Keresidenan Jambi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Perekonomian: menambahkan pranala dalam untuk memperjelas konteks
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 4:
Pada tanggal 4 Maret 1942, seluruh wilayah Keresidenan Jambi telah dikuasai oleh pasukan [[pendudukan Jepang di Hindia-Belanda]]. Struktur pemerintahan yang dibuat oleh Belanda di Keresidenan Jambi tetap dipertahankan oleh pasukan Jepang tetapi diadakan pengubahan nama dan pengurangan jumlah jabatan.
 
Setelah kemerdekaan Indonesia, [[Komite Nasional Indonesia Pusat|Komite Nasional Indonesia]] menetapkan [[Sagaf Yahya]] sebagai residen pertama untuk Keresidenan Jambi pada tanggal 3 September 1945. Keresidenan Jambi kemudian mulai mengadakan [[perdagangan]] menggunakan mata uang Rupiah ketika Inu Kertapati menjabat sebagai residen Jambi. Pada bulan April 1946, Keresidenan Jambi dimasukkan sebagai bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera. Lalu pada tahun 1948, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Keresidenan Jambi kemudian berubah menjadi Provinsi Jambi pada tahun 1957 ketika Provinsi Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga provinsi yang baru.
 
== Sejarah ==
Baris 19:
 
=== Masa Pemerintah Indonesia ===
Pada tanggal 3 September 1945, Komite Nasional Indonesia mengadakan rapat umum pleno di Gedung Nanpo. Rapat ini menetapkan bahwa Pemerintah Indonesia menetapkan [[Sagaf Yahya]] sebagai residen di Keresidenan Jambi.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=50}} Pada bulan April 1946, diadakan Konferensi Komite Nasional Indonesia Seluruh Sumatera di [[Kota Bukittinggi]]. Konferensi ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera menjadi tiga sub provinsi yakni Sub Provinsi Sumatera Utara, Sub Provinsi Sumatera Tengah dan Sub Provinsi Sumatera Selatan. Masing-masing sub provinsi ini dipimpin oleh seorang gubernur muda. Dalam pembagian ini, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah yang ibu kotanya terletak di Kota Padang.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=51-52}}
 
Pada tahun 1948, Pemerintah Indonesia menetapkan pembentukan [[Sumatera Tengah|Provinsi Sumatera Tengah]]. Wilayah Keresidenan Jambi bersama dengan wilayah Keresidenan Riau dan Keresidenan Sumatera Barat ditetapkan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Pada tahun 1957, terjadi pengambilalihan pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah oleh [[Dewan Banteng]]. Pemerintah Indonesia di Jakarat kemudian menanggapi dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1957. Peraturan ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga provinsi baru, yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi.<ref>{{Cite book|last=Asnan|first=Gusti|date=2011|title=Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950‑an (Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa)|location=Jakarta|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KITLV‑Jakarta|isbn=|editor-last=van Bemmelen, S., dan Raben, R.|pages=110|chapter=Regionalisme, Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera Barat Tahun 1950-an|url-status=live}}</ref>
Baris 87:
Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Keresidenan Jambi merupakan [[pelabuhan]] terbuka yang menerapkan [[barter]] sebagai sistem perdagangan. Semua pembayaran wajib kepada negara dihitung dengan nilai tukar [[Dolar Singapura]] dalam kegiatan [[ekspor]] dan [[impor]]. Harga barang di Keresidenan Jambi ditentukan oleh harga perdagangan karet yang diperdagangkan menggunakan Dollar. Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Jambi kemudian memberikan kemudahan dalam perdagangan makanan kepada para pedagang skala kecil dengan memberikan kuasa kepada pemerintah Keresidenan Jambi untuk mengadakan pencetakan uang secara fotokopi. Bentuk dari uang yang dicetak ialah kupon uang kertas dengan nilai mata uang Rupiah senilai Rp. 0,50, Rp. 1, Rp. 2,50, Rp. 5, dan Rp. 10.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=55-56}}
 
Keabsahaan [[uang kertas]] yang dicetak awalnya ditandai dengan keberadaan [[tanda tangan]] Inu Kertopati sebagai Residen Jambi di sisi kanan uang. Sementara di sisi kanan uang kertas harus terdapat tanda tangan dari salah satu anggota komisi percetakan uang. Namun cara ini kemudian dipermudah untuk menghemat waktu dan tenaga percetakan uang. Uang kertas dianggap sah cukup dengan adanya stempel Residen Jambi dan tanda tangan dari salah seorang anggota komisi percetakan uang untuk tiap nilai tertentu pada kupon.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=56}}
 
== Pemanfaatan lahan ==