Parade kuda kosong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
 
(8 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2:
 
== Latar Sejarah dan Tradisi ==
Pawai “kuda kosong” yang sejak dulu digelar pada setiap upacara kenegaraan Cianjur, punya maksud untuk mengenang sejarah perjuangan para Bupati Cianjur tempo dulu.<ref>{{Cite web |title=www.cianjurcybercity.com|url=http://www.cianjurcybercity.com/2009/01/20/budaya-pawai-kuda-kosong-3c.html |title=www.cianjurcybercity.com |access-date=2012-09-25 |archive-date=2012-06-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120622092430/http://www.cianjurcybercity.com/2009/01/20/budaya-pawai-kuda-kosong-3c.html |archive-date=2012-06-22|dead-url=yes |access-date=2012-09-25}}</ref> yangDari sejaksumber-sumber duluyang digelartersedia padamengenai setiapkisah upacaraini kenegaraandapat Cianjur,dikelompokkan punyamenjadi maksuddua untukversi, mengenangyaitu sejarah perjuangan para Bupati Cianjur tempo dulu. Narasiversi kisah Kudayang Kosongberasal cenderung bertitik berat pada sumberdari cerita lisan secaradan turunversi temurun.naskah Saat Cianjur dijabat Bupati R.Ababad. WiraKeduanya Tanumemiliki seorangnarasi Dalemyang Pamoyanancukup R.A.Aberbeda. Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil palawija kepada Sunan Mataram di Jawa Tengah.<ref>{{Cite web|title=Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur|url=https://www.travelercianjur.info/2024/10/parade-kuda-kosong-merawat-tradisi-dan.html|website=Traveler Cianjur|language=id|access-date=2024-10-31}}</ref>
 
=== Versi Cerita Lisan ===
Dalam salah satu versi cerita lisan, Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang dianggap sakti mandragunalah yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti tadi. Jenis upeti adalah sebutir beras, lada, dan sebutir cabai. Sambil menyerahkan tiga butir hasil palawija itu, Kangjeng Dalem Pamoyanan selalu menyatakan bahwa rakyat Cianjur miskin hasil pertaniannya. Biar miskin, rakyat Cianjur punya keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya rasa cabai dan lada.<ref>{{Cite web|title=Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur|url=https://www.travelercianjur.info/2024/10/parade-kuda-kosong-merawat-tradisi-dan.html|website=Traveler Cianjur|language=id|access-date=2024-10-31}}</ref>
Narasi kisah Kuda Kosong cenderung bertitik berat pada sumber cerita lisan secara turun temurun. Saat Cianjur dijabat Bupati R.A. Wira Tanu seorang Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil palawija kepada Sunan Mataram di Jawa Tengah.<ref>{{Cite web|title=Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur|url=https://www.travelercianjur.info/2024/10/parade-kuda-kosong-merawat-tradisi-dan.html|website=Traveler Cianjur|language=id|access-date=2024-10-31}}</ref>
 
Dalam salah satu versi cerita lisan tersebut, Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang dianggap sakti mandragunalah yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti tadi. Jenis upeti adalah sebutir beras, lada, dan sebutir cabai. Sambil menyerahkan tiga butir hasil palawija itu, Kangjeng Dalem Pamoyanan selalu menyatakan bahwa rakyat Cianjur miskin hasil pertaniannya. Biar miskin, rakyat Cianjur punya keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya rasa cabai dan lada.<ref>{{Cite web|title=Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur|url=https://www.travelercianjur.info/2024/10/parade-kuda-kosong-merawat-tradisi-dan.html|website=Traveler Cianjur|language=id|access-date=2024-10-31}}</ref>
 
Konon, karena pandai diplomasi, Kangjeng Sunan Mataram memberikan hadiah seekor kuda kepada Dalem Pamoyanan. Seekor kuda jantan diberikan untuk sarana angkutan pulang dari Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram terhadap Kangjeng Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rahayat Cianjur waktu itu.<ref>{{Cite web|title=Parade Kuda Kosong: Merawat Tradisi dan Warisan Budaya Cianjur|url=https://www.travelercianjur.info/2024/10/parade-kuda-kosong-merawat-tradisi-dan.html|website=Traveler Cianjur|language=id|access-date=2024-10-31}}</ref>
Baris 10 ⟶ 13:
Jiwa pemberani rakyat Cianjur seperti yang pernah disampaikan Kanjeng Dalem Pamoyanan kepada Sultan Mataram membuahkan kenyataan. Sekitar 50 tahun setelah peristiwa seba itu, ribuan rakyat Cianjur ramai-ramai mengadakan perlawanan perang gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur Rd. Alith Prawatasari, barisan perjuang di setiap desa gencar melawan musuh, sampai-sampai Pasukan Belanda sempat ngacir ke Batavia (sekarang Jakarta).
 
Berdasarkan cerita rakyat (''folklore'') yang disampaikan oleh beberapa narasumber sesepuh di Cianjur, konon setelah peristiwa pertemuan perwakilan Pamoyanan dengan Sultan Mataram, maka Pamoyanan (Cianjur) dianggap bebas membayar upeti.<ref>{{Cite web|last=Selamet|first=Ikbal|title=Asal Usul Kuda Kosong dan Cerita Diplomasi Cianjur-Kerajaan Mataram|url=https://www.detik.com/jabar/budaya/d-6884868/asal-usul-kuda-kosong-dan-cerita-diplomasi-cianjur-kerajaan-mataram|website=detikjabar|language=id-ID|access-date=2024-10-01}}</ref> Namun, dalam keterangan versi naskah kuno ''Babad Cikundul'' justru disebutkan bahwa sejak saat itu pihak Pamoyanan wajib membayar upeti setiap tahunnya. Bahkan ketika berangkat untuk menyerahkan upeti kepada Mataram, sering kali satu rombongan dengan [[Dipati Ukur]], bupati Bandung.<ref>{{Cite web|date=2024-07-13|title=Cianjur Tidak Pernah Bebas Bayar Upeti ke Mataram – iNurwansah|url=https://inurwansah.my.id/2024/07/13/cianjur-tidak-pernah-bebas-bayar-upeti-ke-mataram/|language=id|access-date=2024-10-01}}</ref>
 
=== Versi Naskah ''Babad Cikundul'' ===
Kisah perjalanan utusan dari Pamoyanan Cianjur ke keraton Mataram disebutkan dalam ''Babad Cikundul'' atau dalam judul lain ''Babad Menak Sunda'' koleksi Perpustakaan Nasional RI.<ref>{{Cite web|title=BABAD MENAK SUNDA (121b PLT 15)|url=https://bintangpusnas.perpusnas.go.id/konten/BKXYH901/babad-menak-sunda-121b-plt-15|website=bintangpusnas.perpusnas.go.id|language=en|access-date=2024-12-23}}</ref> Namun, dalam sumber naskah tersebut tidak ada narasi bahwa Sultan Mataram memberikan seekor kuda kepada utusan dari Pamoyanan, melainkan dua benda, yaitu: 1) sepasang pakaian (adat Jawa), dan 2) pendok (keris) emas.
 
Selain itu, alih-alih bebas membayar upeti, justru sejak itulah Cianjur wajib membayar upeti kepada Mataram sebagai tanda tunduk ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Bahkan ketika berangkat untuk menyerahkan upeti kepada Mataram, sering kali satu rombongan dengan [[Dipati Ukur]], bupati Bandung.<ref>{{Cite web|date=2024-07-13|title=Cianjur Tidak Pernah Bebas Bayar Upeti ke Mataram – iNurwansah|url=https://inurwansah.my.id/2024/07/13/cianjur-tidak-pernah-bebas-bayar-upeti-ke-mataram/|language=id|access-date=2024-10-01}}</ref>
 
== Perlengkapan Parade ==
 
=== Aksesoris kuda ===