Kesultanan Jailolo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Jurnal Ilmiah: merapikan isi artikel |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(23 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 134:
'''Kesultanan Jailolo''' adalah salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di [[Kepulauan Maluku]]. Pendirian kesultanan ini berawal dari [[Persekutuan Moti]] yang diusulkan oleh [[Sultan Sida Arif Malamo]].{{Sfn|Jalil, Laila Abdul|(2017)|p=197}} Kesultanan Jailolo adalah satu-satunya kesultanan di [[Maluku Utara]] yang pusat pemerintahannya berada di [[Pulau Halmahera]].{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=149}} Selain itu, wilayah Kesultanan Jailolo adalah salah satu sumber penghasil [[cengkih]] di [[Kepulauan Maluku]].{{Sfn|Rahman, Fadly|(2019)|p=353}} Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Pada abad ke-17, [[kesultanan]] ini mengalami keruntuhan. Wilayah-wilayahnya kemudian terbagi menjadi bagian dari [[Kesultanan Tidore]] dan [[Kesultanan Ternate]].{{Sfn|Amir dan Utomo|(2016)|p=134}}
Jauh sebelum perjanjian Moti Verbond, Kesultanan Jailolo Awal diperintah oleh '''''Seorang Ratu''''' yang menurut beberapa sumber seperti catatan Mpu Prapanca dalam ''Negarakertagama'' diketahui menguasai separuh Pulau Halmahera. Ratu Jailolo ini menurunkan penguasa lokal yang kemudian dikenal dengan Penguasa Gamkonora.[5]
Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat setelah [[Sejarah Indonesia (1998–sekarang)|era reformasi]] dimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, [[komunitas adat Moloku Kie Raha]] dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai [[pemimpin adat]].{{Sfn|Mansur dan Said|(2018)|p=137—138}} Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak [[peninggalan arkeologi]]. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.{{Sfn|Handoko, Wuri|(2010)|p=7}}▼
'''''[[Sangaji Gamkonora]]''''' adalah Penguasa lokal Independent di Halmahera yang mewarisi sebagian wilayah kekuasaan Boki Cendana dengan batas wilayahnya di selatan dari gunung oon "kie oon" separuh milik sahu, ke utara berbatasan dengan wilayah Loloda "batu tua masoselo" / mari poroco ''kaha tola'' dan ke pedalaman hutan berbatasan dengan kie madudu lembah Kaoe/Kau.
'''''Penguasa [[Gamkonora, Ibu Selatan, Halmahera Barat|Gamkonora]]''''' awal berasal dari Trah Ratu Halmahera/Jailolo awal yang menikah dengan Raja Loloda. Menurut [[legenda Biku Sagara]]. Menurut legenda ini, Raja-raja Maluku berawal dari empat buah telur naga yang menetaskan tiga orang laki-laki dan seorang perempuan. Dari tiga orang anak laki-laki itu, seorang menjadi Raja Bacan, yang lain menjadi Raja Papua, dan seorang lagi menjadi penguasa Butung dan Banggai, sementara yang perempuan adalah Ratu Jailolo yang menjadi permaisuri Raja Loloda. Legenda ini sama seperti legenda lainnya di Nusantara yang kurang lebih kiasan sastra memiliki makna bahwa Naga dalam mitos bangsa Cina melambangkan bangsawan atau orang yang dipandang memiliki derajat kedudukan tinggi. Mengingat bangsa Cina yang menemukan Maluku pertama kali sehingga setiap tutur lisan mitos atau legenda sering dikaitkan dengan kepercayaan mitologi Cina.
[[Ratu Jailolo]] ''Mo-Mole; Dia perempuan-Sakti'' bertahta di Gamkonora tepatnya di ''Nguai-di Cim/Ngidi Cim'', sebuah sungai yang menghubungkan pemukiman orang Gamkonora awal dengan pesisir laut Halmahera Muka. Setelah menikah dengan Raja Loloda untuk misi menguasai Halmahera, Mo-mole / ''Ratu'' dikenal dengan nama '''Boki Cendana.'''
Setelah Ratu Jailolo meninggal, Loloda mampu melepaskan diri dan memantapkan wilayah kekuasaanya sendiri.
Tahun 1322 dalam beberapa literatur tercatat para penguasa di Maluku menggelar pertemuan yang dikenal dengan persekutuan Moti "'''Moti Verbond'''" ketika ramai perdagangan rempah di Kepulauan Maluku, dari persekutuan ini muncullah penguasa baru Maluku dengan empat Raja dengan wilayahnya masing-masing diantaranya Kerajaan Jailolo, Bacan Tidore dan Ternate. Dalam persekutuan ini perwakilan Loloda dan Moro tidak ikut.
Penguasa Gamkonora kemudian menjadi sebuah pemerintahan yang independen namun masih memakai gelar ''[[Rajamakawasa]]'' "''Raja yang berkuasa''", dan pada gilirannya gelar ini masih disematkan kepada setiap penguasa berikutnya yang bergelar Sangaji Gamkonora ketika Gamkonora menjadi vasal Kesultanan Ternate.
Tecatat tahun 1546, Sultan Ternate bernama [[Khairun Jamil dari Ternate|'''Khairun''']] menikah dengan saudara perempuan Laliatu Tomagola penguasa Gamkonora saat itu, perkawinan politik yang mampu mengikat hubungan Trah Ratu Jailolo untuk menguasai wilayah Eks-Jailolo awal. Untuk diketahui keturunan Boki Cendana "Ratu Jailolo" dikenal dengan '''Tomagola''' atau '''Soang Sangaji'''.
Setelah pernikahan Khairun dengan Boki Gamkonora, Ternate akhirnya memiliki sumber daya baru untuk kebutuhan pasukan perang.
Tahun 1546 Penguasa Gamkonora Ramedi yang dikenal dengan nama Leliatu Tomagola "ipar Sultan Khairun" mampu mengumpulkan kawulanya yang hijrah ke '''Talaga Lina''' atas bantuan Portugis dan Ternate. Talaga Lina (Soang Linga) Sebuah danau di pedalaman Halmahera Utara, tempat persembunyian bala/rakyat Jailolo awal di masa Boki Cendana yang tiran berkuasa.
Dirunut kebelakang sepeninggal Boki Cendana, dan pecahnya perang Jailolo awal, Klan Tomagola sebagai keturunan langsung Boki Cendana kemudian bergabung dengan Ternate dan menjadi salah satu peletak dasar kesultanan Ternate Awal ketika Penguasa Gamkonora bernama Kibuba membantu Ternate dalam ekspansi ke wilayah kepulauan Amboina dan Seram pada masa '''Sultan Zainal Abidin''' yang kemudian Klan Tomagola mendapatkan kedudukan sebagai '''Salahakang Ambon/Huamoal''' selama Ambon berada di bawah pengaruh ternate, awal mula Klan Tomagola Gamkonora turut andil dalam politik teritorial Kesultanan Ternate.
Berikutnya setiap Sangaji Gamkonora yang berkuasa harus dari Trah Boki Cendana "Ratu" yang belakangan di sebut Soang Sangaji. Meski nama Klan Tomagola lebih familiar di Kesultanan Ternate sebagai representatif Jailolo awal dari Gamkonora, namun di Gamkonora sendiri, Tomagola lebih dikenal sebagai nama sebuah lembah dekat sungai tempat menepinya Boki Cendana dan abdi dalamnya.
Di pusat pemerintahan Gamkonora, setiap kepala Soang/Songa (Soa/marga) ditunjuk oleh i’ingin (rakyat) dari perwakilan setiap Soang (Soa).
Soang (Soa/marga) itu masih dapat di temukan di Gamkonora yang terdiri dari '''Soang Siol''' (''Sembilan Soa/marga'') :
# Salo'a
# Tadigel
# Biara ie
# Gam Longa
# Gaong Ngo'a
# Doi Tia
# Tala Antu
# Linga (Lina)
# Biti Mangi'id
Berikut ada juga Soang Lata atau '''Wala Lata''' (''Empat Mata Rumah'') yang membawahi sembilan soa (Songa Siol) sebagai representatif i'ingin rakyat dalam wilayah pemerintahan Gamkonora sekaligus pengambil kebijakan dunia luar untuk perang dan perdagangan.
Wala Lata perwakilan pengambil kebijakan sebagai pertimbangan untuk penguasa Gamkonora dalam memerintah yakni terdiri dari ;
# ''Wala Raba-raba'' (Urusan perang antar wilayah)
# ''Wala Arab'' (Urusan Keagamaan)
# ''Wala Cina'' (Urusan perdagangan)
# ''Wala Sa'e'' (Urusan dalam wilayah/Dji'o )
Dalam struktur pemerintahan urusan dunia dibantu Jou Kapita, Jou Hukum Sangaji, Juru Tulis, Bala Manyira/Fanyira membawahi suku dalam wilayah Kawasa, Juru mudi la'o, Baru-baru/prajurit (Baru Toma Adu dan Baru Toma Nye'u), ake balo/ anak buah kapal perang sangaji, Guda-Guda/Tenaga pekerja.
Untuk urusan bobato akhirat/keagamaan dan spiritual dibantu Imam, Khatibi, Modim, Joguru, Juru mudi gunung/Paseba, Mu'alim / pemandu jalan ke Gunung Gamkonora.
Gamkonora menganut sistem semi-independent yang mengatur wilayah pemerintahan dan armada perangnya sendiri.
Demikian segala dinamika berdirinya Kesultanan Jailolo yang awalnya diperintah oleh Ratu Perempuan (Mo-mole) kemudian beralih ke Kolano dan diakui sebagai Kerajaan terbesar di masa [[Kolano Katarabumi|Katarabumi]] yang oleh sumber Portugis disebut Raja terkuat Maluku setelah melalui proses panjang yang diwarnai dengan perang saudara dan ekspansi kerajaan besar Ternate terhadap Jailolo lalu kemudian turun statusnya setingkat distrik yang diperintah oleh Fanyira Jailolo dan belakangan dikenal dengan nama Kesultanan Jailolo setelah '''Sultan Nuku''' dari Tidore mendukung '''Muhammad Arif Billah''' menjadi Sultan Jailolo tahun 1700-an.
▲'''''Kesultanan Jailolo''''' didirikan kembali secara adat setelah [[Sejarah Indonesia (1998–sekarang)|era reformasi]] dimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, [[komunitas adat Moloku Kie Raha]] dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai [[pemimpin adat]].
== Identifikasi Kesultanan ==
Baris 192 ⟶ 247:
=== Masjid Gammalamo ===
Masjid Gammalamo terletak di pesisir Teluk Jailolo. Keberadaan masjid ini menjadi salah satu peninggalan sejarah perkembangan Islam di wilayah pesisir Jailolo, Halmahera.{{Sfn|Siswayanti, Novita|(2016)|p=332}} Pembangunan Masjid Gammalamo dimulai pada awal tahun 1900-an atas prakarsa suku-suku di Jailolo, yaitu [[Suku Moro]], Suku Wayoli, [[Suku Porniti]] dan [[Suku
=== Nisan-nisan Kuno ===
|