Kekacauan informasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Cleanup|reason=daftar bernomor perlu diparafrase|date=Desember 2024}}
{{Sedang dikembangkan}}
 
'''Kekacauan informasi''' (''“information disorder”'') adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penyebaran [[informasi]] yang salah, menyesatkan, atau sengaja dipalsukan yang menyebabkan [[kerancuan]] dalam memahami [[fakta]]. Dalam era [[digital]], kekacauan informasi menjadi semakin kompleks karena kecepatan dan jangkauan distribusinya yang tak tertandingi melalui [[media sosial]] dan [[platform]] [[daring]] lainnya. Fenomena ini memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat, mulai dari menurunkan kepercayaan publik hingga memengaruhi proses [[demokrasi]].
 
Baris 6 ⟶ 5:
Menurut [[Wardle]] dan [[Derakhshan]] (2017), kekacauan informasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama:
 
# '''[[Misinformasi]]''': Informasi yang salah tetapi disebarkan tanpa niat untuk merugikan atau terjadi ketika informasi palsu disebarkan, tetapi tidak dimaksudkan untuk menimbulkan bahaya.<ref name=":4">{{Cite web|title=Information Disorder - Freedom of Expression - www.coe.int|url=https://www.coe.int/en/web/freedom-expression/information-disorder|website=Freedom of Expression|language=en-GB|access-date=2024-12-19}}</ref>
# '''[[Disinformasi]]''': Informasi yang salah yang sengaja diciptakan dan disebarkan untuk menyesatkan atau merugikan atau terjadi ketika informasi palsu secara sadar dibagikan untuk menimbulkan kerugian. <ref name=":4" />
# '''[[Malinformasi]]''': Informasi yang benar tetapi digunakan secara tidak tepat untuk merugikan individu atau kelompok.<ref name=":0">{{Cite book|last=Wardle, C., & Derakhshan, H.|date=2017|url=https://rm.coe.int/information-disorder-report-november-2017/1680764666|title=Information disorder: Toward an interdisciplinary framework for research and policy making. Council of Europe.|publisher=Council of Europe|url-status=live}}</ref>
 
Baris 26 ⟶ 25:
== Mengatasi Kekacauan Informasi ==
 
=== '''Peningkatan Literasi Digital''' ===
# '''Peningkatan [[Literasi DigitalPendidikan]].''' [[Pendidikanliterasi]] [[literasidigital]] digital adalah tentang cara memverifikasi informasi dan mengenali sumber yang [[kredibel]] sangat penting untuk memerangi kekacauan informasi. Menurut Jones dan Sheridan, literasi digital dapat membantu individu mengenali pola-pola disinformasi yang umum.<ref>{{Cite journal|last=Jones, K., & Sheridan, M.|date=2021|title=Digital literacy and disinformation resistance: A meta-analysis.|journal=Journal of Media Studies|pages=14(3), 45-62.}}</ref> Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis. Program seperti [[Gerakan Nasional Literasi Digital]] ([[Siberkreasi]]) bertujuan meningkatkan kecakapan digital masyarakat Indonesia.<ref>{{Cite web|last=Yusuf|date=2020-09-11|title=Tiga Strategi Kominfo dalam Tangani Hoaks dan Misinformasi|url=https://aptika.kominfo.go.id/2020/09/tiga-strategi-kominfo-dalam-tangani-hoaks-dan-misinformasi/?utm_source=chatgpt.com|website=Ditjen Aptika|language=en-US|access-date=2024-12-12}}</ref>
# '''Kolaborasi Platform Digital.''' Perusahaan teknologi harus bertanggung jawab dalam mengurangi penyebaran informasi salah dengan mengembangkan [[algoritma]] yang memprioritaskan konten [[faktual]]. Studi oleh Newton dan Bright (2020) menunjukkan bahwa pengaturan algoritma dapat mengurangi penyebaran konten menyesatkan.
 
# '''Kerja Sama [[Multistakeholder]].''' Mengatasi kekacauan informasi memerlukan kerja sama antara pemerintah, perusahaan teknologi, [[akademisi]], dan masyarakat [[sipil]].<ref name=":2">{{Cite web|last=antaranews.com|date=2024-03-06|title=Wamenkominfo kemukakan strategi atasi kekacauan informasi|url=https://www.antaranews.com/berita/3997101/wamenkominfo-kemukakan-strategi-atasi-kekacauan-informasi|website=Antara News|language=id|access-date=2024-12-12}}</ref>
=== '''Kolaborasi Platform Digital''' ===
# '''Strategi Komunikasi Publik yang Efektif.''' Pemerintah dan organisasi perlu mengembangkan strategi komunikasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan media sosial. Kerangka kerja seperti RESIST yang dikembangkan oleh ''[[Government Communication Service International]] (GCSI)'' [[Inggris]] dapat menjadi acuan. Kerangka ini mencakup enam langkah: mengenali misinformasi dan disinformasi, peringatan dini, pemahaman situasi, analisis dampak, komunikasi strategis, dan efektivitas penanganan.<ref name=":2" />
# '''Kolaborasi Platform Digital.''' Perusahaan teknologi harus bertanggung jawab dalam mengurangi penyebaran informasi salah dengan mengembangkan [[algoritma]] yang memprioritaskan konten [[faktual]]. Studi oleh Newton dan Bright (2020) menunjukkan bahwa pengaturan algoritma dapat mengurangi penyebaran konten menyesatkan.
#Penguatan Peran Praktisi Humas Pemerintah. Praktisi hubungan masyarakat pemerintah harus mampu membangun strategi komunikasi yang efektif dan berperan sebagai penjernih informasi di tengah kekacauan informasi. Hal ini termasuk adaptasi terhadap disrupsi teknologi dan peran media sosial yang meningkat.<ref name=":2" />
 
#Pemahaman Budaya Digital. Masyarakat perlu memahami budaya digital yang berdasarkan [[Pancasila]] dan [[Bhineka Tunggal Ika]]. Pemahaman ini dapat membantu mengatasi kekacauan informasi dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan.<ref>{{Cite news|date=Rabu, 05 Oktober 2022, 14:00 WIB|title=Pemahaman Literasi Budaya di Masyarakat Bisa Mengatasi Kekacauan Informasi|url=https://wartaekonomi.co.id/read449352/pemahaman-literasi-budaya-di-masyarakat-bisa-mengatasi-kekacauan-informasi?utm_source=chatgpt.com|work=wartaekonomi.co.id|access-date=2024-12-12}}</ref>
=== '''Kerja Sama Multistakeholder''' ===
#Penggunaan Teknologi untuk Memerangi Disinformasi. Pemanfaatan teknologi seperti sistem kearsipan digital dan teknologi pengenalan teks (OCR) dapat membantu mengelola dan mengamankan informasi secara efisien. Selain itu, teknologi dapat digunakan untuk memantau dan menindak konten berbahaya di internet.<ref>{{Cite web|last=LPKN|first=Admin|date=2023-12-25|title=7 Langkah Mengatasi Semrawutnya Dokumen di Lingkungan Pemerintah Daerah|url=https://diklatpemerintah.id/7-langkah-mengatasi-semrawutnya-dokumen-di-lingkungan-pemerintah-daerah/?utm_source=chatgpt.com|website=Diklat Pemerintah|language=id|access-date=2024-12-12}}</ref>
#KolaborasiMengatasi dengankekacauan Platforminformasi Mediamemerlukan Sosial. Kerjakerja sama antara pemerintah, dan platform media sosial penting untuk menangkal disinformasi. Platformperusahaan sepertiteknologi, [[Facebookakademisi]], dan [[Twitter]] telah berkomitmen untuk memblokir disinformasi terkait pandemi COVID-19 dan mengarahkan pengguna ke sumber resmi sepertimasyarakat [[WHOsipil]].<ref name=":2">{{Cite web|last=tularnalarantaranews.com|date=20212024-0603-1306|title=InfodemiWamenkominfo Covid-19 di Media Sosial dankemukakan Tigastrategi Langkahatasi untukkekacauan Menangkalnyainformasi|url=https://tularnalarwww.idantaranews.com/infodemiberita/3997101/wamenkominfo-covidkemukakan-19strategi-diatasi-mediakekacauan-sosial-dan-tiga-langkah-untuk-menangkalnya/?utm_source=chatgpt.cominformasi|website=TularNalarAntara News|language=en-USid|access-date=2024-12-12}}</ref>
 
'''Strategi Komunikasi Publik yang Efektif'''
 
# '''Strategi Komunikasi Publik yang Efektif.''' Pemerintah dan organisasi perlu mengembangkan strategi komunikasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan media sosial. Kerangka kerja seperti [[RESIST]] yang dikembangkan oleh ''[[Government Communication Service International]] (GCSI)'' [[Inggris]] dapat menjadi acuan. Kerangka ini mencakup enam langkah: mengenali misinformasi dan disinformasi, peringatan dini, pemahaman situasi, analisis dampak, komunikasi strategis, dan efektivitas penanganan.<ref name=":2" />
 
=== Penguatan Peran Praktisi Humas Pemerintah ===
#Penguatan Peran Praktisi Humas Pemerintah. Praktisi hubungan masyarakat pemerintah harus mampu membangun [[strategi komunikasi]] yang efektif dan berperan sebagai penjernih informasi di tengah kekacauan informasi. Hal ini termasuk adaptasi terhadap disrupsi teknologi dan peran media sosial yang meningkat.<ref name=":2" />
 
=== Pemahaman Budaya Digital ===
#Pemahaman Budaya Digital. Masyarakat perlu memahami budaya digital yang berdasarkan [[Pancasila]] dan [[Bhineka Tunggal Ika]]. Pemahaman ini dapat membantu mengatasi kekacauan informasi dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan.<ref>{{Cite news|date=Rabu, 05 Oktober 2022, 14:00 WIB|title=Pemahaman Literasi Budaya di Masyarakat Bisa Mengatasi Kekacauan Informasi|url=https://wartaekonomi.co.id/read449352/pemahaman-literasi-budaya-di-masyarakat-bisa-mengatasi-kekacauan-informasi?utm_source=chatgpt.com|work=wartaekonomi.co.id|access-date=2024-12-12}}</ref>
 
=== Penggunaan Teknologi untuk Memerangi Disinformasi ===
#Penggunaan Teknologi untuk Memerangi Disinformasi. Pemanfaatan teknologi seperti sistem kearsipan digital dan teknologi pengenalan teks ([[OCR]]) dapat membantu mengelola dan mengamankan informasi secara efisien. Selain itu, teknologi dapat digunakan untuk memantau dan menindak konten berbahaya di internet.<ref>{{Cite web|last=LPKN|first=Admin|date=2023-12-25|title=7 Langkah Mengatasi Semrawutnya Dokumen di Lingkungan Pemerintah Daerah|url=https://diklatpemerintah.id/7-langkah-mengatasi-semrawutnya-dokumen-di-lingkungan-pemerintah-daerah/?utm_source=chatgpt.com|website=Diklat Pemerintah|language=id|access-date=2024-12-12}}</ref>
 
=== Kolaborasi dengan Platform Media Sosial ===
Kerja sama antara pemerintah dan platform media sosial penting untuk menangkal disinformasi. Platform seperti [[Facebook]] dan [[Twitter]] telah berkomitmen untuk memblokir disinformasi terkait pandemi COVID-19 dan mengarahkan pengguna ke sumber resmi seperti [[WHO]].<ref>{{Cite web|last=tularnalar|date=2021-06-13|title=Infodemi Covid-19 di Media Sosial dan Tiga Langkah untuk Menangkalnya|url=https://tularnalar.id/infodemi-covid-19-di-media-sosial-dan-tiga-langkah-untuk-menangkalnya/|website=TularNalar|language=en-US|access-date=2024-12-12}}</ref>
 
== Contoh Kekacauan Informasi ==
 
=== Hoaks tentang Bencana Alam ===
Ketika terjadi bencana alam seperti gempa bumi atau tsunami, sering kali muncul klaim palsu tentang jumlah korban, penyebab bencana, atau prediksi bencana lanjutan. Informasi ini dapat menyebabkan kepanikan massal dan menghambat penanganan [[bencana]] yang efektif.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Houston|first=J. Brian|last2=Hawthorne|first2=Joshua|last3=Perreault|first3=Mildred F.|last4=Park|first4=Eun Hae|last5=Goldstein Hode|first5=Marlo|last6=Halliwell|first6=Michael R.|last7=Turner McGowen|first7=Sarah E.|last8=Davis|first8=Rachel|last9=Vaid|first9=Shivani|date=2015|title=Social media and disasters: a functional framework for social media use in disaster planning, response, and research|url=https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/disa.12092|journal=Disasters|language=en|volume=39|issue=1|pages=1–22|doi=10.1111/disa.12092|issn=1467-7717}}</ref>
 
=== Disinformasi tentang Vaksinasi ===
Baris 44 ⟶ 59:
 
== Rujukan ==
{{Reflist}}
<references />
 
[[Kategori:Misinformasi]]