Suku Bugis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Komengskuy (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
(13 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 57:
| native_name_lang =
}}
'''Suku Bugis''' merupakan kelompok etnis [[Austronesia]] terbesar di antara tiga kelompok etnolinguistik utama di [[Sulawesi Selatan]], bersama dengan [[suku Makassar]] dan [[Toraja]]. Sulawesi Selatan terletak di bagian barat daya pulau [[Sulawesi]], pulau terbesar ketiga di [[Indonesia]]. Pada tahun 1605, suku Bugis beralih dari kepercayaan animisme ke Islam. Meskipun mayoritas masyarakat Bugis menganut agama Islam, sebagian kecil dari mereka memeluk agama Kristen serta kepercayaan pra-Islam yang dikenal sebagai [[Tolotang]].<ref>{{cite book|first=Keat Gin|last=Ooi|title=Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, From Angkor Wat to East Timor|publisher=[[ABC-CLIO]]|year=2004|isbn=1576077705|page=286}}</ref><ref name=":0">{{cite journal | url=http://www.sabrizain.org/malaya/library/bugisreligion.pdf | title=Religion and Cultural Identity Among the Bugis (A Preliminary Remark) | author=Said, Nurman | journal=[[Inter-Religio (journal)|Inter-Religio]] |date=Summer 2004 | issue=45 | pages=12–20}}</ref>
Suku Bugis, yang populasinya diperkirakan sekitar enam juta jiwa dan mencakup 2,5% dari [[Demografi Indonesia|total penduduk Indonesia]].<ref name=":Andaya">{{Cite book|last=Andaya|first=Leonard Y.|url=http://worldcat.org/oclc/906499076|title=The kingdom of Johor, 1641-1728|date=1975|publisher=Oxford University Press|isbn=0-19-580262-4|oclc=906499076}}</ref> Secara historis, Suku Bugis dikenal sebagai pelaut dan perantau yang ulung. Selama beberapa abad terakhir, mereka
|url=https://www.cnbcindonesia.com/news/20200301151910-4-141543/ini-muhyiddin-yasin-pm-baru-malaysia-berdarah-bugis-jawa |work=CNBC Indonesia |agency=CNBC Indonesia|date=2020-03-01|access-date=2022-09-13}}</ref><ref>{{cite news |author=Cantika Adinda Putri|title=Sultan Johor: Saya pun Bugis, terasa juga|url=https://www.malaysiakini.com/news/403156 |work=Malaysiakini|date=2017-11-27|access-date=2024-01-31}}</ref>
Baris 80:
Tanah leluhur suku Bugis terletak di sekitar [[Danau Tempe]] dan [[Danau Sidenreng]] di Depresi [[Walanae, Tanete Riattang, Bone|Walannae]] di semenanjung barat daya Sulawesi. Di sinilah nenek moyang suku Bugis saat ini menetap, kemungkinan pada pertengahan hingga akhir milenium kedua SM. Wilayah ini kaya akan [[ikan]] dan [[satwa liar]], dan fluktuasi tahunan Danau Tempe (yang merupakan danau penampung untuk sungai Bila dan Walannae) memungkinkan penanaman [[padi]] secara spekulatif, sementara perbukitan dapat digunakan untuk bercocok tanam dengan sistem ladang, penanaman padi sawah, serta berburu dan mengumpulkan hasil hutan.
Sekitar tahun 1200 M, ketersediaan barang-barang impor bergengsi, termasuk keramik Cina dan Asia Tenggara serta tekstil blok cetak dari Gujarat, ditambah dengan penemuan sumber bijih besi baru di [[Luwu]], memicu [[Reformasi agraria|revolusi agraria]]. Revolusi ini meluas dari kawasan danau besar ke dataran rendah di timur, selatan, dan barat Depresi Walannae. Proses ini mendorong perkembangan kerajaan-kerajaan utama di Sulawesi Selatan dan transformasi masyarakat adat menjadi proto-kerajaan yang bersifat hierarkis dalam kurun waktu empat ratus tahun berikutnya.<ref>{{cite journal|last=Caldwell|first=Ian|year=1995|title=Power, state and society among the pre-Islamic Bugis|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=151|issue=3|pages=394–421|doi=10.1163/22134379-90003038 |doi-access=free}}</ref><ref>{{cite book|last1=Bulbeck|first1= David|first2=Ian|last2=Caldwell 2000|title=Land of iron; The historical archaeology of Luwu and the Cenrana valley|publisher=Hull: Centre for South-East Asian Studies, University of Hull}}</ref>
== Sejarah ==
Baris 110:
===Kemunculan Kekuatan Politik Baru di Semenanjung===
[[File:South Sulawesi (1590) ID.svg|thumb|Barat daya Sulawesi pada abad ke-16. Bagian dari Kerajaan Luwu (Merah), Mandar & Masyarakat Toraja (Kuning muda), Konfederasi Ajatappareng (Kuning), Konfederasi Tellumpocco'e (Bergaris), Gowa dan Tallo (Oranye)]]
Pada abad ke-1500, [[Luwu]] merupakan kekuatan politik utama
Dampak dari kebangkitan Malaka lebih terlihat di pesisir barat Sulawesi Selatan, wilayah dengan konsentrasi tinggi [[orang Melayu|Melayu]] dan [[pedagang Minangkabau|pedagang Minangkabau]] yang datang dari barat.<ref>Timothy P. Barnard, Contesting Malayness: Malay Identity Across Boundaries, 2004</ref> Hal ini secara perlahan menarik perhatian kerajaan-kerajaan Soppeng dan Sindereng, yang berusaha memasukkan wilayah tersebut dalam ekspansi teritorial mereka. Kerajaan-kerajaan Bugis ini telah [[Negara terkurung daratan|kehilangan akses]] langsung ke laut di pesisir barat akibat kekuasaan Luwu.{{sfn|Pelras|1996|p=111}}
Baris 266:
Penulisan dalam Skrip Lontara kemungkinan muncul pertama kali sekitar tahun 1400. Teks-teks awal diukir pada daun palma, diikuti dengan volume komposisi [[tulisan tangan]] pada naskah kertas, kemungkinan dari tahun 1500-an atau bahkan lebih awal.{{sfn|Macknight|2016|p=60}} Karya-karya sastra umumnya dipesan oleh spesialis penulis yang dikenal sebagai ''palôntara''. Tugas ''palôntara'' adalah sebagai peneliti dalam menciptakan dan menyusun naskah-naskah Bugis.{{sfn|Pelras|2016|p=23}} Naskah-naskah ini cenderung kaya dan bervariasi, dengan banyak [[tema]] dan subjek — termasuk [[sejarah]], puisi, [[hukum|karya hukum]], teks ritual, manual, etika, dan lain-lain. Bahan-bahan [[cetak]] dalam bahasa Bugis diperkenalkan pada paruh kedua abad ke-19, meskipun dengan sirkulasi yang lebih kecil, seperti dalam [[kamus]], [[Tata bahasa|buku tata bahasa]], chrestomathy, dan [[terjemahan]].{{sfn|Pelras|2016|p=20}}
Terdiri dari lebih dari 6.000 halaman, [[La Galigo]] dianggap sebagai [[magnum opus]] dalam warisan sastra Bugis. Disusun dalam bahasa Bugis kuno, [[saga]] ini berasal dari tradisi lisan awal. Teks puitis ini berfungsi sebagai [[almanak]] yang dihormati dan memberikan narasi tentang pemahaman kuno mengenai kemanusiaan dan kerajaan. Dalam budaya Bugis, episode-episode dari La Galigo biasanya dipentaskan melalui [[nyanyian]] dan [[puisi]] yang dipimpin oleh seorang spesialis La Galigo, yang dikenal sebagai ''passure''. Pertunjukan ini kadang-kadang diadakan selama [[festival]], [[pernikahan]], atau selama acara rumah baru.{{sfn|Pelras|2016|p=24}} Naskah cerita rakyat La Galigo terdiri dari 12 jilid dan saat ini telah ditulis serta diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Namun, dari keseluruhan jilid tersebut, baru tiga jilid yang berhasil dibukukan. Sementara itu, sembilan jilid lainnya, masih berupa naskah asli yang disimpan di arsip [[Sulawesi Selatan]]<ref>{{Cite journal|last=Fitriana|first=Fitriana|last2=Mulyati|first2=Yeti|date=2024-02-21|title=Analisis Nilai Kebudayaan Lokal Bugis dalam Cerita Rakyat La Galigo|url=https://www.e-journal.my.id/onoma/article/view/3430/2293|journal=Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra|language=en|volume=10|issue=1|pages=1040–1051|doi=10.30605/onoma.v10i1.3430|issn=2715-4564}}</ref>. Pada tahun 2012, dua naskah La Galigo termasuk dalam [[UNESCO|Program Memori Dunia UNESCO]].
Namun, koleksi terbesar sastra Bugis adalah dalam bentuk [[Genealogi|genealogi keluarga]]. Ini dianggap sebagai [[warisan]] keluarga yang penting, terutama di kalangan anggota keluarga bangsawan dan aristokrat. Beberapa yang bertanggal awal tahun 1400 — sekitar dua ratus tahun sebelum Islamisasi mereka, genealogi Bugis awal memberikan pandangan langka tentang budaya dan ideologi masyarakat Austronesia awal dan melek huruf.{{sfn|Druce|2016|pp=3-4}}
Baris 290:
Masakan Bugis merupakan bagian penting dari warisan mereka, meliputi berbagai gaya kuliner dan resep yang sering diasosiasikan dengan masyarakat Bugis. Masakan ini memiliki banyak kesamaan dengan tradisi gastronomi yang ada di sekitar Makassar, Mandar, dan Toraja. Banyak hidangan yang berkembang secara lokal di pulau Sulawesi, dengan fokus pada bahan-bahan asli; sementara yang lainnya menunjukkan pengaruh [[Hidangan campuran|luar]] yang lebih kuat dan disesuaikan dengan selera lokal.
Teknik memasak asing dalam masakan Sulawesi Selatan dapat dilihat dari adopsi ''[[Jalangkote]]'', pai kecil yang digoreng yang diadopsi dari Portugis ''[[papeda]]''. Isian ''Jalangkote'' biasanya terdiri dari [[bihun]] (menunjukkan [[Hidangan Tionghoa|pengaruh Tiongkok]]) dikombinasikan dengan irisan [[sayuran]], [[telur rebus]] dan [[daging cincang]]. Sementara itu, elemen [[Hidangan India|India]] terlihat dan ditunjukkan dalam hidangan lokal, seperti ''Gagape''
Ada juga berbagai jenis hidangan yang menandakan asal usul lokal: [[Kue beras]] sangat populer dengan hidangan seperti ''[[Burasa]]''' dan ''Tumbu/Lapa-lapa/Langka''.{{sfn|Umrahwati|2018|p=6}}{{sfn|Uli Wahyuliana|2017|p=2}} Kue beras ini dikukus dan dibungkus dalam wadah daun dengan [[santan]], memberikan rasa yang kaya dan
[[File:Burasa.jpg|thumb|left|Beberapa hidangan klasik Bugis yang dimasak di rumah selama perayaan ''[[
Panjang garis pantai di semenanjung telah berkontribusi pada [[industri perikanan]] yang besar di wilayah tersebut, menjadikan [[Seafood|produk laut]] sebagai bagian penting dari makanan.{{sfn|Umrahwati|2018|p=5}} Hidangan seperti ''Pa’Deme'' (sambal ikan teri), ''Bajabu'' (''[[serundeng]]''), ''Lawa Bale'' (ikan mentah yang dimarinasi) dan sup kaldu jernih dari ''Nasu Bale'' dan ''Nassu Meti'' mencerminkan koneksi maritim yang luas.
Baris 367:
=== Tradisi Padi dan Pertanian ===
{{blockquote|text= ''
[[File:Hamparan Sawah Penerima Dampak Longsonran Bawakaraeng 2014 dekat Manimbahoi di Kec Parigi.jpg|thumb|Sawah terasering yang tersebar di lanskap pertanian di wilayah Bugis-Makassar]]
Sebagai pergeseran nyata dari budaya [[maritim]] dan [[navigasi]] yang didominasi oleh kerabat pesisir mereka, masyarakat Bugis-Makassar yang berada di pedalaman menunjukkan warisan [[pertanian]]nya yang kuat.{{sfn|Rahmatia, et al.|2020}} Padi dianggap sebagai salah satu hasil [[tanaman]] terpenting dalam masyarakat mereka, dan telah dibudidayakan di semenanjung selama berabad-abad. Biji-bijian ini telah tertanam dalam cara hidup pertanian mereka selama beberapa generasi. Padi tidak hanya dihargai sebagai sumber [[makanan]] utama dalam [[diet]], tetapi juga terjalin dalam jalinan sosial, legenda, teori, ekonomi, [[politik]], dan [[ideologi]]. Dalam arti tertentu, identitas tradisional mereka juga didampingi oleh budaya pertanian.
Baris 384:
Islamisasi kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar yang dipelopori oleh Luwu dan Gowa pada abad ke-17 telah mengubah secara signifikan lanskap keagamaan di seluruh semenanjung.{{sfn|Pelras|1996|p=137}} Akibatnya, sebagian besar festival liturgi orang Bugis terutama diatur sesuai dengan kalender Islam, meskipun tetap mempertahankan orientasi budaya lokal yang kuat.
Perayaan
Sehari sebelum eid, banyak keluarga Bugis menyiapkan kue nasi ''Burasa'' dan ''Tumbu'' dalam tradisi yang dikenal sebagai ''Ma’burasa'' dan ''Ma’tumbu''.{{sfn|Ona Mariani|2019}} Tradisi mengunjungi teman, kerabat, dan mengadakan pesta besar untuk pengunjung juga menjadi pusat perhatian — dikenal sebagai [[Lebaran#Halal bi-halal|Massiara]], kunjungan biasanya dimulai setelah shalat eid.<ref name="Massiara, Tradisi Damai Orang Bugis" />
Baris 421:
*[[Daftar tokoh Bugis]]
==
{{Reflist}}
Baris 986:
}}
{{refend}}
{{Suku bangsa di Indonesia}}
[[Kategori:Suku bangsa di Asia Tenggara]]
[[Kategori:Sulawesi Selatan]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia|Bugis]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Malaysia|Bugis]]
|