Benteng Baluwerti: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Cagar
 
(5 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 76:
Tembok asli benteng sampai saat ini masih utuh pada sisi selatan sebelah timur (timur Plengkung Nirbaya). Tembok ini dilengkapi dengan meriam serta lubang yang dapat memungkinkan para [[bregada|prajurit keraton]] dapat tiarap dengan nyaman dan leluasa. Di sisi luarnya, terdapat sebuah selokan (''jagang'') yang mengitari benteng dan dilengkapi dengan jembatan angkat, serta ditanami pohon [[gayam]] sebagai perindang.{{Sfn|Yuniarso|2012|p=19-20}}
 
Baluwerti pada dasarnya memiliki bentuk persegi panjang, tetapi di bagian timur lebih panjang. Tembok sisi selatan memiliki panjang {{Convert|1200|m|mi}}, tembok sisi barat {{Convert|940|m|mi}}, dan sisi timur {{Convert|1140|m|mi}}. Perpanjangan ini dilakukan karena benteng ini harus melindungi istana kediaman Putra Mahkota, yang diberi nama Istana Sawojajar. Istana tersebut digunakan hingga masa pemerintahan [[Hamengkubuwana V]]; kemudian pindah ke [[Universitas Widya Mataram|Ndalem Mangkubumen]] di sebelah barat area Keraton pada masa pemerintahan [[Hamengkubuwana VI]].{{Sfn|Suharmaji|2020|p=52}}
 
== ''Bastion'' (Pojok Beteng) ==
Baris 104:
 
=== Plengkung Tarunasura ===
[[File:Plengkung Wijilan 2024.jpg|Tampak depan Plengkung Wijilan, 2024|thumb]]
Plengkung Tarunasura, lebih dikenal sebagai Plengkung Wijilan, merupakan plengkung yang lokasinya berada di sayap timur Alun-alun Utara. Tepatnya melewati Jalan Ibu Ruswo lalu berbelok ke arah kanan jika kendaraan bergerak dari Alun-alun. Plengkung ini dikenal karena merupkan "pintu gerbang" menuju pusat rumah makan [[gudeg]]. Secara etimologis, ''tarunaśura'' berarti "pemuda pemberani" dalam bahasa Jawa kuno. Hal ini diyakini bahwa dahulu plengkung ini dijaga oleh prajurit-prajurit taruna (muda).<ref>{{Cite web|last=Susanto|first=Heri|title=Benarkah Seumur Hidup Sultan Jogja Dilarang Melintasi Plengkung Gading?|url=https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6135919/benarkah-seumur-hidup-sultan-jogja-dilarang-melintasi-plengkung-gading|website=detikjateng|language=id-ID|access-date=2024-06-19}}</ref>
 
Baris 122 ⟶ 123:
 
== Daftar pustaka ==
{{commonscat}}
* {{Cite book|last=Suharmadji|first=L.|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/GEGER_SEPOY_Sejarah_Kelam_Perseteruan_In/S2Q9EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=baluwerti+baluarte&pg=PA51&printsec=frontcover|title=Geger Sepoy: sejarah kelam perseteruan Inggris dengan Keraton Yogyakarta, 1812-1815|location=Yogyakarta|publisher=Araska|isbn=9786237537588|ref=harv|url-status=live}}
* {{Cite journal|last=Yuniarso|first=A.|year=2012|title=Dua Benteng di Tengah Kota, Bersandingan Sepenembakan Meriam|url=https://issuu.com/agusyuniarso/docs/cerita_benteng_nusantara__kabare_ma|journal=Majalah Kabare|volume=Desember 2012|issue=|pages=18-21|doi=|ref=harv}}
{{bangunan-indonesia-stub}}
{{yogyakarta-stub}}
 
[[Kategori:Bangunan cagar budaya di Indonesia]]
Baris 130 ⟶ 134:
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Yogyakarta]]
[[Kategori:Tempat wisata di Yogyakarta]]
[[Kategori:Cagar budaya Indonesia di Yogyakarta]]
[[Kategori:Kraton, Yogyakarta]]
[[Kategori:Benteng di Indonesia]]
 
 
{{bangunan-indonesia-stub}}
{{yogyakarta-stub}}