Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
perbaikan pengetikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox royalty
| embed =
| name = Pangeran Diponegoro Jogjakarta
| image = Diponegoro.jpg
| image_size = 220px308px
| caption = Lukisan Pangeran Diponegoro
| title = Sultan Abdul Hamid Kabirul Mukminin Sayyidin Paneteg Panatagama Kalifatu Rosulillah ing Tanah Jawa
Baris 47:
Sejarah mencatat Perang Diponegoro atau Perang Jawa dikenal sebagai perang yang menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia, yakni 8.000 korban serdadu Hindia Belanda, 7.000 pribumi, dan 200 ribu orang Jawa serta kerugian materi 25 juta gulden. Sebagai konversi 1 gulden merupakan uang yang setara dengan satu gram emas sebagai persamaan, dan saat itu total pendapatan pemerintah Hindia Belanda per tahunnya adalah 2 juta gulden maka perang ini menghabiskan 10 tahun APBN Belanda dalam 5 tahun.
 
Perang Jawa berakhir setelah para pemimpinnya menyerahkan diri atau ditangkap oleh Belanda. Pangeran Diponegoro ditangkap dandi dibawaMagelang keketika Magelangmelakukan silaturahmi Idul Fitri atas perintah Jenderal De Kock. Ia kemudian diasingkan ke Manado dan Makassar hingga akhir hayatnya.
 
== Kehidupan awal ==
Diponegoro lahir di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] pada tanggal 11 November 1785 dari ibu yang merupakan seorang selir (''garwa ampeyan''), bernama [[R.A. Mangkarawati]], dari [[Pacitan]] dan ayahnya bernama Gusti Raden Mas Suraja, yang di kemudian hari naik takhta bergelar [[Hamengkubuwana III]].<ref name=":0">{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/memenuhi-ramalan-pangeran-diponegoro-DW1RP|title=Memenuhi Ramalan Pangeran Diponegoro|last=|first=|date=|website=Historia|language=id|access-date=2020-03-20|archive-date=2022-08-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20220827135752/https://historia.id/politik/articles/memenuhi-ramalan-pangeran-diponegoro-DW1RP|dead-url=yes}}</ref> Pangeran Diponegoro sewaktu dilahirkan bernama Bendara Raden Mas Mustahar, kemudian diubahsetelah dewasa menjadi Bendara Raden Mas Antawirya.<ref>{{Cite news|url=https://tirto.id/intrik-keraton-dan-misteri-kematian-sultan-hamengkubuwana-iv-cAS4|title=Intrik Keraton dan Misteri Kematian Sultan Hamengkubuwana IV|last=Raditya|first=Iswara N|newspaper=tirto.id|language=id-ID|access-date=2017-12-06}}</ref>
 
Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pribadi yang cerdas, banyak membaca, dan ahli di bidang hukum Islam-Jawa.<ref name=":0" /> Dia juga lebih tertarik pada masalah-masalah keagamaan ketimbang masalah pemerintahan keraton dan membaur dengan rakyat. Sang Pangeran juga lebih memilih tinggal di [[Tegalrejo, Yogyakarta|Tegalrejo]], berdekatan dengan tempat tinggal eyang buyut putrinya, yakni Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo, permaisuri dari Sultan [[Hamengkubuwana I]], daripada tinggal di [[keraton]] sejak kecil Diponegoro sudah sanggat dekat dengan rakyat dan para santri, dalam [[Babad Diponegoro]] di jelaskan kalau semasa kecil Diponegoro di ajarkan menanam padi dan kegiatan rakyat lainnya oleh neneknya di tegal rejo yang menjadikan Diponegoro muda sangat dekat dengan rakyat dan mengerti penderitaan rakyat jawa di bawah tekanan pemerintah kolonial Hindia Belanda.<ref name=":9">{{Cite web|last=|first=|date=2017-12-23|title=Pangeran Diponegoro Komandan Perang Jawa|url=https://tagar.id/pangeran-diponegoro-komandan-perang-jawa|website=Tagar.id|language=id|access-date=2020-03-21}}</ref>
Baris 73:
Pada 27 Februari 1807, Pangeran Diponegoro kembali menikah untuk kedua kalinya dengan putri dari Raden Tumenggung Natawijaya III, seorang bupati dari Panolan Jipang, Kesultanan Yogyakarta, bernama Raden Ajeng Supadmi, itupun atas permintaan Sultan [[Hamengkubuwana III]].<ref name=":8" /> Diponegoro kemudian bercerai tiga tahun setelah pernikahannya tersebut dan dianugerahi seorang anak bernama Pangeran Diponingrat, yang memiliki sifat arogan menurut Putra Diponegoro II.<ref name=":8" />
 
Pernikahan ketiga terjadi pada tahun 1808 dengan R.A. Retnadewati, seorang putri kiai di wilayah selatan Yogyakarta. Istri pertama dan ketiga Pangeran, yakni Madubrongto dan Retnadewati meninggal ketika Diponegoro masih tinggal di Tegalrejo. Sang Pangeran kemudian menikah kembali pada tahun 1810 dengan Raden Ayu Citrawati, puteri dari Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika dengan salah satu isteri selir. Namun, sang istri Raden Ayu Citrawati meninggal tidak lama setelah melahirkan anaknya, akibat kerusuhan di Madiun. Sang bayi kemudian diserahkan kepada Ki Tembi untuk diasuh dan diberi nama Singlon (nama samaran) dan terkenal dengan nama Raden Mas Singlon.<ref name=":17">{{Cite web|url=http://diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id/biography/|title=Biografi terkait Diponegoro|last=|first=|date=|website=diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id|access-date=2020-03-22|archive-date=2020-03-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20200322105747/http://diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id/biography/|dead-url=yes}}</ref>
 
Pangeran kembali menikah kelimakeempat kalinya pada 28 September 1814 dengan Raden Ayu Maduretno, putri dari Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretna (putri Hamengkubuwana II). Sang istri, Raden Ayu Maduretno merupakan saudara seayah dengan [[Sentot Prawirodirdjo|Sentot Prawiradirdja]], tetapi lain ibu. Raden Ayu Maduretno diangkat menjadi permaisuri bergelar Kanjeng Ratu Kedaton I pada 18 Februari 1828, ketika Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai Sultan Abdulhamid. Pada Januari 1828, sang Pangeran kembali menikah untuk keenamkelima kalinya dengan Raden Ayu Retnoningrum, putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II. KetujuhPernikahan menikahkeenam dengan Raden Ayu Retnaningsih, putri Raden Tumenggung Sumaprawira, seorang bupati Jipang Kepadhangan,; danpernikahan kedelapan dengan R.A. Retnakumala, putri Kiai Guru Kasongan.<ref name=":17"/><ref>{{Cite web|url=https://daerah.sindonews.com/read/1103524/29/kisah-pangeran-diponegoro-dan-wanita-wanita-di-sekelilingnya-1461424872|title=Kisah Pangeran Diponegoro dan Wanita-wanita di Sekelilingnya|website=SINDOnews.com|language=id-ID|access-date=2020-03-22}}</ref>
 
Dari hasil beberapa kali pernikahannya tersebut, Pangeran Diponegoro memiliki 1211 putra dan 5 orang putri, yang saat ini seluruh keturunannya tersebut hidup tersebar di berbagai penjuru dunia, termasukdi antaranya [[Jawa]], [[Madura]], [[Sulawesi]], [[Maluku]], [[Australia]], [[Serbia]], [[Jerman]], [[Belanda]], dan [[Arab Saudi]].<ref>{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/regional/read/2493678/pangeran-diponegoro-dan-wanita-wanita-cantik|title=Pangeran Diponegoro dan Wanita-wanita Cantik|last=|first=|date=2016-04-27|website=Liputan6.com|language=id|access-date=2020-03-22}}</ref>
 
Pangeran Diponegoro juga dikenal sebagai pribadi yang suka melucu dan bercanda, meski lebih banyak menghabiskan hidup di pengasingan. Terkadang, dia sangat benci dengan komandan tentaranya yang dianggapnya pengecut.<ref name=":1" />
 
Pangeran Diponegoro memiliki kemampuan berbahasa Jawa meski ia tak pandai menulis aksara Jawa{{Sfn|Carey|2008|p=109}}, sedikit [[bahasa Melayu]], dan sedikit [[bahasa Belanda]]. Namun, sebisa mungkin ia menghindari berbicara dalam bahasa Melayu, yang menurutnya seperti ''<nowiki/>'basa pitik''' (bahasa ayam) sehingga tak ada satupun pemimpin Jawa yang ingin mendengarnya.{{Sfn|Carey|2008|p=109}} Dengan kata lain ia memandang rendah status bahasa Melayu yang saat itu digunakan untuk perdagangan dan komunikasi (''[[Basantara|lingua franca]]'') antara orang pribumi dan orang Eropa.
 
== Kehidupan sebagai pangeran ==
Baris 105 ⟶ 107:
 
=== Sumpah Ati Rata ===
Sebelum dimulainya perang, Pangeran Dipanegara mendapatkan dukungan dari Sunan [[Pakubuwana VI]] (PB VI)/ [[Pakubuwana VI|R.M. SaparanSapardan]], dan dibantu oleh [[Prawiradigdaya|Tumenggung Prawiradigdaya]]/ [[Prawiradigdaya|R.M. Panji Yudha Prawira]] bupati Gagatan saat itu. Tanggal 23 Mei 1823, Pangeran Dipanegara menggalang kekuatan dengan para alim ulama dan tokoh-tokoh yang berpengaruh di wilayah Mataram. Orang pertama yang dikunjungi adalah Kiai Abdani dan Kiai Anom di [[Bayat, Klaten|Bayat]], [[Kabupaten Klaten|Klaten]], selanjutnya bersama Pangeran Mangkubumi menemui Kiai Maja, kiai kepercayaan Pakubuwana IV. Kemudian dengan diantar Kiai Maja, Pangeran Dipanegara menemui Tumenggung Prawiradigdaya di Gagatan. Tumenggung Gagatan adalah kepercayaan Susuhunan Pakubuwono VI. Pada tahun 1824, atas saran Kiai Maja dan Tumenggung Prawiradigdaya, Pangeran Dipanegara menemui Susuhunan Pakubuwana VI. Ternyata Raja Surakarta ini, sangat mendukung perjuangan pamannya. Ia tidak hanya memberi dukungan dalam bentuk dana perang, tapi juga pasukan-pasukan Keraton dan para Senopati terpilih disediakan.<ref>{{Cite web|last=Al Latif|first=Ibnu Khan|date=2010-04-22|title=Ibnu Khan al Latif: Menelusuri KRT. Prawirodigdoyo (I)|url=http://ibnukhan.blogspot.com/2010/04/menelusuri-krt-prawirodigdoyo-i.html|website=Ibnu Khan al Latif|access-date=2023-03-02}}</ref> Dukungan tersebut dideklarasikan dalam [https://www.solopos.com/siasat-perang-jawa-lahir-dari-sumpah-ati-roto-begini-cerita-sejarahnya-1228016 Sumpah Ati Rata] (Sumpah Hati Rata) pada Rabu Wage 17 Pasa 1239 H/ 1752 J (5 Mei 1825), bertempat di tempat yang saat ini masuk ke Dk. Gagatan ([[Ketoyan, Wonosegoro, Boyolali|Ketoyan]], [[Wonosegoro, Boyolali|Wonosegoro]], [[Kabupaten Boyolali|Boyolali]]). Ketiganya adalah tokoh penting (tritunggal) di balik siasat [[Perang Diponegoro|Perang Dipanegara]]. Tempat dilakukannya Sumpah Atirata ini saat ini dinamakan Pesanggrahan Dinrah. Isi Sumpah Atirata adalah: Ha. Setya Bekti Ing Gusti Hangayomi Sapadanig Urip Rila Lega Ing Pati. Na. Hamikukuhi Tan Kena Hamabuang Tilas Tan Gawe Wisuna. Ca. Tan Ngowahi Naluri Tanah Jawa Dadi Raharja.<ref>{{Cite web|last=Purnama Aji|first=Ardhiatama|date=2019-04-14|title=Sejarah Lisan Meletusnya Perang Diponegoro di Boyolali|url=https://kalamkopi.wordpress.com/2019/04/15/meletusnya-perang-diponegoro-di-boyolali-dalam-sejarah-lisan/|website=Kalamkopi|language=id|access-date=2023-03-02}}</ref>
 
==== Dukungan Sunan Pakubuwana VI ====