Pengguna:Afif Brika1/sandbox: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
←Mengosongkan halaman
Tag: Mengosongkan Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(21 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Marga''' adalah pembagian wilayah administratif tradisional yang pernah ada di [[Sumatera Selatan]] dan sekitarnya. Sistem marga dipakai pada masa [[Kesultanan Palembang]] yang berlanjut pada masa kolonial Belanda hingga pembubarannya pada tahun 1983 di masa [[Orde Baru]]. Marga adalah [[masyarakat adat]] yang terikat secara budaya dan berhak menjalankan sistem pemerintahan tersendiri sesuai hukum adat. Marga merupakan satu kesatuan teritorial dan genealogis (keturunan). Marga dipimpin oleh seorang "[[pesirah]]" dan di dalam marga terdiri atas berbagai dusun.<ref name=rahmat>{{Cite journal|title=PENAMAAN MARGA DAN SISTEM SOSIAL PEWARISAN MASYARAKAT SUMATERA SELATAN|journal=Jurnal Kebudayaan|url=https://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/index.php/kebudayaan/article/download/204/pdf|last=Muhidin|first=Rahmat|issue=2|volume=13|pages=161-175|publisher=Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|year=2018}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.kompas.com/stori/read/2023/02/24/180000879/sistem-pemerintahan-tradisional-di-sumatera-selatan?page=all|title=Sistem Pemerintahan Tradisional di Sumatera Selatan|date=2023-02-24|access-date=2024-06-25|website=kompas.com|last=Jumaidi|first=Susanto|last2=Indriawati|first2=Tri}}</ref>
 
Sistem marga mulai melemah dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan dibubarkan secara resmi melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem Marga di Sumatera Selatan. Sebagai gantinya, dusun diubah statusnya menjadi [[desa]] dengan kerio diangkat sebagai [[kepala desa]]. Di sisi lain, Pesirah dan instrumen marga dipecat secara hormat dan diberi uang penghargaan atas jasanya. Undang-undang ini bertujuan untuk menyelaraskan sistem administrasi di Indonesia. Terdapat 193 marga yang dihapuskan dan lebih dari 2000 desa diresmikan.<ref name=aksarapena>{{Cite book|title=Jalan Kembali ke Sistem Marga di Sumatera Selatan|url=https://repository.unsri.ac.id/109858/1/Buku_Dedi_Irwanto_Sejarah_Marga_Maret2023.pdf|last=Istianda|first=Meita|publisher=Aksara Pena|isbn=978-623-8099-02-3|location=Palembang|last2=Irwanto|first2=Dedi|last3=Giyanto|year=2023}}</ref>
 
== Sistem pemerintahan ==
Pada masa Kesultanan Palembang, sistem pemerintahan marga memiliki dasar hukum yaitu [[Undang-Undang Simbur Cahaya]]. Dalam peraturan tersebut, marga membawahi beberapa dusun sedangkan dusun membawahi beberapa kampung. Marga dipimpin oleh seorang "[[pesirah]]" yang membawahi berbagai kepala dusun atau "kerio". Kerio yang berada di desa tempat pesirah tinggal disebut "pembarap" yang bertugas menggantikan pesirah jika berhalangan hadir. Kampung pada suatu dusun dipimpin oleh "penggawa". Pasirah dan kerio dibantu oleh "penghulu" dan "khatib" dalam bidang keagamaan. Sedangkan "kemit marga" dan "kemit dusun" membidangi urusan keamanan. Di dalam marga juga terdapat "dewan marga" yang memiliki fungsi pengawasan terhadap pesirah dan dapat membuat peraturan adat yang berlaku di marga.<ref name=rahmat></ref>
 
Belanda berhasil menguasai Kesultanan Palembang dan membubarkannya di tahun 1823 yang kemudian diganti dengan sistem pemerintahan kolonial. Pemerintah kolonial menerapkan kebijakan sentralistis untuk tingkat tertinggi namun di tingkat terendah diterapkan kebijakan [[desentralisasi|desentralistis]]. Dalam kebijakan desentralisasi tersebut, sistem marga yang ada sebelumnya masih dipertahankan, namun dimodifikasi agar selaras dengan kepentingan Belanda. Salah satunya adalah menyelaraskan kesatuan daerah terkecil yang beranekaragam di Sumatera Selatan menjadi sistem marga, seperti ''kebuwaian'' yang dipakai di daerah [[Suku Ogan|Ogan]] dan [[Suku Komering|Komering]], ''sumbay'' di [[Suku Pasemah|Pasemah]], dan ''petulai'' di daerah [[Suku Rejang|Rejang]]. Kebijakan lainnya adalah melakukan pemekaran marga dan pembentukan kas atau dana marga yang diambil dari berbagai sumber seperti pajak, hasil produksi, dan penyewaan tanah.<ref name=aksarapena></ref>
 
Dalam hierarki pemerintahan [[Hindia Belanda]] di Sumatera Selatan, marga adalah sistem pemerintahan yang terendah sehingga langsung berurusan dengan rakyat. Marga berada di bawah ''onder distrik'' yang dipimpin "asisten demang", sedangkan ''onder distrik'' berada di bawah ''distrik'' yang dipimpin oleh "demang". Demang dan asisten demang merupakan warga pribumi dan mereka menjalankan tugas dari kepala ''onderafdeeling'' yang disebut "asisten kontrolir". Kemudian di tahun 1930, onderdistrik dan distrik dibubarkan sehingga marga berada langsung dibawah ''onderafdeeling''. Pesirah yang berjasa kepada pemerintahan Belanda mendapat gelar "Depati" atau "Pangeran".<ref name=aksarapena></ref>
 
== Daftar marga ==
Berikut ini adalah marga-marga yang pernah ada di Sumatera Selatan dan sekitarnya:<ref>{{Cite book|title=Daftar Nama Marga/Fam, Gelar Adat dan Gelar Kebangsawanan Di Indonesia|url=http://digilib.isi.ac.id/3021/1/daftar%20nama.pdf|last=Kurniawati|first=R. Deffi|publisher=Perpustakaan Nasional RI|isbn=978-979-008-495-7|location=Jakarta|last2=Mulyani|first2=Sri|year=2012}}</ref>
 
{| class="wikitable sortable mw-collapsible"
!No.
!Provinsi
!Daerah
!Daftar marga
|-
|1
|Sumatera Selatan
|Ogan Ulu
|1) Adji, 2) Bindung Langit Lawang Kulon, 3) Lubai Suku II, 4) Lubuk Batang, 5) Ngabihi IV, 6) Proatin IV Suku I, 7) Rambang Kapak Tengah, 8) Samikrian, 9) Semidang, 10) Sosoh Buay Rayap, 11) Temenggung
|-
|}
 
== Ref ==
{{reflist}}