Serangan disinformasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Herryz (bicara | kontrib)
k Menambah Kategori:Hoaks menggunakan HotCat
 
(3 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 9:
Pihak-pihak yang menjadi target dan sering mendapat serangan disinformasi yakni pemerintah, perusahaan, [[jurnalis]], [[ilmuwan]], [[aktivis]], dan pihak swasta lainnya.<ref>{{cite web |title=Disinformation attacks have arrived in the corporate sector. Are you ready? |url=https://www.pwc.com/us/en/tech-effect/cybersecurity/corporate-sector-disinformation.html |access-date=10 Desember 2024 |website=PwC |language=en-us}}</ref> Berdasarkan data [[Komisi Eropa]] pada tahun 2018, serangan disinformasi dapat mengancam nilai-nilai [[demokrasi]] dan dapat mengurangi ligitimasi suatu proses pemilihan, terkhusus pada saat pemilu diadakan di suatu negara.<ref>{{Cite web |date=2018-04-26 |title=Communication - Tackling online disinformation: a European approach |url=https://digital-strategy.ec.europa.eu/en/library/communication-tackling-online-disinformation-european-approach |access-date=10 Desember 2024|website=European Commission |language=en}}</ref>
 
Alat-alat digital seperti [[Bot sosial|bot]], [[algoritma]], teknologi AI, dapat dijadikan oleh para [[influencer]] sebegaisebagai media dalam menyebar disinformasi di berbagaidiberbagai media sosial yang banyak digunakan pengguna internet seperti [[Twitter]], [[Instagram]], [[Facebook]], [[Google]], [[YouTube]], dan lainnya.<ref>{{Cite journal |last=Katyal |first=Sonia K. |date=2019 |title=Artificial Intelligence, Advertising, and Disinformation |url=https://muse.jhu.edu/article/745987 |journal=Advertising & Society Quarterly |language=en |volume=20 |issue=4 |doi=10.1353/asr.2019.0026 |issn=2475-1790 |s2cid=213397212|accessdate=10 Desember 2024}}</ref>
 
== Penyebab tersebarnya disinformasi ==
Baris 17:
Pola penyebaran pesan disinformasi yakni konsisten, adanya kesepakatan, dan sebuah otoritas. Karakter pesan yang disampaikan secara konsisten dan terus menerus, dapat membuat seseorang percaya pada informasi yang salah. Sebelum menerima pesan itu, seseorang bisa mengetahui bahwa itu adalah [[Hoax|informasi palsu]], dan jika diterima terus menerus, perlahan akan dianggap sebagai kebenaran.<ref name="PENYEBAB"/> Menteri Propaganda [[Nazi]], [[Joseph Goebbels]], mengatakan jika kebohongan besar disampaikan terus menerus, orang akan percaya pada hal tersebut.<ref name="PENYEBAB"/>
 
Konten yang mendapat banyak "suka" atau juga ''retweet'' dapat menarik minat seseorang, padahal indikator partisipasi dapat dipalsukan. Aspek kesepakatan ini menjadi pola kerja disinformasi. Sebuah disinformasi dapat dipercaya, ketika disampaikan oleh seorang [[influencer]] atau sebuah lembaga yang kredibel. SebuahPengaruh sebuah otoritas adalah pola penyebaran disinformasi.<ref name="PENYEBAB"/>
 
=== Kondisi pengguna ===
Latar belakang keyakinan atau [[agama]] dan afiliasi [[politik]] seseorang, dapat menjadi penyebab terpengaruh [[disinformasi]].<ref name="PENYEBAB"/> Dalam proses [[Pemilihan umum Presiden Indonesia 2019]], dapat menjadi pelajaran dalam konteks masyarakat [[Indonesia]]. Banyak tersebar [[berita hoax]] terkait kandidat antara [[Joko Widodo]] dan [[Prabowo Subianto]]. Masyarakat Indonesia terpecah belah karena pandangan politik, yang disertai tersebarnya informasi-informasi yang tidak benar.<ref name="PENYEBAB"/> Selain latar belakang agama dan pandangan politik, sifat [[spontan]] dan sifat kemalasan juga dapat menjadi penyebab. Banyak pengguna internet menyerap informasi hanya dengan melihat judul, dan kalimat awal saja, tanpa membaca keseluruhan konten yang dilihat.<ref name="PENYEBAB"/>
== Tindakan pencegahan ==
Baris 27:
Jessica Brandt, seorang direktur kebijakan di Brooking Institution berpendapat bahwa masyarakat dapat terlibat dalam organisasi "''fact check''" atau periksa fakta. Organisasi ini melakukan kampanye literasi media melalui [[penyuluhan]] dan memberi pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara kerja [[media sosial]]. Jessica mengatakan bahwa kegiatan melalui organisai ini dapat membantu masyarakat terhindar dari informasi yang tidak benar.<ref name="AKSI"/>
 
Di [[Indonesia]], seorang staf dari [[Mafindo|Masyarakat Anti Fitnah Indonesia]] (MAFINDO) bernama Adi Syafitrah telah terlibat dalam kegiatan periksa fakta. Sejak 2019, ia telah melakukan 1.400 pemeriksaan tentang kebenaran sebuah informasi, [[video]], [[foto]], dan [[narasi]] palsu di media sosial. Adi menggunakan alat-alat yang tersedia di internet untuk dapat meneliti kebenaran sebuah informasi. Setelah kebenaran informasi ditemukan, MAFINDO akan menyampaikannya ke masyarakat berupa artikel. Melakukan pengecekan sendiri dengan memeriksa fakta sebuah informasi di media sosial, adalah cara yang paling tepat untuk bisa terhindar dari disinformasi.<ref name="AKSI"/>
 
=== Menurut Tom Buchanan ===
Baris 36:
 
[[Kategori:Disinformasi]]
[[Kategori:Hoaks]]