Pseudo mitologi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
 
Baris 23:
Beberapa klaim pseudo mitologi dan pseudo arkeologi bisa saja digunakan untuk membenarkan pandangan rasis atau xenofobik, dengan mengklaim bahwa kelompok tertentu memiliki asal-usul atau warisan yang lebih superior. Hal ini dapat memperburuk ketegangan sosial dan diskriminasi antar kelompok.<ref>[https://hima.fib.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1268/Majalah-Artefak-2023-Digital-Ver..pdf ''Majalah Artefak''.] dari situs ugm.ac.id</ref> Selain itu secara umum, pengetahuan dan informasi palsu yang tersebar luas, bisa membuat masyarakat mulai meragukan keakuratan sumber sejarah yang sahih, yang dapat mengurangi penghargaan terhadap penelitian ilmiah dan metode kritis dalam memahami sejarah.<ref>Thung Ju Lan. [https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/download/853/995/24491?inline= ''Sains dan Kultur: Memahami Pseudosains di Indonesia''.] dari situs BRIN</ref>
==Dampak positif==
Sekalipun pemalsuan mitologi dan arkeologi sangat tidak dianjurkan dalam sudut pandang keilmuwan, namun pada kenyataannya aktivitas ini mungkin saja dilakukan karena dirasa membawa keuntungan. Pseudo mitologi dapat mendorong individu untuk berpikir kreatif dan imajinatif, mengembangkan cerita dan narasi yang menarik. Hal ini dapat berkontribusi pada perkembangan seni, sastra, dan budaya populer. Pseudo mitologi juga bisa saja memicu rasa ingin tahu dan minat masyarakat terhadap sejarah dan budaya tertentu. Ini dapat mendorong individu untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan mencari sumber informasi yang lebih terpercaya. Bahkan di titik tertentu, kreasi baru bisa saja menimbulkan ketertarikan pendengar dan membuka perspektif baru dalam mengamati budaya atau karya seni.{{cn}}
 
==Referensi==
{{reflist|2}}