Wali Sanga: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala sama dengan teksnya) |
||
(15 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{essay-like|date=May 2017}}
{{Expert needed|Indonesia |talk= |reason=Memerlukan peninjauan terperinci dan ringkasan teks yang terlalu panjang, sumbernya dipertanyakan, dan berpotensi spekulatif |date=March 2017}}
'''Wali Sanga''' (lebih dikenal sebagai '''Wali Songo''', {{lang-jv|ꦮꦭꦶꦱꦔ}}; ''Wali Songo'', "Sembilan [[Wali]]" merupakan tokoh [[Islam]] yang dihormati di [[Indonesia]], khususnya di [[pulau Jawa]], karena peran historis mereka dalam penyebaran agama [[Islam]] di [[Indonesia]].
Walisongo merupakan para pendakwah Islam yang hadir di [[Jawa|Pulau Jawa]] sejak akhir abad 15 M hingga abad 16 M. Ada cukup banyak literatur yang membahas Walisongo. Di antara paling populer adalah [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]], yang ditulis era [[Pakubuwana]] (abad 19 M), dan literatur yang jauh lebih tua, [[Kesunanan Giri|Kitab Walisana]] yang bersumber pada literatur Kedatuan Giri (abad 16 M). Sementara pendekatan [[Arkeologi|arkeologis]] dan [[Filologi|filologis]] membuktikan Islam sudah datang di Pulau Jawa sejak abad 11 M, jauh sebelum era Walisongo.
Karya sastra [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]] menyebut bahwa anggota Walisongo yang berdakwah di Pulau Jawa berjumlah sebanyak sembilan orang. Sebab, ''Songo'' berarti sembilan. Di antara anggota Walisongo yang berdakwah di Pulau Jawa pada abad 15 - 16 M versi Babad adalah; (1) [[Sunan Ampel]], (2) [[Sunan Bonang]], (3) [[Sunan Giri]], (4) [[Sunan Gunung Jati]], (5) [[Sunan Kalijaga]], (6) [[Sunan Drajat]], (7) Sunan Udung, (8) Sunan Muria, dan (9) Syaikh Maulana Maghribi.
Secara [[Sastra|literatur]], istilah ''Walisongo'' muncul pertamakali pada Babad Tanah Jawa. Pakem standar yang menyebut jumlah Wali ada sembilan orang, sumber paling tua adalah karya ''Babad Tanah Jawa'' di era [[Pakubuwana]] tersebut. Sebelum era sastra Babad Tanah Jawa (abad 19 M), tak ditemui istilah Walisongo, yang ada adalah ''Walisana''.
Sementara [[Sastra|literatur-literatur]] yang menginduk pada [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]] seperti Babad Kartasura, Serat Ronggowarsito, Serat Centhini, Babad Bandawasa, Babad Pathi, Babad Ajisoko, Babad Brawijaya, Babad Trunojoyo, [[Kesultanan Mataram|Babad Mataram]] dan Babad-babad lainnya, menginformasikan perihal tak jauh berbeda dari sumber utamanya, yaitu Babad Tanah Jawa (abad 19 M).
Jumlah Wali sebanyak sembilan orang yang dipakemkan [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]], berdampak negatif pada terjadinya kesalahan logika periodisasi. Misalnya, Syekh Maulana Malik Ibrahim Gresik digolongkan kedalam generasi Sunan Ampel. Padahal, Syekh Maulana Malik Ibrahim sudah wafat, bahkan ketika Sunan Ampel belum memulai gerakan dakwah (Sunyoto, 2012).
Banyak yang menyamakan tokoh Syekh Maulana Malik Ibrahim Gresik dengan Maulana Ibrahim Asmoroqondi Tuban [[Sunan Ampel|(ayah Sunan Ampel).]] Padahal, keduanya dua tokoh yang berbeda. Keduanya juga hidup di zaman yang berbeda. Syekh Maulana Malik Ibrahim Gresik jauh lebih dulu datang ke Pulau Jawa, sebelum Maulana Ibrahim Asmoroqondi (ayah Sunan Ampel).
Ada cukup banyak Wali yang tidak terakomodir Babad Tanah Jawa. Namun memiliki jejak [[Sastra|literatur]] dan [[Arkeologi|arkeologis]] jelas. Seperti Fatimah binti Maimun (abad 11 M), Syekh Syamsuddin al Wasil (abad 12 M), Sultan Malik As-Shalih (abad 13 M), Syekh Maulana Malik Ibrahim (akhir abad 13 M), Syekh Jumadil Kubro (abad 14 M), Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi (akhir abad 14 M), Syekh Siti Jenar (abad 15 M), hingga Wali Tembayat (abad 16 M).
Dalam ''Kitab Walisana'', [[Sastra|literatur]] ilmiah yang jauh lebih tua dan lebih dipercaya dibanding sastra ''Babad Tanah Jawa'', memberi informasi berbeda. Literatur yang ditulis pada awal abad 16 M tersebut tidak menyebut Walisongo, tapi ''Walisana''. "Sana" merupakan bahasa [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa kuno]] yang berarti tempat atau daerah. ''Walisana'' berarti Wali di suatu daerah.
Berdasar ''Kitab Walisana'', jumlah Wali pada awal abad 16 M sebanyak delapan orang. Yaitu; (1) [[Sunan Ampel]] di Surabaya (2), Sunan Gunung Jati di Cirebon, (3) Sunan Ngudung di Jipang, (4) [[Sunan Giri|Sunan Giri di Gresik]], (5) Sunan Bonang di Tuban, (6) Sunan Alim di Majagung, (7) Sunan Mahmud di Drajat, dan (8) [[Sunan Kalijaga|Sunan Kali.]]
Istilah ''Walisana'' berkonsep ''Wali Wolu Siji Tinari.'' Setiap zaman dan era selalu memunculkan tokoh-tokoh yang berbeda, berbasis titik [[Wilayah|kewilayahan dakwahnya]]. Walisana tidak berbasis pakem nama seperti Babad Tanah Jawa, tapi berbasis kewilayahan dakwah. Dalam konsep Walisana, memungkinkan cukup banyak nama Wali di tiap kewilayahan dan zaman.
== Arti Wali Sanga ==
[[Berkas:Masjid demak.jpg|jmpl|ka|325px|[[Masjid Agung Demak]], diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para [[wali]]
]]
Ada sejumlah pendapat tentang makna Walisongo. Pendapat pertama mengatakan, Walisongo berarti Wali Sembilan. Sebab, Songo memiliki arti sembilan. Sumber paling tua yang mengutarakan argumentasi ini adalah sastra [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]] yang ditulis pada abad 18 M oleh Pakubuwana.
Sementara pendapat kedua adalah Walisana. Sana di sini bukan Bahasa Arab "tsana", tapi Bahasa [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]] "Sana", yang memiliki makna tempat atau daerah atau wilayah. ''Walisana'' berarti Wali di suatu daerah. Walisana merupakan konsep "Wali Wolu Siji Tinari" yang merupakan konsep kuno dari Jawa. Argumen ini bersumber dari ''[[Kesunanan Giri|Kitab Walisana]]'' yang ditulis abad 16 M.
Konsep Wali Sanga atau Wali Sembilan dalam kosmologi Islam, sumber utamanya dapat dilacak pada konsep kewalian yang secara umum oleh kalangan penganut sufisme diyakini meliputi sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Araby atau [[Ibnu Arabi]] dalam kitab ''Futuhat al-Makkiyah'' memaparkan tentang sembilan tingkat kewalian dengan tugas masing-masing sesuai kewilayahan. Kesembilan tingkat kewalian itu: ▼
▲
1) ''Wali Aqthab'' atau ''Wali Quthub,'' yaitu pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta.<br />
Baris 78 ⟶ 73:
== Asal usul Wali Sanga ==
=== Teori keturunan Hadramaut ===
Sejumlah argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam buku ''Thariqah Menuju Kebahagiaan'' menyebut dan mendukung bahwa Wali Sanga adalah keturunan Hadramaut (Yaman). Namun, pendapat ini dirasa lemah karena mayoritas literatur ilmiah Delpher menyebut, orang-orang Hadramaut baru datang ke Pulau Jawa atas lisensi Belanda pada abad 19 M. Tepatnya periode Pasca Perang Jawa (1825-1830 M). Orang Hadramaut yang datang ke Pulau Jawa, bergelar Habib dan menampakkan "marga" di belakang namanya. Tradisi marga di belakang nama, menurut Agus Sunyoto (2012), hanya ada di Hadramaut, dan tidak ditemui pada tradisi para Sayyid yang berasal dari Hijaz maupun Maroko.
Pendapat bahwa Walisongo keturunan Sadah Maroko jauh lebih kuat. Baik secara literatur maupun tradisi. Mayoritas catatan dari abad 18 hingga 19 M, baik berupa naskah Babad ataupun Manuskrip, tak ada satupun yang menyebut kata Habib. Mayoritas menyebut kata Sayyid atau Makhdum. Penyebutan namanya pun tanpa disertai "marga" seperti umumnya tradisi Hadramaut.
Agus Sunyoto menyebut, pada abad 14 M, para pemuka Islam dari Iran, Maroko, dan Uzbekistan, yang leluhurnya berasal dari Hijaz, sudah berdatangan ke Nusantara dalam rangka persebaran Islam. Mereka keluarga Hasan dan Husain. Ada yang berasal dari jalur Al Kazimi Al Husaini, ada pula yang berasal dari keluarga Al Jailani Al Hasani. Satu ciri paling kuat dari kedatangan mereka adalah, mayoritas bergelar Makhdum dan tidak ada satupun yang memakai "marga" di belakang namanya.
=== Teori keturunan Cina ([[Hui]]) ===
Baris 98 ⟶ 91:
=== Teori Mekah ===
Teori Mekah adalah teori yang dikemukakan oleh Buya Hamka. Buya Hamka dengan sangat detail menyebut Islam datang dari Hijaz. Dari negeri-negeri Islam seperti Maroko dan Uzbekistan yang leluhurnya berasal dari Hijaz (Makkah). Teori ini sekaligus mengkritisi teori
== Sumber tertulis tentang Wali Sanga ==
|