Sosiologi Daerah Aliran Sungai Indragiri: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Pengertian budak-budak |
k Karakter Pemerintahan Desa di DAS Indragiri bersifat kekeluargaan |
||
(17 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 28:
Penggerusan budaya di Indragiri secara perlahan terjadi. Faktor penyebabnya antara lain arus teknologi komunikasi yang di fasilitasi oleh internet, minimnya upaya pewarisan budaya serta pencemaran budaya dengan alasan modernisasi yang dilakukan ''ivent organizer''.
=== Sistem Struktur Sosial
Sistem struktur sosial pada masyarakat DAS Imdragiri adalah pengelompokan individu anggota masyarakat atas status sosial tertentu.
Menurut Andrew, struktur sosial merupakan suatu pola hubungan sosial yang terjadi antar individu sehingga membentuk suatu kelompok di dalam masyarakat.<ref>{{Cite web|first=Aris|title=Struktur Sosial di Masyarakat: Klasifikasi, Jenis, Fungsi, & Unsur|url=https://www.gramedia.com/literasi/struktur-sosial/|website=Gramedia Blog|access-date=2024-11-15}}</ref>
Secara umum pengelompokan tersebut terdiri atas struktur formal, struktur non formal dan struktur informal.
Berdasarkan data kependudukan penduduk DAS Indragiri dikelompokkan atas usia, pekerjaan, status perkawinan, dan tingkat pendidikan. ▼
Struktur formal adalah pengelompokan masyarakat sesuai ketentuan hukum dan peraturan Negara Indonesia, misalnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014<ref name=":0">Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa</ref> Tentang Desa. Antara lain, struktur Pemerintahan Desa, berjenjang mulai dari Buapti, Camat, Kepala Desa, Badan Permusyawaran Desa, Tim Penggerak PKK, Dusun, Rukun Warga, Rukun Tetangga, hingga dasa wisma. Termasuk juga pengurus masjid / musholla, lembaga adat, pengurus koperasi, maupun partai politik tingkat desa. Pengelompokan masyarakat berdasarkan data kependudukan juga termasuk struktur formal.
Struktur non formal antara lain kepengurusan organisasi kepemudaan, olah raga, seni budaya, arisan, sosial kematian, hingga berbagai panitia pelaksana kegiatan tertentu yang muncul dan aktif secara sporadis.
Sedangkan struktur informal antara lain struktur dalam suatu keluarga, struktur suku, kelompok belajar anak-anak, geng remaja, hingga kelompok ronda,
Menarik utuk dikaji adalah struktur informal, terutama menyangkut kelompok kerja, religius, kesehatan, adat, hubungan kekerabatan dan kebangsawanan.
▲
Kelompok usia di kalangan masyarakat DAS Indragiri hanya ada dua, yaitu ''orang tue'' dan ''budak-budak'' (anak-anak). Penghitungan usia bukan berdasarkan umur seseorang pada saat itu, namun hanya sebagai perbandingan. Maksudnya, ketika seseorang berusia 15 tahun berada dalam kelompok orang-orang yang mayoritas berusia lebih dari 18 tahun, dia disebut ''budak-budak'', namun jika dia segera bergabung dengan kelompok umur rata-rata 10 tahun maka disebut ''orang tu''e.
Baris 39 ⟶ 49:
Penyebutan orang tua atau ''budak-budak'' juga ditujukan oleh tingkah laku dan tingkat pengetahuan seseorang. Meskipun usianya sudah 50 tahun, namun masih bergaya ala remaja, orang bamyak akan menyebutnya ''budak-budak''. Begitu pula jika ada orang dewasa namun tingkat pemikirannya lemah, teman sebanyanya akan menyebut dia masih ''budak-budak''.
Sebutan pekerjaan bagi masyarakat DAS Indragiri adalah usaha apa yang paling sering dikerjakan. Misalnya, jika lebih banyak mencari ikan dengan ''gogo'' (sejenis alat penangkap ikan seperti [[lukah]] namun terbuat dari kulit kayu) maka pekerjaanya adalah menggogo, jika lebih sering menggunakan [[jaring]], pekerjaannya adalah menjaring. Pekerjaan lainnya adalah be-[[ladang]], ''membalak'' (mencari kayu ke hutan), ''bekobun'' (berkebun sawit, karet atau kelapa).
Umumnya seorang warga melakukan berbagai usaha. Hal itu pengaruh musim dan situasi kondisi tertentu. Misalnya ''menggogo, melukah, menjaring'' dan sebagainya tidak dapat diandalkan hasilnya akibat air sungai sedang besar debitnya, maka mereka akan menjadi ''pendodos'' (buruh harian lepas mendodos sawit atau karet), beladang, dan sebagainya.
Pekerjaan lainnya yang dijalani warga DAS Indragiri adalah pegawai (Pegawai Negeri Sipil, honorer, pegawai BUMN / BUMD, maupun staf kantor / perusahaan swasta), perngkat (Bupati, Camat maupun Kepala Desa beserta seluruh aparatnya), Polisi, Tentara, guru, bidan, mantri, dan ''bejualan.''
Status perkawinan di kalangan masyarakat DAS Indragiri hanya ada ''bujangan'' (laki-laki atau perempuan yang belum menikah}, ''nikah'' dan jande (janda) . Anak laki-laki remaja yang belum menikah disebut ''anak bujang'', jika perempuan disebut ''anak gades''. Kata kawin di Melayu Indragiri termasuk kata tabu, karena berkonotasi hubungan seksual. Istilah duda (laki-laki yang bercerai) tidak ada. Sehingga kata ''dude'' tidak ada dalam kosa kata Melayu. Duda, jika masih berusia di bawah 40 tahun tergolong ''anak bujang,'' di atasnya disebut pernah nikah. Meskipun jika kelak menikah lagi dalam proses pernikahannya disebut duda. Status janda termasuk aib di Melayu Indragiri, bahkan lebih memalukan dari perawan tua.
Tingkat pendidikan di kalangan masyarakat DAS Indragiri hanya ada ''sekolah'' dan ''tak sekolah''. Orang-orang putus sekolah tetap masuk kategori ''tak sekolah''. Mahasiswa, meskipun sedang menemuh pendidikan S3 disebut ''sekolah''.
Dari struktur informal berkenaan kelompok kerja, di kalangan masyarakat DAS Indragiri ada istilah ''batobo'' (di Kuantan Singingi), ''pepaghiam'' (di Indragiri Hulu), dan ''bos''.
''Batobo'' dan ''pepaghiam'' adalah sistem gotong royong pada satu jenis pekerjaan pada kelompok kecil yang sejenis. Biasanya dilakukan oleh petani penggarap sawah pada lokasi sawah yang berada pada hamparan yang sama. Mislnya, jika ada 9 orang petani yang sawahnya berdekatan, saat mencangkul 9 orang itu turun ke sawah si A, lanjut si B, begitu seterusnya sampai 9 petak sawah milik mereka selesai dicangkul. Begitu pula saat ''[[Mensiang|menyiang]]'' ,memupuk maupun ''menyabit'' ([[panen]]). Peralatan kerja serta ''boka''l (bekal untuk makan siang) dibawa oleh masing-masing peserta. Pemilik sawah (biasanya ibu-ibu) ada kalanya menyediakan penganan dan air teh, kopi atau sirup dan sebagainya.
''Bos'' adalah sebutan sejumlah pekerja kepada pemilik modal dalam usaha ''balak'' (mencari kayu di hutan), toke karet, sawit, kelapa atau komoditas lainnya maupun usaha lainnya. ''Bos'' akan menyediakan pinjaman uang yang akan dipakai pekerja untuk ditinggalkan kepada keluarganya maupun membeli bahan makanan, obat nyamuk, dan keperluan lainnya selama ''mandah'' (meninggalkan rumah beberapa hari untuk bekerja di hutan atau tempat yang jauh). Pinjaman itu akan dipotong ''bos'' dari penjualan hasil kerjanya.
Struktur sosial informal dalam hal religius masyarakat DAS Indragiri lebih memandang kuantitas dibanding kualitas. Orang-orang yang sering ke masjid / surau untuk sholat berjamaah dan ikut serta dalam berbagai kegiatan keagamaan lebih disebut ''alim'' dibanding sarjana bidang agama Islam namun jarang ke masjid / surau di kampung itu.
Dalam hal pengobatan tradisional, muncul istilah ''[[dukun]],'' yaitu orang yang melakukan upaya penyembuhan orang sakit, atau mengatasi masalah-masalh tertentu secara gaib maupun menggunakan bahan-bahan dan alat-alat alami. Dukun terbagi atas ''dukun baek'' dan satunya lagi ''berelemu itam'' (berilmuhitam). Orang-orang yang dekat atau suruhan dukun disebut ''anak buah dukun''. Karib keluarga dukun, disebut ''keluarge dukun''.
Kelompok orang di DAS Indragiri yang menggeluti adat disebut ''datu''k''/ninik mamak/batin''. Pengurus Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) terdiri dari Dewan Kehormatan Adat (DKA), Majelis Kerapatan Adat (MKA), Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, hingga Lembaga Kerapan Adat (LKA).<ref>{{Cite web|first=author|date=2017-02-28|title=Profil Lembaga Adat Melayu Riau|url=https://lamriau.id/profil-lam-riau/4/|website=Lembaga Adat Melayu Riau|access-date=2024-11-15}}</ref> Tidak lagi memandang usia, pendidikan, pekerjaan, asal usul, bahkan latar belakang kehidupannya, apabila telah dinobatkan sebagai pengurus adat, masyarakat akan memanggil ''datu''k''/ninik mamak/batin'' kepada orang tersebut.
Bangsawanan di DAS Indragiri menempati posisi sosial tertentu pula. Mereka dihormati karena gelar dan keturunan kebangsawanannya. Gelar bangsawan disini adalah ''Raje/Raja, Tengku, Said'' dan ''Syarifah'' (untuk perempuan), serta ''Encik'' di Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Sedangkan di Kuantan Singingi ''Rajo''. Gelar bangsawan yang dilekatkan di depan nama anak berasal dari kebangsawanan yang dimiliki ayah. Jikalau ibunya bergelar bangsawan namun ayahnya orang kebanyakan, maka anak itu tidak berhak menyandang gelar kebangsawanan. Sebaliknya, meskipun ibunya orang asing, namun ayahnya bangsawan, nama anak itu akan ditambahkan kebangsawanannya.
Sebutan-sebutan yang menunjukkan kekerabatan dalam keluarga di Melayu Indragiri adalah ''Long, Ngah, Itam, Anjang, Oteh, Usu, Unggal, Mok,'' dan ''Ocik. Long'' adalah sebutan untuk anak sulung, adik-adiknya bahkan tetangga akan memanggilnya Long. Istri atau suaminya otomatis disebut Long. Kelak ''kemenaan'' (keponakan) akan menyebutnya dengan Pak Long atau Mak Long.
''Itam'' dipakai kan kepada anak dalam keluarga itu yang kulitnya lebih gelap, yang lebih putih digelari ''Oteh.'' Anak yang lebih tinggi digelari Anjang, lebih gebuk dipaling ''Mok.'' Sedangkan anak yang urutan kelahirannya di tengah mendapat panggilan ''Ngah'' atau ''Ongah'', anak bungsu disebut Usu, jika anak paling akhir dalam jenis kelamin disebut ''Ocik'' . Apabila anak tersebut tunggal, baik dalam hal jumlah seluruh anak, atau tunggal dalam hal jenis kelamin (misalnya satu-satunya anak laki-laki dari 5 bersaudara, sedangkan dia anak ketiga) disebut ''Unggal'' (laki-laki) atau ''Nggal'' (perempuan).
Sama hanya dengan ''Long,'' keluarga besar bahkan tetangga akan memanggilnya dengan gelar masing-masing itu, Kelak Istri atau suaminya masing-masing otomatis disebut dengan gelarnya itu (bedanya, suami disebut misalnya ''Oteh Jantan'', namun ''Oteh Perempuan'' untuk istrinya tidak disebut-sebut karena otomatis pasangan ''Oteh Jantan'' adalah ''Oteh peremouan''). Juga kelak ''kemenaannya'' akan menyebutnya dengan Pak atau Mak di depan gelarnya masing-masing.
Ada pula keluarga yang menambahkan sendiri sebutan kepada anak-anaknya, maka dikenallah panggilan Embung, Ayuk, Uni, dan sebagainya. Inilah bukti bahwa panggilam nama itu termasuk informal.
=== Lembaga Sosial DAS Indragiri ===
Lembaga sosial adalah wadah masyarakat untuk mengekspresikan aktivitasnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengelola.
Koentjaraningrat mengistilahkan lembaga sosial dengan pranata sosial. Dia mendefenisikan lembaga/pranata sosial sebagai sesuatu yang merupakan sistem tata prilaku dan hubungan yang berfokus pada aktivitas memenuhi kebutuhan manusia yang kompleks.<ref>{{Cite web|last=Seruni|first=Laras Sekar|date=2024-10-01|title=Lembaga Sosial: Pengertian, Fungsi, Ciri, Jenis, & Contohnya|url=https://www.brainacademy.id/blog/lembaga-sosial|website=Brain Academy|access-date=2024-11-22}}</ref> Sedangkan Leopold Von Wiese dan Becker mengartikan lembaga sosial sebagai jaringan proses hubungan antar manusia dalam suatu kelompok untuk menjaga hubungan sesuai dengan minat dan kepentingan individu serta kelompok tersebut.
Berdasarkan berbagai pendapat ahli, unsur-unsur lembaga sosial antara lain; merupakan suatu sistem, ada; tata aturan atau norma-norma, pengelola, pengguna (user), tujuan, serta interaksi sosial.
Bertalian dengan struktur sosial di desa-desa sepanjang DAS Indragiri, maka wujud lembaga sosial disana terbagi atas lembaga formal, non formal dan informal. Lembaga formal berdiri atas dasar undang-undang dan peraturan yang sah. Keberadaan lembaga non formal berdasarkan adat maupun kesepakatan struktur sosial tertentu. Sedangkan lembaga informal merupakan hubungan [[kekeluargaan]] dan interaksi sosal yang bersifat sporadis.
Ditinjau dari hubungan [[Pengelolaan|pengelola]] dan pengguna (''user'') lembaga sosial, maka sifat lembaga sosial di DAS Indragiri terbagai atas lembaga yang menjadikan masyarakat sebagai objek, lembaga subjek dan lembaga partisipatif.
Lembaga objek adalah lembaga yang mengurus masyarakat dengan pengurusnya dominan orang luar komunitas masyarakat tersebut. Kebalikannnya, lembaga objek, pengelolanya adalah dominan masyarakat setempat. Sedangkan lembaga partisipatif, segala hal berkenaan lembaga tersebut dari dan oleh anggota komunitas masyarakat setempat.
Jenis-jenis lembaga sosial di DAS Indragiri adalah; lembaga; pemerintah, politik, adat, keagamaan, ekonomi, keamanan, profesi/pekerjaan, kesenian, keterampilan, olah raga, perempuan, remaja dan kebudayaan.
=== Karakter Pemerintahan Desa di DAS Indragiri ===
Sistem pemerintahan desa di DAS Indragiri mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang berlaku, antara lain Undang-Undang N0. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda), misalnya Pilkades di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) berdasarkan Perda Kab. Inhu No 4 Tahun 2019. Prosesnya, dimulai dengan pembentukan Panitia Pengangkatan Perangkan Desa (PPPD) n setelah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memberitahukan secara tertulis Kades bahwa masa jabatannya akan berakhir.<ref name=":0" />
Selanjutnya dilakukan penjaringan, yaitu upaya para pihak untuk mendapatkan bakal calon (balon) Kades. PPPD akan melakukan penyaringan, yaitu proses seleksi terhadap administrasi, kemampuan dan kepemimpinan balon, sehingga dihasilkan calon.<ref name=":1">Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu No. 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu No. 3 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa.</ref> Calon akan mengikuti proses pemilihan, antara lain kampanye, masa tenang, pemungutan suara dan penetapan calon terpilih.
Sedangkan untuk perangkat desa, yaitu staf Sekretariat Desa yang membantu Kades dalam penyusunan kebijakan, koordinasi dan pendukung dalam hal teknis dan unsur kewilayahan<ref name=":1" />, balon hasil penyaringan oleh PPPD disampikan kepada Kades untuk dikonsultasikan kepada Camat sebelum pengangkatan.
Dalam hal penjaringan Balon Kades adakalanya tidak terjadi, karena Balon kurang dari jumlah minimal. yaitu 5 orang, sehingga proses penyaringanpun hanya formalitas saja.
Minat penduduk tempatan untuk menjadi Kades termasuk rendah. Disebabkan antara lain fanatisme warga terhadap anggota keluarga, sehingga yang berpotensi untuk menang dalam Pilkades adalah yang mempunyai keluarga besar di kampung itu. Ini juga bertalian dengan ''power [[Petahana|incumben]]''[[Petahana|t]] dan kelurga besar tadi. Maka, [[bullying]] terhadap Balon lain adakalanya terjadi. Minat generasi muda untuk menjadi Kades yang rendah adlah penyebab berikutnya.
Proses untuk perangkat desa lebih unik lagi. Kades terpilih akan datang kepada PPPD untuk minta pengesahan calon yang akan dia bawa ke Camat. Hal ini berkaitan dengan jadi Kades saat pencalonan, yaitu pendukungnya akan diangkat menjadi perangkat desa. Sementara Kades beralasan bahwa minat menjadi perangkat desa rendah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter pemerintahan desa lebih bersifat kekeluargaan.
=== Daftar Referensi ===
<references responsive="" />
[[Kategori:Sosiologi pedesaan]]
[[Kategori:Sosiologi budaya]]
|