Ahmad Khatib al-Minangkabawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dozi Adiguna (bicara | kontrib)
k Koreksi typo
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Dozi Adiguna (bicara | kontrib)
k Koreksi typo
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 14:
Ketika masih tinggal di kampung kelahirannya, Ahmad kecil sempat mengenyam pendidikan formal, yaitu pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Guru atau [[Kweekschool]]<ref name=roi1/> dan menamatkannya pada tahun 1871 M. Di samping belajar di Kweekschool, Ahmad kecil juga mempelajari ''mabadi’'' (dasar-dasar) ilmu agama dari Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil belajar [[Al-Qur'an]].
 
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, Abdul Lathif, ke [[Makkah]] untuk menunaikan ibadah [[haji]]. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, Abdul Lathif kembali ke Sumatera Barat, sementara Ahmad tetap tinggal di Makkah untuk menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama Mekkah terutama yang mengajar di [[MasjidilharamMasjidil Haram]].
 
Selama di Makkah, Ahmad kecil belajar dengan sejumlah guru, di antaranya adalah Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al-Makki asy-Syafi’i, Utsman bin Muhammad Syatha al-Makki asy-Syafi’i, dan Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i. ''Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan'' mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Ahmad Khatib, yaitu:
Baris 33:
Ahmad Khatib digambarkan sebagai seorang ayah yang baik dan agamais, ia mengajarkan pendidikan [[Al-Qur'an]] dan ilmu-ilmu keislaman pada putra-putranya, dan dikatakan turut mewariskan ilmu pengetahuannya kepada mereka.
 
== Imam Besar MasjidilharamMasjidil Haram ==
 
Ada dua versi mengenai sebab pengangkatan Ahmad Khatib sebagai Imam dan khathib utama [[Masjidilharam]]. Umar ‘Abdul Jabbar mencatat bahwa jabatan imam dan khathib itu diperoleh Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah berkat permintaan Shalih al-Kurdi, sang mertua, kepada Syarif Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Ahmad Khatib menjadi imam sekaligus khathib. Sedangkan versi kedua yang dicatat oleh [[Hamka]] dalam ''Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra'' menceritakan bahwa Ahmad Khatib pernah mengikuti salat berjama’ah yang dipimpin langsung oleh Syarif Aunur Rafiq. Di tengah salat, ternyata terdapat bacaan Rafiq yang keliru, dan Khatib kemudian membetulkan bacaan tersebut. Setelah salat selesai, Rafiq bertanya mengenai siapa yang memperbaiki bacaannya tadi, ia lalu ditunjukkan kepada Ahmad Khatib, menantu sahabatnya, Shalih. Bagaimanapun, Rafiq kemudian mengangkat Ahmad Khatib sebagai Imam Besar di [[Masjidilharam]].