Kerajaan Mempawah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zul Hamid (bicara | kontrib)
k Memperjelas maksud
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Zul Hamid (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(9 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 25:
| event_end = Pembubaran Daerah Istimewa Kalimantan Barat
| image_map = Kraton.jpg
| image_map_caption = [[Amantubillah|Istana Amantubillah]] di [[Mempawah]]
| capital = [[Mempawah]]
| common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]] (dominan), [[Rumpun bahasa Dayak Darat|Dayak]]
Baris 47:
 
== Mempawah pada Masa Kerajaan Dayak ==
Cikal-bakal pemerintahan di wilayah Mempawah di [[Kalimantan Barat]] terdiri atas beberapa riwayat politi, di antaranya adalah [[Kerajaan Bangkule|Kerajaan Bangkule Rajangk]] dan [[Kerajaan Sidiniang]]Rajangkng.<ref name="Erwin Rizal"/> [[Kerajaan Bangkule]] merupakan kerajaan orang-orang [[Suku Dayak]] yang berdasarkan cerita lisan didirikan oleh [[Ne`Rumaga]] di sebuah tempat yang bernama [[Bahana]].<ref name="Erwin Rizal"/>
 
kerajaanPemerintahan [[Suku Dayak]] yang juga dipimpin oleh [[Patih Gumantar]] ini adalah sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri dan dikatakan sudah eksisada sejak sekitar tahun [[1380]] Masehi.<ref name="Umberan"/> Dikarenakan pusat kerajaan ini berada di Pegunungan kawasan [[SidiniangSadaniang, Mempawah|Sadaniang]], di daerah [[Sangking]], [[Mempawah Hulu]], maka kerajaan ini lebih dikenal dengan nama [[Kerajaan Sidiniang]].<ref name="Umberan">Musni Umberan et.al., 1996-1997. Kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak.</ref>
 
Eksistensi [[Kerajaan Sidiniang]] tidak lepas dari ancaman.<ref name="Lontaan"/> Salah satunya adalah serangan dari [[Kerajaan Suku Biaju]].<ref name="Lontaan"/> Dalam pertempuran yang terjadi pada sekitar tahun [[1400]] M itu, terjadilah perang penggal kepala atau perang kayau-mengayau yang mengakibatkan gugurnya [[Patih Gumantar]].<ref name="Lontaan"/> Dengan gugurnya [[Patih Gumantar]], riwayat [[Kerajaan Sidiniang]] pun berakhir.<ref name="melayu Online"/> Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa kedudukan [[Patih Gumantar]] diteruskan oleh puteranya yang bernama [[Patih Nyabakng]].<ref name="melayu Online"/> Namun, masa pemerintahan [[Patih Nyabakng]] tidak bertahan lama karena [[Kerajaan Sidiniang]] terlibat perselisihan dengan [[Kerajaan Lara]] yang berpusat di [[Sungai Raya Negeri Sambas]].<ref name="melayu Online"/> Selepas kepemimpinan [[Patih Nyabakng]], riwayat [[Kerajaan Sidiniang]] belum terlacak lagi.<ref name="Umberan"/>
 
Dua ratus tahun kemudian, atau sekitar tahun [[1610]] M, berdirilah pemerintahan baru yang dibangun di bekas puing-puing [[Kerajaan Sidiniang]].<ref name="Umberan"/> Belum diketahui hubungan antara pendiri kerajaan baru ini dengan [[Patih Gumantar]].<ref name="Umberan"/> Dan sejumlah referensi yang ditemukan, hanya disebutkan bahwa pemimpin kerajaan baru ini bernama Raja Kodong atau [[Raja Kudung]].<ref name="Umberan"/> [[Raja Kudung]] kemudian memindahkanmendirikan pusat pemerintahannya dari Sidiniang kedi Pekana.<ref name="Umberan"/>
 
Pada sekitar tahun 1680 M, [[Raja Kudung]] mangkat dan dimakamkan di Pekana.<ref name="Umberan"/> Penerus tahtapemerintahan [[Raja Kudung]] adalah [[Panembahan Senggaok]], juga dikenal dengan nama Senggauk atau Sengkuwuk, yang memerintah sejak tahun [[1680]] M.<ref name="Lontaan"/> Penyebutan nama Panembahan “Senggaok” digunakan seiring dengan dipindahkannya pusat pemerintahan dari Pekana ke Senggaok, yakni sebuah daerah di hulu [[Sungai Mempawah]] wilayah politi pemerintahan Panembahan Senggaok dan Bangkule Rajangkng sendiri hanyalah dibagian hulu Mempawah yang pada masa ini hanyalah mencakup wilayah [[Sadaniang, Mempawah|Sadaniang]], [[Toho, Mempawah|Toho]] dan wilayah [[Mempawah Hulu, Landak|Mempawah Hulu]] sedangkan wilayah hilir dan lepas pantai selalu berada dalam kekuasaan Kerajaan Matan.<ref name="Lontaan" /> [[Panembahan Senggaok]] menyunting puteri Raja Qahar dari [[Kerajaan Baturizal Indragiri]] di [[Sumatra]], bernama Puteri Cermin, dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Utin Indrawati namun nama Utin Indrawati sendiri adalah nama yang didapat ketika beliau menikah ke istana Matan dan masuk Islam, nama sebelum menikahnya tidak diketahui.<ref name="Lontaan" /> Puteri Utin Indrawati kemudian dinikahkan dengan [[Sultan Muhammad Zainuddin]] dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Matan Tanjungpura]].<ref name="Erwin Rizal"/> Dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak bernama Puteri Kesumba yang tumbuh di Kerajaan Matan.<ref name="Umberan"/> [[Puteri Kesumba]] inilah yang kemudian menikah dengan [[Opu Daeng Menambun]], pelopor pengaruh [[Islam]] di Mempawah.<ref name="melayu Online"/>
 
== Mempawah pada Masa Kesultanan Islam ==
Baris 66:
Berkat [[Opu Daeng Menambun]], perselisihan di [[Kesultanan Matan]] dapat segera diselesaikan dengan cara damai.<ref name="melayu Online"/> Atas jasa [[Opu Daeng Menambun]] itu, [[Sultan Muhammad Zainuddin]] berkenan menganugerahi [[Opu Daeng Menambun]] dengan gelar kehormatan Pangeran Mas Suna Negara.<ref name="melayu Online"/> [[Opu Daeng Menambun]] sendiri memutuskan untuk menetap di [[Kesultanan Matan]] bersama istrinya, dan mereka dikaruniai beberapa orang anak, yang masing-masing bernama "Puteri Candramidi", "Gusti Jamiril", "Syarif Ahmad", "Syarif Abubakar", "Syarif Alwie", dan "Syarif Muhammad".<ref name="melayu Online"/>
 
Pada tahun [[1724]] M, [[Sultan Muhammad Zainuddin]] wafat. Penerus kepemimpinan [[Kesultanan Matan]] adalah Gusti Kesuma Bandan yang bergelar [[Sultan Muhammad Muazzuddin]].<ref name="Erwin Rizal"/> Sementara itu, di Mempawah, [[Panembahan Senggaok]] wafat pada tahun [[1737]] M.<ref name="Erwin Rizal"/> Karena [[Panembahan Senggaok]] tidak mempunyai putera, maka tahtawilayah Mempawahyang berada dalam kekuasaan Panembahan Senggaok diberikan kepada [[Sultan Muhammad Muazzuddin]] yang tidak lain cucu [[Panembahan Senggaok]] dari Puteri Utin Indrawati yang menikah dengan [[Sultan Muhammad Zainuddin]].<ref name="Erwin Rizal"/> Namun, setahun kemudian atau pada tahun [[1738]] M, [[Sultan Muhammad Muazzuddin]] pun mangkat dan digantikan puteranya yang bernama Gusti Bendung atau Pangeran Ratu Agung bergelar [[Sultan Muhammad Tajuddin]] sebagai Sultan Matan yang ke-3.<ref name="Erwin Rizal"/>
 
Pada tahun [[1740]] M, kekuasaan atas Mempawah, yang semula dirangkap bersama tahta [[Kesultanan Matan]], diserahkan kepada [[Opu Daeng Menambun]] yang kemudian memakai gelar Pangeran Mas Surya Negara, gelar yang dahulu diberikan oleh almarhum [[Sultan Muhammad Zainuddin]], Sultan Matan yang pertama.<ref name="Erwin Rizal"/> Sedangkan istri [[Opu Daeng Menambun]], Ratu Kesumba, menyandang gelar sebagai Ratu Agung Sinuhun.<ref name="Erwin Rizal"/> Pada era [[Opu Daeng Menambun]] inilah [[Islam]] dijadikan sebagai agama resmi kerajaan.<ref name="Umberan"/> Selaras dengan itu, penyebutan kerajaan pun diganti dengan kesultanan.<ref name="Umberan"/>[[Opu Daeng Menambun]] memindahkan pusat pemerintahannya dari Senggaok ke Sebukit Rama yang merupakan daerah subur, makmur, strategis, dan ramai didatangi kaum pedagang.<ref name="Umberan"/>
Baris 104:
 
== Silsilah pemimpin Mempawah ==
Silsilah Panembahanorang kesultananyang pernah berkuasa pada wilayah mempawah, antara lain:<ref name="melayu Online"/>
=== Masa Suku Dayak Hindu ===
# Patih Gumantar (± 1380)
# Raja Kudung (± 1610)
# Panembahan Senggaok (± 1680)
Kekuasaan pemerintahan politi masyarakat Dayak terletak pada bagian hulu yang mencakup kecamatan [[Sadaniang, Mempawah|Sadaniang]], [[Toho, Mempawah|Toho]], dan kecamatan [[Mempawah Hulu, Landak|Mempawah Hulu]] yang sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Landak.
 
=== Masa Islam ===
Pada masa Kesultananlah wilayah Mempawah yang ada pada saat ini wujud, dari yang sebelumnya wilayah hilir yang mencakup wilayah lepas pantai yang merupakan wilayah dalam kekuasaan Matan dan wilayah hulu yang berada dalam wilayah Panembahan Senggaok kemudian bersatu membentuk wilayah Kesultanan Mempawah.
# Puteri Kesumba bergelar Ratu Agung Sinuhun & Opu Daeng Menambon bergelar Pangeran Mas Surya Negara (1740–17611740-1761)
# Gusti Jamiril bergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma (1761–1787)
# SyarifGusti KasimJamiril bergelar Raja Panembahan MempawahAdiwijaya Kesuma (1787–18081761–1787)
# Syarif Kasim bergelar Raja Panembahan Mempawah (1787–1808)
# Syarif Hussein (1808–1820)
# Gusti Jati bergelar Sri Paduka Muhammad Zainal Abidin (1820–1831)
# Gusti Amir bergelar Raja Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin (1831–1839)
# Gusti Mukmin bergelar Raja Panembahan Mukmin Nata Jaya Kusuma (1839–1858),
# Gusti Makhmud bergelar Raja Panembahan Muda Makhmud Alauddin (1858)
# Gusti Usman bergelar Raja Panembahan Usman (1858–1872)
# Gusti Ibrahim bergelar Raja Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin (1872–1892)
# Gusti Intan bergelar Ratu Permaisuri (1892–1902)
# Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin (1902–1944)<ref name="Almanak 1905>{{cite book