Tridharma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Faredoka (bicara | kontrib)
Faredoka (bicara | kontrib)
 
(17 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 7:
}}
{{Buddhisme|aliran}}
'''Tridharma''' atau '''Tridarma''' ([[Hanzi]]: 三教, [[hanyu pinyin]]: '''Sān jiào'''), adalah sebuah [[kepercayaan tradisional Tionghoa]] yang didasari pada [[sinkretisme]] pemikiran [[Taoisme]], [[Konfusianisme]], dan [[Buddhisme]]. Tridharma disebut '''Sam Kauw''' dalam [[bahasa Hokkien]], secara harfiah berarti '''tigaTiga ajaranAjaran'''. Tiga ajaran yang dimaksud adalah [[Taoisme]], [[Buddhisme]], dan [[Konfusianisme]]. Ketiga ajaran filosofis ini memengaruhi [[kebudayaan Tionghoa]] dan sejarah [[Tiongkok]] sejak 2500 tahun lalu.
 
Di Indonesia, Tridharma digolongkan sebagai bagian dari majelis agama [[Buddhisme|agama Buddha]] dalamdi Majelisbawah AgamaBinaan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha TriKementrian Agama DharmaRepublik (MAGABUTRI)Indonesia.<ref>{{Cite web|last=Bekasi|first=Magabutri|title=Magabutri Daerah Bekasi|url=https://www.facebook.com/majelisdaerahbekasi/|website=Facebook}}</ref>

Beberapa tempat ibadah Tridharma yang ada di Indonesia antara lain Vihara Sui Kheu Thai Pak Kung ([[Kota Singkawang]]), Kelenteng Kwan Sing Bio ([[Tuban, Tuban|Tuban]]), Kelenteng Tay Kak Sie ([[Kota Semarang]]), dan Vihara Bodhisatva Karaniya Metta/Kelenteng Tiga ([[Kota Pontianak]]).
 
== Definisi dan etimologi ==
Baris 19 ⟶ 21:
 
=== San Jiao di Tiongkok ===
Istilah Tridharma (San Jiao) muncul pada masa Dinasti Donghan (sekitar Abad I) setelah [[agama Buddha]] masuk ke Negerinegeri [[RRT|Tiongkok]]. Sebenarnya Buddhisme merupakan ajaran pertama yang berbentuk lembaga keagamaan yang pertama kali hadir di Tiongkok, setelah itu barulah Taoisme (Dao Jiao) dan Konfusianisme (Ru Jiao). Namun, pada zaman itu, urutan kronologis ''San Jiao'' ditetapkan oleh kaisar sebagai agama Ru, Dao, dan Buddha.<ref name="matrisia">Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. ''Pengetahuan Umum tentang Tridharma'', hal. 11. Semarang: Penerbit Benih Bersemi.</ref>
 
Semenjak awal mula masuknya Buddhisme ke Tiongkok, berbagai usaha untuk menyatukan ketiga ajaran tersebut sudah diusahakan. Sepanjang sejarah Tiongkok, hubungan antara ketiga ajaran tersebut memang tidak selalu mulus, tetapi hal itu umumnya diakibatkan ulah para penguasa yang menjadikannya sebagai komoditas politik. Cerita si"Si keraKera saktiSakti" ([[Sun Go Kong]]) yang cukup terkenal di Indonesia sangat kental bernuansa [[Taoisme]] (ilmu gaib, roh dan, siluman, dan berbagai simbol Taoisme lainnya), tetapi kisahnya menceritakan perjalanan Biksubiksu [[Xuanzang|Tang Xuanzang]] ([[Fujian]]/Hokkian: Tong Sam Cong) ke India untuk mengambil Kitab Suci Buddhis. Sedangkan penulisnya sendiri, Wu Cheng'en, adalah seorang sastrawan Konfusianis. Pengaruh ketiga ajaran sudah bercampur sedemikian rupa sehingga sebelum Tahuntahun 1949, setiap kegiatan masyarakat [[RRT|Tiongkok]] Daratan berpedoman rambu-rambu ''San Jiao''. Akibatnya, orang Barat sampai berpendapat: "''orang Tionghoa itu dibesarkan dalam pendidikan Konfusianis, saat dewasa menjadi Buddhis, dan setelah lanjut usia tertarik pada ajaran [[Laozi]]''."<ref name="matrisia"/>
 
Setelah paham Komunis[[Komunisme|komunis]] memasuki Tiongkok, pengaruh ''San Jiao'' di Tiongkok daratanDaratan memudar, tetapi tetap eksis di Taiwan, Hong Kong, Macau, Singapura, Indonesia, dan negara-negara lain dimanayang memiliki banyak bermukimpopulasi masyarakat TiongkokTionghoa perantauan. Kini, di Indonesia, San Jiao (Sam Kauw) resmi disebut Tridharma, sedangkan klenteng diakui sebagai badan keagamaan yang disebut sebagai ''"Tempat Ibadah Tri Dharma''" (disingkat TITD). Penetapan tersebut diberlakukan oleh Menteri Agama R.I.Republik Indonesia pada tanggal 19 November 1979.<ref name="matrisia"/>
 
=== Tridharma di Indonesia ===
Tridharma di Indonesia kembali bangkit berkat usaha yang dirintis oleh [[Kwee Tek Hoay]] adalah tokoh Buddha Tri Dharma di Indonesia, dan dikenal sebagai '''Bapak Tridharma Indonesia'''. Ia memprakarsai berdirinya [[Sam Kauw Hwee]] atau "''Perkumpulan Tiga Agama''" di Jakarta pada tahun 1920-an, serta mendirikan "Penerbitan & Percetakan Moestika" yang menerbitkan [[Majalah Moestika Dharma]] yang banyak mengupas ajaran Buddha, Khong Hu Cu, Lo Cu, bahkan ajaran agama lain. ''Sam Kauw Hwee'' bersifat ''Indonesia-sentris'', yaitu dibangun dan diciptakan di Indonesia meskipun ketiga ajarannya berasal dari luar Indonesia.<ref name="singgih"/> Selain Kwee, The Boan An, yang kelak menjadi seorang bhiksubiksu dengan nama [[Ashin Jinarakkhita]], juga pada awalnya aktif di perkumpulan Sam Kauw. Tokoh Tri Dharma lainnya adalah Asoka yang kemudian ditahbiskan menjadi Bhikkhu Sri Subalaratano. Perbedaannya, Ashin Jinarakkhita mendirikan Sangha Agung Indonesia disingkat (SAGIN) dengan semangat [[Majelis Buddhayana Indonesia|Buddhayana]], sedangkan Sri Subalaratano bergabung dalam [[Sangha Theravada Indonesia]] disingkat (STI).
 
== Pemujaan ==
{{Lihat pula|Tanpa roh}}
Tradisi orang Tionghoa semenjak zaman purbakala sampai kini adalah ''memuja Roh'' ('''Bai Shen'''). Roh-roh yang dipuja itu pada mulanya adalah arwah para leluhur ('''Di'''), Roh Tanah ('''She'''), Roh Padi-Padian ('''Ji'''), Roh Langit ('''Tian'''), Roh Bumi ('''Di'''), hingga meluas ke Roh seisi alam semesta. Mereka percaya bahwa-Roh-Roh itu bisa membantu keberadaan manusia apabila dihormati. Itulah kepercayaan [[Animisme]] dan [[Dinamisme]] yang umum dijumpai pada semua masyarakat purba di muka bumi. Meskipun kepercayaan semacam itu sebagian besar sudah luntur pada masa modern ini, tetapi pada Bangsa Tionghoa masih tetap bertahan dan berkembang. Bahkan masuknya agama Buddha dan lahirnya agama Tao di serta Konghucu [[RRT|Tiongkok]] makin menambah banyaknya Roh-Roh pujaan. Roh Pujaan itu disebut '''Shen Ming''' (''Roh Suci''). Untuk lebih memusatkan perhatian pada pemujaan, dibuatlah patung sebagai lambang dari Roh tersebut.<ref name="matrisia"/>
 
Tradisi orang Tionghoa semenjak zaman purbakala sampai kini adalah ''memujapemujaan terhadap Roh'' ('''Bai Shen'''). Roh-roh yang dipuja itu pada mulanya adalah arwah para leluhur ('''Di'''), Roh Tanah ('''She'''), Roh Padi-Padian ('''Ji'''), Roh Langit ('''Tian'''), Roh Bumi ('''Di'''), hingga meluas ke Roh seisi alam semesta. Mereka percaya bahwa roh-Roh-Rohroh itu bisa membantu keberadaan manusia apabila dihormati. Itulah kepercayaan [[Animisme]] dan [[Dinamisme]] yang umum dijumpai pada semua masyarakat purba di muka bumi. Meskipun kepercayaan semacam itu sebagian besar sudah luntur pada masa modern ini, tetapi pada Bangsabangsa Tionghoa masih tetap bertahan dan berkembang. Bahkan, masuknya agama Buddha dan lahirnya agama Tao di serta Konghucu di [[RRT|Tiongkok]] makin menambah banyaknya Rohroh-Rohroh pujaanyang dipuja. Roh Pujaan-roh itu disebut '''ShenRoh Ming'''Suci (''RohShen SuciMing''). Untuk lebih memusatkan perhatian pada pemujaan, dibuatlah patung sebagai lambang dari Rohroh-roh tersebut.<ref name="matrisia" />
Dalam pengertian umum, ''memuja'' biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi derajatnya. Namun bagi orang Tionghoa, ''memuja roh'' berarti: "upaya untuk mengormati keberadaan roh, dan untuk berhubungan dengannya". Oleh karena itu, tujuan pemujaan di Klenteng menjadi beraneka rupa.<ref name="matrisia"/>
 
Kendati demikian, [[Buddhisme]] menolak eksistensi roh atau arwah dengan ajaran tentang ''[[anatta]]'' (Pali; Sanskerta: ''anatman'') yang dianutnya. Ajaran tersebut menekankan bahwa tidak ada roh, arwah, atau diri kekal apa pun yang berdiam di dalam tubuh setiap makhluk, melainkan [[Gugusan (Buddhisme)|gugusan-gugusan]] yang membentuk kesatuan yang secara konvensional dianggap sebagai 'diri'.<ref name="gombrich4722">{{cite book|author=Richard Gombrich|year=2006|url=https://books.google.com/books?id=jZyJAgAAQBAJ|title=Theravada Buddhism|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-90352-8|page=47}}, '''Quote:''' "All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, suffering and lack of soul or essence."</ref><ref name="buswelllopez42">{{cite book|author1=Robert E. Buswell Jr.|author2=Donald S. Lopez Jr.|year=2013|url=https://books.google.com/books?id=DXN2AAAAQBAJ|title=The Princeton Dictionary of Buddhism|publisher=Princeton University Press|isbn=978-1-4008-4805-8|pages=42–43, 47, 581}}</ref><ref>{{cite book|author=Phra Payutto|year=1995|url=https://books.google.com/books?id=ffsumKIixS8C|title=Buddhadhamma: Natural Laws and Values for Life|publisher=State University of New York Press|isbn=978-0-7914-2631-9|pages=62–63|translator=Grant Olson|authorlink=P. A. Payutto}}</ref>
 
Dalam pengertian umum, ''memuja''"pemujaan" biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi derajatnya. Namun, bagi orang Tionghoa, ''memuja"pemujaan terhadap roh''"'' berarti: "upaya untuk mengormati keberadaan roh, dan untuk berhubungan dengannya"." Oleh karena itu, tujuan pemujaan di Klenteng menjadi beraneka rupa.:<ref name="matrisia"/>
 
* Untuk refleksi diri atau menyelaraskan rohani dengan alam semesta.
Baris 37 ⟶ 43:
* Untuk berterima kasih atas anugerah dalam hidup.
* Untuk memohon restu, nasihat, atau bantuan. Misalnya kepada [[Kwan Im]] dan [[Chen Fu Zhen Ren]].
* Untuk memohon kesaksian '''Shen Ming'''. Misalnya berikrar di hadapan [[Gong Zu]] [[Guan Yu|Guan Gong]] di Klenteng Tuban.
* Untuk menunjukkan rasa bakti atau kasih. Misalnya kepada arwah leluhur, keluarga, dan sahabat dalam [[Festival Qingming]].
* Untuk membantu arwah leluhur dan arwah semua makhluk hidup yang sedang berada di alam menderita. Menurut kepercayaan, arwah para penjahat atau yang tidak ikhlas pada kematiannya akan tersesat dan bergentayangan. Arwah-arwah seperti ini perlu dibantu dengan doa-doa dan persembahan, misalnya dalam ritual [[Cioko]] atau Ulambana.
 
== Hari-hari sembahyang yang penting ==
Upacara keagamaan yang diadakan di Klenteng sebenarnya berkaitan erat dengan tradisi perayaan di kalangan rakyat. Secara garis besar, ritual-ritual tersebut terbagi menjadi tiga bagian.<ref name="matrisia"/>
Baris 60 ⟶ 65:
* Festival Jiang Tian Gong (Kheng Thi Kong) untuk berterima kasih kepada Thian (Tuhan) atas keselamatan dari pembantaian yang dilakukan pasukan Manzu.
 
=== Upacara peringatan hari suci '''Shen Ming''' (Roh Suci) ===
 
* Festival La Ji untuk menghormati [[Shennong]] (Dewa Pertanian) yang dibantu kucing dan harimau mengamankan lahan pertanian. Imlek bulan 12.
* Festival Wei Ya (Bwee Ge), mengungkapkan syukur kepada [[Tu Di Gong]] (Dewa Bumi). Imlek tanggal 16 bulan 12.
Baris 69 ⟶ 73:
* Hari Suci Kelahiran [[Fu De Zheng Shen|Hok Tek Cin Sin]], Imlek tanggal 02 bulan 02.
* Hari Suci Kelahiran [[Guang Ze Zun Wang|Kong Tek Cun Ong]], Imlek Tanggal 22 bulan 02.
*
*
*
 
== Referensi ==