Perang di Samarinda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pekerti (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Rilis buku: clean up
 
(30 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 4:
 
== Rilis buku ==
[[Berkas:Diskusi buku Perang di Samarinda.jpg|jmpl|Diskusi buku ''Perang di Samarinda'', 4 Oktober 2023; dari kiri: Salasmita, Nanda Puspita Sheilla, Muhammad Sarip, Inui Nurhikmah, Rusmadi Wongso]]
Buku ''Perang di Samarinda'' diluncurkan pada 4 Oktober 2022 di Aula Perpustakaan Kota [[Kota Samarinda|Samarinda]]. Kegiatan rilis buku menampilkan empat narasumber, yaitu Nanda Puspita Sheilla, [[Rusmadi Wongso]], [[Daftar Tokoh Samarinda|Inui Nurhikmah]], dan penulisnya sendiri. Acara diskusi yang difasilitasi oleh Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Samarinda ini dipandu oleh jurnalis yang bernama Salasmita.<ref name=":13">{{Cite web|author=|first=|date=27 September 2023|title=GPMB Gelar Diskusi Buku Perang di Samarinda di Perpustakaan Samarinda|url=https://swarakaltim.com/2023/09/27/gpmb-gelar-diskusi-buku-perang-di-samarinda-di-perpustakaan-samarinda/|website=Swara Kaltim|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
Nanda Puspita Sheilla merupakan pegiat literasi dari Samarinda sekaligus profesional muda yang berdomisili di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], yang kemudian bersama Muhammad Sarip berkolaborasi menulis buku ''[[Historipedia Kalimantan Timur]]''.<ref name=":0">{{Cite web|author=|date=23 Januari 2024|title=UNMUL Bersama GPMB Kota Samarinda Gelar Launching dan Bedah Buku Historipedia Kalimantan Timur: Dari Kudungga, Samarinda hingga Ibu Kota Nusantara|url=https://unmul.ac.id/news/unmul-bersama-gpmb-kota-samarinda-gelar-launching-dan-bedah-buku-historipedia-kalimantan-timur-dari-kudungga-samarinda-hingga-ibu-kota-nusantara|website=Unmul.ac.id|access-date=18 Desember 2024}}</ref> Rusmadi Wongso merupakan Ketua Pengurus Daerah GPMB Kota Samarinda sekaligus Wakil Wali Kota Samarinda. Adapun Inui Nurhikmah merupakan pustakawan dan pengarang.<ref name=":12">{{Cite web|author=Yokominarno|first=Himawan|date=4 Oktober 2023|title=Pentingnya Autentikasi dalam Penulisan Sejarah|url=https://beritaborneo.com/main/pentingnya-autentikasi-dalam-penulisan-sejarah/|website=Berita Borneo|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
Buku berukuran 14,5 X 21 &nbsp;cm ini tersedia di sejumlah perpustakaan lokal dan mancanegara, seperti [[Perpustakaan Nasional Australia]] di [[Canberra]]<ref>{{Cite web|author=|title=Perang di Samarinda: sejarah perjuangan Indonesia merdeka di ibu kota Kalimantan Timur, 1945-1949 / Muhammad Sarip|url=https://catalogue.nla.gov.au/catalog/10007194|website=National Library of Australia|access-date=7 Januari 2025}}</ref> dan [[Perpustakaan Kongres Amerika Serikat]] di [[Washington, D.C.|Washington]].<ref>{{Cite web|title=Perang di Samarinda: sejarah perjuangan Indonesia merdeka di ibu kota Kalimantan Timur|url=https://lccn.loc.gov/2023330049|website=Library of Congress|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
== Isi buku ==
Buku ini terdiri atas 4 bagian sebagai berikut.
Buku ini mendudukkan perkara bahwa tidak sedikit orang yang menyangka bahwa [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi 17 Agustus 1945]] otomatis menjadikan seluruh wilayah Indonesia merdeka secara penuh. Sebagian orang mengira, sejak siaran Proklamasi [[Soekarno|Sukarno]]-[[Mohammad Hatta|Hatta]] itu penjajahan lenyap dari Kepulauan Nusantara. Realitanya, hanya tentara Jepang yang pergi dari Indonesia. Sementara Belanda kembali menduduki wilayah yang tiga tahun sebelumnya direbut serdadu Dai Nippon. Sejak 1945 hingga 1949 militer Belanda bercokol di Indonesia dan pemerintahan NICA berkuasa. Namun, rakyat Nusantara melawan, termasuk di Samarinda. Masyarakat di pusat birokrasi Kalimantan Timur juga menentang Belanda. Buku ini mendeskripsikan sejarahnya.<ref name=":12" />
 
# Rekonstruksi Sejarah Perang di Samarinda
# Dinamika Samarinda Pra-1945
# Perjuangan Melawan Belanda di Samarinda
# Pasca-Perang
 
Bagian 1 berisi subbahasan: Narasi Perang Kemerdekaan dan Tak Sebatas Baku Tembak Senpi. Bagian 2 berisi subbahasan: Berawal dari Enam Kampung Klasik, Asal-Usul Nama Samarinda, [[Amsterdam]] Mini: Vierkante Paal Samarinda, Dinamika Samarinda dari Masa ke Masa, Baru Sadar sebagai Sebuah Bangsa, Dari [[Sarekat Islam]] sampai Rupindo. Bagian 3 berisi subbahasan: Gerakan P3KRI, Gerilyawan Laskar Bersenjata, Mencari Senjata Api, Siasat Pasar Malam, Berjuang Melalui Penerbitan Media Massa, Serangan Pertama, Pertempuran di Empat Palagan, Melawan dari Penjara, Taktik Politik Republiken, Gedung Nasional dan Tugu Kebangunan Nasional, Perjuangan Front Nasional Kaltim. Bagian 4 berisi subbahasan: Pasca-Perang, Tuntutan Keluar dari [[Republik Indonesia Serikat|RIS]], Bergabung ke [[Indonesia|NKRI]].<ref name=":2">{{Cite web|author=|date=6 Juni 2023|title=Perang di Samarinda: Sejarah Perjuangan Indonesia Merdeka di Ibu Kota Kalimantan Timur 1945–1949|url=https://www.pustakahorizon.com/2023/06/perang-di-samarinda-sejarah-perjuangan.html|website=Pustaka Horizon|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
Makna perang yang dimaksud buku ini tidak hanya perlawanan dengan gerakan fisik bersenjata melainkan juga dengan melalui perlawanan dalam politik, pendidikan, [[Media massa|media pers]], tulisan, dan sektor lainnya.<ref name=":16">{{Cite web|author=|first=|date=7 Oktober 2023|title=Diskusikan Buku “Perang Di Samarinda” Tumbuhkan Literasi Kedaerahan|url=https://timeskaltim.com/diskusikan-buku-perang-di-samarinda-tumbuhkan-literasi-kedaerahan/|website=Times Kaltim|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
== Tanggapan ==
Nanda Puspita Sheilla mengungkapkan, dirinya antusias membaca karya sejarah bertema Samarinda karena ia mengaku tidak mendapatkan pengetahuan sejarah lokal di bangku sekolah. Sebagai orang yang lahir di Samarinda dari orang tua yang juga warga Samarinda, ia merasa perlu mengetahui [[sejarah Kota Samarinda]]. Buku ''Buku Perang di Samarinda'' ini selesai dibacanya selesai dalam sehari. Dikatakannya, ketika Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tidak seluruh wilayah Indonesia yang merdeka. Hanya tentara Jepang yang pergi dari Indonesia. Sedangkan Belanda kembali menduduki wilayah Nusantara, termasuk juga di Samarinda.<ref name=":1" />
 
Rusmadi Wongso mengemukakan, di Samarinda sejarah autentik perjuangan warga dapat dilihat dengan berdirinya empat tugu[[Tugu palaganPalagan]]. Keempat tugu [[palagan]] itu terdapat di [[Sambutan, Samarinda|Sambutan]], Solong, [[Teluk Lerong Ulu, Sungai Kunjang, Samarinda|Teluk Lerong]] dan [[Bukit Pinang, Samarinda Ulu, Samarinda|Bukit Pinang]] yang menandakan bahwa terdapat perjuangan rakyat Samarinda melawan agresi penjajah. Perjuangan yang dilakukan ini tidak hanya sebatas perlawanan dengan baku tembak secara fisik saja, tetapi juga perjuangan secara diplomasi politik. Rusmadi mengungkapkan pula peran tokoh-tokoh pers di Samarinda yang membangkitkan semangat [[patriotisme]] warga Samarinda.<ref name=":15">{{Cite web|author=Yokominarno|first=Himawan|date=4 Oktober 2023|title=Wawali Samarinda Ingatkan untuk Tidak Lupakan Sejarah|url=https://beritaborneo.com/main/wawali-samarinda-ingatkan-untuk-tidak-lupakan-sejarah/|website=Berita Borneo|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
Inui Nurhikmah selaku pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Samarinda menilai, buku yang menjadi bahan diskusi tentang sejarah perlawanan rakyat Samarinda dalam menentang penjajahan pada waktu itu memberikan gambaran bahwa rakyat Samarinda pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 menolak kembalinya Belanda untuk melanjutkan penjajahannya.<ref name=":12" />
Rusmadi Wongso mengemukakan, di Samarinda sejarah autentik perjuangan warga dapat dilihat dengan berdirinya empat tugu palagan. Keempat tugu palagan itu terdapat di Sambutan, Solong, Teluk Lerong dan Bukit Pinang yang menandakan bahwa terdapat perjuangan rakyat Samarinda melawan agresi penjajah. Perjuangan yang dilakukan ini tidak hanya sebatas perlawanan dengan baku tembak secara fisik saja, tetapi juga perjuangan secara diplomasi politik. Rusmadi mengungkapkan pula peran tokoh-tokoh pers di Samarinda yang membangkitkan semangat patriotisme warga Samarinda.<ref name=":15">{{Cite web|author=Yokominarno|first=Himawan|date=4 Oktober 2023|title=Wawali Samarinda Ingatkan untuk Tidak Lupakan Sejarah|url=https://beritaborneo.com/main/wawali-samarinda-ingatkan-untuk-tidak-lupakan-sejarah/|website=Berita Borneo|access-date=7 Januari 2025}}</ref>
 
Myrna A Safitri dalam kata pengantarnya pada buku menyatakan, ia menyambut baik dan mengapresiasi penerbitan buku ini. Kata pengantar yang ia tulis untuk buku ini merupakan bentuk dukungan atas kegiatan literasi sejarah lokal yang dilakukan sesuai metode historiografi.<ref name=":2" />
Inui Nurhikmah selaku pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Samarinda Nurhikmah menilai, buku yang menjadi bahan diskusi tentang sejarah perlawanan rakyat Samarinda dalam menentang penjajahan pada waktu itu memberikan gambaran bahwa rakyat Samarinda pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 menolak kembalinya Belanda untuk melanjutkan penjajahannya. Dikatakannya, informasi data yang diambil sebagai dasar bagi penulisan buku tersebut sebagian besar dikumpulkan oleh penulis dari sumber-sumber pustaka tentang sejarah Kalimantan Timur. Data yang dikumpulkan terkhusus sejarah tentang perjuangan di Samarinda. Pengumpulan informasinya pun dilakukan dalam waktu bertahun-tahun.<ref name=":14">{{Cite web|author=Nevrianto|first=|date=24 November 2023|title=Asvi Warman Adam Membedah Buku Histori Kutai Peradaban Nusantara di Timur Kalimantan|url=https://kaltim.tribunnews.com/2023/11/24/asvi-warman-adam-membedah-buku-histori-kutai-peradaban-nusantara-di-timur-kalimantan?page=all|website=[[Tribun Kaltim]]|access-date=28 Desember 2024}}</ref>
 
== Referensi ==
 
[[Kategori:Buku Indonesia]]
[[Kategori:Buku tahun 2023]]
[[Kategori:Buku sejarah Indonesia]]