| death_date = {{death date|1967|9||1926|7|3}}
| birth_place = [[Kabupaten Kebumen|Kebumen]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
| death_place = [[Kota Cimahi|Cimahi]], [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]
| birth_name =
| nickname =
}}
[[Letnan Kolonel]] '''Oentoeng bin Sjamsoeri''' | '''([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]''': '''Untung bin Syamsuri''') ({{lahirmati|Kedung Bajul, [[Bojongsari, Alian, Kebumen]], [[Jawa Tengah]]|3|7|1926|[[Cimahi]], [[Jawa Barat]]||9|1967}}<ref name="HUGHES205">Hughes (2002) p. 205</ref>) adalah satu dari sekian pemimpin [[Gerakan 30 September]] 1965 ([[G30S]]). [[Letkol]] Untung adalah mantan anak buah [[Soeharto]] ketika ia menjadi Komandan Resimen [[15]] di [[Kota Surakarta|Solo]].
== Masa kecil ==
Untung Sutopo bin Syamsuri pindah dari [[Kabupaten Kebumen|Kebumen]] ke Desa[[Jayengan, Serengan, Surakarta|Jayengan]], [[Kota Surakarta|Solo]], pada tahun 1927. Nama kecilnya adalah '''Kusman'''. Ayahnya bernama Abdullah dan bekerja di sebuah toko peralatan batik di [[Pasar Kliwon, Surakarta|Pasar Kliwon]], Solo. Sejak kecil Kusman telah diangkat anak oleh pamannya yang bernama Syamsuri. Kusman masuk sekolah dasar di Ketelan dan di sanalah dia mengenal permainan bola dan menjadi hobinya kemudian hari. Karena senang bermain bola Kusman pernah menjadi anggota KVC (Kaparen Voetball Club (KVC) di desanya. Setelah lulus sekolah dasar, Kusman melanjutkan ke sekolah dagang namun tidak sampai selesai karena [[Jepang]] mulai masuk ke [[Indonesia]] dan Kusman bergabung ke dalam ''[[Heiho]]''.
== Karier militer ==
Semasa perang kemerdekaan untung bergabung dengan Batalyon Sudigdo yang berada di [[Kabupaten Wonogiri|Wonogiri]]. Selanjutnya Gubernur Militer [[Kolonel]] [[Gatot Soebroto]] memerintahkan agar Batalyon Sudigdo dipindahkan ke [[Cepogo, Boyolali|Cepogo]], di lereng [[Gunung Merbabu]]. Kemudian Kusman pergi ke [[Kabupaten Madiun|Madiun]] dan bergabung dengan teman-temannya. Setelah [[Pemberontakan PKI 1948|peristiwa Madiun]], Kusman berganti nama menjadi Untung Sutopo dan masuk TNI melalui [[Akademi Militer]] di [[Kota SemarangMagelang|SemarangMagelang]].
Letnan Kolonel Untung Sutopo bin Syamsuri, tokoh kunci Gerakan 30 September 1965 adalah salah satu lulusan terbaik [[Akademi Militer]]. Pada masa pendidikan ia bersaing dengan [[Leonardus BenyaminBenjamin Moerdani]], perwira muda yang sangat menonjol dalam lingkup [[Komando Pasukan Khusus|RPKADResimen Para Komando Angkatan Darat]] (RPKAD). Mereka berdua sama-sama bertugas dalam operasi perebutan [[Papua (wilayah Indonesia)|Irian Barat]] dan Untung merupakan salah satu anak buah [[Soeharto]] yang dipercaya menjadi Panglima Mandala. Untung dan Benny tidak lebih satu bulan berada di Irian Barat karena Soeharto telah memerintah gencatan senjata pada tahun 1962.
Sebelum ditarik ke [[Resimen Tjakrabirawa]], Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 454/Banteng Raiders yang berbasis di Srondol, Semarang. Batalyon ini memiliki kualitas dan tingkat legenda yang setara dengan Yonif Linud 330/Kujang dan Yonif Linud 328/Kujang II. Kelak dalam peristiwa G30S ini, Banteng Raiders akan berhadapan dengan pasukan elite RPKAD di bawah komando [[Sarwo Edhie Wibowo]].
Setelah G30S meletus dan gagal dalam operasinya, Untung melarikan diri dan menghilang beberapa bulan lamanya sebelum kemudian ia tertangkap secara tidak sengaja oleh dua orang anggota Armed di [[Kabupaten Tegal|Tegal]], Jawa Tengah. Ketika tertangkap, ia tidak mengaku bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa tangkapannya adalah mantan Komando Operasional G30S. Setelah mengalami pemeriksaan di markas CPM Tegal, barulah diketahui bahwa yang bersangkutan bernama Untung.
Untung diadili oleh Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub). Ia menyangkal bahwa ia adalah anggota [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) dan bersikeras bahwa ia bertindak atas inisiatifnya sendiri.<ref name="HUGHES30">Hughes (2002) p. 30</ref> Ia dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada bulan September 1967.<ref name="CROUCH159205242">Crouch (2007) pp. 159, 205, 242</ref>
Setelah melalui sidang Mahmilub yang kilat, Untung pun dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat pada tahun 1966, setahun setelah G30S meletus.
== Hubungan dengan Soeharto ==
[[Berkas:Untung-soeharto-soekarno.jpg|jmpl|ka|[[Presiden Indonesia|Presiden]] [[Soekarno]] menerima [[Batalyon 454]] pada perayaan untuk veteran [[Operasi Trikora|pembebasan Irian Barat]] di [[Istana Negara]], [[19 Januari]] [[1963]]. Tampak Mayor Untung (kiri, Komandan Batalyon 454) dan Jenderal [[Soeharto]].]]
Bagi [[Soeharto]], Untung bukanlah orang lain. Hubungan keduanya cukup erat apalagi Soeharto pernah menjadi atasan Untung di [[Komando Daerah Militer IV/Diponegoro|Kodam VIIIV/Diponegoro]]. Indikasi kedekatan tersebut terlihat pada resepsi pernikahan Untung yang dihadiri oleh Soeharto beserta [[Siti Hartinah|Tien Soeharto]]. Pernikahan tersebut berlangsung di [[Kabupaten Kebumen|Kebumen]] beberapa bulan sebelum G30S meletus. Kedatangan komandan pada resepsi pernikahan anak buahnya adalah hal yang jamak.
== Pranala luar ==
|