Ogoh-ogoh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib) +isi dan isi |
M. Adiputra (bicara | kontrib) |
||
(4 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[File:Ogoh-ogoh on the streets of Ubud during preparations for the parade 05.jpg|thumb|Sebuah ogoh-ogoh di [[Ubud]], [[Bali]], 2018.]]
[[Berkas:Ogoh-ogoh1.jpg|jmpl|ka|Pengarakan ogoh-ogoh, 2016.]]
'''Ogoh-ogoh''' ([[bahasa Bali|Bali]]: {{script/Bali|ᬳᭀᬕᭀᬳᭀᬕᭀᬄ}}) adalah karya seni [[patung]] dalam [[Bali|kebudayaan Bali]] yang umumnya
▲'''Ogoh-ogoh''' ([[bahasa Bali|Bali]]: {{script/Bali|ᬳᭀᬕᭀᬳᭀᬕᭀᬄ}}) adalah karya seni [[patung]] dalam [[Bali|kebudayaan Bali]] yang umumnya menggambarkan sosok ''[[Butakala]]''. Bahan pembuatan ogoh-ogoh pada umumnya ialah [[bambu]] atau [[rotan]] yang dijalin—atau bahkan [[stirofoam]]—kemudian dilapisi dengan kertas. Mereka dibuat selama beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan untuk diarak dalam suatu pawai pada saat ''Pangrupukan'', yaitu tradisi [[Hindu Bali]] yang dilaksanakan untuk menyambut [[Nyepi]]. Dalam pawai tersebut, ogoh-ogoh merupakan lambang keburukan sifat-sifat manusia atau negativitas di alam, yang dinetralkan menjelang [[Nyepi|Tahun Baru Saka]]. Setelah pawai selesai, ogoh-ogoh akhirnya dibakar, biasanya di lapangan kuburan desa.<ref>{{citation|
url=http://voi.id/lifestyle/364146/ritual-pembakaran-ogoh-ogoh-dan-maknanya-pembersihan-sebelum-hari-raya-nyepi| publisher=VOI| title=Ritual Pembakaran Ogoh-Ogoh dan Maknanya, Pembersihan sebelum Hari Raya Nyepi| date=11 Maret 2024| author=Alfiandana| editor=Puput Puji Lestari}}</ref>
Ogoh-ogoh pada umumnya dibuat di setiap ''[[banjar (Bali)|banjar]]'', yaitu komunitas tradisional masyarakat Bali setingkat [[Rukun Warga]]. Sosok ''[[Butakala]]'', yaitu makhluk jejadian atau penghuni "alam bawah" dalam kepercayaan Hindu merupakan tema ogoh-ogoh yang umum dan dianggap mencirikan kualitas negatif dalam diri manusia, meskipun pada masa kini banyak ogoh-ogoh yang berbentuk [[makhluk mitologis|hewan mitologis]], tokoh-tokoh [[wayang|pewayangan]] atau [[sastra Hindu]], bahkan [[dewa-dewi Hindu]]. Ogoh-ogoh dapat dibuat dalam bentuk individu, berpasangan, maupun berkelompok. Bahan pembuatan yang lazim ialah [[bambu]] atau [[rotan]] yang dijalin—atau bahkan [[stirofoam]]—kemudian dilapisi dengan kertas. Proses pembuatannya memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan tergantung pada tingkat kerumitan dan tenaga penggarapnya.
Di luar [[Bali]], tradisi ogoh-ogoh juga dilaksanakan di daerah-daerah dengan jumlah umat Hindu yang signifikan (terutama yang merayakan [[Nyepi]]), seperti [[Jawa Timur]] dan [[Nusa Tenggara Barat]]. Di daerah-daerah tersebut, pawai ogoh-ogoh dimaknai sebagai bentuk kerukunan antarumat beragama, dan partisipasi tidak terbatas kepada umat Hindu saja.▼
Tradisi ogoh-ogoh seperti yang dikenal sekarang ini merupakan kebudayaan yang relatif baru. Diperkirakan bahwa tradisi ini berkembang pada [[dasawarsa]] [[1980-an]], meskipun pada tahun-tahun sebelumnya ogoh-ogoh sudah ada, tetapi masih dalam bentuk yang sangat sederhana dan belum dikenal secara luas. Tradisi ''lelakut'', patung [[ngaben|''pelebonan'']], hingga [[Barong Landung]] ditengarai sebagai akar tradisi dan inspirasi bagi perkembangan awal ogoh-ogoh. Saat ini, ogoh-ogoh menjadi ciri khas penyambutan Nyepi dan dilombakan hampir setiap tahun di Bali dalam tingkat yang berbeda-beda.
▲Di luar
== Etimologi ==
Baris 43 ⟶ 47:
===Dasawarsa 2010===
[[File:Ogoh-ogoh Parade in Ubud, Indonesia - panoramio.jpg|thumb|ki|200px|Ogoh-ogoh di [[Ubud]], Bali, 2013.]]
Awal dasawarsa [[2010-an]], ogoh-ogoh yang semula dibuat dari jalinan [[bambu]] atau [[rotan]], akhirnya mulai banyak yang dibuat dari [[stirofoam]] dengan alasan kemudahan. Atas pertimbangan kesehatan, sejak 2015 pemerintah daerah Bali "melarang" pemanfaatan stirofoam pada proses pembuatan ogoh-ogoh,<ref name="larang"/> dan banyak perlombaan ogoh-ogoh yang melarang pemakaiannya.<ref name="disbud"/> Musik dengan pengeras suara atau ''sound system'' juga mulai dilarang untuk mengiringi pawai ogoh-ogoh, karena dinilai tidak menampilkan kebudayaan Bali.<ref name="gamelan">{{citation| url=https://www.denpasarkota.go.id/berita/denpasar-tetap-konsisten-larang-soundsystem-saat-ngarak-ogoh-ogoh| title=Denpasar Tetap Konsisten Larang Soundsystem Saat Ngarak Ogoh-ogoh| publisher=Situs Kota Denpasar| author=Admin Pemkot Denpasar| date=04 Februari 2019}}</ref> Pemerintah dan lembaga adat menganjurkan agar pawai ogoh-ogoh tetap menggunakan [[gamelan]] [[baleganjur]], yang juga biasa dipakai mengiringi [[:wikt:arak-arakan|arak-arakan]] kegiatan adat di Bali. Selan itu, gamelan dinilai lebih menampilkan budaya Bali, serta meningkatkan ''[[:wikt:taksu|taksu]]'' atau karisma ogoh-ogoh yang diarak.<ref name="gamelan"/>
Pertengahan dasawarsa 2010-an, inovasi tradisi ogoh-ogoh ditandai dengan penggarapan ogoh-ogoh yang digerakkan mesin. Tahun 2016, kelompok pemuda-pemudi di kelurahan [[Panjer, Denpasar Selatan, Denpasar|Panjer, Denpasar Selatan]] berinovasi melalui penciptaan ogoh-ogoh "bergerak" yang dikendalikan dengan [[ponsel pintar]], dan dihubungkan dengan sistem [[Bluetooth]].<ref>{{citation| title = Ogoh-ogoh Raksasa Ini Bisa Digerakkan Lewat Smartphone| author = Dewi Divianta | date = 28 Februari 2016 | publisher = Liputan 6 | url = https://www.liputan6.com/regional/read/2446901/ogoh-ogoh-raksasa-ini-bisa-digerakkan-lewat-smartphone}}</ref> Tahun-tahun berikutnya, sejumlah banjar di Depasar berinovasi dalam pembuatan ogoh-ogoh yang dapat digerakkan mesin, serta mengedepankan bahan-bahan yang ramah lingkungan.<ref>{{citation| url = https://www.beritabali.com/berita/201803060009/kian-kreatif-ogoh-ogoh-stt-denpasar-gunakan-bahan-tisu-hingga-teknologi | publisher = Berita Bali | author = Tim Redaksi | title = Kian Kreatif, Ogoh-Ogoh STT Denpasar Gunakan Bahan Tisu Hingga Teknologi | date = Selasa, 6 Maret 2018}}</ref> [[Denpasar Utara, Denpasar|Denpasar Utara]] melakukan inovasi penciptaan ogoh-ogoh yang dapat rebah dan berdiri dengan memanfaatkan sistem hidrolik.<ref name="tainsiat"/> Dalam berproses, sejumlah banjar dapat menggelontorkan dana mencapai puluhan juta rupiah, serta melibatkan mahasiswa teknik dalam penggarapan ogoh-ogoh berteknologi mutakhir.<ref name="tainsiat">{{citation| title = Gunakan Sistem Penggerak Hidrolika, Pembuatan Ogoh-Ogoh di Tainsiat Dibantu Mahasiswa Poltek & Unud | date = Jumat, 8 Februari 2019| author = Noviana Windri | editor = Ida Ayu Suryantini Putri | publisher = Tribun-Bali.com | url = https://bali.tribunnews.com/2019/02/08/gunakan-sistem-penggerak-hidrolika-pembuatan-ogoh-ogoh-di-tainsiat-dibantu-mahasiswa-poltek-unud?page=2}}</ref> Banjar dengan ogoh-ogoh inovatif pun kerap mengikuti perlombaan di tingkat kota.
Saat memasuki [[Pemilihan umum Indonesia 2019|tahun politik 2019]], pemerintah daerah tidak melarang pembuatan ogoh-ogoh di Bali, tetapi meregulasi agar tidak ada pembuatan ogoh-ogoh yang dinilai mengandung unsur politik. Lomba ogoh-ogoh pun tetap diadakan pada tahun tersebut.<ref>{{citation|date=Kamis, 10 Januari 2019|author=Putu Supartika | editor= Irma Budiarti|publisher=Tribun-Bali.com |title=Larangan Pembuatan Ogoh-ogoh Bermuatan Politik di Denpasar| url= https://bali.tribunnews.com/2019/01/10/larangan-pembuatan-ogoh-ogoh-bermuatan-politik-di-denpasar?page=all}}</ref>
{{clear}}
Baris 58 ⟶ 66:
Pada umumnya, ogoh-ogoh dibuat oleh komunitas tradisional [[suku Bali|orang Bali]] yang disebut ''[[banjar (Bali)|banjar]]'', terutama ''seka teruna-teruni'' (STT), yaitu divisi dalam suatu banjar yang menaungi kegiatan pemuda-pemudi di banjar tersebut. Kreativitas yang dicurahkan serta dana yang digelontorkan membuat ogoh-ogoh kerap menjadi kebanggaan dan [[:wikt:prestise|prestise]] kelompok pemuda-pemudi di Bali setiap menyambut Nyepi.<ref>{{citation| url=https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/pawai-ogoh-ogoh-kemeriahan-festival-rakyat-menjelang-nyepi | title=Pawai Ogoh-ogoh, Kemeriahan Festival Rakyat Menjelang Nyepi| publisher=Indonesia Kaya| author=Ardee}}</ref> Banyak pula ogoh-ogoh yang dibuat oleh komunitas lain di luar banjar, meliputi kelompok lingkungan perumahan serta ''seka demen'' (kelompok sehobi).
Bahan dasar ogoh-ogoh ialah [[bambu]] atau [[rotan]] yang dijalin membentuk kerangka sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Di Bali, banyak ogoh-ogoh yang dibentuk pada suatu rangkaian besi yang berfungsi sebagai "[[rangka manusia|tulang]]" yang menopang dan memperkuat konstruksi ogoh-ogoh.<ref name="bahan">{{citation| url=https://bali.idntimes.com/opinion/social/ari-budiadnyana/opini-perbedaan-membuat-ogoh-ogoh-dari-bambu-vs-styrofoam-c1c2| title=Perbedaan Membuat Ogoh-ogoh dari Bambu Vs Styrofoam |publisher =Idntimes.com | date=31 Januari 2023| author=Ari Budiadnyana |editor=Irma Yudistirani}}</ref> Kemudian bentuk dari jalinan bambu atau rotan tersebut dilapisi dengan kertas dalam beberapa tahap sampai mencapai ketebalan atau tekstur yang diharapkan. Proses berikutnya ialah pelapisan dengan bahan bertentu, lalu pewarnaan dengan cat. Beberapa ogoh-ogoh dibuat dengan menambahkan bulu-bulu, serat, atau bahan lainnnya sesuai kreativitas. Kain, perhiasan, dan aksesoris merupakan pelengkap yang dipasang belakangan.
Ada pula ogoh-ogoh yang berbahan dasar [[stirofoam]] atau gabus, suatu produk busa [[sintesis kimia|sintetis]] dari [[polistirena]]. Pembuatan ogoh-ogoh berbahan stirofoam marak di [[Denpasar]] sejak 2011, karena bahan tersebut mudah dibentuk.<ref name="gabus"/> Namun ogoh-ogoh harus dibakar, dan asap yang ditimbulkan dari pembakaran stirofoam lebih berbahaya untuk dihirup dibandingkan dengan bahan yang lebih alami.<ref name="bahan"/><ref>{{citation| title=STT di Denpasar Buat Ogoh-ogoh Ramah Lingkungan dari Kulit Nangka| author=Ni Made Lastri Karsiani Putri |publisher=detikBali |date=12 Februari 2023 |url= https://www.detik.com/bali/berita/d-6565070/stt-di-denpasar-buat-ogoh-ogoh-ramah-lingkungan-dari-kulit-nangka}}</ref> Sejak 2015, pemerintah daerah Bali meregulasi larangan pembuatan ogoh-ogoh berbahan stirofoam.<ref name="larang">{{citation| url=https://www.nusabali.com/berita/135327/gabus-dilarang-untuk-ogoh-ogoh-penjual-sisitan-bambu-ketiban-rezeki |title=Gabus 'Dilarang' untuk Ogoh-ogoh, Penjual Sisitan Bambu Ketiban Rezeki| publisher=Nusa Bali| author=Tim Redaksi| date=09 Februari 2023}}</ref><ref name="gabus">{{citation|url=http://dasarbali.com/2015/03/20/1268/| title=Ogoh-ogoh Gabus Dilarang, Bagaimana dengan Iringan Musik Keras?| author=R3mB1t@17M1nOn |date=20 Maret 2015 |publisher=Dasar Bali}}</ref> Usai [[pandemi Covid-19]], pemanfaatan bahan organik sebagai bahan dasar ogoh-ogoh—misalnya daun dan kulit pohon—menjadi tren di sebagian besar ''seka teruna-teruni'' atau komunitas pemuda Bali.<ref>{{citation| url=https://balitribune.co.id/content/ogoh-ogoh-mulai-manfaatkan-bahan-organik| title=Ogoh-ogoh Mulai Manfaatkan Bahan Organik| date=16 Maret 2023| author=Tim Redaksi| publisher=Bali Tribune}}</ref>
Lamanya proses pengerjaan suatu ogoh-ogoh tergantung kepada desain, tingkat kerumitannya, serta tenaga kerja. Ada yang berkisar antara 1 minggu hingga 1 bulan,<ref>{{citation| author=Nurhadi Wicaksono | publisher=detikJatim| date=20 Maret 2023| title=Menilik Pembuatan Patung Ogoh-ogoh Jelang Nyepi di Lumajang| url=https://www.detik.com/jatim/berita/d-6629154/menilik-pembuatan-patung-ogoh-ogoh-jelang-nyepi-di-lumajang}}</ref> bahkan ada yang mencapai 5 bulan.<ref>{{citation|title=Ogoh-ogoh: An Indonesian Creative Local Wisdom Inspired by Hindu Philosophy as Ethno-physics| url=http://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/IJHSRS/article/view/315/570 |author1=Hanandita Veda Saphira |author2=Nadi Suprapto |author3=Setyo Admoko| year=2022| publisher=Faculty of Mathematics and Natural Science, Universitas Negeri Surabaya| place=Surabaya}}</ref> Tinggi ogoh-ogoh pun bervariasi, mulai dari ogoh-ogoh mini yang tingginya kurang dari 1 meter―biasa dipajang di toko-toko seputar Depasar menjelang Nyepi―hingga ogoh-ogoh buatan banjar yang dapat mencapai 8 meter.<ref>{{citation|
date = 3 March 2018 | title = Ogoh Ogoh Kulkul Pajenengan dengan Tinggi 8 Meter | author = Agung Samudra | publisher = Bali Tribune | url = https://balitribune.co.id/content/ogoh-ogoh-kulkul-pajenengan-dengan-tinggi-8-meter}}</ref> Sementara itu, beberapa lomba mensyaratkan tinggi maksimal ogoh-ogoh yaitu 6 meter.<ref name="tainsiat"/> Berat rata-rata ogoh-ogoh juga tergantung kepada tinggi dan konstruksinya, antara 100 kg<ref>{{citation| title = Dibikin Setinggi 3 Meter dengan Berat 100 Kg, Habiskan Biaya... | author = Donny Tabelak | date = Jumat, 16 Maret 2018 | publisher = Radar Bali | url = https://radarbali.jawapos.com/nasional/70810338/dibikin-setinggi-3-meter-dengan-berat-100-kg-habiskan-biaya}}</ref> hingga 1 [[ton metrik|ton]].<ref>{{citation| title = Ogoh-Ogoh Tinggi 7 Meter dan Berat 1 Ton, Digarap 7 Bulan | date = 10 Februari 2018 | author = nv | publisher = Nusa Bali | url = https://www.nusabali.com/berita/25265/ogoh-ogoh-tinggi-7-meter-dan-berat-1-ton-digarap-7-bulan}}</ref>
== Bentuk ==
Baris 89 ⟶ 100:
== Di luar Bali ==
[[Berkas:Ogoh-
Tradisi pengarakan ogoh-ogoh menjelang Nyepi juga ditemukan di luar Bali seiring dengan perkembangan [[diaspora]] [[orang Bali]] di sejumlah wilayah [[Indonesia]] seperti [[Nusa Tenggara Barat]], [[Lampung]], [[Kalimantan
[[File:Upacara pembakaran ogoh-ogoh.jpg|thumb|Pembakaran ogoh-ogoh usai pawai di desa Wisata Semen, [[Kabupaten Blitar]], [[Jawa Timur]], 2023.]]
Di beberapa daerah dengan umat Hindu selain suku Bali, contohnya [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]], praktik [[agama Hindu Bali]] menjadi "model" bagi Hindu lainnya di Indonesia sedangkan [[Bali]] dianggap sebagai tempat pelestarian peradaban [[Hindu Jawa]],<ref>{{citation| title=Jejak peradaban kerajaan Hindu Jawa: 1042-1527 M| author = Prasetya R. | year = 2021| publisher = Araska | url = https://www.google.co.id/books/edition/JEJAK_PERADABAN_KERAJAAN_HINDU_JAWA_1042/jBA1EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0 | isbn = 9786237910787}}</ref> termasuk pelestarian [[kalender Saka]] yang awalnya datang dari [[India]] lalu diadaptasi di pulau [[Jawa]].<ref>{{citation| author1 = Sugiarti | author2= Anggara Putu Dharma Putra | chapter= Kontribusi Hindu terhadap Perkembangan Budaya Jawa | volume = 2 | year = 2021 | title = Communicare | issn = 2722-533X | url = https://jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/communicare }}</ref> Umat Hindu Jawa turut merayakan Tahun Baru Saka (Nyepi) sebagaimana umat Hindu Bali, dan tradisi ogoh-ogoh diadaptasi sebagai pelengkap ritual menyambut Nyepi
Pada beberapa kesempatan, [[ekspatriat]] Hindu Bali di [[Brussel]], [[Belgia]] juga mengadakan pawai ogoh-ogoh untuk menyambut Nyepi. Kegiatan tersebut mendapat dukungan dari pemerintah di sana dan bekerja sama dengan kedutaan besar Indonesia. Pawai diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan religius WNI etnis Bali di Belgia sekaligus menarik wisatawan.<ref>{{citation| publisher = Antara| url = https://www.antaranews.com/berita/263221/prosesi-ogoh-ogoh-terbesar-digelar-di-belgia | title = Prosesi Ogoh Ogoh Terbesar Digelar di Belgia| date= Rabu, 15 Juni 2011| editor = Jafar M. Sidik}}</ref><ref>{{citation| title = Perdana, Ogoh-ogoh Susuri Jalanan Brussels, Belgia| date = Senin, 31 Maret 2014 | author=BeritaSatu | url = https://www.beritasatu.com/news/174792/perdana-ogohogoh-susuri-jalanan-brussels-belgia | publisher=Berita Satu}}</ref>
=== Di luar konteks Nyepi ===▼
[[Berkas:Ogoh-Ogoh, parade to Dark Park for The Burning.jpg|thumb|ki|Ogoh-ogoh dalam festival [[:en:Mona Foma|Dark Mofo]] di [[Tasmania]], [[Australia]] (2018).]]
Istilah "ogoh-ogoh" juga disematkan pada karya seni representasi makhluk yang berukuran besar, meskipun tidak terkait dengan kebudayaan Hindu Bali. Di luar Bali, patung raksasa yang diarak saat [[karnaval]] juga disebut ogoh-ogoh.<ref>{{citation| title= Ogoh-ogoh Terbakar saat Karnaval Pondok Bambu Cirebon | publisher=Kompas.tv |date= 2 Juli 2024| author=Sadryna Evanalia | url = https://www.kompas.tv/video/519334/warga-panik-ogoh-ogoh-terbakar-saat-karnaval-pondok-bambu-cirebon}}</ref> Ogoh-ogoh pernah diarak pada saat pawai kebudayaan di beberapa tempat di Indonesia, meliputi [[Jakarta]], [[Medan]], [[Palembang]], [[Semarang]], [[Mataram]], [[Ambon]], dan [[Jayapura]].<ref name="widnyani"/> Ogoh-ogoh yang ditampilkan tersebut berada di luar konteks menyambut Tahun Baru Saka (Nyepi), semata-mata bersifat [[:wikt:profan|profan]] dan dimaknai sebagai karya seni atau hiburan belaka.<ref name="widnyani"/>
▲Di beberapa daerah dengan umat Hindu selain suku Bali, contohnya [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]], tradisi ogoh-ogoh diadaptasi sebagai pelengkap ritual menyambut Nyepi (Tahun Baru Saka). Pelataran [[Candi Prambanan]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] menjadi lokasi pengarakan ogoh-ogoh umat [[Hindu Jawa]] di sana setiap menyambut Nyepi.<ref>{{citation| title= Ogoh-ogoh, Tawur Agung di Prambanan dan Rangkaian Nyepi di Jawa Tengah| date=28 Maret 2017 | editor= Iswidodo | publisher=TribunJateng.com | url = https://jateng.tribunnews.com/2017/03/28/pembakaran-ogoh-ogoh-tawur-agung-di-prambanan-dan-rangkaian-nyepi-di-jawa-tengah}}</ref> Di beberapa tempat lain, contohnya [[kabupaten Lamongan]], tradisi ogoh-ogoh mulai diadaptasi pada dasawarsa 2010-an, meskipun ritual menyambut Nyepi rutin dilaksanakan sebelumnya tanpa membuat ogoh-ogoh.<ref name="lamongan">{{citation| title=Tradisi Upacara Ogoh-ogoh| author=Mohammad Syamsudin Alfattah| publisher=Departemen Antropologi Fisip – Universitas Airlangga |place=Surabaya| url=https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-aun2299ea3239full.pdf| year=2017}}</ref>
Ogoh-ogoh pernah diarak pada saat pawai kebudayaan di beberapa tempat di Indonesia, meliputi [[Jakarta]], [[Medan]], [[Palembang]], [[Semarang]], [[Mataram]], [[Ambon]], dan [[Jayapura]].<ref name="widnyani"/> Ogoh-ogoh yang ditampilkan tersebut berada di luar konteks menyambut Tahun Baru Saka (Nyepi), semata-mata bersifat [[:wikt:profan|profan]] dan dimaknai sebagai karya seni atau hiburan belaka.<ref name="widnyani"/> Di luar Indonesia, pawai ogoh-ogoh pernah dilaksanakan di beberapa kota, antara lain: [[Brussel]] ([[Belgia]]) untuk menyambut Nyepi;<ref>{{citation| title=KBRI Brussel Gelar Pawai Ogoh-ogoh |publisher=Kompas.com |date=16 Juni 2011| url = https://nasional.kompas.com/read/2011/06/16/09334669/kbri.brussel.gelar.pawai.ogoh-ogoh| }}</ref> [[Tokyo]] ([[Jepang]]) sebagai bagian dari parade budaya Indonesia;<ref>{{citation| title=Festival Musim Panas Kasennuma, Tampilkan Barong, Ondel-Ondel dan Ogoh-Ogoh| author=Banjar Chaeruddin| date=9 Agustus 2022| url= https://www.sinarharapan.co/internasional/pr-3854092442/festival-musim-panas-kasennuma-tampilkan-barong-ondel-ondel-dan-ogoh-ogoh| publisher=Sinar Harapan}}</ref> dan karnival yang dikemas secara kontemporer dalam [[:en:Mona Foma|Festival Dark Mofo]], di [[Tasmania]], [[Australia]].<ref>{{citation| title = Pikat Wisman Australia, Ogoh-Ogoh Khas Bali Eksis di Festival Dark Mofo Tasmania| date= 26 Juni 2019 |author= Vien Dimyati | url = https://www.inews.id/travel/destinasi/pikat-wisman-australia-ogoh-ogoh-khas-bali-eksis-di-festival-dark-mofo-tasmania | publisher = iNews.ID}}</ref>▼
[[File:On the final day celebrations of Ramlila, on the occasion of the Hindu festival Dussehara, people visiting effigy of demon king Ravana and other mythical characters Meghnadh and Kumbhkarna at a ground, in New Delhi.jpg|thumb|Patung [[Indrajit|Meganada]], [[Rahwana]] (tengah), dan [[Kumbakarna]] saat perayaan Vijayadashami di [[New Delhi]], [[India]] (2005).]]
▲== Di luar konteks Nyepi ==
▲
Karakteristik yang khas menyebabkan [[warganet]] memadankan tradisi lain yang melibatkan [[orang-orangan]] berukuran raksasa sebagai "ogoh-ogoh";<ref>{{citation| title=Ogoh-ogoh Ala India | publisher = Kompasiana| date = 5 Maret 2011 | url=https://www.kompasiana.com/khussy_alfarisi/55008fd7a333114e7551121e/ogoh-ogoh-ala-india | author=Khussy | access-date = 4 Januari 2025}}</ref><ref>{{citation| chapter=OGOH-OGOH BALI dan INDIA| quote= Di India juga ada Ogoh-ogoh, tapi tidak diarak saat perayaan tahun baru saka, melainkan pada Festival Dussehra.| author=Bali Channel | url=https://www.instagram.com/balichannel/reel/Co1A0nyJybA/| title=Instagram | date=19 Februari 2023 | access-date=4 Januari 2025}}</ref> contohnya festival [[:en:Vijayadashami|Vijayadashami]] ([[Hindi]]-[[Urdu]]: ''Dassahra''; ejaan alternatif: ''Dussehra'') yang dirayakan umat Hindu di India. Berbeda dengan Nyepi, festival ini bukan perayaan tahun baru, melainkan peringatan kemenangan [[Rama]] atas [[Rahwana]] seperti yang dikisahkan dalam wiracarita ''[[Ramayana]]''. Puncak festival ialah pembakaran patung tokoh yang dianggap simbol kejahatan, mirip dengan tradisi ogoh-ogoh.
▲Istilah "ogoh-ogoh" juga disematkan pada karya seni representasi makhluk yang berukuran besar, meskipun tidak dibuat oleh umat Hindu dan tidak terkait dengan ritual Hindu. Di luar Bali―dan di luar konteks Nyepi―patung raksasa yang diarak saat [[karnaval]] juga disebut ogoh-ogoh.<ref>{{citation| title= Ogoh-ogoh Terbakar saat Karnaval Pondok Bambu Cirebon | publisher=Kompas.tv |date= 2 Juli 2024| author=Sadryna Evanalia | url = https://www.kompas.tv/video/519334/warga-panik-ogoh-ogoh-terbakar-saat-karnaval-pondok-bambu-cirebon}}</ref> Ogoh-ogoh juga pernah diarak dan dibakar di ruang publik sebagai protes masyarakat yang terjadi di luar Bali, contohnya protes akan aktivitas penambangan,<ref>{{citation| title = Warga Pakem Bakar Ogoh-ogoh Betoro Bego Siskolo Protes Penambangan Liar | date = 2 Mei 2015 | author = Santo Ari | editor = Muhammad Fatoni | url = https://jogja.tribunnews.com/2015/05/02/warga-pakem-bakar-ogoh-ogoh-betoro-bego-siskolo-protes-penambangan-liar | publisher = Tribun Jogja}}</ref> atau isu kecurangan saat pemilihan umum.<ref>{{citation| title=Aksi Bakar Ogoh-Ogoh di KPU DIY sebagai Protes Terhadap Isu Kecurangan | author= beritayogya | date = 8 Desember 2023 | url=https://www.beritayogya.com/aksi-bakar-ogoh-ogoh-di-kpu-diy-sebagai-protes-terhadap-isu-kecurangan/ | publisher = Berita Yogya}}</ref> Ogoh-ogoh tersebut dibuat untuk keperluan "[[orang-orangan|boneka pelampiasan]]" semata dan bukan sebagai karya seni yang dipersiapkan menjelang Nyepi.
== Galeri ==
|