genuhaanda pada tanggal 14 SeptemberCosta. Mengetahui bahwakabar iaini, diungsikanDe Sousa kembali ke rumahGenuhaan seorangpada penduduk,tanggal De14 SousaSeptember dandengan dua oranganggota milisiDMP dan memaksa seluruh penghuni rumah Da Costa untuk keluar. De Sousa lalu masuk ke dalam rumah dan menyayat leher Dos Santos untuk mengakhiri hidupnya.<ref name=":4" />
=== Pembunuhan di Rokon ===
Pada siang hari tanggal 13 September, Sersan Pires mengadakan pertemuan di rumahnya dengan beberapa anggota milisi, termasuk Baptista de Sousa dan Jo[[João da Costa Tavares|ã]]<nowiki/>o Coli, untuk membahas tindakan yang akan dilakukan terhadap Francisco Teresao dan Lemos Guterres, keduanya penyintas pembantaian di [[Maliana]]. Pires dan Coli setuju untuk membunuh keduanya. De Sousa lalu mengusulkan agar pembunuhan tidak dilakukan dengan senjata api sehingga lebih senyap. Malam harinya, keduanya diminta oleh milisi DMP di Rokon (bagian dari Desa {{interlanguage link|Holsa|de}}) untuk pergi ke rumah De Sousa. Saat itu, mereka sedang makan malam di rumah kosong tempat mereka bersembunyi.<ref name=":4" />
Setibanya di sana, De Sousa meminta mereka untuk mengikuti patroli DMP. Mereka pergi ke arah suatu tempat bernama Akadirlaram. Di tengah jalan, mereka berhenti di depan sebuah rumah kosong. De Sousa meminta merekakeduanya untuk masuk ke dalam. Ketika keduanya menolak, De Sousa memerintahkan anggota DMP untuk membunuh keduanya dengan pedang. Mayat mereka lalu dimasukkan ke dalam rumah tersebut dan dibakar.<ref name=":0" /><ref name=":4" /> ▼
== Buntut ==
=== Kerusakan materi dan non-materi ===
Setelah pembantaian di kantor Polres Maliana berakhir, para pengungsi yang masih bertahan di kompleks kantor, rumah sakit, atau gedung olahraga karena tidak mampu melarikan diri ke pegunungan, dipaksa untuk pergi ke [[Timor Barat]] dengan ancaman bahwa Maliana akan dibom tentara jika mereka tidak mau patuh.<ref name=":3" /> Penduduk yang berhasil melarikan diri ke pegunungan pun dipaksa untuk kembali ke perkotaan dan dikirim ke kamp-kamp pengungsian di Timor Barat, di mana mereka tetap hidup menderita di bawah tekanan dari milisi.<ref name=":3" />
Sebagai akibat dari [[Operasi Bumi Hangus Timor Timur|operasi bumi hangus]] yang dilancarkan oleh TNI dan milisi, termasuk pembantaian ini, sebanyak 30.000 hingga 40.000 penduduk [[Kabupaten Bobonaro]] melarikan diri ke daerah pegunungan, [[Timor Barat]], atau dipaksa pergi ke sana. Adapun [[Maliana]] selaku ibu kota kabupaten kehilangan 99% dari penduduknya. Mayoritas gedung perkantoran, sekolah, maupun rumah sakit dijarah.<ref name=":3" /><ref name=":4" /> Sebagian besar pengungsi pergi dengan berjalan kaki atau terpaksa membayar jika ingin menaiki truk-truk yang sebelumnya telah disita oleh tentara. Oknum [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] meraih keuntungan yang besar dengan "menyewakan" truk-truk tersebut kepada pengungsi atau dengan "menawarkan jasa" untuk mengantar mereka ke Timor Barat.<ref name=":3" /><ref name=":4" /> Selain itu, sebanyak 8.000 rumah ludes terbakar dan 4.000 lainnya dinyatakan tidak layak huni akibat operasi tersebut.<ref name=":4" />
=== Dakwaan ===
Pada tanggal 15 April 2004, sebanyak 33 orang didakwa karena terlibat langsung dalam pembantaian di kantor Polres Maliana, termasuk dua orang anggota milisi [[Saka Loromonu]] (SLM) yang membantu proses pembuangan mayat di {{interlanguage link|Batugade|en}}, yakni Ruben Tavares dan Ruben Monteiro Gonçalves. Selain itu, 7 orang didakwa atas kasus pembunuhan di Mulau dan 3 orang atas kasus pembunuhan di Rokon. Sebagian besar terdakwa kasus pembunuhan di Mulau juga terlibat dalam serangan di kantor Polres, sedangkan dari ketiga tersangka kasus pembunuhan di Rokon, hanya Sersan Frederico M. Pires yang terlibat dalam pembantaian tersebut.<ref name=":4" /> Adapun para dalang, seperti Letkol Kav [[Burhanuddin Siagian|Siagian]], [[Guilherme dos Santos|Dos Santos]], dan [[Natalino Monteiro|Monteiro]], didakwa atas kejahatan memerintahkan penyerangan terhadap penduduk sipil dengan tujuan melakukan persekusi.<ref name=":4" />
Meski demikian, hanya sebagian kecil yang berhasil diadili dan dimasukkan ke dalam bui. João Fernandes, misalnya, divonis 12 tahun penjara karena terlibat langsung dalam pembunuhan Domingos Gonçalves Pereira saat pembantaian pada tanggal 8 September. Dia kemudian ditahan di Penjara Becora di [[Dili]].<ref name=":5" /><ref>{{Cite journal|last=UNTAET|date=14 November 2000|title=The Prosecutor v. Joao Fernandes: Indictment|url=https://exhibits.stanford.edu/virtual-tribunals/catalog/kk736vb1014|journal=}}</ref> Selain itu, Victor Lopes, juga seorang anggota DMP seperti Fernandes, menyerahkan diri kepada pasukan [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PBB]] di Lontama (di dekat {{interlanguage link|Saburai|de}}) bersama dengan 34 mantan milisi lainnya yang kembali ke [[Timor Timur]] karena tidak tahan dengan kondisi kamp pengungsian yang memprihatinkan. Dari semua milisi tersebut, hanya Victor yang tetap ditahan oleh tentara PBB.<ref>{{Cite news|last=Dodd|first=Mark|date=5 Juli 2001|title=Accused of terror, militiaman gives himself up to justice on home turf|url=http://www.etan.org/et2001c/july/01-07/05accused.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=2 Juni 2024}}</ref><ref>{{Cite news|last=[[PBB]]|date=13 Juni 2001|title=East Timor: over 30 suspected militia surrender to UN peacekeepers|url=https://news.un.org/en/story/2001/06/5772-east-timor-over-30-suspected-militia-surrender-un-peacekeepers|work=UN News|access-date=2 Juni 2024}}</ref> Sebagian besar terdakwa tidak dapat diadili karena sudah melarikan diri ke [[Indonesia]].<ref name=":4" />
▲Setibanya di sana, De Sousa meminta mereka untuk mengikuti patroli DMP. Mereka pergi ke arah suatu tempat bernama Akadirlaram. Di tengah jalan, mereka berhenti di depan sebuah rumah kosong. De Sousa meminta mereka untuk masuk ke dalam. Ketika keduanya menolak, De Sousa memerintahkan anggota DMP untuk membunuh keduanya dengan pedang. Mayat mereka lalu dimasukkan ke dalam rumah tersebut dan dibakar.<ref name=":0" /><ref name=":4" />
== Lihat pula ==
|