Lubuk Benteng, Bathin III, Bungo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ariefcomputer (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Ariefcomputer (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(14 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 9:
|penduduk = ... jiwa
|kepadatan = ... jiwa/km²
|kampung = 2 kampung
}}
|rio = Hairul}}
 
= PROFIL DUSUN LUBUK BENTENG =
Baris 21 ⟶ 22:
Kisah Desa Lubuk Benteng bermula ketika rombongan sembilan kepala keluarga keturunan Desa [[Empelu]], H. Kuris, Ismael, H. Thalib, Hasan Bilal Mpul, H. Junit, H. Karem, Mat Dinai dan Petok, dipimpin oleh seorang Penghulu. bernama Haji Karamo Jayo, bergelar Rajo Pengulu. Ia berangkat dari desa asalnya untuk mencari tanah pilihan, untuk dijadikan dusun atau negeri. Tiba di suatu tempat yang bernama [[Dusun]] [[Teluk Panjang, Bathin III, Bungo|Teluk Panjang]] pada waktu itu dipimpin oleh seorang [[Kepala desa|Rio]] bernama [[Kepala desa|Rio]] Sari. Ketua rombongan mendatangi Datuk [[Kepala desa|Rio]] Sari untuk menanyakan sesuatu; yang ''"idak lapuk dek hujan idak lekang dek paneh, tempat berdiam bertempat tinggal, tempat bercocok tanam bersawah ladang"'' (tidak menua bila hujan, tidak menua bila sudah matang, tempat tinggal, tempat bercocok tanam, sawah dan ladang). Maka Datuk [[Kepala desa|Rio]] Sari memerintahkan untuk menunjuk pada sebidang tanah di sepanjang tepi Sungai Batang Tebo dari Lebak Benteng hingga Lubuk Kapa Gedang. Di sanalah sembilan kepala keluarga membuka ladang dan membangun rumah untuk ditinggali. Beberapa tahun berikutnya disusul oleh tiga kepala keluarga lagi yaitu Tuo Yet, Mat Baro dan Kadi. Kemudian sejak tahun 1935 kawasan ini dikenal dengan nama Empelu Baru.
 
Pada masa pendudukan Jepang hingga tahun 1957, kelompok tersebut mengalami krisis yang berkepanjangan, kehidupan dan penghidupan menjadi kacau, diantara sembilan keluarga tersebut ada yang selamat dan ada pula yang kembali ke tempat asalnya yaitu Desa [[Empelu, Tanah Sepenggal, Bungo|Empelu]]. Pada masa krisis, nama Empelu Baru berubah menjadi [[Dusun]] Teluk Panjang Baru yang dipimpin oleh seorang kepala Kampung bernama Rang Tuo Yet. Namun berada di bawah kekuasaan [[Kepala desa|Rio]] [[Teluk Panjang, Bathin III, Bungo|Teluk Panjang]]. Ketika kepala desanya dijabat Rang Tuo Yet, desaKampung itu berkembang menjadi dusun yang kuat.
 
Dengan berlakunya [http://www.bphn.go.id/data/documents/79uu005.pdf Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979], maka status kampung dibawah kekuasaan [[Kepala desa|Rio]] menjadi [[Desa]] yang langsung dibawah kekuasaan Camat [[Muara Bungo]], dengan nama [[Desa]] Baru Teluk Panjang, yang menjadi [[Kepala Desa]] pertama ialah Adnan Bin H. Karamo Jayo Rajo Pengulu. Pada tahun 2004 setelah berlaku [https://dkpp.go.id/wp-content/uploads/2018/11/uu_32_2004_pemerintahandaerah.pdf Undang-undang nomor 32 Tahun 2004], dalam rangka sosialisasi pemekaran kecamatan – kecamatan dalam [[Kabupaten Bungo]] sesuai anjuran dari narasumber sosialisasi tersebut bahwa nama – nama [[Desa]], [[Kecamatan]], [[Kabupaten]] Dan [[Kota]] harus melatar belakangi historis wilayah tersebut. Atas dasar itulah Desa Baru Teluk Panjang dirubah menjadi Desa [[Lubuk Benteng]].
 
=== Latar belakang Desa Lubuk Benteng ===
Konon kabarnyadahulu padakala zamandi dahulu dibelakangbelakang Desa Lubuk Benteng, sekarang dipinggirdi sungaitepian Sungai Batang Tebo, terdapat sebuah lebak yanglembah bernama Lebak Benteng. Lebak Benteng tersebut menurut lagendalegenda merupakan sebuah Bentengbenteng pertahanan sewaktupada masa perang Raja Mataram yang berkedudukan di [[Tanah Periuk, Tanah Sepenggal Lintas, Bungo|Tanah Periuk]], melawan tentara Komring yang datang dari Palembang, kalaujika dikaitkan dengan sejarah nasional, mungkin tentara komring ituKomring adalah tentara kerajaanKomring Kerajaan [[Sri Wijaya]]. Namun diterima atau tidaknya kisahcerita ini, nyatanyafaktanya cerita tersebut ada ditengah –di tengah masyarakatmasyarakatt.
 
Kata Lebak diganti menjadi kata Lubuk berdasarkan pengertian analisa lapangan yakni Lebak adalah suatu tempat berkumpulnya air yang pada musim kemarau airnya kering dan di aduk-aduk orang untuk mencari ikan. Kalau dijadikan nama Desa mungkin mengakibatkan penilaian yang tidak baik mudah diintimidasi dari luar. Sedangkan kata Lubuk adalah sekumpulan air yang dalam, walaupun musim kemarau tidak akan kering, banyak mendatangkan rizki (banyak ikannya) ada buaya penunggu yang tidak mungkin akan diganggu oleh buaya lain.
Baris 112 ⟶ 113:
 
[[Kampung]] adalah wilayah administratif di bawah [[dusun]], di Dusun Lubuk Benteng terdapat dua kampung yaitu : [[Kampung]] Sungai Kemang; [[Kampung]] Muara Dalam.
 
Pembagian wilayah di Dusun Lubuk Benteng yang berada di bawah Kampung disebu Rukun Tetangga (RT). Rukun Tetangga tidak termasuk dalam pembagian administrasi pemerintahan, dan pembentukannya melalui musyawarah masyarakat dalam rangka pengabdian kepada masyarakat yang ditetapkan oleh Dusun. Rukun Tetangga dipimpin oleh seorang Ketua RT yang dipilih oleh warga. RT terdiri dari beberapa rumah atau rumah tangga (kepala keluarga).
 
di Dusun Lubuk Benteng terdapat 6 (enam) RT yaitu:
 
* RT.01, RT.02 dan RT.06 masuk ke kawasan Kampung Sungai Kemang
 
* RT.03, RT.04 dan RT.05 masuk dalam wilayah Kampung Muara Dalam
 
=== [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Permusyawaratan Dusun]] (BPD) ===
Baris 217 ⟶ 226:
 
=== [[Agama]] ===
Agama Islam meerupakanmerupakan agama yang dianut 100% pendudukmasyarakat Lubuk Benteng sesuai dengan seluko adat yang berbunyi ''"Adat bersendi syarak,  syarak Bersendi kitabbullah"''.
 
=== [[Suku]] dan Budaya ===
Suku [[Melayu Jambi]] merupakan suku penduduk [[Lubuk Benteng]], mereka tinggal di sepanjang aliran sungai Batang Tebo. Selain itu di Lubuk Benteng juga terdapat suku pendatang seperti [[Minangkabau]], [[Jawa]], [[Batak]], dll.
 
'''Adat bersendi syarak,  syarak Bersendi kitabbullah, alam tebentang jadikan guru'''
 
Sebelum Islam masuk, orangmanusia memanfa’atkanmemanfaatkan alam menjadikanuntuk dijadikan sebagai sumber hukum dalam mengatur hidupkehidupan dan kehidupannyapenghidupannya. Mereka mendapat panduanbimbingan dalam hidupnya dalam menjalanimenjalankan kegiatanaktivitas sehari-hari, bergaulbersosialisasi dan bermasyarakatbernegosiasi, mereka mengikuti hukum-hukum alam sekelilingnyadisekitarnya dalam menatamengatur kehidupannya.
 
Hukum alam adalah hukum yang nyata, tidak dapat dibantahterbantahkan, sakral, nyata dan tidak berubah, hukum-hukum itu dinyatakandituangkan dengandalam bentuk selukoperibahasa,  pepatahucapan dan kinisekarang dengan peribahasa kuno maupundan peribahasa baru. Seluko dalam​​dalam pantun, selukoSeluko dalam​​dalam gurindam dan selukoSeluko dalam​​dalam sya’irpuisi, dalam selukoSeluko itulah​​merupakan ayat-ayat hukum alam. Itulah yang disebutdikatakan dalam falsafahnya filsafatnya: ''”Alam tebentang jadikan guru“ (''Alam terungkap sebagai guru) dalam hukum adat.
 
Setelah masuknya Islam, agama yang diridhoidiridhai Allah untukbagi umat manusia, yang diturunkan melalui RasulnyaRasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, dengan KitabNYaKitabnya Al Qur’anulkarim. Alam dijadiakanyang olehmerupakan ciptaan Allah SWT, hukum-adalah hukum alam sebagai sumber hukum adat itu adalah ciptaan Allahyang SWTnyata, makanyaoleh hukumkarena adatitu tidak ada hukum adat yang bertentangan dengan Hukum-hukum Allah. Bacalah apa yang kesemuanya ada disekeliklingdi sekitar kita, jika tidak terbacabisa membacanya maka lihatlah dalamdi kitabnyakitab Al Qur’anQur'an yang diterangkandijelaskan  melalui AlHadits HadisNabi Nabi.Muhammad  SAW..
 
SetelahPasca Perang Padri, pertentangan kaumkonflik adat dengandan syarak yang diadu dombadipertentangkan oleh bangsa Belanda pada abad XIX di Minang Kabau diakhiriberakhir dengan kesepakatan kaumantara adat dan kaum syarak  yang dikenal dengan Piagam Bukit Marapalam. Yang isiIsi Piagam Tersebuttersebut adalah : ''“Adat bapaneh, syarak balindung, Syaraksyarak mangato, adat mamakai “''mamakai” Artinya adat bapaneh ialahadalah adat bagaikanistiadat seperti tubuhjasad, syarak balindung artinya sebagai tubuh bathinraga/jiwa batin, artinya badanraga dan jiwaruh tidak berceraiterpisahkan, syarak mangato artinya syarak memberikanmemberi hukum-hukum dan syari’atsyariat, adat mamakai artinya adat mengamalkan apa-apaapapun yang difatwakandi fatwakan oleh syarak.
 
Kesimpulan Piagam tersebut lazim disebut "''Adat jo Syarak sanda manyanda"'', kemudian lebih lazim lagi disebut orang ''"'''Adat besendi Syarak, Syarak besendi Kitabullah"'''''<nowiki/>'''.; ''"'''''<nowiki/>''Panakik pisau siraut, panungkek batang simantung, siludang ambik keniru.; Satitik jadikan laut, sekepal jadikan gunung, '''Alam tebentang jadikan guru'''<nowiki>''</nowiki/>'''"''.'''''
 
=== [[Bahasa]] ===