T.B. Simatupang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
DewiA75 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
CendekiaPedia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 12:
| term_end = 4 November 1953
| predecessor = [[Jenderal Besar]] [[TNI]] [[Soedirman]]<br>
[[Jenderal]] [[TNI]] [[Oerip Soemohardjo]] (sebagai kepala staf tkrTKR)
| successor = [[Jenderal Besar]] [[TNI]] [[Abdul Haris Nasution]]
| birth_date = {{birth date|1920|1|28}}
Baris 40:
|[[Ali Budiardjo]] (ipar)}}
}}
[[Letnan Jenderal TNI|Letnan Jenderal]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] [[Purnawirawan|(Purn.)]] '''Tahi Bonar Simatupang''' (disingkat sebagai '''T.B. Simatupang'''; {{lahirmati|[[Sidikalang]], [[Sumatera Utara]]|28|1|1920|[[Jakarta]]|1|1|1990}})<ref>{{cite book|title=Sejarah TNI-AD 1945-1973|series=Seri ke-14 : Riwayat Hidup Singkat Pelaku-Pelaku Sejarah TNI-AD|publisher=Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat|year=1982|location=Jakarta}}</ref> adalah seorang tokoh [[militer]] dan [[Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia|tokoh Gereja]] di Indonesia.
 
T.B. Simatupang pernah ditunjuk oleh [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soekarno]] sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah [[Panglima Tentara Nasional Indonesia|Panglima Besar]] [[Jenderal]] [[Soedirman]] wafat pada tahun [[1950]]. Ia menjadi KASAP hingga tahun [[1953]]. Jabatan KASAP secara hierarki organisasi pada waktu itu berada di atas [[Kepala Staf Angkatan Darat]], [[Kepala Staf Angkatan Laut]], [[Kepala Staf Angkatan Udara]]<ref name="pasal6">''pasal 6'', UU No.3 Tahun 1948</ref> dan berada di bawah tanggung jawab [[Daftar Menteri Pertahanan Indonesia|Menteri Pertahanan]].<ref>''pasal 3'', UU No.3 Tahun 1948</ref>
Baris 46:
T.B. Simatupang meninggal dunia pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]]. Pada tanggal 8 November 2013, [[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Susilo Bambang Yudhoyono]] memberikan gelar [[Pahlawan Nasional]] kepada T.B. Simatupang.<ref>Keputusan Presiden Nomor 68/TK Tahun 2013</ref> Saat ini namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan [[Cilandak]], [[Jakarta Selatan]] hingga [[Cipayung]], [[Jakarta Timur]].
 
Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, [[Pemerintah Republik Indonesia]], mengabadikan <!--beliau-->ia di pecahan uang logam rupiah baru, pecahan Rp. 500,-Rp500.<ref>[https://m.detik.com/finance/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1 "Rupiah Desain baru terbit Hari ini"]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
== Masa muda ==
Baris 53:
Bonar menempuh pendidikannya di [[Hollandsch-Inlandsche School|HIS]] di [[Siborongborong, Tapanuli Utara|Siborongborong]] dan lulus pada [[1934]]. Ia melanjutkan sekolahnya di [[MULO]] Dr. Nomensen di [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]] pada tahun [[1937]], lalu ke [[AMS]] di [[Salemba]], [[Batavia]] dan selesai pada [[1940]]. Saat bersekolah di Batavia, Bonar terbilang siswa yang pintar, termasuk fasih berbahasa Belanda.
 
Saat belajar sejarah, Bonar pernah mendebat guru sejarahnya hingga dia diusir, karena gurunya dianggap terlalu merendahkan kemampuan bangsa Indonesia. Gurunya tersebut, ''Meneer Haantjes'' Haantjes, menyatakan bahwa penduduk “Hindia Belanda” tidak mungkin bersatu mencapai kemerdekaan karena perbedaan besar di antara suku-suku, dan bahwa penduduk “Hindia Belanda” tidak mungkin membangun tentara yang modern untuk mengalahkan Belanda karena fisiknya yang pendek tidak mengizinkan untuk tentara yang baik. Bonar menyatakan bahwa ''Meneer Haantjes'' telah menyebarkan mitos yang ketidakbenarannya akan dibuktikan sejarah selanjutnya. Direktur sekolah, ''Meneer'' de Haan'', seorang [[Calvinisme|Calvinis]] yang taat, memberikan nasihat padanya agar dalam mengemukakan pendapat diusahakan tidak menyakiti hati orang lain. Semula Bonar merasa nasihat itu adalah nasihat orang yang berjiwa kolonial. Namun di kemudian hari, Bonar merasa andaikan dia menerima nasihat direkturnya lebih sungguh, mungkin dia tidak akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya selanjutnya.
 
Pada bulan Mei [[1940]], [[Belanda|Negeri Belanda]] diinvasi oleh pasukan [[Nazi Jerman]], Angkatan Darat Kerajaan Belanda (KL, ''Koninlijke Leger'') dibubarkan dan senjatanya dilucuti, demikian pula akademi militer kerajaan (KMA: ''Koninlijke Militaire Academie'') di Breda dan diungsikan ke [[Kota Bandung|Bandung]], [[Hindia Belanda]]. Bonar yang baru usai menyelesaikan pendidikan menengahnya di AMS Batavia, memutuskan mengikuti ujian masuk KMA untuk membuktikan ucapan gurunya tentang mitos orang Indonesia tidak akan pernah merdeka dan tidak bisa membangun angkatan perang tidak benar.