Petungsewu, Wagir, Malang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah penjelasan terperinci latar belakang dan geografis desa Petungsewu Wagir
sejarah desa Petungsewu Wagir
 
(11 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 13:
|kepadatan =673,61 jiwa/km²
}}
'''Petungsewu''' adalah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Wagir, [[Kabupaten Malang|Kabupaten Malang,]] [[Jawa Timur|Provinsi Jawa Timur]], [[Indonesia]]. Yang berada sekitar 15,7 Km dari Kota Malang.  Dusun yang terdapat di dalamnya antara lain Dusun Durenan, Petungsewu, Codo, Sengonrejo, dan Codoledok. Desa tersebut terkenal dengan tanaman bambunya karena tanaman tersebut mendominasi ekosistem tumbuhan yang berada di desa ini sehingga pada tahun 1918 nama Petungsewu terpilih untuk desa tersebut. Petung berasal dari nama bambu yang tumbuh banyak di sana.  Sementara Sewu adalah bahasa Jawa dari seribu, nominal tersebut merupakan jumlah petung yang ada di desa tersebut.
 
Desa Petungsewu terkenal menjadi  sentra pembuatan dupa.  Selama ini Dupa tersebut dipasarkan ke Pulau Bali. Hal tersebut karena banyak penduduk desa tersebut yang beragama Hindu. Secara Administratif daerah ini masuk dalam Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Baris 34:
 
Mayoritas penduduk Desa Petungsewu memeluk agama Islam, meskipun terdapat juga sebagian kecil yang beragama Hindu. Desa ini memiliki curah hujan rata-rata sekitar 21.158 mm per tahun yang mendukung pertanian dan kegiatan berbasis sumber daya alam.
 
== Sejarah ==
Desa ini merupakan sebuah nama dari desa di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Konon katanya, sebelum ada pemukiman warga, tempat ini dulunya merupakan wilayah hutan lebat. Tanaman bambu mendominasi ekosistem tumbuhan yang hidup tempat ini. Pada tengah-tengah wilayah Desa Petungsewu terdapat serumpun bambu petung yang tumbuh dengan ruas yang sangat banyak. Bambu petung merupakan salah satu jenis bambu yang besar dan termasuk kedalam suku rumput-rumputan.
 
Nama Desa Petungsewu sendiri berawal dari 2 (dua) orang utusan dari Mataram yang bernama Mbah Gondosuto dan Mbah Singowarso. Beliau singgah di desa tersebut dan mendapati tanaman bambu yang apabila mereka hitung berjumlah 1000 (seribu) bambu. Pada akhirnya, Desa tempat mereka singgah diberi nama Petungsewu. Petung berasal dari nama bambu yang banyak ditemukan di sana. Sementara itu, ''sewu'' adalah Bahasa Jawa dari seribu, nominal untuk simbol banyaknya petung tersebut.
 
== Masyarakat ==
 
=== Agama ===
Mayoritas penduduk Desa Petungsewu menganut agama Islam, dengan persentase mencapai 75%. Kehidupan beragama di desa ini sangat harmonis, terlihat dari berbagai kegiatan keagamaan yang rutin dilaksanakan di masjid-masjid dan mushola yang tersebar di seluruh desa. Setiap hari, masjid dan mushola menjadi pusat kegiatan, mulai dari sholat berjamaah, pengajian, hingga kegiatan sosial seperti gotong royong dan bakti sosial.
Selain Islam, terdapat pula penganut agama Hindu yang membentuk sekitar 25% dari populasi desa. Penganut agama Hindu memiliki pura dan tempat ibadah mereka sendiri, di mana mereka melaksanakan upacara keagamaan dan ritual sesuai dengan tradisi mereka. Meski minoritas, mereka dapat menjalankan ibadah dengan bebas dan merasa diterima dalam komunitas desa. Selain itu, ada juga beberapa penganut agama lain, meskipun jumlahnya relatif kecil.
 
=== Populasi ===
Desa Petungsewu memiliki populasi sekitar 4.290 jiwa, dengan komposisi gender 55% laki-laki dan 45% perempuan. Penduduk desa terdiri dari berbagai kelompok usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Komunitas yang beragam ini menciptakan dinamika sosial yang kaya dan penuh semangat. Anak-anak dan remaja di desa ini mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah yang tersedia di desa, sedangkan para dewasa umumnya terlibat dalam berbagai sektor pekerjaan seperti pertanian, peternakan, perdagangan, dan jasa.
 
Komunitas Desa Petungsewu juga dikenal dengan kerjasama dan gotong royongnya. Hal ini terlihat dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya yang rutin dilaksanakan oleh masyarakatnya. Misalnya, pada saat panen raya, seluruh warga desa bergotong royong membantu proses panen hingga selesai. Begitu pula dalam kegiatan pembangunan infrastruktur desa seperti pembangunan jalan, renovasi masjid, dan pembersihan lingkungan, semua dilakukan secara bersama-sama dengan semangat kebersamaan.
 
Selain itu, Desa Petungsewu memiliki berbagai kelompok sosial dan organisasi masyarakat yang aktif. Ada kelompok ibu-ibu PKK yang sering mengadakan kegiatan arisan, pelatihan keterampilan, dan kegiatan sosial lainnya. Kelompok karang taruna yang diisi oleh pemuda desa juga sering mengadakan kegiatan olahraga, kesenian, dan kegiatan yang bertujuan untuk pemberdayaan pemuda. Tidak ketinggalan, kelompok tani dan kelompok peternak yang saling bertukar pengetahuan dan pengalaman untuk meningkatkan hasil produksi mereka.
 
Hidup berdampingan dengan rukun dan saling menghormati satu sama lain merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Desa Petungsewu. Tradisi dan budaya lokal juga tetap dilestarikan, seperti upacara adat, seni tari, dan musik tradisional yang menjadi bagian dari identitas desa. Harmoni dalam keberagaman ini menjadikan Desa Petungsewu sebagai contoh desa yang mampu mempertahankan nilai-nilai tradisional sekaligus berkembang dalam berbagai aspek kehidupan.
 
=== Sumber Daya ===
Kekayaan sumber daya alam Desa Petungsewu dipengaruhi oleh faktor geografis desa yang terletak di dataran tinggi, wilayah Desa Petungsewu didominasi oleh lahan bambu dan tebu. Selain itu, sumber daya manusia Desa Petungsewu turut dipengaruhi letak geografis tersebut sehingga mayoritas pekerjaan penduduk Desa Petungsewu terdiri dari buruh tani, pedagang, buruh pabrik, buruh bangunan, pengusaha dupa, pengrajin kayu, pengrajin bambu, peternak, tenaga pendidik, dan berbagai mata pencaharian dalam sektor pertanian lainnya.
 
=== Pendidikan ===
Desa Petungsewu memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.336 jiwa dengan 1.667 jiwa penduduk laki-laki dan 1.666 jiwa penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga di Desa Petungsewu tercatat sebanyak 1.200 kepala keluarga. Rata-rata pendidikan penduduk petungsewu merupakan tamatan Sekolah Dasar. Pada tahun 2022, sebanyak 1.625 orang menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar, 757 orang menempuh jenjang pendidikan SLTP, 427 orang pendidikan SLTA, dan 103 orang memiliki riwayat pendidikan hingga perguruan tinggi.
 
== Infrastruktur ==
Dalam pengelolaannya, pemerintah Desa Petungsewu memainkan peran penting dalam pembangunan infrastruktur di kawasan Petungsewu. Infrastruktur yang dibangun di Desa Petungsewu berbasis pada kebutuhan masyarakat. yang berarti bahwa pembangunan infrastruktur yang ada ditujukan untuk mendukung kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Pemerintah Desa Petungsewu terus berupaya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur yang baru demi kesejahteraan masyarakatnya.
 
Dalam bidang pendidikan, Desa Petungsewu memiliki 2 (dua) Taman Kanak-kanak dan 2 (dua) Sekolah Dasar. Untuk mendukung kesehatan masyarakat, Desa Petungsewu memiliki 6 (enam) Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan 1 (satu) Polindes (Pos Bersalin Desa). Untuk menjalankan pemerintahan, desa Petungsewu memiliki 1 (satu) Kantor Kepala Desa dan 1 (satu) Balai Karya. Dalam bidang keagamaan, terdapat 5 (lima) masjid yang menjadi tempat masyarakat Desa Petungsewu untuk melaksanakan kegiatan ibadah.
 
Selain daripada itu, sarana jalan di Desa Petungsewu sudah memadai untuk mendorong kegiatan mobilitas dan ekonomi masyarakat. Kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pertanian juga turut didorong melalui pembangunan sarana Irigasi pertanian dan drainase. Pemerintah Desa Petungsewu juga melakukan pengembangan jaringan internet dan telekomunikasi, air bersih dan listrik. Infrastruktur Desa Petungsewu yang berbasis pada kebutuhan masyarakat memberikan peran lebih kepada masyarakat untuk mengelola, merawat, dan mendukung pemanfaatan infrastruktur di Desa Petungsewu.
 
== Sosial Budaya ==
1] Tradisi “Selamatan Petik Pari”
 
Masyarakat desa Petungsewu mempunyai tradisi “Selamatan Petik Pari,” di mana sebagai desa dengan kebanyakan mata pencahariannya adalah petani, mereka sudah lama melaksanakan tradisi tersebut sejak zaman nenek moyang karena adanya kepercayaan bahwa terdapat penjaga lahan yang menjaga keberlangsungan lahan mereka agar tetap subur dan terhindar dari hama penyakit serta membantu menghasilkan panen yang banyak, yang disebut sebagai Dewi Sri sehingga tradisi tersebut merupakan wujud ucapan syukur atau terima kasih atas bantuan yang diberikan. Tradisi tersebut dilaksanakan pada masa panen tiba ketika padi sudah menguning. Adapun dalam tahapannya, terdapat tahap persiapan dan pelaksanaan.
 
Tahap persiapan pelaksanaan tradisi “Selamatan Petik Pari,” terdiri dari penyiapan sesajen yang disebut dengan uborampe (nasi, urap sayur, ikan, asin, telur rebus, serta aneka ragam kue tradisional). Kemudian, para tokoh adat beserta sesepuh desa bersama-sama menuju ke sawah yang siap dipanen. Setelah itu bersama para ibu-ibu, tokoh adat membawa sesajen, berupa makanan, uborampe, dan alat-alat ritual dalam berdoa. Adapun tahap pelaksanaannya adalah melakukan doa bersama (jika dipimpin oleh tokoh adat agama Islam, maka membaca doa selamat), kemudian setelahnya adalah para tokoh adat tersebut membawa sesajennya ke sawah dan diletakkan di pinggir setiap petak sawah yang selanjutnya adalah menyiram air yang sudah didoakan di setiap sudut sawah, membakar kemenyan; jerami; dan dupa yang sudah dibacakan, serta memotong seikat padi untuk kembali ke rumahnya nanti padi yang sudah diikat tersebut disimpan dalam lumbung padi.
 
2] Tradisi Peringatan 1 Suro
 
Masyarakat desa Petungsewu juga merupakan salah satu desa yang memperingati 1 Suro atau tahun baru Islam. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa rangkaian di dalamnya yang terdiri dari bersih desa serta pagelaran wayang yang dilakukan di kantor desa dan rumah kepala desa. Adapun untuk waktu pelaksanaannya dilakukan seharian mulai dari subuh hingga datang subuh kembali.
 
Keberadaan bersih desa dalam rangka menanamkan sikap persatuan dan kesatuan masyarakat desa Petungsewu serta wujud ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan keselamatan dan ketenteraman hidup masyarakat. Adapun pelaksanaan wayang kulit merupakan wujud tindakan yang dilakukan dalam rangka mempertahankan kesenian wayang kulit serta dari kesenian wayang kulit tersebut memberikan penanaman nilai dan moral yang baik terhadap masyarakat desa Petungsewu Wagir. Kegiatan memperingati 1 Suro ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa Petungsewu Wagir.
 
3] Tahlilan
 
Masyarakat desa Petungsewu pada setiap Rukun Tetangga (RT) di masing-masing dusun melakukan tahlilan di setiap hari kamis. Adapun dalam pelaksanaannya, tahlilan ibu-ibu maupun bapak-bapak dilakukan di waktu dan tempat yang berbeda. Tahlilan ibu-ibu dilakukan pada sore hari setelah ashar, sedangkan tahlilan bapak-bapak dilakukan pada malam hari setelah isya’. Keberadaan tahlilan tersebut dalam rangka tetap mempererat tali silaturahmi diantara masyarakat desa Petungsewu Wagir dan sebagai wujud syukur terima kasih terhadap Allah SWT.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==