Liem Seeng Tee: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yoga Widya 1994 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala sama dengan teksnya)
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 13:
{{Infobox Chinese|t=林生地|s=林生地|p=Lín Shēngdì|bpmf=ㄌㄧㄣˊ ㄕㄥ ㄉㄧˋ}}
 
'''Liem Seeng Tee''' (1893 – 1956) adalah pendiri [[Sampoerna|PT HM Sampoerna Tbk.]], salah satu perusahaan tembakau terbesar di Indonesia. Pada tahun 1930-an, Liem Seeng Tee mengadopsi [[nama Indonesia|Nama Indonesia]] Sampoerna (lih. [[wikt:sempurna|sempurna]]) yang berarti "kesempurnaan" sebagai nama keluarganya, sehingga menjadi nama perusahaan tersebut. Sampoerna memproduksi [[Dji Sam Soe]] pada tahun 1913, Panamas 1 pada tahun 1971, Sampoerna A Hijau (A Kretek) pada tahun 1979, Sampoerna A Mild pada tahun 1989, dan Dji Sam Soe Magnum Filter pada tahun 2004.
 
== Kehidupan pribadi ==
Baris 26:
Sebelum ayahnya meninggal, Liem Seeng Tee dititipkan disebuah keluarga Tionghoa di Bojonegoro. Di keluarga Tionghoa tersebut Liem Seeng Tee menerima pelajaran-pelajaran tentang keuangan. Hingga umur sebelas (11) tahun Seeng Tee diasuh di keluarga tersebut. Setelah itu, Liem Seeng Tee hidup mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berjualan makanan kecil di dalam gerbong kereta jurusan [[Surabaya]] - [[Jakarta]] dengan cara melompat masuk pada malam buta. Liem Seeng Tee pernah berjualan makanan kecil selama 18 bulan penuh tanpa istirahat sekalipun. Di situ dia belajar meracik tembakau yang kemudian dijualnya di stasiun [[kereta api]].
 
Tidak lama setelah menikah dengan [[Siem Tjiang Nio]] tahun [[1912]], Liem Seeng Tee mendapatkan pekerjaan sebagai peracik dan pelinting rokok di sebuah pabrik rokok di Lamongan. Dari situ Seeng Tee memperlihatkan kemampuan alaminya dalam meracik dan melinting rokok. Namun tidak lama kemudian, Seeng Tee berhenti dari pekerjaannya itu dan menyewa sebuah warung kecil di Jln. Tjantian di [[Surabaya]] Lama. Di warung tersebut Seeng Tee bersama istrinya berjualan bahan makanan kecil, sedangkan Liem Seeng Tee berusaha berjualan rokok racikannya sendiri. Usaha ini sempat maju ketika jalan raya di depan rumah dilebarkan, sehingga jalanan menjadi ramai dan pelanggan meningkat. TetapiNamun, perkembangan pertama ini langsung dihantam oleh pukulan pertama, gubug tempat tinggal keluarga muda ini terbakar.
 
Tak lama kemudian ternyata datang kesempatan kedua, sebuah perusahaan tembakau bangkrut, dan Liem Seeng Tee ditawari untuk membeli unit usaha itu dengan harga murah, tetapi harus dilunasi dalam waktu kurang dari 24 jam. Liem Seeng Tee merasa beruntung sekali, karena kesempatan yang tak mungkin muncul lagi itu berhasil diraihnya, karena diam-diam istrinya menabung pada salah satu tiang bambu rumahnya. Di unit usaha inilah Liem Seeng Tee berkesempatan memamerkan keahliannya sebagai peracik tembakau yang sangat andal. Di sini suami istri yang kemudian dikaruniai dua putra dan tiga putri ini melayani pesanan rokok dengan aneka citarasa, menggunakan mesin pelinting sederhana.
Baris 33:
 
Menjelang pendudukan [[Jepang]], perusahaan ini sudah memiliki 1300 orang karyawan yang bekerja dua sif, dengan produksi lebih dari tiga juta batang rokok per minggu. Pabriknya semakin besar, dan pasarnya semakin kukuh, khususnya untuk daerah [[Jawa Timur]] dan [[Jawa Tengah]].
Namun pada tahun [[1942]] Jepang mendarat di [[Surabaya]], dan dalam waktu kurang dari enam jam, Seeng Tee ditangkap dan dibawa ke [[Jawa Barat]] untuk menjalani kerja paksa, sementara keluarganya lari dalam persembunyian. Tak diketahui ke mana larinya harta milik keluarga dan perusahaan. TetapiNamun, yang pasti, setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, harta Liem Seeng Tee yang masih tersisa tak lebih dari keluarganya sendiri dan merek dagang “Dji Sam Soe”.
 
Liem Seeng Tee kembali memulai usahanya, dan kembali mengusung merek “Dji Sam Soe” ke pasar. Perlahan tapi pasti usahanya kembali berkembang, kapasitas produksinya semakin baik, dan pasar mulai kembali berhasil dikuasainya. TetapiNamun, hambatan kembali muncul, kali ini dari iklim politik berupa suburnya perkembangan ideologi [[komunisme]], yang berhasil memutuskan hubungan kekeluargaan yang selama ini berhasil dirintisnya dengan para karyawannya. Sedemikian dahsyat penyusupan komunisme di dalam pabriknya, sehingga Liem Seeng Tee tak bisa mengunjungi pabriknya untuk menyapa para karyawannya, hingga ajal menjemputnya. Liem Seeng Tee meninggal pada tahun [[1956]].
 
== [[HM Sampoerna]] sepeninggal Liem Seeng Tee ==
Baris 45:
Di tangan [[Aga Sampoerna]] perusahaan itu semakin berkibar. Di awal tahun 70an, seiring dengan masuknya [[Putera Sampoerna]], putera Liem Swie Ling / Aga Sampoerna, ke jajaran manajemen, perusahaan terus berkembang pesat. Jumlah karyawan sudah mencapai 1200 orang, dengan produksi 1,3 juta batang rokok per hari. Tahun [[1979]] pabrik milik HM Sampoerna sempat kembali terbakar habis, tetapi dalam waktu 24 hari Dji Sam Soe sudah berhasil kembali mendatangi konsumennya. Aga Sampoerna meninggal dunia pada tanggal [[13 Oktober]] [[1995]], meninggalkan perusahaan yang terus semakin maju pesat.
 
Ide untuk menjadi perusahaan publik adalah ide [[Putera Sampoerna]] yang awalnya tidak secara bulat diterima oleh keluarganya. TetapiNamun, dengan penuh kesabaran Putera Sampoerna berhasil meyakinkan mereka, bahwa go public akan mengantar perusahaan itu ke tataran global, dan nilai absolut saham milik keluarga pasti akan meningkat setelah itu, satu keyakinan yang ternyata benar di kemudian hari. Kini perusahaan yang bermula dari unit usaha rumahan itu sudah berada di tangan generasi keempat, di bawah kepemimpinan [[Michael Sampoerna|Michael Joseph Sampoerna]], dan telah menjadi salah satu perusahaan publik papan atas.
 
Maret [[2005]] merupakan masa penting dalam perjalanan bisnis Putera Sampoerna dan keluarganya, di mana Putera memutuskan untuk menjual menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke [[Philip Morris International]].