Keuskupan Agung Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
TomLinardi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(8 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 28:
| title = [[Bekasi|Bekasi Raya]], [[Jawa Barat]]
|[[Kabupaten Bekasi]]
|[[Kota Bekasi]]}}67
| province = Jakarta
| metropolitan =
Baris 35:
| deaneries = {{ubl|Jakarta Pusat|Jakarta Barat I|Jakarta Barat II|Jakarta Selatan|Jakarta Utara|Jakarta Timur|Tangerang I|Tangerang II|Bekasi}}
| subdivisions =
| headquarters = Jl.Jalan Katedral No. 7, [[Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat|Kel. Pasar Baru]], [[Sawah Besar, Jakarta Pusat|Kec. Sawah Besar]], [[Jakarta Pusat]] 10710
| coordinates = {{coord|-6.168837|106.832817}}
<!---- Statistics ---->| area_km2 = 10775
Baris 45:
| catholics_percent = 2,6
| parishes = 67
| priests = 375 (80 imam diosesan, 2 diakon diosesan)
| congregations =
| schools =
Baris 74:
| judicial_vicar = R.D. Stefanus Tommy Octora Agung Surya
| sekjen = R.D. Vincentius Adi Prasojo
Wakil Sekretaris: R.D. Thomas Ulun Ismoyo
| ekonom = R.D. Michael Wisnu Agung Pribadi
R.D. Albertus Ary Dianto (Kepala Kantor Manajemen Aset)
| dean =
| archdeacons =
Baris 92 ⟶ 90:
Yurisdiksi ini dibentuk dengan nama Prefektur Apostolik Batavia pada tanggal [[8 Mei]] [[1807]], tidak lama setelah [[Herman Willem Daendels]] mulai memerintah di [[Hindia Belanda]]. Hal ini menjadikan Keuskupan Agung Jakarta sebagai keuskupan pertama dan tertua di Indonesia.
 
== Garis waktuSejarah ==
Di [[Museum Nasional Indonesia]] di [[Jakarta]] disimpan sebuah batu besar yang awalnya ditanam di pantai [[Sunda Kelapa]]. Batu berpahatkan tanda salib bertahunkan [[1522]] ini adalah peringatan hubungan antara pelayaran [[Portugis]] dan kerajaan [[Pajajaran]]. Ini adalah tanda awal hadirnya Katolik di Jakarta kini.
 
Kemudian saat [[VOC]] berkuasa, [[1619]] hingga [[1792]], semua kegiatan Katolik dilarang,{{clarify me}} dan para [[imam]] Katolik juga dilarang untuk berkarya di wilayah kekuasaan [[VOC]] di [[Batavia]], bahkan seorang [[Jesuit]] Egidius d'Abreu, S.J. dibunuh pada tahun [[1624]].{{butuh rujukan|date=2021-03-11}} Kegiatan Katolik hanya diijinkan di luar tembok [[Batavia]] bagi orang-orang keturunan Portugis dengan didirikannya Gereja Portugis di luar kota pada tahun [[1696]], kini menjadi Gereja Sion di Jl. P. Jayakarta. Keturunan Portugis ini juga diberi lahan bertani di daerah yang kini disebut daerah Tugu. Pada abad ke-18 ini [[VOC]] membebaskan imam-imam Katolik untuk singgah di Batavia untuk melayani umat-umat, baik yang keturunan Portugis maupun juga pegawai [[VOC]]. Barulah pada masa kekuasaan [[Herman Willem Daendels]], umat [[Katolik]] diizinkan untuk merayakan [[misa]] secara terbuka, yang dimulai dengan didirikannya [[Prefektur apostolik|Prefektur Apostolik]] Batavia, yaitu pecahan dari Prefektur Apostolik Kepulauan Samudera Hindia (saat ini [[Keuskupan Saint-Denis di Réunion]]), pada tahun 1807. [[Daendels]] juga memberikan Gereja Katolik resmi pertama di Batavia pada tahun [[1810]] bertempat di Gang Kenanga Utara, daerah Senen sekarang (yang telah dibongkar pada tahun [[1989]]). Pada tahun [[1830]] Gubernur Jenderal Du Bus de Ghisignies menghibahkan tempat kediaman komandan tentara dan wakil gubernur jenderal kepada [[Prefektur Apostolik]] [[Batavia]]. Di lahan inilah kini berdiri [[Gereja Katedral Jakarta]].
 
Secara resmi prefektur apostolik ditingkatkan menjadi [[Vikariat Apostolik]] [[Batavia]] pada tanggal [[3 April]] [[1842]] yang meliputi seluruh wilayah [[Hindia Belanda]], dengan vikaris apostolik pertamanya, Mgr. [[Jacobus Grooff]], yang dilantik pada tanggal 20 September 1842. Pada periode [[1855]] hingga [[1948]] wilayah Vikariat Apostolik Batavia semakin menyempit dengan didirikannya berbagai vikariat apostolik yang baru di luar [[Jawa]] dan di pulau [[Jawa]] sendiri.
 
Pada tahun [[1856]] [[suster|suster-suster]] [[Ursulin]] mendirikan biara susteran pertama ''Groot Kloster'' di Batavia di Jl Juanda dilanjutkan biara keduanya ''Klein Klooster'' di Jl Pos pada tahun [[1859]] diikuti biara-biara [[Ursulin]] lain di daerah Jatinegara dan Kramat. [[suster|Suster-suster]] dari [[Carolus Borromeus]] membuka [[Rumah Sakit Sint Carolus]] pada tahun [[1919]]. Saat-saat awal tersebut, imam-imam [[Jesuit]]lah yang menyelenggarakan karya pastoral di wilayah [[Batavia]] baru kemudian dibantu oleh imam-imam [[Fransiskan]] pada tahun [[1929]] dan imam-imam dari [[Misionaris Hati Kudus]] (MSC) tahun 1932. Dalam bidang pendidikan, imam-imam [[Yesuit]] mendirikan Perkumpulan Strada tahun [[1924]]. Sekolah pertamanya dibuka tahun itu juga di daerah Gunung Sahari. Pada tahun [[1927]] Perkumpulan Strada mendirikan sekolah menengah berasrama di Menteng yang kemudian menjadi [[Kolese Kanisius]] pada tahun [[1932]].
 
Pada masa pendudukan [[Jepang]], Vikaris Apostolik Batavia saat itu Mgr. P. Willekens S.J. mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik pada masa sulit tersebut.
 
Setelah Indonesia merdeka, [[Gereja Katolik]] mulai berkembang kembali. Jumlah umat semakin bertambah, demikian juga dengan jumlah [[paroki]]. Paroki Mangga Besar didirikan tahun [[1946]], paroki di Jl. Malang tahun [[1948]], paroki [[Tangerang]] tahun [[1948]]. Pada tanggal [[7 Februari]] [[1950]], nama Vikariat Apostolik Batavia diubah menjadi Vikariat Apostolik Djakarta dengan 12 paroki. Status Vikariat Apostolik kemudian ditingkatkan menjadi [[Keuskupan Agung]] Djakarta pada tanggal [[3 Januari]] [[1961]] dengan 2 keuskupan sufragan yaitu: [[Keuskupan Bandung]] dan [[Keuskupan Bogor]]. Keuskupan saat itu memiliki 16 paroki. Pada Sesuai dengan perubahan ejaan bahasa, nama Keuskupan Agung Djakarta diubah menjadi Keuskupan Agung Jakarta pada tanggal [[22 Agustus]] [[1973]]. Saat itu, jumlah paroki di keuskupan ini adalah 23 buah. Pada tahun [[1980]] terdapat 34 paroki, pada tahun [[1988]] terdapat 39 paroki, pada tahun [[1990]] terdapat 40 paroki, dan pada [[2002]] sudah terdapat 53 paroki dengan 411.036 orang umat yang dilayani oleh 277 imam. Pada tahun 2007 diperingati 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta. Saat itu sudah terdapat [[60]] paroki. Puncak Perayaan Agung 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta diselenggarakan di Istora Senayan pada tanggal 26 Mei 2007, yang dihadiri pula oleh sebagian besar para uskup di Indonesia.
 
=== Garis waktu ===
* Didirikan sebagai '''Prefektur Apostolik Batavia''' pada tanggal 8 Mei 1807, memisahkan diri dari [[Keuskupan Saint-Denis di Réunion|Prefektur Apostolik Kepulauan Samudera Hindia]].
* Ditingkatkan menjadi '''Vikariat Apostolik Batavia''' pada tanggal 3 April 1841
Baris 100 ⟶ 111:
* Berganti nama menjadi '''Keuskupan Agung Jakarta''' pada tanggal 22 Agustus 1973
* Mendapat kunjungan pastoral dari [[Paus Yohanes Paulus II]] di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] dalam rangkaian kunjungan ke [[Indonesia]] pada tanggal 9–14 Oktober 1989<ref>{{Cite web|title=Napak Tilas 30 Tahun Kunjungan Paus Yohanes Paulus II - Unika Atma Jaya|url=https://m.atmajaya.ac.id/web/Konten.aspx?gid=highlight&cid=Napak-Tilas-30-Tahun-Kunjungan-Paus-Yohanes-Paulus-II|website=m.atmajaya.ac.id|access-date=2022-08-16|archive-date=2022-08-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20220816033720/https://m.atmajaya.ac.id/web/Konten.aspx?gid=highlight&cid=Napak-Tilas-30-Tahun-Kunjungan-Paus-Yohanes-Paulus-II|dead-url=yes}}</ref>
* Mendapat kunjungan pastoral dari [[Paus Fransiskus]] di Jakarta dalam rangkaian kunjungan ke Indonesia pada 3–6 September 2024
 
== Waligereja ==
{{Incumbent bishop<!--/elected--><!--/sede vacante-->
| name = Ignatius ''Kardinal'' Suharyo Hardjoatmodjo
| name-link = Ignatius Suharyo
Baris 155 ⟶ 167:
* Ignatius ''Kardinal'' Suharyo Hardjoatmodjo (25 Juli 2009 s.d. 28 Juni 2010, ganti jabatan)
 
== SejarahKuria ==
Susunan kuria Keuskupan Agung Jakarta sebagai berikut.<ref>{{cite web|url=https://www.kaj.or.id/kuria-kaj|title=Kuria KAJ|publisher=Keuskupan Agung Jakarta|accessdate=23 Juni 2024}}</ref>
Di [[Museum Nasional Indonesia]] di [[Jakarta]] disimpan sebuah batu besar yang awalnya ditanam di pantai [[Sunda Kelapa]]. Batu berpahatkan tanda salib bertahunkan [[1522]] ini adalah peringatan hubungan antara pelayaran [[Portugis]] dan kerajaan [[Pajajaran]]. Ini adalah tanda awal hadirnya Katolik di Jakarta kini.
{| class="wikitable"
 
|-
Kemudian saat [[VOC]] berkuasa, [[1619]] hingga [[1792]], semua kegiatan Katolik dilarang,{{clarify me}} dan para [[imam]] Katolik juga dilarang untuk berkarya di wilayah kekuasaan [[VOC]] di [[Batavia]], bahkan seorang [[Jesuit]] Egidius d'Abreu, S.J. dibunuh pada tahun [[1624]].{{butuh rujukan|date=2021-03-11}} Kegiatan Katolik hanya diijinkan di luar tembok [[Batavia]] bagi orang-orang keturunan Portugis dengan didirikannya Gereja Portugis di luar kota pada tahun [[1696]], kini menjadi Gereja Sion di Jl. P. Jayakarta. Keturunan Portugis ini juga diberi lahan bertani di daerah yang kini disebut daerah Tugu. Pada abad ke-18 ini [[VOC]] membebaskan imam-imam Katolik untuk singgah di Batavia untuk melayani umat-umat, baik yang keturunan Portugis maupun juga pegawai [[VOC]]. Barulah pada masa kekuasaan [[Herman Willem Daendels]], umat [[Katolik]] diizinkan untuk merayakan [[misa]] secara terbuka, yang dimulai dengan didirikannya [[Prefektur apostolik|Prefektur Apostolik]] Batavia, yaitu pecahan dari Prefektur Apostolik Kepulauan Samudera Hindia (saat ini [[Keuskupan Saint-Denis di Réunion]]), pada tahun 1807. [[Daendels]] juga memberikan Gereja Katolik resmi pertama di Batavia pada tahun [[1810]] bertempat di Gang Kenanga Utara, daerah Senen sekarang (yang telah dibongkar pada tahun [[1989]]). Pada tahun [[1830]] Gubernur Jenderal Du Bus de Ghisignies menghibahkan tempat kediaman komandan tentara dan wakil gubernur jenderal kepada [[Prefektur Apostolik]] [[Batavia]]. Di lahan inilah kini berdiri [[Gereja Katedral Jakarta]].
! Posisi !! Nama
 
|-
Secara resmi prefektur apostolik ditingkatkan menjadi [[Vikariat Apostolik]] [[Batavia]] pada tanggal [[3 April]] [[1842]] yang meliputi seluruh wilayah [[Hindia Belanda]], dengan vikaris apostolik pertamanya, Mgr. [[Jacobus Grooff]], yang dilantik pada tanggal 20 September 1842. Pada periode [[1855]] hingga [[1948]] wilayah Vikariat Apostolik Batavia semakin menyempit dengan didirikannya berbagai vikariat apostolik yang baru di luar [[Jawa]] dan di pulau [[Jawa]] sendiri.
| Uskup Agung Jakarta || [[Ignatius Suharyo|Ignatius ''Kardinal'' Suharyo]]
 
|-
Pada tahun [[1856]] [[suster|suster-suster]] [[Ursulin]] mendirikan biara susteran pertama ''Groot Kloster'' di Batavia di Jl Juanda dilanjutkan biara keduanya ''Klein Klooster'' di Jl Pos pada tahun [[1859]] diikuti biara-biara [[Ursulin]] lain di daerah Jatinegara dan Kramat. [[suster|Suster-suster]] dari [[Carolus Borromeus]] membuka [[Rumah Sakit Sint Carolus]] pada tahun [[1919]]. Saat-saat awal tersebut, imam-imam [[Jesuit]]lah yang menyelenggarakan karya pastoral di wilayah [[Batavia]] baru kemudian dibantu oleh imam-imam [[Fransiskan]] pada tahun [[1929]] dan imam-imam dari [[Misionaris Hati Kudus]] (MSC) tahun 1932. Dalam bidang pendidikan, imam-imam [[Yesuit]] mendirikan Perkumpulan Strada tahun [[1924]]. Sekolah pertamanya dibuka tahun itu juga di daerah Gunung Sahari. Pada tahun [[1927]] Perkumpulan Strada mendirikan sekolah menengah berasrama di Menteng yang kemudian menjadi [[Kolese Kanisius]] pada tahun [[1932]].
| Vikaris Jenderal || R.D. Samuel Pangestu
 
|-
Pada masa pendudukan [[Jepang]], Vikaris Apostolik Batavia saat itu Mgr. P. Willekens S.J. mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik pada masa sulit tersebut.
| Vikaris Episkopal || R.P. Yusup Edi Mulyono, S.J.
 
|-
Setelah Indonesia merdeka, [[Gereja Katolik]] mulai berkembang kembali. Jumlah umat semakin bertambah, demikian juga dengan jumlah [[paroki]]. Paroki Mangga Besar didirikan tahun [[1946]], paroki di Jl. Malang tahun [[1948]], paroki [[Tangerang]] tahun [[1948]]. Pada tanggal [[7 Februari]] [[1950]], nama Vikariat Apostolik Batavia diubah menjadi Vikariat Apostolik Djakarta dengan 12 paroki. Status Vikariat Apostolik kemudian ditingkatkan menjadi [[Keuskupan Agung]] Djakarta pada tanggal [[3 Januari]] [[1961]] dengan 2 keuskupan sufragan yaitu: [[Keuskupan Bandung]] dan [[Keuskupan Bogor]]. Keuskupan saat itu memiliki 16 paroki. Pada Sesuai dengan perubahan ejaan bahasa, nama Keuskupan Agung Djakarta diubah menjadi Keuskupan Agung Jakarta pada tanggal [[22 Agustus]] [[1973]]. Saat itu, jumlah paroki di keuskupan ini adalah 23 buah. Pada tahun [[1980]] terdapat 34 paroki, pada tahun [[1988]] terdapat 39 paroki, pada tahun [[1990]] terdapat 40 paroki, dan pada [[2002]] sudah terdapat 53 paroki dengan 411.036 orang umat yang dilayani oleh 277 imam. Pada tahun 2007 diperingati 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta. Saat itu sudah terdapat [[60]] paroki. Puncak Perayaan Agung 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta diselenggarakan di Istora Senayan pada tanggal 26 Mei 2007, yang dihadiri pula oleh sebagian besar para uskup di Indonesia.
| Vikaris Yudisial || R.D. Stefanus Tommy Octora Agung Surya
|-
| Sekretaris || R.D. Vincentius Adi Prasojo
|-
| Wakil Sekretaris: || R.D. Thomas Ulun Ismoyo
|-
| Ekonom || R.D. Michael Wisnu Agung Pribadi
|-
| Kepala Kantor Manajemen Aset || R.D. Albertus Ary Dianto
|-
| Pastor Kepala Katedral || R.P. Albertus Hani Rudi Hartoko, S.J.
|}
 
== Paroki ==
Baris 173 ⟶ 197:
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pustaka ==
* {{citation
Baris 182 ⟶ 207:
|publisher = [[Konferensi Waligereja Indonesia]]
|language = {{id}}}}
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.kaj.or.id Keuskupan Agung Jakarta]
Baris 187 ⟶ 213:
* {{id}} [http://www.imankatolik.or.id/kaj.html Jadwal Misa Keuskupan Agung Jakarta]
{{Keuskupan Agung Jakarta}}
 
{{Keuskupan di Indonesia}}