Birokrasi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
(82 revisi perantara oleh 40 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Birokrasi di Indonesia''' awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh budaya Eropa di mulai dari masa-masa kolonial antara lain dengan masa ''cultuurstelsel'', masa ''desentralisasi'' dan ''emansipasi'', masa [[pemerintah]] pusat ''(centraal bestuur)'', masa ''
== Birokrasi dalam budaya barat ==
'''Birokrasi''' ([[bahasa Inggris]]:''bureaucracy'' ~ bu·reauc·ra·cy ~ bjʊəˈrɒkrəs) ([[bahasa
▲'''Birokrasi''' ([[bahasa Inggris]]:''bureaucracy'' ~ bu·reauc·ra·cy ~ bjʊəˈrɒkrəs) ([[bahasa Perancis]]: ''bureaucratie'') mempunyai arti ''bureau + cratie'' atau sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor dengan prosedur yang tetap
=== Teori-teori dalam birokrasi ===
[[Max Weber]], seorang sosiolog Jerman menulis sebuah alasan yang menggambarkan bentuk birokrasi
<center>
{{col-begin|width=95%}}
|-
|
Sistem Birokrasi I {{br}}{{br}}
Rowing (Mendayung/bekerja sendiri) {{br}}
Service (Melayani){{br}}
Monopoly (Menguasai sendirian) {{br}}
Rule-driven (Digerakan oleh aturan) {{br}}
Budgeting inputs (Menunggu anggaran) {{br}}
Bureaucracy-driven (Dikendalikan birokrat) {{br}}
Spending (Pengeluaran) {{br}}
Curing (Penyembuhkan) {{br}}
Hierarchy (Berjenjang) {{br}}
Organization (Organisasi, lembaga) {{br}}
|
Sistem Birokrasi II {{br}}{{br}}
Steering (Menyetir/mengarahkan){{br}}
Empowering (Memberdayakan){{br}}
Competition (Ada persaingan){{br}}
Mission-driven (Digerakkan oleh misi){{br}}
Funding outcomes (Menghasilkan dana){{br}}
Customer-driven (Dikendalikan pelanggan/pembayar pajak){{br}}
Earning (Penghasilan/tabungan){{br}}
Preventing (Pencegahan){{br}}
Teamwork /participation (Pelibatan/kerja kelompok){{br}}
Market (Pasar, keseimbangan orang banyak){{br}}
|} </center>
<poem> </poem>
== Sejarah ==
Baris 13 ⟶ 40:
Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan tidak boleh mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.
Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di [[Batavia]] (sekarang Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas nama [[:fr:Indes orientales néerlandaises|kerajaan Belanda]] (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands bestuur
Pada tahun [[1905]] mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah Eropa berlanjut pada tahun [[1916]] terbentuk pula pemerintahan kota-kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan
=== Awal kemerdekaan ===
Pada tanggal [[30 Mei]] [[1948]] melalui ''Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1948'' pemerintah [[RI]] yang berkedudukan di [[Jogjakarta]] baru mendirikan ''Kantor Urusan Pegawai'' (KUP) sedangkan pemerintahan [[RIS]] yang berkedudukan di [[Jakarta]] untuk masalah kepegawaian dibentuk melalui ''Keputusan
Rankin
Pada tanggal [[5 Juli]] [[1959]], dikeluarkan [[
=== Birokrasi dalam perkembangan ===
Dalam perkembangannya pengorganisasian birokrasi mulai diwarnai dengan ketidakpastian akibat peranan partai-partai politik yang saling bersaing dengan sangat dominan, partai-partai politik mulai melakukan ''[[Politik blok birokrasi|building block]]'' kekuasaan melalui pos-pos kementerian strategis di jajaran pemerintahan sebagai sumber daya kelangsungan partai politik yang bersangkutan, program rekrutmen birokrasi ikut mengalami ''spoil system'' yang merajalela mulai dari pengangkatan, penempatan, promosi dan instrumen kepegawaian lainnya tidak didasarkan kriteria penilaian melainkan berdasarkan pertimbangan politik, golongan serta unsur-unsur lainnya
Pada tahun [[1966]] awal pemerintahan [[Suharto]] bedasarkan ''Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera'' ditunjuk selaku presiden dan ketua presidium Kabinet Ampera melalui ''Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 266 Tahun 1967'' kembali membentuk panitia pengorganisasian birokrasi sebagai pembantu presidium yang kemudian dikenal dengan nama ''Tim Pembantu Presiden untuk Penertiban Aparatur dan Administrasi Pemerintah'' atau disingkat menjadi ''Tim PAAP'' yang beranggotakan sebelas orang dengan [[Daftar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia|Menteri Tenaga Kerja]] selaku ketua didampingi oleh direktur [[
Selanjutnya pada tahun [[1968]] kembali dibentuk ''Panitia Koordinasi Efisiensi Aparatur Ekonomi Negara dan Aparatur Pemerintah'' yang disebut pula sebagai ''Proyek 13'' disusul dengan ''Keppres Nomor 16 Tahun 1968'' yang kemudian disempurnakan dengan ''Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1968'', ''Proyek 13'' ini kemudian berganti nama menjadi ''Sektor Penyempurnaan dan Penertiban Administrasi Negara'' yang lebih dikenal dengan nama ''Sektor P' dengan anggota terdiri dari ''Lembaga Administrasi Negara'' ([[Lembaga Administrasi Negara|LAN]]), ''Badan Administrasi Kepegawaian Negara'' ([[BAKN]]), ''Badan Perencanaan Pembangunan Nasional'' ([[Bappenas]]), Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, Departemen Tenaga Kerja, serta Departemen Transmigrasi dan Koperasi. yang diketuai oleh [[Awaluddin Djamin|Awaloeddin Djamin]] yang menjabat sebagai [[Daftar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia|Menteri Tenaga Kerja]] dengan tugas agar dapat menyempurnakan administrasi pemerintahan.
Ketika [[Suharto]] pertama kali membentuk Kabinet Pembangunan I dengan ''Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1968'',
Tahun 1995 melalui ''Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995'' tanggal 27 September 1995 pemerintah mencanangkan dimulai
Setelah tahun 1998 yang dikenal sebagai ''gerakan reformasi'' maka melalui ''Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999'' mengenai keberadaan pegawai negeri sipil ([[PNS]]) sebagai anggota partai politik lalu
== Organisasi ==
Sejak kemerdekaan {{umur|1945|8|17|2008|11|6}} tahun yang lalu dan setelah melalui proses yang panjang, akhirnya [[Indonesia]] baru mempunyai pengaturan organisasi kementerian sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan kementerian negara
▲{{main|Undang-Undang Kementerian Negara|Kementerian negara Indonesia}}
▲Sejak kemerdekaan {{umur|1945|8|17|2008|11|6}} tahun yang lalu dan setelah melalui proses yang panjang akhirnya [[Indonesia]] baru mempunyai pengaturan organisasi kementerian sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan kementerian negara berjumlah 46 fungsi kementerian.
== Korupsi ==
{{main|Korupsi di Indonesia|Komisi Pemberantasan Korupsi|Indeks Persepsi Korupsi}}
Usaha rasionalisasi organisasi pemerintah pusat sebenarnya sudah dimulai sejak masa [[Kabinet Wilopo|Kabinet]] [[Wilopo]] ([[3 April]] [[1952]] -[[1 Agustus]] [[1953]]) yang berusia hanya sekitar limabelas bulan kemudian diteruskan oleh [[Kabinet Ali Sastroamidjojo I|kabinet]] [[Ali Sastroamidjojo]] I ([[1 Agustus]] [[1953]] - [[12 Agustus]] [[1955]]) bernasib sama berusia dua tahun yang mempunyai program antara lain menyusun aparatur pemerintah yang efisien serta pembagian tenaga yang rasional dengan mengusahakan perbaikan taraf kehidupan pegawai serta memberantas korupsi dalam birokrasi dengan pembentukan ''Panitia Negara untuk menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian'' (PANOK) yang bekerja antara tahun [[1952]] sampai dengan [[1954]].
Pada 2009, bila merujuk pada laporan dari ''Political and Economic Risk Consultancy (PERC)'' yang berbasis di [[Hongkong]], Indonesia masih menunjukan angka yang buruk terutama dalam hal ''hambatan birokrasi'' atau ''red tape barriers''<ref>[http://www.asiaone.com/News/AsiaOne%2BNews/Singapore/Story/A1Story20090408-134144.html Table of Asian corruption scores in PERC survey ]</ref>
== Administrasi publik ==▼
{{main|Undang Undang Pelayanan publik|Administrasi publik|Ombudsman}}▼
Wajah birokrasi dari suatu penyelengaraan negara [[Indonesia]] akan tercermin pada hasil produk yang berupa adanya standar pelayanan terhadap publik atau masyarakat dalam rangka merasionalisasi birokrasi akan dapat terwujudnya dengan adanya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, terdapat sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dengan terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan dan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memperoleh penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum serta adanya kepastian hukum dalam kesamaan hak disamping keseimbangan hak dan kewajiban meliputi keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, penyedian fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.▼
Sebagai penjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik dan penanggung jawab adalah pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, pimpinan lembaga lainnya, gubernur pada tingkat provinsi dengan kewajiban melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sedangkan pada tingkat bupati pada tingkat kabupaten, walikota pada tingkat kota melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan menteri atau dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur▼
▲Wajah birokrasi dari suatu penyelengaraan negara [[Indonesia]] akan tercermin pada hasil produk yang berupa adanya standar pelayanan terhadap publik atau masyarakat dalam rangka merasionalisasi birokrasi akan dapat terwujudnya dengan adanya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, terdapat sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dengan terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan dan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memperoleh penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum serta adanya kepastian hukum dalam kesamaan hak disamping keseimbangan hak dan kewajiban meliputi keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, penyedian fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan
▲Sebagai penjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik dan penanggung jawab adalah pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, pimpinan lembaga lainnya, gubernur pada tingkat provinsi dengan kewajiban melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sedangkan pada tingkat bupati pada tingkat kabupaten,
== Akuntabilitas Publik ==
{{main|Akuntabilitas (administrasi publik)|Korupsi|Cinta Indonesia Cinta KPK| Konfrontasi Cicak dan Buaya}}
[[Pendulum]] kekuasaan di [[Indonesia]] selalu bergulir dari waktu-ke waktu, bergerak antara [[eksekutif]] dan [[legislatif|parlemen]] serta peran kekuatan bersenjata yang ikut mewarnai kekuasaan para pelaku hampir tidak mengalami perubahan yakni berputar antara partai politik yang satu kepada partai politik yang lain, pada kurun waktu tertentu lokus kekuasaan akan bergeser pada pihak eksekutif dimana partai politik pemerintah akan lebih kuat dan menunjukkan supremasi kekuasaan katimbang kelembagaan negara lainnya yang dengan demikian penggunaan kekuasaan akan terfokus dan bermuara di satu tempat, saat kurun waktu yang lain, kekuasaan berada pada pihak legislatif, partai politik lain yang berada di legislatif akan memainkan peran yang sentral dalam fokus penggunaan kekuasaan membuat stabilitas pemerintahan tidak bisa tercapai, sementara itu profesionalisme baik pada pihak legsilatif maupun pihak eksekutif tidak juga pernah bisa terwujudkan, politik tarik-menarik dari lokus dan fokus penggunaan kekuasaan akan selalu silih berganti berada di kedua pihak tersebut.
Sementara kepentingan publik tidak pernah merasakan keterwakilan dalam siklus kekuasaan ini, keperwakilan melalui partai politik yang seharusnya sebagai mewakili kepentingan publik hanya mengenalnya pada saat-sat ketika akan diadakan pemilu belaka dan seterusnya kepentingan publik akan terlupakan kembali dengan kekuasaan ego partikular dan elite pimpinan partai politik semata.
Dalam Perkembangannya [[administrasi publik]] akan cenderung menjadi instrumen dari kekuasaan dari para elite dengan membuat publik senantisa kembali berada pada posisi objek dan kepentingan sedangkan pertanggung jawaban kepada publik mempunyai kadar amat rendah dan cenderung bisa dikatakan hampir tidak ada sama sekali akhirnya akan bisa menjadi sebuah [[ironi]] di dalam sebuah negara [[demokrasi]] yang tanpa mempunyai [[akuntabilitas]],<ref>{{cite web|url=http://ircpl.org/2009/event/democracy-without-accountability-indonesias-party-cartel-in-the-2009-elections/|title=Democracy without Accountability? Indonesia's Party Cartel in the 2009 Elections|date=25 Maret 2009|website=IRCPL|url-status=dead|archive-url=https://web.archive.org/web/20101124012153/https://ircpl.org/2009/event/democracy-without-accountability-indonesias-party-cartel-in-the-2009-elections/|archive-date=24 November 2010}}</ref><ref>[http://insideindonesia.org/content/view/1198/47/ Democracy yes, accountability no ?]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> negara demokrasi yang seharusnya dapat melahirkan ''administrasi publik'' yang lebih baik sebagaimana administrasi publik di beberapa negara yang telah mengikuti sistem demokrasi yang seharusnya menjadi sebuah kekuatan besar yang dapat dipergunakan untuk meminta pertanggung jawaban publik dan harus dapat segera dilaksanakan oleh pemerintahan dan publik dapat pula antara lain dengan menuntut uang pajak yang dibayarkan kepada pemerintahan agar selalu dipergunakan secara jelas dan bermanfaat bagi publik melalui tekanan-tekanan publik antara lain fiskal kepada [[administrasi publik]] akan semakin kuat, publik harus dapat mengetahui setiap aliran penggunakan dan pemanfaatan fiskal dengan demikian publik tidak lagi akan dapat mentoleransi terhadap segala macam ''pemborosan'', ''inkomptensi'' dan ''kecerobohan'' yang mungkin atau yang dilakukan oleh aparatur administrasi publik yang berakibatkan kerugian bagi publik.
Efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas publik terdapat faktor yang menentukan antara lain dengan adanya derajat transparansi penerimaan yang dapat diukur dari peran media massa dalam memberikan informasi kepada publik meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang telah dilakukan dan tidak pernah dilakukan bagi kepentingan publik serta pendidikan pemahaman hak-hak sipil yang diberikan kepada para warga negara agar mengetahui hak dan kewajibannya serta kesiapannya untuk menjalankan.<ref>{{cite web|url=http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050577/jurnal-akuntansi-pemerintah/pewujudan-transparansi-dan-akuntabilitas-publik-melalui-akuntansi-sektor-publik/akuntansi-sektor-publik.html|title=Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik|website=[[Departemen Keuangan]]|url-status=dead|archive-url=https://web.archive.org/web/20090630001431/http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050577/jurnal-akuntansi-pemerintah/pewujudan-transparansi-dan-akuntabilitas-publik-melalui-akuntansi-sektor-publik/akuntansi-sektor-publik.html|archive-date=30 Juni 2009}}</ref>
== Lihat pula ==
Baris 60 ⟶ 98:
== Referensi ==
{{reflist}}
== Pranala luar ==
{{wikisource|Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1950/KUP|Kantor Urusan
{{wikisource|Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009|Pelayanan
* {{nl}} {{cite book
* {{nl}} {{cite book
* {{en}} {{cite book
* {{en}} {{cite book
* {{en}} {{cite book
== Pustaka ==
* {{en}} Yannis Papadopoulos, Governance And Democracy
* {{en}} Vivien A Schmidt, Democracy in Europe: The Eu and National Polities, Oxford University Press (2006), ISBN
[[Kategori:Politik Indonesia]]
[[Kategori:Pemerintahan Indonesia]]
[[Kategori:Administrasi publik]]
[[Kategori:Pemerintahan]]
|