Batara Guru: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k {{rapikan}}
M. Adiputra (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(65 revisi perantara oleh 40 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:071 Siva Mahadeva, Dieng, Central Java, 8-9th c (23194230630).jpg|thumb|[[Arca]] Siwa-Mahadewa dari [[Dieng]], yang dipadankan dengan Batara Guru.]]
{{rapikan}}
'''Batara Guru''' (juga disebut '''Debata Batara Guru''' dan '''Batara Siwa''') adalah nama [[dewa]] utama dalam kepercayaan [[Hindu di Indonesia]].<ref name=errington283>{{cite book|author=Shelly Errington|title=Meaning and Power in a Southeast Asian Realm|url=https://books.google.com/books?id=3w0ABAAAQBAJ&pg=PA283| year=2014|publisher= Princeton University Press|isbn= 978-1-4008-6008-1|page= 283}}</ref><ref>{{cite book|author=A.J. Bernet Kempers|title=Monumental Bali: Introduction to Balinese Archaeology & Guide to the Monuments|url=https://books.google.com/books?id=IhzRAgAAQBAJ&pg=PT83 |year=2013|publisher=TP Indonesia|isbn=978-1-4629-1154-7|page=83}}, Quote: "In Bali, Mahesvara is also called Batara Guru or Batara Shiva".</ref> Namanya berasal dari [[bahasa Sanskerta]] ''Bhattara'' yang berarti "tuan terhormat",<ref name=ghose16>R. Ghose (1966), Saivism in Indonesia during the Hindu-Javanese period, The University of Hong Kong Press, pages 16, 123, 494-495, 550-552</ref> dan ''Guru'', epitet dari [[Wrehaspati]] (Bṛhaspati), seorang Dewa Hindu yang tinggal dan diidentifikasikan dengan planet [[Jupiter]].<ref>{{cite book|url=http://books.google.com/books?id=Wnc7AAAAMAAJ|page=383|language=Indonesian, French|title=Cariosan Prabu Silihwangi|volume=4|series=Naskah dan dokumen Nusantara|editors=Sunarto H., Viviane Sukanda-Tessier|publisher=Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh|year=1983|quote=Statuette tricéphale assise, cuivre rouge moulé d'une beauté rarement égalée. C'est Batara Guru, un super dieu équivalent au Jupiter des Romains et au Brahma des Hindous.}}</ref> Figur ini diyakini di [[Asia Tenggara]] sebagai sosok guru spiritual, guru pertama dari seluruh [[guru (agama dharma)|guru]] yang disebutkan dalam pustaka Hindu Nusantara, yang sepadan dengan aspek [[guru]] [[Dakshinamurti]] dari Dewa [[Siwa]] di [[Asia Selatan]].<ref>R. Ghose (1966), Saivism in Indonesia during the Hindu-Javanese period, The University of Hong Kong Press, pages 130-131, 550-552</ref><ref>{{cite book|author1=Anne Richter|author2=Bruce W. Carpenter|author3=Bruce Carpenter|title=Gold Jewellery of the Indonesian Archipelago|url=https://books.google.com/books?id=cBv6du4tKwYC&pg=PA214 |year=2012|publisher=Editions Didier Millet|isbn=978-981-4260-38-1|pages=214, 348}}, Quote: "The solar god, La Patigana, would become a son of Siwa and Luwu; the first Bugis kingdom was founded by Batara Guru, another incarnation of Siwa."</ref> Namun, Batara Guru memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan Siwa yang diyakini di India, karena [[umat Hindu]] Nusantara menggabungkan kepercayaan lokal ke dalam satu sosok tersebut. Istri Batara Guru di Nusantara ialah Dewi [[Durga]].<ref>Hariani Santiko (1997), [https://www.jstor.org/stable/1178725 The Goddess Durgā in the East-Javanese Period], Asian Folklore Studies, Vol. 56, No. 2, pp. 209-226</ref><ref name=ghose15>R. Ghose (1966), Saivism in Indonesia during the Hindu-Javanese period, The University of Hong Kong Press, pages 15-17</ref>
 
Batara Guru dianggap sebagai suatu bentuk Rudra-Siwa,<ref name="LeidenHinzler1986p459">{{cite book|author1=Bibliotheek der Rijksuniversiteit te Leiden|author2=Hedwig I. R. Hinzler|title=Codices Manuscripti: Catalogue of Balinese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other collections in the Netherlands|url=https://books.google.com/books?id=IxAVAAAAIAAJ&pg=PA459|year=1986|publisher=Brill Academic|isbn=90-04-07236-5|page=459}}, Quote: "Rudra, however, has four arms and holds a rosary, which is characteristic of the manifestation of Shiva as Batara Guru."</ref> sosok dewa pencipta dalam kepercayaan serta kesusastraan [[Jawa Kuno|Jawa]] dan [[Bali]] Kuno. Ia adalah dewa tertinggi menurut Hindu di Nusantara, sebagaimana Dewa [[Jupiter (mitologi)|Jupiter]] dalam [[agama Romawi Kuno]].<ref>{{cite book|url=https://books.google.com/books?id=Wnc7AAAAMAAJ |page=383 |language=id, fr |title=Cariosan Prabu Silihwangi |volume=4 |series=Naskah dan dokumen Nusantara |editor=Sunarto H. |editor2=Viviane Sukanda-Tessier |publisher=Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh |year=1983 |quote=Statuette tricéphale assise, cuivre rouge moulé d'une beauté rarement égalée. C'est Batara Guru, un super dieu équivalent au Jupiter des Romains et au Brahma des Hindous.}}</ref>
[[Berkas:Bathara_Guru.jpg|thumb|right|Bathara Guru]]
 
Batara Guru dalam mitologi di [[Sumatra]] merupakan sosok pertama, pencipta Bumi, dan leluhur umat manusia. Konsepnya mirip dengan sosok dewa pencipta yang terdapat dalam kepercayaan di [[Asia Tengah]] dan kalangan [[penduduk asli Amerika]] Utara.<ref name="Leeming2005p47">{{cite book|author=David Leeming|title=The Oxford Companion to World Mythology|url=https://archive.org/details/oxfordcompaniont0000leem |url-access=registration|year=2005|publisher=Oxford University Press |isbn=978-0-19-515669-0|page=[https://archive.org/details/oxfordcompaniont0000leem/page/47 47]}}</ref> Menurut Martin Ramstedt, kepercayaan akan Batara Guru di beberapa wilayah di [[Indonesia]] kadangkala dipadankan dengan [[Siwa]], dan kadangkala melampaui "[[Brahma]], [[Wisnu]], [[Siwa]], dan [[Buddha]]".<ref>{{cite book|author= Martin Ramstedt|title= Hinduism in Modern Indonesia |url= https://books.google.com/books?id=-rBhGEN0RyYC&pg=PA207 |year= 2005|publisher= Routledge|isbn= 978-1-135-79052-3|page= 207}}</ref>
'''Batara Guru''' merupakan Dewa yang merajai kahyangan. Dia yang mengatur wahyu kepada para wayang, hadiah, dan ilmu-ilmu. Batara Guru mempunyai sakti (istri) [[Dewi Uma]], dan mempunyai beberapa anak. Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi wayang Jawa):
 
== Mitologi Jawa ==
[[Berkas:Batara guru.jpg|jmpl||ka|[[Wayang kulit]] Batara Guru versi [[Jawa]].]]
[[Berkas:Bathara_GuruBathara Guru.jpg|thumb|right|BatharaGambar wayang Batara Guru.]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop voorstellende Batara Guru TMnr 4283-35.jpg|thumb|[[Wayang golek]] Batara Guru.]]
[[Berkas:ZP 05 Batara Guru 02.jpg|thumb|[[Wayang klithik]] Batara Guru.]]
[[berkas:Wayang Kulit Batara Guru.jpg|thumb|Wayang kulit Batara Guru versi [[Bali]].]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten beeld van god Batara Guru TMnr 15-158.jpg|thumb|Arca Batara Guru dari Bali, kini menjadi koleksi [[Tropenmuseum]], [[Belanda]].]]
Menurut [[mitologi]] [[Jawa]], Batara Guru adalah Dewa yang merajai ketiga dunia, yakni Mayapada (dunia para dewa atau surga), Madyapada (dunia manusia atau bumi), Arcapada (dunia bawah atau neraka). Ia merupakan [[awatara|perwujudan]] dari dewa [[Siwa]] yang mengatur [[wahyu]], hadiah, dan berbagai ilmu. Batara Guru mempunyai [[sakti]] (istri) bernama [[Uma (dewi)|Dewi Uma]] dan [[Dewi Umaranti]]. Batara Guru mempunyai beberapa anak. [[Wahana]] (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang [[lembu]] [[Nandini]]. Ia juga dikenal dengan berbagai nama seperti Sang Hyang Manikmaya, Sang Hyang Caturbuja, Sang Hyang Otipati, Sang Hyang Jagadnata, Nilakanta, Trinetra, dan Girinata.
 
=== Kelahiran ===
BetaraBatara Guru (Manikmaya) diciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh [[Sang Hyang Tunggal. Diciptakannya]], bersamaan dengan cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yang merupakan asal jadinya Ismaya ([[Semar]]). Oleh Hyang Tunggal, kemudian diputuskandiputuskanlah kalaubahwa Manikmaya yang berkuasa di Suryalaya, sedangkan Ismaya turun ke bumi untuk mengasuh para [[Pandawa]].
 
Batara Guru memiliki dua saudara, Sang Hyang Maha Punggung dan Sang Hyang Ismaya.<ref>{{cite book|title=Ensiklopedi wayang Indonesia: A-B|volume=1|editor=Sena Wangi|publisher=Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia|year=1999|isbn=9799240018|language=Indonesian|url=http://books.google.com/books?id=pN9kAAAAMAAJ|page=259}}</ref><ref>{{cite book|url=http://books.google.com/books?id=IytwAAAAMAAJ|page=525|title=The British in Java, 1811-1816: a Javanese account|volume=10|series=Oriental documents|editor=P. B. R. Carey|publisher=Oxford University Press, for British Academy|year=1992|isbn=0197260624}}</ref><ref>{{cite book|url=http://books.google.com/books?id=3JlwAAAAMAAJ|title=Folk psychology of the Javanese of Ponorogo|volume=2|first=Jerome|last=Weiss|publisher=Yale University|year=1977|page=522}}</ref> Orang tua mereka adalah [[Sang Hyang Tunggal]] dan Dewi Rekatawati. Suatu hari, Dewi Rekatawati menelurkan sebutir telur yang bersinar. Sang Hyang Tunggal mengubah telur tersebut, kulitnya menjadi Sang Hyang Maha Punggung ([[Togog]]) yang sulung, putih telur menjadi Sang Hyang Ismaya ([[Semar]]), dan kuningnya menjadi Sang Hyang Manikmaya. Kemudian waktu, Sang Hyang Tunggal menunjuk dua saudaranya yang lebih tua untuk mengawasi umat manusia, terutama [[Pandawa]], sementara Batara Guru (atau Sang Hyang Manikmaya) memimpin para dewa di kahyangan.
 
Adapun saat Batara GuruSaat diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Oleh Hyang Tunggal diketahuinyamengetahui perasaan Manikmaya itu, lalu Hyang Tunggal bersabda kalaubahwa Manikmaya akan memiliki cacadcacat berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat. Batara Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal itu, dan sabdanyasabda itudia betul-betul terjadi.
 
Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu,itu—yang yangtidak ternyatadiketahuinya airnyabahwa beracun,air lantastersebut beracun—lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacadcacat belang di leher. Saat lahirnya Nabi Isa, Manikmaya juga datang untuk menyaksikan. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti [[rakshasa|raksasa]], maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Hal ini adalah salah satu upaya deHinduisaside-Hinduisasi wayang dari budaya jawaJawa yang dilakukan walisongo[[Walisongo]] dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran islam[[Islam]] di jawa[[Jawa]]. Contoh lain adalah penyebutan drona[[Drona]] menjadi durnaDurna (nista), adanya kisah [[Yudistira]] harus menyebut kalimat [[syahadat]] sebelum masuk [[surga]], dan lain-lain.
 
=== Keturunan ===
Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi wayang Jawa):
# [[Batara KalaCakra]]
# [[Batara Sambu]]
# [[Batara Brahma]]
# [[Batara Indra]]
# [[Batara Bayu]]
# [[Batara Wisnu]]
# [[Batara Kala]]
# [[Batara Ganesha]]
# [[Batara Kala]]
# [[Hanoman]]
Betara Guru (Manikmaya) diciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh Hyang Tunggal. Diciptakannya bersamaan dengan cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yang merupakan asal jadinya Ismaya (Semar). Oleh Hyang Tunggal kemudian diputuskan kalau Manikmaya yang berkuasa di Suryalaya, sedangkan Ismaya turun ke bumi untuk mengasuh para Pandawa.
Adapun saat Batara Guru diciptakan, ia merasa paling sempurna dan tiada cacatnya. Oleh Hyang Tunggal diketahuinya perasaan Manikmaya itu, lalu Hyang Tunggal bersabda kalau Manikmaya akan memiliki cacad berupa lemah di kaki, belang di leher, bercaling, dan berlengan empat. Batara Guru amat menyesal mendengar perkataan Hyang Tunggal itu, dan sabdanya itu betul-betul terjadi.
Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu, yang ternyata airnya beracun, lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacad belang di leher. Saat lahirnya Nabi Isa, Manikmaya juga datang untuk menyaksikan. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti raksasa, maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Hal ini adalah salah satu upaya deHinduisasi wayang dari budaya jawa yang dilakukan walisongo dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran islam di jawa. Contoh lain adalah penyebutan drona menjadi durna (nista), adanya kisah Yudistira harus menyebut kalimat syahadat sebelum masuk surga dan lain-lain.
Betara Guru merupakan satu-satunya wayang kulit yang digambarkan dalam posisi menghadap ke depan, ke arah manusia. Hal ini apat dilihat dari posisi kakinya. Hanya saja karena berbentuk wayang, maka ia menghadap ke samping.
[[Wahana]] (hewan kendaraan) Batara Guru adalah sang [[lembu]] [[Nandini]].
 
Dalam Versi Jawa Asa-asul Tangan Empat dari Bathara Guru adalah saat bertemu dengan Bathara Narada, berikut ceritanya :
Sang Hyang Narada utawa Bathara Narada iku putrane Sang Hyang Caturkanwaka lan Dewi Laksmi. Karana iku Narada uga sinebut Hyang Kanwakaputra utawa Sang Hyang Kanekaputra.
 
Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa weton Balai Pustaka, ing jagad pedhalangan Bathara Narada asale saka Kayangan Siddi Udhaludhal. Dheweke duwe sedulur telu yaiku Sang Hyang Pritanjala, Dewi Tiksnawati lan Sang Hyang Caturwarna.
 
Bathara Narada duwe sisihan aran Dewi Wiyodi. Ing palakramane kalawan Dewi Wiyodi iku, Narada peputra Dewi Kanekawati kang sabanjure kapasrahake marang Resi Seta putrane Prabu Matswapati, raja ing nagara Wirata. Saliyane Dewi Kanekawati, Narada uga peputra Bathara Malangdewa.
 
Bathara Narada iku disuyudi dening sapa wae kang srawung kalawan dheweke. Iku amarga Narada iku watake grapyak semanak. Narada uga kondhang alim, pinter ing maneka warna ilmu, jujur, atine resik, pikirane lantip, seneng gegojegan, prigel olah kaprajuritan ananging uga temen-temen mandhita saengga antuk jejuluk resi. Saliyane iku praupane Narada uga bagus.
 
Ing sawijining wektu nalika Narada mbangun tapa ing sandhuwure banyu samodra, tangane nggegem sawijining cupu aran Linggamanik. Nalika iku Narada mertapa kanthi pangajab antuk kasekten lan kawibawan kang luwih.
 
Patrape Narada iku kaweruhan dening Sang Hyang Manikmaya kang sabanjure tumeka ing papan mertapane Narada. Sawise sapatemon, kalorone banjur andon wasis maneka ilmu, ananging Sanghyang Manikmaya ora bisa ngasorake. Kalorone banjur prang tandhing adu kekuwatan lan kasekten.
 
Wusanane Sanghyang Kanekaputra bisa diasorake dening Manikmaya kanthi sarana aji Kemayam saengga Kanekaputra malih rupa dadi cendhek awake lan ala praupane Wiwit kedadeyan iku Sang Hyang Kanekaputra antuk sesebutan Narada. Sabanjure sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing Suralaya.
 
== Agama Buddha di Indonesia ==
Kabeh Dewa lan Dewaputra suyud lan manut marang Narada karana kalantipan lan kapinterane. Malah Sang Hyang Manikmaya dhewe tansah antuk pituduh lan pamrayoga saka Narada. Tanpa Narada ing Suralaya, Ngarcapada bakal tansah kisruh.
Batara Guru adalah dewa tertinggi dalam kosmologi [[Agama Siwa Buddha]].<ref>{{Cite journal|last=Rema|first=Nyoman|date=2012|title=Dewa tertinggi Siwa Buddha: Studi Etno-Arkeologi|url=https://forumarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/fa/article/view/440/380|journal=Forum Arkeologi|volume=25|issue=1|pages=81-94}}</ref> Tempat ibadah umat [[Buddha]] [[Tionghoa]] yang disebut [[kelenteng]] di Indonesia, yang memiliki altar untuk Manikmaya:
* [[Kelenteng]] [[Hong San Koo Tee]], Jl. HOS Cokroaminoto No. 12, [[Surabaya]]
 
== Mitologi Batak ==
Kacihna akeh prekara kanggo ngatur Tribuwana lan racake uga angel ngudhari maneka prekara iku, Bathara Narada tansah seneng atine ngadhepi maneka prekara iku lan tansah kasil antuk dalan kanggo ngrampungi. Narada tansah bisa ngrampungi maneka prekara kanthi pratitis.
Batara Guru adalah salah satu dari Debata Natolu (Dewata Tritunggal) yang menguasai [[Banua Ginjang]] (dunia atas, kediaman para dewa). Ia dan saudara-saudaranya -[[Soripada|Debata Soripada]] dan [[Mangala Bulan|Debata Mangala Bulan]]- terlahir dari tiga butir telur yang dierami seekor ayam betina raksasa, [[Manuk Patiaraja]], sesosok [[awatara]] dari Debata Asiasi. Ia menikahi seorang dewi bernama Si Boru Porti Bulan dan memiliki dua putra (Mula Songta dan Mula Songti) serta dua putri (Si Boru Sorba Jati dan Si Boru Deak Parujar). Si Boru Deak Parujar selanjutnya menikahi Si Raja Odapodap dan melahirkan keturunan yang menjadi leluhur umat manusia yang tinggal di [[Banua Tonga]] (dunia tengah, yaitu Bumi).<ref name=Doniger>{{cite book|url=http://books.google.com/books?id=r4I-FsZCzJEC&pg=PA163&lpg=PA163|pages=161–170, 179|chapter=Divine Totality and Its Components: The Supreme Deity, the Divine Couple, and the Trinity in Indonesian Religions|title=Asian Mythologies|editors=Wendy Doniger, Yves Bonnefoy|edition=2d|publisher=University of Chicago Press|year=1993|isbn=0226064565}}</ref> Batara guru dalam mitologi ini bertugas sebagai dewa keadilan. Batara merupakan pengucapan bahasa Sanskrit ''Bhattara'' yang berarti "tuan terhormat" dandan ''Guru'' seorang Dewa Hindu yang tinggal dan diidentifikasikan dengan planet [[Jupiter]]. Dewa ini juga diperkirakan merupakan penggambaran dari Wrehaspati dalam Agama Hindu <ref>{{Cite book|last=Greatheed|first=Samuel|last2=Parken|first2=Daniel|last3=Williams|first3=Theophilus|last4=Conder|first4=Josiah|last5=Price|first5=Thomas|last6=Ryland|first6=Jonathan Edwards|last7=Hood|first7=Edwin Paxton|date=1826|url=https://books.google.co.id/books?id=HXNKAQAAMAAJ&pg=PA428&lpg=PA428&dq=Debata+hasi+asi&source=bl&ots=KHogsEExHb&sig=ACfU3U0-nfMilBiOc_abMavGDGTuIVGnnw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjfmubEw-z_AhUboGMGHQeFD8IQ6AF6BAgWEAM|title=The Eclectic Review|publisher=C. Taylor|pages=428|language=en|url-status=live}}</ref> Selain sebagai dewa keadilan, dewa ini juga merupakan pemandu para manusia yang bila terlalu kasar kepada manusia, maka [[Soripada]] yang akan mengingatkannya sebagai dewa belas kasih. <ref name=":0">{{Cite book|last=|first=|date=22 April 1826|url=https://books.google.co.id/books?id=OUs1AQAAMAAJ&pg=PA485&dq=30+April+1824,+Burton+dan+Ward&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwi4tby1xs7_AhXS7zgGHauXAL4Q6AF6BAgJEAI|title=Transactions of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|location=Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|publisher=The Society.|pages=499|language=en|chapter=XXVI. Report of a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. By Messrs. BURTON and WARD, Baptist Missionaries. Communicated by the late Sir STAMFORD RAFFLES, Kt.|url-status=live}}</ref>
 
Mulajadi Nabolon yang maha kuasa memberi Batara Guru kebijaksanaan, hukum peradilan, hukum kerajaan, pengetahuan, dan kemampuan untuk mengontrol takdir serta nasib umat manusia. Wilayahnya meluas dari Bukit Siunggas ke Bukit Parsambilan, termasuk surga bertingkat tujuh di mana pohon suci Hariara tumbuh. Batara Guru digambarkan mengenakan jubah hitam serta [[serban]] berbentuk kapal besar dengan tiga warna yang disebut "Talungkup". Ia mengendarai kuda hitam dan di tangannya membawa timbangan yang disebut "Gantang Tarajuan". Ia memiliki seekor [[gagak]] berwarna hitam dan burung Nanggar Jati. Ia juga memiliki kemampuan untuk memberi kehidupan pada umat manusia serta membuka telinga mereka sehingga mereka dapat membedakan kata-kata baik dan jahat.
Dening Batara Guru, Narada asring sinebut ”kakang”. Mula bukane nalika andon wasis maneka rupa ngelmu, Bathara Guru tansah kalah saengga nuwuhake rasa nesu marang Narada lan banjur nyepatani Narada.
 
Berdasarkan sumber di atas, anak-anak Batara Guru didaftarkan sebagai berikut (di luar hukum Dalihan Natolu):
Ananging karana Narada duwe ngelmu kang luwih dhuwur, dheweke banjur sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing Suralaya lan dianggep luwih tuwa. Wiwit iku Sang Hyang Manikmaya utawa Bathara Guru tansah nyeluk Narada kanthi sesebutan ”Kakang Narada”.
# Mula Songta menikahi Nan Bauraja, putri Debata Soripada dan Si Boru Malimbim.
# Mula Songti menikahi Narudang Ulubegu, putri Debata Soripada dan Si Boru Malimbim.
# Si Boru Sorba Jati menikahi Naga Padoha, putra Debata Mangala Bulan dan Si Boru Anggarana.
# Si Boru Deak Parujar menikahi Si Raja Odapodap, putra Debata Mangala Bulan dan Si Boru Anggarana.
 
== Mitologi Bugis ==
Ing crita liyane, nalika Bathara Narada sapatemon kalawan Bathara Guru, Narada diece dening Bathara Guru kanthi ukara yen Bathara Narada iku tangane papat. Nalika mertapa ing sandhuwure banyu samodra iku, Narada nganggo klambi ananging tangane sing loro ora dilebokake ing lengene klambi, saengga katon kaya-laya tangane papat. Saka pangecene Bathara Guru marang Narada iku malah Bathara Guru dhewe kang kena sepata, saengga tangane dadi papat.
Berdasarkan [[Sureq Galigo]], Batara Guru adalah seorang dewa, putra [[Sang Patotoqe]] dan [[Datu Palingeq]], yang dikirim ke bumi untuk dibesarkan sebagai umat manusia. Nama kedewaannya adalah La Togeq Langiq. Ia setidaknya memiliki sepuluh anak dari lima selirnya, tetapi hanya satu putra dari permaisuri yang ia cintai, [[We Nyiliq Timoq]]. Ia adalah ayah dari [[Batara Lattuq]] dan kakek dari [[Sawerigading]], tokoh utama dari kisah mitologi Bugis, Sureq Galigo. Ia juga ayah dari [[Dewi Sri|Sangiang Serri]], dewi padi dan kesuburan dalam mitologi Bugis.
 
Daftar anak Batara Guru adalah nama(berdasarkan lainSureq [[Siwa]].Galigo):
# We Oddang Nriuq (alias Sangiang Serri), dari selir We Saung Nriuq
# La Pangoriseng dari selir We Leleq Ellung
# La Temmalureng dari selir We Saung Nriuq
# La Temmalolo (saudara kembar dari La Temmalureng) dari selir We Saung Nriuq
# La Lumpongeng dari selir Apung Talaga
# La Pattaungeng dari selir Tenritalunruq
# We Temmaraja dari selir Apung Ritoja
# La Tenriepeng dari selir We Saung Nriuq
# La Temmaukkeq dari selir We Leleq Ellung
# La Sappe Ilek dari selir Apung Talaga
# La Tenrioddang dari selir Tenritalunruq
# Batara Lattuq dari permaisuri We Nyiliq Timoq
 
== Lihat pula ==
Selain dikenal dalam kisah [[wayang]], nama Batara Guru juga dikenal dalam [[mitologi Batak]] sebagai dewa yang tinggal di [[Banua Ginjang]].
* [[Batara-Batari dalam pewayangan]]
 
== Referensi ==
{{mahabharata-stub}}
{{reflist|2}}
 
{{tokoh wayang}}
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
 
[[deKategori:BataraMitologi GuruBatak]]
[[Kategori:Mitologi Batak Toba]]
[[en:Bathala]]
[[jvKategori:BatharaMitologi GuruJawa|B]]
[[msKategori:BentaraMitologi GuruBugis]]
[[Kategori:Dewa-Dewi Taoisme]]
[[tl:Bathala]]
[[Kategori:Tokoh Mahabharatawayang|B]]
[[Kategori:Mitologi Indonesia]]