Perang Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~ |
Tag: Pengembalian manual VisualEditor |
||
(10 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{For|Pemberontakan 1976–2005|Pemberontakan di Aceh}}
{{Infobox military conflict
| conflict
| image
| image_size
| caption
| date
| place
| result
* Pembubaran [[Kesultanan Aceh]]
*Pemberlakuan kekuasaan Belanda atas [[Aceh]]
| territory
| combatant1
*[[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]]
*[[Angkatan Laut Kerajaan Belanda]]
| combatant2
*[[ulama]] Islam<ref name="Ibrahim133"/><ref name="Vickers13"/>
| commander1 = {{flagdeco|Netherlands}} [[Johan Harmen
{{flagdeco|Netherlands}} [[Jan van Swieten]]<br />
{{flagdeco|Netherlands}} [[Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel|J.L.J.H Pel]]{{KIA}}<br />
Baris 27 ⟶ 26:
{{flagdeco|Netherlands}} [[Gotfried Coenraad Ernst van Daalen|Gotfried van Daalen]]<ref name="Ibrahim133"/><br />
{{flagdeco|Netherlands}} [[George Frederik Willem Borel]]
| commander2 = {{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Sultan Mahmud Syah]]<ref name="Ibrahim132">Ibrahim (2001), p. 132</ref><br />▼
▲{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Sultan Mahmud Syah]]<ref name="Ibrahim132">Ibrahim (2001), p. 132</ref><br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Sultan Muhammad Daud Syah]]{{surrendered}}<ref name="Ricklefs145"/><br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Tuanku Hasyim Banta Muda]]<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Habib Abdurrahman Az-Zahir]]<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Teuku Umar]]{{KIA
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Cut Nyak Dhien]]<ref name="Reid352">Anthony Reid (2005), p. 352</ref><br /> {{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Teungku Chik di Tiro]]{{assassinated}}<br />
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Cut Nyak Meutia]]{{KIA
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[Panglima Polem]]{{surrendered}}<br>
{{flagicon image|Flag of the Aceh Sultanate.png}} [[
| strength1
| strength2
| casualties1
| casualties2
| campaignbox
}}
{{Sejarah Indonesia}}
Baris 61 ⟶ 59:
===Serangan Belanda pertama===
{{Main|Ekspedisi Aceh Pertama}}
[[File:Generaal Kohler sneuvelt in de Mesigit.jpg|jmpl|ki|Ilustrasi Mayor Jenderal Köhler ketika tertembak oleh [[penembak jitu]] Aceh di bawah pohon [[kepuh|''geulumpang'']] di [[Masjid Raya Baiturrahman]] dari jarak 100 meter<ref>{{Cite web|title=Lama Disembunyikan, Ini Dia Sniper Misterius yang Menembak Mati Jenderal Kohler|url=https://aceh.tribunnews.com/2017/09/11/lama-disembunyikan-ini-dia-sniper-misterius-yang-menembak-mati-jenderal-kohler|website=Serambinews.com|language=id-ID|access-date=2024-07-07}}</ref>]]
Pada tahun 1873, negosiasi terjadi di Singapura antara perwakilan Kesultanan Aceh dan Konsul Amerika setempat mengenai potensi perjanjian bilateral.<ref name="Ricklefs144"/> Belanda melihat hal ini sebagai pelanggaran terhadap perjanjian sebelumnya dengan Inggris pada tahun 1871 dan menggunakan ini sebagai kesempatan untuk mencaplok Aceh secara militer.<ref name="Ibrahim133"/> Ekspedisi di bawah pimpinan Mayor Jenderal [[Johan Harmen Rudolf Köhler]] diutus pada tanggal 26 Maret 1873, yang membombardir ibu kota [[Banda Aceh]] dan mampu menduduki sebagian besar wilayah pesisir pada bulan April.<ref name="Ricklefs144"/> Itu niat Belanda untuk menyerang dan merebut istana Sultan, yang juga akan berujung pada pendudukan seluruh negeri. Sultan meminta dan mungkin menerima bantuan militer dari [[Italia]] dan Inggris di Singapura. Bagaimanapun, tentara Aceh dengan cepat dimodernisasi dan diperbesar dengan jumlah berkisar antara 10.000 hingga 100.000.<ref name="Ricklefs144"/> Karena meremehkan kemampuan militer orang Aceh, Belanda membuat beberapa kesalahan taktis dan mengalami kerugian termasuk kematian Köhler dan 80 tentara.<ref name="Ricklefs144"/> Kekalahan ini menggerogoti moral dan gengsi Belanda.<ref name="Ibrahim132"/>
Baris 69 ⟶ 70:
[[Berkas:The Dutch War In Sumatra- Malay Soldiers Under The Dutch.jpg|thumb|Tentara Melayu di bawah komando Belanda di Sumatera.]]
Pada bulan November 1873, ekspedisi kedua yang terdiri dari 13.000 tentara dipimpin oleh Jenderal [[Jan van Swieten]] dikirim ke Aceh.<ref name="Ricklefs185-88"/> Invasi tersebut bertepatan dengan wabah [[kolera]] yang menewaskan ribuan orang di kedua sisi.<ref name="Ricklefs145"/> Pada bulan Januari 1874, kondisi yang memburuk memaksa [[Alauddin Mahmud Syah II|Sultan Mahmud Syah]] dan para pengikutnya meninggalkan Banda Aceh dan mundur ke pedalaman. Sementara itu, pasukan Belanda menduduki ibu kota dan merebut “dalam” (istana sultan) yang secara simbolis penting, membuat Belanda percaya bahwa mereka telah menang. Penjajah Belanda kemudian membubarkan Kesultanan Aceh dan mendeklarasikan Aceh sebagai bagian dari wilayah Hindia Belanda.<ref name="Ricklefs145"/>
[[File:Jirat Pel.JPG|jmpl|ki|Makam Mayor Jenderal [[Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel]] yang tewas di Tunggai, Banda Aceh pada tahun 1876]]
Sepeninggal Mahmud karena kolera, masyarakat Aceh memproklamasikan cucu muda [[Alauddin Ibrahim Mansur Syah]], bernama Tuanku Muhammad Daud, sebagai [[Alauddin Muhammad Da'ud Syah II]] (memerintah 1874–1903) dan meneruskan perjuangannya di wilayah perbukitan dan hutan selama sepuluh tahun, dengan banyak korban jiwa di kedua belah pihak.<ref name="Ricklefs145"/> Sekitar tahun 1880 strategi Belanda berubah, dan alih-alih melanjutkan perang, mereka kini berkonsentrasi mempertahankan wilayah yang sudah mereka kuasai, yang sebagian besar terbatas pada ibu kota ([[Banda Aceh]] modern),<ref name="Ibrahim132"/> dan kota [[pelabuhan]] [[Ulee Lheue]]. Blokade laut Belanda berhasil memaksa ''uleebelang'' atau pemimpin sekuler untuk menandatangani perjanjian yang memperluas kendali Belanda di sepanjang wilayah pesisir.<ref>Fink (2023), hal. 484-486.</ref> Namun, uleebelang kemudian menggunakan pendapatan mereka yang baru diperoleh kembali untuk membiayai kekuatan perlawanan Aceh.
Baris 76 ⟶ 80:
===Perang suci===
[[Berkas:Moulin, JJK de. Generaal majoor.jpg|jmpl|ki|200px|Mayor Jenderal [[Jan Jacob Karel de Moulin]] tewas pada tanggal 8 Juli 1896 setelah 4 hari ia berada di Aceh sebagai panglima besar militer Belanda untuk Aceh<ref>{{Cite web|date=2020-07-08|title=PORTALSATU.com - Aceh Hari Ini: Jenderal de Moulin Tewas di Aceh|url=https://portalsatu.com/aceh-hari-ini-jenderal-de-moulin-tewas-di-aceh/|language=id|access-date=2024-07-07}}</ref>]]
Perang dimulai lagi pada tahun 1883, ketika kapal Inggris Nisero terdampar di Aceh, di daerah yang pengaruh Belandanya kecil. Seorang pemimpin setempat meminta tebusan dari Belanda dan Inggris, dan di bawah tekanan Inggris, Belanda terpaksa berusaha membebaskan para pelaut tersebut. Setelah upaya Belanda yang gagal untuk menyelamatkan para sandera, dimana pemimpin setempat [[Teuku Umar]] dimintai bantuan tetapi dia menolak, Belanda bersama Inggris menyerbu wilayah tersebut. Sultan menyerahkan para sandera, dan menerima sejumlah besar uang tunai sebagai imbalannya.<ref name="Reid186-88">Anthony Reid (2005), hal. 186–88</ref>
Menteri Peperangan Belanda [[August Willem Philip Weitzel]] kembali mendeklarasikan perang terbuka terhadap Aceh, dan peperangan terus berlanjut tanpa membuahkan hasil seperti sebelumnya. Menghadapi musuh yang memiliki teknologi lebih unggul, masyarakat Aceh melakukan [[perang gerilya]], khususnya perangkap dan penyergapan. Pasukan Belanda membalas dengan memusnahkan seluruh desa dan membunuh tahanan dan warga sipil.<ref>Vickers (2005), hal. 11</ref> Pada tahun 1884, Belanda membalas dengan menarik seluruh pasukan mereka di Aceh ke garis pertahanan di sekitar Banda Aceh .<ref name="Ibrahim132"/> Belanda kini juga mencoba merekrut para pemimpin lokal: Umar yang disebutkan di atas dibeli dengan uang tunai, [[opium]], dan senjata. Umar mendapat gelar Panglima Prang Besar (Panglima Perang Besar).
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret van de marechaussee met overste Van Daalen bij de vermoorde inwoners van de versterkte kampong Koeto Reh TMnr 60009090.jpg
Umar malah menyebut dirinya ''Teuku Djohan Pahlawan'' (Johan yang Pahlawan). Pada tanggal 1 Januari 1894 Umar bahkan mendapat bantuan Belanda untuk membangun pasukan. Namun, dua tahun kemudian Umar malah menyerang Belanda dengan pasukan barunya, bukannya membantu Belanda dalam menundukkan Aceh bagian dalam. Hal ini tercatat dalam sejarah Belanda dengan sebutan “Het verraad van Teukoe Oemar” (Pengkhianatan [[Teuku Umar]]). Sejak pertengahan tahun 1880-an, kepemimpinan militer Aceh didominasi oleh [[ulama]] agama, termasuk [[Teungku Chik di Tiro]] (Muhamma Saman), yang menyebarkan konsep "[[perang agama|perang suci]] melalui khotbah dan teks yang dikenal dengan hikayat atau dongeng puitis. Pejuang Aceh memandang diri mereka sebagai martir agama yang melawan "penjajah kafir".<ref name="Ibrahim133"/> Pada tahap ini, Perang Aceh digunakan sebagai simbol perlawanan umat Islam terhadap imperialisme Barat.<ref name="Vickers13"/>
Baris 125 ⟶ 131:
===Pemakaman Kerkhof Poucut Belanda===
[[File:Peucut.JPG|jmpl|300px|Kerkhof Peucut]]
Banyak korban Belanda dalam Perang Aceh dimakamkan di [[Pemakaman Kerkhof Peucut]] (juga disebut Pemakaman Peutjoet atau Peutjut), pemakaman militer Belanda terletak di dekat pusat [[Banda Aceh]] di sebelah [[Museum Tsunami Aceh]]. Kerkhoff Poucut tercatat sebagai pemakaman militer Belanda terbesar di luar Belanda. Terdapat sekitar 2.200 kuburan tentara Belanda serta rekrutan dari Ambon, Manado dan Jawa, serta beberapa jenderal Belanda.<ref>Hotli Semanjuntak, '[http://www.thejakartapost.com/news/2012/03/20/kerkhoff-poucut-cemetery-testifying-aceh-war.html Kerkhoff Poucut Cemetery, testifying to the Aceh War'], ''The Jakarta Post'', 20 Maret 2012.</ref>▼
▲Banyak korban Belanda dalam Perang Aceh dimakamkan di
== Tanggapan ==
Baris 173 ⟶ 181:
== Pranala luar ==
*{{commons category-inline}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Perang Aceh| ]]
[[Kategori:Perang yang melibatkan Belanda|Aceh]]
[[Kategori:Sejarah Aceh]]
{{indo-sejarah-stub}}
|