Gajah Mada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(474 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Prime Minister
| name = Gajah Mada<br>𑼔𑼙𑼲𑽂𑼪𑼣
| nationality = {{flagicon|Indonesia|naval|size=23px}} [[Majapahit]]
| image = Gajah Mada.jpg =
| caption =
|order office3 = MahapatihPatih Majapahit[[Kahuripan]]
|monarch monarch3 = [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]], = [[Hayam WurukJayanegara]]
|term_start term_start3 = k.[[13341319]]
|term_end term_end3 = k.[[13591321]]
| office2 = Patih [[Kediri|Daha]]
|predecessor = Aryo Tadah (Mpu Krewes)
| monarch2 = [[Jayanegara]]
|successor = 6 mahamantri agung
<br/> [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
|birth_date =
| term_start2 = [[1321]]
|birth_place =
|death_date term_end2 = [[13641334]]
| office1 = [[Patih|Patih Majapahit]]
|death_place = ''Belum Teridentifikasi''
|spouse order1 =
| monarch1 = [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]<br/>[[Hayam Wuruk]]
|religion =
| term_start1 = {{circa|1334}}{{sfn|Pigeaud|1960|p=83}}
| term_end1 = {{circa|1364}}
| predecessor1 = Arya Tadah
| successor1 = Gajah Enggon
| battles = Pemberontakan Ra Kuti<br>Pemberontakan Keta dan Sadeng <br> Perang Bedahulu<br>[[Perang Bubat]]<br>Padompo<ref group="Catatan">Sangat mungkin Gajah Mada masih berperan di Majapahit setelah peristiwa Bubat. Munandar menafsirkan bahwa beliau memimpin sendiri serangan ke Dompo bersama laksamana Wiramandalika Mpu Nala. Tafsir tentang peranan Gajah Mada dalam Padompo dapat dilihat di karya sastra koleksi Kesultanan Bima berjudul "Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa", hanya saja nama Gajah Mada tidak disebut secara langsung melainkan diibaratkan dengan Bima. Uraian kisahnya pun telah dilingkupi dengan berbagai mitos, legenda, dongeng, dan juga peristiwa sejarah sezaman ketika naskah itu pertama kali digubah dalam abad ke-17 dan 19. Lihat {{harvnb|Munandar|2010|pp=99–100}}</ref>
| allegiance = {{flagicon|Indonesia|naval
|size=23px}} [[Majapahit]]
| birth_date = [[1280]]
| birth_place = Tumapel
| death_date = [[1364]]
| death_place = {{flagicon|Indonesia|naval
|size=23px}} [[Majapahit]]
| spouse =
| blank1 = [[Agama]]
| data1 = [[Syaiwa]]{{sfn|Munandar|2010|p=127}} atau Siwa-Buddha<ref group="Catatan">Pengarcaan Gajah Mada sebagai Brajanata dan [[Bima (Mahabharata)|Bima]] menunjukkan bahwa ia adalah pemuja Siwa, tetapi agama Majapahit sendiri adalah campuran (sinkretisme) Hindu-Buddha, juga dikenal sebagai Siwa-Buddha.</ref>
}}
'''Gajah Mada''' (lahir {{Circa|1280}} – wafat {{Circa|1364}}), dikenal juga dengan nama lain '''Jirnnodhara'''{{sfn|Munandar|2010|p=77}} adalah seorang [[panglima]] perang dan [[Mahapatih]] (Perdana menteri) yang sangat berpengaruh pada zaman [[Majapahit|kerajaan Majapahit]].<ref name="Pigeaud">{{cite book |first=Theodore Gauthier Th. |last=Pigeaud |coauthors= |title=Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali: descriptive catalogue, with examples of Javanese script, introductory chapters, a general index of names and subjects |publisher=Steiner |year=1975 |isbn=3515019642, 9783515019644}}</ref><ref name="Pogadaev">Pogadaev, V. A., 2001, ''Gajah Mada: The Greatest Commander of Indonesia''. Historical Lexicon. XIV –XVI Century. Vol. 1. h.245-253, Мoscow: Znanie.</ref><ref name="C. C. Berg">C. C. Berg. ''Het rijk van de vijfvoudige Buddha'' (Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, ''A History of Modern Indonesia Since c. 1300'', 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993</ref> Menurut berbagai sumber [[puisi]], [[kitab]], dan [[prasasti]] dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun [[1313]], dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan [[Ra Kuti#Pemberontakan Ra Kuti|Ra Kuti]] pada masa pemerintahan [[Jayanagara|Sri Jayanagara]], yang mengangkatnya sebagai ''[[Patih]]''.<ref name="Pigeaud"/> Dia diangkat menjadi ''[[Mahapatih|patih]]'' ([[perdana menteri]]) pada masa [[Tribhuwana Wijayatunggadewi|Ratu Tribhuwanatunggadewi]] dan karirnya berlanjut hingga masa kekuasaan [[Hayam Wuruk]] yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.<ref name="J.L.A. Brandes, 1902">J.L.A. Brandes, 1902, ''Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok''.</ref>Beliau diketahui menganut keyakinan Syiwa-Budha.
 
Pasca Insiden Bubat thn 1357 Masehi, Beliau diasingkan Ke Desa Madakaripura ,Probolinggo Hingga Akhir Hayat dan Meninggal dunia pada Thn 1364 Masehi.
'''Gajah Mada''' adalah salah satu tokoh besar pada zaman [[Majapahit|kerajaan Majapahit]]<ref>Pogadaev, V. A., 2001, ''Gajah Mada: The Greatest Commander of Indonesia''. Historical Lexicon. XIV –XVI Century. Vol. 1. h.245-253, Мoscow: Znanie,.</ref>. Menurut berbagai kitab dari zaman Jawa Kuno, ia menjabat sebagai [[Patih]] ([[Menteri|Menteri Besar]]), kemudian '''Mahapatih Amangkubumi''' ([[Perdana Menteri]]) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Ia terkenal dengan sumpahnya, yaitu [[Sumpah Palapa]]<ref>Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka.</ref>, yang menyatakan bahwa ia tidak akan memakan [[palapa]] sebelum berhasil menyatukan [[Nusantara]]. Di [[Indonesia]] pada masa sekarang, Gajah Mada telah ditetapkan sebagai salah satu [[Pahlawan Nasional]] dan merupakan simbol [[nasionalisme]]<ref>[http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html Memory of Majapahit: Gajah Mada]</ref> .
 
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu [[Sumpah Palapa]], yang tercatat di dalam [[Pararaton]].<ref>Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka.</ref> Ia menyatakan tidak akan istirahat atau menikmati kesenangan sebelum berhasil menyatukan [[Nusantara]].<ref name=":02">{{Cite book|last=Purwanto|first=Heri|year=2023|title=Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari–Majapahit|location=Tangerang Selatan|publisher=Javanica|isbn=978-623-98438-4-7}}</ref>{{Rp|363-364}} Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.<ref>{{cite book |first=Restu |last=Gunawan |coauthors= |title=Muhammad Yamin dan cita-cita persatuan Indonesia |publisher=University of Michigan Press|year=2005 |isbn=}}</ref> Banyak masyarakat Indonesia masa sekarang yang menganggapnya sebagai [[pahlawan]] dan simbol [[nasionalisme]] Indonesia<ref>{{Cite web |url=http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html |title=Memory of Majapahit: Gajah Mada |access-date=2008-08-27 |archive-date=1999-10-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/19991014025105/http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html |dead-url=no }}</ref> dan persatuan Nusantara.<ref>{{cite book |first=Muhammad |last=Yamin |coauthors= |title=[http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PA85&dq=sejarah%20banjar&pg=PA85#v=onepage&q=sejarah%20banjar&f=false Gadjah Mada, pahlawan persatoean Noesantara] |publisher=Balai Poestaka |year=1945 |isbn= 9789794073230}} [http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false ISBN 979-666-195-0] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150405211000/http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false |date=2015-04-05 }}</ref>
== Etimologi ==
Sempat diperdebatkan tentang arti "Gajah" pada nama Gajah Mada dikarenakan di pulau Jawa tidak ada gajah. <ref>[http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2798153 BUDAYA SEJARAH, secercah jawaban nama GAJAH MADA]</ref>. Namun ada beberapa pendapat yang dapat memastikan arti dari "Gajah" tersebut. Ada yang mengatakan bahwa Gajah Mada berasal dari pulau Sumatra. <ref>[http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2798153 BUDAYA SEJARAH, secercah jawaban nama GAJAH MADA]</ref> Namun ada pula yang menyebutkan bahwa kata "Gajah" pada namanya dalam agama hindu gajah adalah binatang yang memiliki kekhususan tersendiri dan dikenal oleh penganut hindu secara luas bahkan yang tidak pernah melihat wujud gajah sekalipun. <ref>[http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2798153 BUDAYA SEJARAH, secercah jawaban nama GAJAH MADA]</ref> Sementara kata "Mada" dalam bahasa Minang artiya kebal. Namun dalam upacara ritual Pancamakarapuja yakni upacara memuja Bhairawa yang dilakukan oleh para penganut aliran Tantrayana yaitu cara yang dilakukan oleh umat Hindu dan Budha untuk dapat bersatu dengan dewa pada saat mereka masih hidup karena pada umumnya mereka bersatu atau bertemu dengan para dewa pada saat setelah meninggal sehingga mereka melakukan upacara jalan pintas. Yang mana Pancamakarapuja adalah upacara ritual dengan melakukan 5 hal ybang dilarang dikenal dengan 5 ''Ma'':
 
== Penggambaran rupa ==
* '''Mada''' atau mabuk-mabukan
{{multiple image
| total_width = 250
| image1 =Kertolo Statue 5136 (310d).jpg
| image2 =Bima Statue 2776 (286b).jpg
|footer= Penggambaran Gajah Mada sebagai arca, kanan ke kiri:<br>
*Arca Brajanata, di Museum Nasional Indonesia, No.5136/310d.
*Arca Bima, No.2776/286b.
}}
Penggambaran rupa Gajah Mada yang populer di media sebenarnya adalah imajinasi dari [[Mohammad Yamin]], di bukunya yang berjudul "Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara", terbit pertama kali tahun 1945. Pada suatu hari di tahun 1940-an, Yamin mengunjungi Trowu­lan untuk melihat lokasi bekas kerajaan Majapahit. Ia menemukan pecahan terakota, salah satunya celengan berupa wajah seorang pria berwajah gempal dan berambut ikal. Berdasar bentuk muka wajah ce­lengan itu, Yamin menafsirkan seperti itulah wajah Gajah Mada sang pemersatu Nusantara. Yamin kemudian meminta seniman [[Henk Ngantung]] membuat lukisan seperti terakota tersebut. Hasil lukisan lalu dipampang sebagai sampul muka buku karya Yamin. Banyak orang yang menentang pendapat Yamin, karena mustahil wajah tokoh sebesar Gajah Mada dipampangkan di celengan. Hal semacam itu adalah penghinaan karena biasanya para pemuka negara pada zaman Hindu Buddha, termasuk Majapahit, diarcakan. Bebe­rapa orang bahkan yakin bahwa wajah yang disangka Gajah Mada itu tidak lain adalah wajah Yamin sendiri.<ref>{{Cite book|last=Oktorino|first=Nino|date=2020|title=Hikayat Majapahit - Kebangkitan dan Keruntuhan Kerajaan Terbesar di Nusantara|location=Jakarta|publisher=Elex Media Komputindo|pages=128-129|url-status=live}}</ref>
 
Ada pula gambaran lain soal sosok Gajah Mada, berbeda dari yang diilustrasikan M. Yamin, yakni hasil penelitian arkeolog [[Universitas Indonesia]] Agus Aris Munandar. Dia mengilustrasikan Gajah Mada selayaknya sosok Bima dalam pewayangan, yakni berkumis melintang.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita/d-3106104/sejarawan-wajah-gajah-mada-karya-m-yamin-pertama-ada-tahun-1945|title=Sejarawan: Wajah Gajah Mada Karya M Yamin Pertama Ada Tahun 1945|last=Damarjati|first=Danu|date=29 Desember 2015|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=14 Agustus 2019|archive-date=2023-04-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20230425002658/https://news.detik.com/berita/d-3106104/sejarawan-wajah-gajah-mada-karya-m-yamin-pertama-ada-tahun-1945|dead-url=no}}</ref> Dalam media populer, Gajah Mada kebanyakan ditampilkan bertelanjang dada, memakai kain sarung, dan menggunakan senjata berupa [[keris]]. Meskipun ini mungkin benar dalam tugas sipil, pakaian lapangannya mungkin berbeda: Seorang patih Sunda menerangkan, seperti yang tertulis dalam kidung Sundayana, bahwa Gajah Mada mengenakan ''[[karambalangan]]'' (lapis logam di depan dada—''[[Plastron|breastplate]]'') berhias timbul dari emas, bersenjata tombak berlapis emas, dan perisai penuh dengan hiasan dari intan berlian.<ref>Berg, Kindung Sundāyana (Kidung Sunda C), Soerakarta, Drukkerij “De Bliksem”, 1928.</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.nusantarareview.com/baju-baja-emas-gajah-mada.html|title=Baju Baja Emas Gajah Mada|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|date=6 August 2018|website=Nusantara Review|archive-url=https://web.archive.org/web/20230405135919/https://www.nusantarareview.com/baju-baja-emas-gajah-mada.html|archive-date=2023-04-05|dead-url=no|access-date=14 August 2019}}</ref>
* '''Maudra''' atau tarian melelahkan hingga jatuh pingsan
 
{{multiple image
* '''Mamsa''' atau makan daging mayat dan minum darah
| total_width = 410
| image1 = Cuirass depicted in Borobudur, Divyavadana reliefs.jpg
| image2 = Patung Candi Singasari Baju Besi.jpg
| image3 = Seated Male Deity Holding a Cuirass (Chest Armour) last quarter of the 10th–first half of the 11th century.jpg
| footer = [[Baju zirah]] yang mungkin dipakai Gajah Mada, kiri ke kanan:<br>
*Sebuah [[kuiras]] yang dipersembahkan oleh seorang [[brahmana]], digambarkan di candi Borobudur.
*[[Kawaca|Pakaian perang]] atau baju besi dari sebuah patung candi di Singasari.
*Patung dewa memegang sebuah [[kuiras]], dari [[Nganjuk]], [[Jawa Timur]], pada masa sebelumnya (abad ke-10 sampai ke-11).
}}
 
Menurut Munandar, pada awalnya Gajah Mada diarcakan sebagai tokoh Brajanata dalam [[Cerita Panji|cerita panji]], dan sebagai Bima dalam cerita [[Mahabharata]] pada masa kemudian. Pada awalnya Gajah Mada tidak langsung diarcakan sebagai tokoh Bima, ia diarcakan sebagai tokoh Brajanata karena kisah Panji lebih dulu dikenal daripada kegiatan pembuatan arca-arca Bima yang agaknya mulai berlangsung pada pertengahan abad ke-15. Pemuliaan Gajah Mada pada tahap pertama bersifat profan—adalah dalam bentuk pengarcaannya sebagai Brajanata, namun selanjutnya terjadi pemuliaan Gajah Mada dalam tahap kedua yang lebih bersifat sakral, yaitu disetarakan dengan Bima sebagai salah satu aspek Siwa.{{sfn|Munandar|2010|p=121}} Pada arca yang terdapat di Museum Nasional, arca tersebut digambarkan berbadan tegap, kumis melintang, rambut ikal berombak, di bagian puncak kepala terdapat ikatan rambut dengan pita membentuk seperti topi ''tekes''. Ia mengenakan busana dan perhiasan gelang dan kelat lengan atas berupa ular sebagaimana Bima.{{sfn|Munandar|2010|p=116–117}}
* '''Matsya''' atau makan ikan gembung beracun
 
Arca Bima dibuat pada masa akhir Majapahit dalam pertengahan abad ke-15. Ciri-cirinya adalah: a) Memakai mahkota ''supit urang'' (rambutnya dibentuk 2 lengkungan di puncak kepala seperti jepitan udang), b) Berkumis melintang, c) Berbadan tegap, d) Memakai kain ''poleng'' (hitam-putih), e) Lingganya selalu digambarkan menonjol.{{sfn|Munandar|2010|p=116}} Pada arca Bima yang tersimpan di Museum Nasional, beliau digambarkan berdiri tegak dengan kedua tangan disamping tubuhnya, tangan kanan memegang ''[[Gada|gadha]]'', lingganya digambarkan menonjol menyingkirkan selendang yang menjuntai di antara 2 kaki, memakai ''upawita'' ular, mahkota supit urang, wajah sangar, kumis tebal melintang, rambut di atas dahinya digambarkan ikal membentuk seperti ''jamang'' (hiasan dahi).{{sfn|Munandar|2010|p=118}} Adanya kesamaan antara arca Brajanata sebagai perwujudan Gajah Mada dengan arca Bima bukanlah suatu kebetulan, melainkan terdapat konsepsi yang mendasarinya: Konsepsi itu berkembang seiring dengan semakin jauhnya jarak peristiwa sejarah dengan para pemujanya pada masa yang lebih kemudian.{{sfn|Munandar|2010|p=116}}
* '''Maithuna''' atau bersetubuh secara berlebihan
 
== Arti nama ==
Jika arti kata "Mada" adalah mabuk-mabukan. Jika demikian, maka kemungkinan nama Gajah Mada adalah nama julukan, bukan nama asli. Ada yang mengatakan nama kecil Gajah Mada adalah Pipil (piliang -salah satu suku di Sumatera Barat-) .<ref>[http://laksamanapay.wordpress.com/2008/08/19/fakta-terbaru-gajah-mada/ Fakta Terbaru Gajah Mada]</ref>
Kata "Gajah" mengacu kepada hewan yang besar yang disegani hewan lainnya, dalam mitologi Hindu dipercaya sebagai ''[[wahana]]'' (hewan tunggangan) dari dewa Indra. Gajah juga dihubungkan dengan [[Ganesa]], dewa berkepala gajah berbadan manusia, putra [[Siwa]] dan [[Parwati]]. Adapun kata "Mada" dalam bahasa Jawa kuno artinya mabuk, bisa dibayangkan jika seekor gajah sedang mabuk, ia akan berjalan seenaknya, beringas, menerabas segala rintangan. Maka apabila dihubungkan dengan tokoh Gajah Mada, nama itu dapat ditafsirkan dalam 2 sifat, yaitu:{{sfn|Munandar|2010|p=12–13}}
 
# Ia menganggap dirinya sebagai wahana raja, pelaksana perintah-perintah raja, sebagaimana gajah [[Airawata]] menjadi wahana dewa Indra.
== Asal-usul ==
# Ia adalah orang yang seakan-akan mabuk dan beringas apabila menghadapi berbagai rintangan yang akan menghambat kemajuan kerajaan. Sungguh merupakan pilihan nama yang tepat dan agaknya nama itu telah dipikirkan masak-masak maknanya sebelum dipakai untuk nama dirinya.{{sfn|Munandar|2010|p=12–13}}
Tidak diketahui sumber sejarah mengenai kapan dan di mana Gajah Mada lahir. Beberapa spekulasi tentang asal Gajah Mada berdasarkan legenda nusantara adalah sebagai berikut:
 
Dalam prasasti Gajah Mada diketahui julukan lain beliau, yaitu Rakryan Mapatih Jirnnodhara. Mungkin nama itu hanya sekadar gelaran bagi Gajah Mada, tetapi dapat pula dipandang sebagai nama resminya. Arti kata ''Jirnnodhara'' adalah "pembangun sesuatu yang baru" atau "pemugar sesuatu yang telah runtuh/rusak". Dalam pengertian harfiah Gajah Mada adalah pembangun ''caitya'' bagi [[Kertanagara|Kertanegara]] yang semula belum ada. Dalam pengertian kiasan ia dapat dipandang sebagai pemugar dan penerus gagasan Kertanegara dalam konsep ''[[Dwipantara|Dwipantara Mandala]]''.{{sfn|Munandar|2010|p=77}}
; Sumatera
Ada yang berpendapat bahwa Gajah Mada berasal dari Sumatera, di dalam [[Bahasa Jawa]] tidak dikenal istilah Gajah Mada. Kata '''Gajah''' dan '''Mada''' berasal dari [[Bahasa Melayu ]]([[Minang]]). Kata Gajah ditunjukan pada binatang memiliki belalai dan berbadan besar dan binatang tersebut ada di pulau [[Sumatera]]. Sedangkan kata Mada berarti berhati keras, tidak mau surut sebelum cita-citanya tercapai. Dan itu tercermin dari sifat Gajah Mada yang terungkap pada [[Sumpah Palapa]]nya. Selanjutnya dengan membandingkan beberapa catatan sejarah, sehingga dapat disimpulkan bahwa Gajah Mada datang ke tanah jawa bersamaan dengan kepulangan [[Ekspedisi Pamalayu]]<ref>[[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
</ref> yang pada sebelumnya dikirim oleh [[Kertanagara]] raja [[Singhasari]] ke tanah [[Melayu]] (Sumatera). Dan diasumsikan Gajah Mada pada waktu itu merupakan bahagian pasukan pengawal yang ditugaskan untuk menjaga [[Dara Petak]] dan [[Dara Jingga]] putri dari [[Kerajaan Melayu]] yang akan dihadiahkan kepada [[Raja Jawa]], dan dikemudian hari salah seorang atau pun kedua putri tersebut dikawini oleh Raden Wijaya yang pada waktu itu sudah dinobatkan menjadi Raja Jawa di Majapahit. Dan Gajah Mada tetap tercatat dalam sejarah sebagai pengawal setia terutama bagi keturunan Dara Petak yaitu [[Jayanagara]] Raja [[Majapahit]] setelah [[Raden Wijaya]] mangkat.<ref>[http://www.sinarharapan.co.id/berita/0107/23/nus09.html Diduga Makam Gajah Mada]</ref>
 
== Lahirnya Gajah Mada ==
; Jawa{{fact}}
{{Cquote|''“Pada tahun saka 1213/1291 M, Bulan Jyesta, pada waktu itu saat wafatnya Paduka Bhatara yang dimakamkan di Siwabudha…Rakryan Mapatih Mpu Mada, yang seolah-olah sebagai yoni bagi Bhatara Sapta Prabhu, dengan yang terutama di antaranya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwarddhani, cucu-cucu putra dan putri paduka Bhatara Sri Krtanagarajnaneuwarabraja Namabhiseka pada waktu itu saat Rakryan Mapatih Jirnnodhara membuat caitya bagi para brahmana tertinggi Siwa dan Buddha yang mengikuti wafatnya paduka Bhatara dan sang Mahawrddhamantri (Mpu Raganatha) yang gugur di kaki Bhatara.”''}}
Pendapat lain yang meyakini bahwa Gajah Mada berasal dari daerah Modo (Lamongan), karena di daerah ini banyak ditemukan prasasti-prasasti yang diduga kuat peninggalan Majapahit, termasuk adanya beberapa makam kuno prajurit dan makam kuno yang diduga masyarakat setempat sebagai makam ibunda Gajah Mada, yaitu Nyai Andong Sari. Selain itu daerah ini teratur rapi, sehingga seperti suatu bekas tanah perdikan.
 
Demikian bunyi Prasasti Gajah Mada yang bertarikh 1273 saka atau tahun 1351. Sebagai mahamantri terkemuka, Gajah Mada dapat mengeluarkan prasastinya sendiri dan berhak memberi titah membangun bangunan suci (''caitya'') untuk tokoh yang sudah meninggal. Prasasti itu memberitakan pembangunan ''caitya ''bagi [[Kertanagara]]. Raja terakhir Singhasari itu gugur di istananya bersama patihnya, [[Mpu Raganata|Mpu Raganatha]] dan para brahmana Siva dan Buddha, akibat serangan tentara [[Jayakatwang]] dari Kediri.
; Nusa Tenggara Barat{{fact}}
Masyarakat Bima khususnya Dompu percaya kalau Gajah Mada berasal dari daerah ini, mengingat kemiripan dengan tokoh legenda masyarakat Dompu yaitu "ombu Mada Roo Fiko". Ombu artinya tebal/ besar. Mada artinya mata, Roo artinya dan. Fiko artinya telinga. Jadi ditafsirkan sebagi Tuan Mada bertelinga lebar (seperti gajah). Di daerah ini juga terdapat kuburan kuno yang diyakini sebagai makam Gajah Mada.
 
Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, agaknya Gajah Mada memiliki alasan khusus mengapa memilih membangunkan ''caitya'' bagi Kertanagara daripada tokoh-tokoh pendahulu lainnya. Padahal, selama era Majapahit yang dipandang penting tentunya [[Raden Wijaya]] sebagai pendiri Kerajaan Majapahit. kemungkinan besar bangunan suci yang didirikan atas perintah Gajah Mada adalah [[Candi Singasari|Candi Singhasari]] di [[Malang]]. Pasalnya, Prasasti Gajah Mada ditemukan di halaman Candi Singhasari. Bangunan candi lain yang dihubungkan dengan Kertanagara, yaitu [[Candi Jawi]] di [[Pasuruan]]. Candi ini sangat mungkin didirikan tidak lama setelah tewasnya Kertanagara di Kedaton Singhasari.<ref name="ReferenceA">Agus Aris Munandar, "Gajah Mada, Biografi Politik"</ref>
; Nusa Tenggara Timur
Masyarakat [[Pulau Sawu|Sabu]]-[[Pulau Raijua|Raijua]] di [[Nusa Tenggara Timur]] (NTT), juga meyakini bahwa Gajah Mada berasal dari daerah ini. Keyakinan tersebut dipertegas pula oleh budayawan NTT, alm. '''Robert Riwu Kaho''', Ia mengemukakan beberapa alasan, yaitu nama Gajah Mada bukanlah nama yang lazim disandang orang [[Jawa]], karena orang Jawa akan mengucapkan nama itu '''Gajah Mendo'''. Hanya di Sabu dan Raijua saja orang menyandang nama-nama seperti '''Gaja''', '''Mada''', '''Me'do''', '''Mo'jo''', '''Jaka''', [[Raja]], [[Ratu]], Laki, dst. Lalu, warna '''"merah-putih"''' yang diagungkan Gajah Mada dan Majapahit adalah warna "gula-kelapa" dan "air ketuban" yang menjadi lambang orang Sabu sejak zaman dahulu kala<ref>[[Robert Riwu Kaho]]. 2005. ''Orang Sabu dan Budayanya'', Jogja: Global Media.</ref>.
 
Menurut Agus, berdasarkan data prasasti, karya sastra, dan tinggalan arkeologis, ada dua alasan mengapa Gajah Mada memuliakan Kertanagara hingga mendirikan candi baginya. Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi untuk membuktikan [[Sumpah Palapa]]. Dia berupaya keras agar wilayah Nusantara mengakui kejayaan Majapahit. Kertanagara adalah raja yang memiliki wawasan politik luas. Dengan wawasan ''Dwipantara Mandala'', dia memperhatikan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Dengan demikian Gajah Mada seakan meneruskan politik pengembangan mandala hingga seluruh ''Dwipantara'' (Nusantara) yang awalnya telah dirintis oleh Kertanegara.
Alasan Robert Riwu Kaho di atas diperkuat pula oleh syair-syair kuno yang dilantunkan pada saat upacara-upacara adat di [[Namata]], yang mana ada terucap nama '''Gaja Med'o''' yang disebutkan sebagai perantau asal Sabu yang menjadi Tuan Besar di tanah Jawa dan menjadi [[panglima]] bala tentara Nusantara.
 
Kedua'', ''dalam masa Jawa Kuno, candi atau ''caitya ''pen-''dharma''-an tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh itu, seperti Candi Sumberjati bagi Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada masa Jayanegara; dan Candi Bhayalango bagi Rajapatmi Gayatri dibangun tahun 1362 oleh cucunya, Hayam Wuruk. Atas alasan itu, Gajah Mada masih keturunan dari Raja Kertanagara. Setidaknya Gajah Mada masih punya hubungan darah dengan Kertanagara.
Di samping itu pula, ada hal lain, yaitu keputusan Majapahit untuk menjadikan Sabu-Raijua sebagai pangkalan utama angkatan laut Majapahit untuk mengontrol pintu gerbang selatan Nusantara. Di samping pertimbangan strategis, tentu ada unsur psikologis yang menjadi pendorong bagi Gajah Mada, karena seharusnya pangkalan tersebut ada di kepulauan [[Rote]] yang lebih ke selatan lagi<ref>Nico L. Kana. 1983. ''Dunia orang Sawu'', Jakarta: Sinar Harapan.</ref>.
 
Ayah Gajah Mada mungkin sekali bernama Gajah Pagon yang mengiringi Raden Wijaya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kediri. Gajah Pagon tidak mungkin orang biasa, bahkan sangat mungkin anak dari salah satu selir Kertanagara karena dalam kitab ''Pararaton'', nama Gajah Pagon disebut secara khusus. Ketika itu, Raden Wijaya begitu mengkhawatirkan Gajah Pagon yang terluka dan dititipkan kepada seorang kepala desa Pandakan. Menurutnya, sangat mungkin Gajah Pagon selamat kemudian menikah dengan putri kepala desa Pandakan dan akhirnya memiliki anak, yaitu Gajah Mada yang mengabdi pada Majapahit.<ref name="ReferenceA"/>
 
Gajah Mada mungkin memiliki eyang yang sama dengan Tribhuwana Tunggadewi. Bedanya Gajah Mada cucu dari istri selir, sedangkan Tribhuwana adalah cucu dari istri resmi Kertanagara. Dengan demikian, tidak mengherankan dan dapat dipahami mengapa Gajah Mada sangat menghormati Kertanagara karena Raja itu adalah eyangnya sendiri. Hanya keturunan Kertanegara saja yang akan dengan senang hati membangun ''caitya'' berupa Candi Singasari untuk mengenang kebesaran leluhurnya itu. Bahkan konsepsi Dwipantra Mandala dari Kertanagara mungkin menginspirasi dan mendorong Gajah Mada dalam mencetuskan Sumpah Palapa.<ref name="ReferenceA"/>
; Kalimantan Barat{{fact}}
Ada pula yang meyakini Gajah Mada itu merupakan orang Dayak, Kalimantan Barat, yaitu dari sebuah kampung di Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sebagian masyarakat Dayak mempercayai hal ini berkaitan dengan kisah masyarakat Dayak Tobag, Mali, Simpang dan Dayak Krio. Tokoh Gajah Mada di Dayak Krio dikenal dengan nama Jaga Mada, namun masyarakat Dayak lainnya menyebutnya Gajah Mada. Ia dianggap merupakan salah satu Demung Adat yang diutus kerajaan Kutai untuk menjajah Nusantara termasuk Jawa.<ref>[http://netsains.com/2008/04/gajah-cebol-jawa-kembali-ditemukan-di-borneo-2/comment-page-1/#comment-5975 Tony Kusmiran, 30 Oktober 30 2008]</ref>
 
[[Berkas:Gajah-Mada.jpg|ka|150px|jmpl|Sebuah arca dari [[Museum Trowulan]]. Mohammad Yamin menggunakan arca tanah liat ini sebagai dasaran penggambaran rupa Gajah Mada.]]
== Awal karir ==
== Biografi ==
Menurut [[Pararaton]], Gajah Mada memulai karirnya di Majapahit sebagai komandan pasukan khusus [[Bhayangkara]]. Karena berhasil menyelamatkan [[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] ([[1309]]-[[1328]]) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih [[Kahuripan]] pada tahun 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih [[Kediri]].
Tidak ada informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa ia dilahirkan sebagai seorang biasa yang kariernya naik saat menjadi ''Bekel'' (kepala pasukan) ''Bhayangkara'' (pengawal Raja) pada masa [[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] (1309–1328). Terdapat sumber yang mengatakan bahwa ''Gajah Mada'' bernama lahir ''Mada,''<ref>''Lihat'': [[Lempengan Tembaga Batur]], [[Prasasti Bendasari]] dan [[Prasasti Prapancasarapura]]</ref> sedangkan nama ''Gajah Mada''<ref>''Lihat'': [[Prasasti Kediri I]], [[Prasasti Singasari]] dan [[Prasasti Walandit]]</ref> kemungkinan merupakan nama sejak menjabat sebagai patih.<ref>R. S. Subalidinata, Sumarti Suprayitno, Anung Tedjo Wirawan ''Sejarah dan perkembangan cerita murwakala dan ruwatan dari sumber-sumber sastra Jawa'', University of Michigan Press (1985)</ref>
 
Menurut [[Pararaton]], Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus [[Bhayangkara]] berhasil menyelamatkan [[Jayanagara|Prabu Jayanagara]] ([[1309]]–[[1328]]) ke desa Badander dan memadamkan pemberontakan Ra Kuti (salah seorang Dharmaputra, pegawai istana yang diistimewakan sejak masa Raden Wijaya). Sebagai balas jasa, dalam pupuh ''Désawarnana'' atau ''Nāgarakṛtāgama'' karya [[Prapanca]]<ref>''Désawarnana'' atau ''Nāgarakṛtāgama'' diitemukan pertama kali saat penyerangan di Puri Cakranegara, Lombok (1894), dengan teks dalam huruf Bali. Pada bulan Juli [[1978]], ditemukan kembali di beberapa tempat di Bali yaitu: di Amlapura (Karang Asem), di Geria Pidada, di Klungkung dan dua naskah lagi di Geria Carik Sideman.</ref> disebutkan bahwa Jayanagara mengangkat Gajah Mada menjadi patih [[Kahuripan]] (1319). Dua tahun kemudian, dia menggantikan Arya Tilam yang mangkat sebagai patih di Daha / [[Kediri]]. Pengangkatan ini membuatnya kemudian masuk ke strata sosial elitis istana Majapahit pada saat itu. Selain itu, Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat".<ref name="Hendrik Kern, Nāgarakṛtāgama">{{cite book |first=Hendrik |last=Kern |coauthors= |title=H. Kern: deel. De Nāgarakṛtāgama, slot. Spraakkunst van het Oudjavaansch |publisher=M. Nijhoff |year=1918 |isbn=}}</ref><ref>{{cite book |first=Stuart O. |last=Robson |coauthors= |title=Désawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca|publisher=Leiden: KITLV Press |year=1995 |isbn=}}</ref>
Pada tahun [[1329]], Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan [[Keta]] dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya takluk. Akhirnya, pada tahun [[1334]], Gajah Mada diangkat secara resmi oleh [[Tribhuwana Wijayatunggadewi|Ratu Tribhuwanatunggadewi]] sebagai Patih Majapahit.
 
Pasca Jayanagara mangkat, Arya Tadah yang merupakan [[Mahapatih|Patih Amangkubhumi]] mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Ibusuri Gayatri yang menggantikan kedudukan Jayanegara dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Daha/Kediri. Gajah Mada sebagai Patih Daha sendiri tak langsung menyetujuinya, tetapi ia ingin membuat jasa terlebih dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan [[Keta]] dan [[Sadeng]] yang saat itu sedang memberontak.
 
Tribuwana Wijayatunggadewi yang menjadi Rani Kahuripan menjadi pelaksana tugas pemerintahan Majapahit. Bahkan setelah Gayatri meninggal pada 1331, Tribhuwana Wijayatunggadewi tetap sebagai Maharani dari kerajaan Majapahit. Setelah [[Keta]] dan [[Sadeng]] dapat ditaklukan oleh Gajah Mada, barulah pada tahun [[1334]], Gajah Mada diangkat menjadi [[Mahapatih|Patih Amangkubhumi]] secara resmi menggantikan [[Arya Tadah]] (Mpu Krewes) yang sudah sepuh, sakit-sakitan, dan meminta pensiun sejak tahun [[1329]].
 
== Sumpah Palapa ==
{{Main|Sumpah Palapa}}
Pada waktu pengangkatannya, ia mengucapkan [[Sumpah Palapa]], yang berisi bahwa ia akan menikmati [[palapa]] atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) jika telah berhasil menaklukkan [[Nusantara]]. Sebagaimana tercatat dalam kitab ''[[Pararaton]]'' berikut:<ref>Mangkudimedja, R.M., 1979, ''Serat Pararaton''. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.</ref>
Ketika pengangkatannya sebagai [[Perdana menteri|Patih Amangkubhumi]] pada tahun 1258 Saka ([[1336|1334]] [[Masehi|M]]) Gajah Mada mengucapkan [[Sumpah Palapa]] yang berisi bahwa ia tidak akan ''amukti palapa'' sebelum berhasil menaklukkan [[Nusantara]]. Sebagaimana tercatat dalam kitab ''[[Pararaton]]'' dalam teks [[Sastra Jawa Pertengahan|Jawa Pertengahan]] yang berbunyi sebagai berikut:<ref name=":02" />{{Rp|363}}{{cquote2|Sira Gajah Madapatih amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".}}Terjemahannya:{{cquote2|[Akhirnya] Gajah Mada menjadi patih mangkubumi, [tetapi] tidak ingin ''amukti palapa''. Gajah Mada [bersumpah], "Jika sudah takluk Nusantara, [maka] aku ''amukti palapa''. Jika [sudah] takluk Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah aku ''amukti palapa''".}}[[Petrus Josephus Zoetmulder]] memaknai ''amukti palapa'' sebagai "menikmati suatu keadaan dimana segalanya bisa diambil", atau secara sederhana "menikmati kesenangan"; sedangkan menurut [[Slamet Muljana]] bermakna "menikmati istirahat".<ref name=":02" />{{Rp|364}}
[[Berkas:Gajah-Mada.jpg|right|150px|thumb|Sebuah arca yang diduga menggambarkan rupa Gajah Mada. Kini disimpan di museum [[Trowulan]].]] Mojokerto.
 
Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama'', sumpah Gajah Mada itu menimbulkan kegemparan. Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Tindakan mereka membuat Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Hal ini diperkuat juga oleh Muhammad Yamin dalam ''Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara''. Gajah Mada pun meninggalkan paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Dia sangat berkecil hati karena dapat rintangan dari Kembar, walaupun Arya Tadah membantu sekuat tenaga.
{{cquote2|''Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa''}}
 
Arya Tadah memang pernah berjanji akan memberi bantuan dalam segala kesulitan kepada Gajah Mada. Namun, menurut Slamet Muljana, Arya Tadah sebenarnya juga ikut menertawakan program politik Gajah Mada itu karena pada hakikatnya, Arya Tadah alias Empu Krewes tidak rela melihat Gajah Mada menjadi patih ''amangkubumi'' sebagai penggantinya. Pengepungan Sadeng dan Keta di Jawa Timur terjadi pada tahun 1331. Ketika itu yang menjadi patih amanngkunhimi adalah Arya Tadah. Dia menjanjikan kepada Gajah Mada, sepulang dari penaklukkan Sadeng dia akan diangkat menjadi patih amangkubhumi menggantikannya. Alangkah kecewanya Gajah Mada, karena Kembar mendahuluinya mengepung Sadeng. Untuk menghindari sengketa antara Gajah Mada dan Kembar, Rani Tribhuana Tunggadewi datang sendiri ke Sadeng membawa tentara Majapahit. Kemenangan atas Sadeng tercatat atas nama Sang Rani sendiri. Semua peserta penaklukan Sadeng dinaikkan pangkatnya. Gajah Mada mendapat gelar ''angabehi'', dan Kembar dinaikkan sebagai ''bekel araraman''. Saat itu, Gajah Mada sendiri telah menjadi patih [[Kota Kediri|Daha]].
;Arti
:Gajah Mada sang Mahapatih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada, "Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan [[Pulau Gurun]], [[Pulau Seram]], [[Kalimantan Barat|Tanjungpura]], [[Kerajaan Aru|Pulau Haru]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Dompu]], [[Bali|Pulau Bali]], [[kerajaan Sunda|Sunda]], [[Palembang]] dan [[Tumasik]], aku takkan mencicipi palapa.
 
Gajah Mada melaksanakan politik penyatuan Nusantara selama 21 tahun, yakni antara tahun 1336 sampai 1357. Isi program politik ialah menundukkan negara-negara di luar wilayah Majapahit, terutama negara-negara di seberang lautan, yakni Gurun (Lombok), Seram, Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatera Utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali, Sunda, Palembang (Sriwijaya), dan Tumasik (Singapura). Bahkan, dalam kitab ''Nagarakretagama ''pupuh 13 dan 14 nama-nama negara yang disebutkan jauh lebih banyak daripada yang dinyatakan dalam sumpah Nusantara.
Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] (di [[Bali]]) dan [[Lombok]] ([[1343]]), [[Palembang]], Swarnabhumi ([[Sriwijaya]]), [[Aceh Tamiang|Tamiang]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudra Pasai]], dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa ([[Sumatra]]) telah ditaklukkan. Lalu Pulau [[Bintan]], Tumasik ([[Singapura]]), [[Semenanjung Malaya]], dan sejumlah negeri di [[Kalimantan]] seperti [[Kabupaten Kapuas|Kapuas]], [[Kabupaten Katingan|Katingan]], [[Sampit, Kotawaringin Timur|Sampit]], Kotalingga ([[Kabupaten Seruyan|Tanjunglingga]]), [[Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat|Kotawaringin]], [[Kabupaten Sambas|Sambas]], [[Lawai]], [[Kendawangan, Ketapang|Kendawangan]], [[Kabupaten Landak|Landak]], [[Samadang]], [[Tirem]], [[Sibu|Sedu]], [[Brunei]], [[Kota Tarakan|Kalka]], [[Tana Tidung|Saludung]], [[Kepulauan Sulu|Solok]], [[Kabupaten Paser|Pasir]], [[Kabupaten Barito Utara|Barito]], [[pulau Sebuku, Kotabaru|Sawaku]], [[Kabupaten Tabalong|Tabalung]], [[Kesultanan Kutai Kartanegara|Tanjungkutei]], dan [[Suku Dayak Melanau|Malano]].
 
=== Ekspansi ===
Di zaman pemerintahan [[Hayam Wuruk|Prabu Hayam Wuruk]] (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti [[Bali|Logajah]], [[Gurun]], Sukun, [[Taliwang, Sumbawa Barat|Taliwung]], [[Sape, Bima|Sapi]], [[pulau Gunung Api|Gunungapi]], [[Seram]], [[Karimunjawa|Hutankadali]], [[Lombok Timur|Sasak]], [[Bantaeng|Bantayan]], [[Luwu]], [[Kota Makassar|Makassar]], [[Buton]], [[Kabupaten Kepulauan Banggai|Banggai]], Kunir, [[Kangean|Galiyan]], [[Kabupaten Selayar|Salayar]], [[Sumba]], Muar ([[Saparua]]), [[Pulau Solor|Solor]], [[Kota Bima|Bima]], Wandan ([[Banda]]), [[Kota Ambon|Ambon]], [[Kabupaten Fak-fak|Wanin]], Seran, [[Timor]], dan [[Kabupaten Dompu|Dompo]].
Walaupun ada sejumlah pendapat yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Dibantu oleh Laksamana Nala, Gajah Mada memulai kampanye penaklukannya dengan menggunakan pasukan laut ke daerah [[Sumatra|Swarnnabhumi]] (Sumatra) tahun [[1339]], pulau [[Bintan]], [[Tumasik]] (sekarang [[Singapura]]), [[Semenanjung Malaya]], kemudian pada tahun [[1343]] bersama dengan [[Arya Damar]] menaklukan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] (di [[Bali]]) dan kemudian menaklukan [[Lombok]], dan sejumlah negeri di [[Kalimantan]] seperti [[Kabupaten Kapuas|Kapuas]], [[Kabupaten Katingan|Katingan]], [[Sampit, Kotawaringin Timur|Sampit]], Kotalingga ([[Kabupaten Seruyan|Tanjunglingga]]), [[Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat|Kotawaringin]], [[Kabupaten Sambas|Sambas]], [[Lawai]], [[Kendawangan, Ketapang|Kendawangan]], [[Kabupaten Landak|Landak]], [[Samadang]], [[Tirem]], [[Sibu|Sedu]], [[Brunei]], [[Kota Tarakan|Kalka]], [[Tana Tidung|Saludung]], [[Kepulauan Sulu|Sulu]], [[Kabupaten Paser|Pasir]], [[Kabupaten Barito Utara|Barito]], [[pulau Sebuku, Kotabaru|Sawaku]], [[Kabupaten Tabalong|Tabalung]], [[Kesultanan Kutai Kartanegara|Tanjungkutei]], dan [[Suku Dayak Melanau|Malano]].
 
Pada zaman pemerintahan [[Hayam Wuruk|Prabu Hayam Wuruk]] (1350–1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus melakukan penaklukan ke wilayah timur sampai tahun 1357 seperti [[Bali|Logajah]], [[Gurun]], Sukun, [[Taliwang, Sumbawa Barat|Taliwung]], [[Sape, Bima|Sapi]], [[pulau Gunung Api|Gunungapi]], [[Seram]], [[Karimunjawa|Hutankadali]], [[Lombok Timur|Sasak]], [[Bantaeng|Bantayan]], [[Luwu]], [[Buton]], [[Kabupaten Kepulauan Banggai|Banggai]], Kunir, [[Kangean|Galiyan]], [[Kabupaten Selayar|Salayar]], [[Sumba]], Muar ([[Saparua]]), [[Pulau Solor|Solor]], [[Kota Bima|Bima]], Wandan ([[Banda]]), [[Kota Ambon|Ambon]], [[Kabupaten Fak-fak|Wanin]], Seran, [[Timor]], dan [[Kabupaten Dompu|Dompo]].
 
=== Dilema ===
Terdapat dua wilayah di [[Pulau Jawa]] yang terbebas dari invasi Majapahit yakni [[Pulau Madura]] dan [[Kerajaan Sunda]], karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan [[Raden Wijaya|Nararya Sanggramawijaya]] atau secara umum disebut dengan [[Raden Wijaya]] pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama dari Kerajaan Majapahit (Lihat: Prasasti Kudadu 1294<ref>[[Prasasti Kudadu]] dibuat oleh [[Raden Wijaya|Narrya Sanggramawijaya]] pada bulan Bhadrapada tahun Saka 1216 (sekitar Agustus s.d. September 1294 Masehi)</ref> dan [[Pararaton]] Lempengan VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII<ref>BRANDES, J.L.A. - Pararaton (Ken Arok): het boek der Koningen van tumapěl en Majapahit. Tekst,vert.& comm.bew.d.N.J.Krom. Batavia 1920</ref> dan [[Invasi Yuan-Mongol ke Jawa]] pada tahun 1293) sebagaimana diriwayatkan pula dalam ''Kidung Panji Wijayakrama''.
 
== Perang Bubat ==
{{utama|Perang Bubat}}
Dalam ''[[Kidung Sunda]]''<ref>Berg, C.C. 1927. ''Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen.'' ‘s Grav., BKI.</ref> diceritakan bahwa [[Perang Bubat]] ([[1357]]) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi [[Dyah Pitaloka]] putri [[Kerajaan Sunda|Sunda]] sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.
Dalam ''[[Kidung Sunda]]''<ref>C.C. (1927) Kidung Sunda.">Berg, C.C. 1927. ''Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen.'' ‘s Grav., BKI.</ref> diceritakan bahwa [[Perang Bubat]] ([[1357]]) bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan hendak menikahi [[Dyah Pitaloka Citraresmi]] putri [[Kerajaan Sunda|Sunda]] sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayah dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya dengan jalan melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilakukan.
 
Dalam ''[[Nagarakretagama]]'' diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa [[Hayam Wuruk]] sangat menghargai Gajah Mada sebagai ''Mahamantri Agung'' yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh "[[Madakaripura]]" yang berpemandangan indah di [[Tongas, Probolinggo]], kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.<ref>''Lihat'': pupuh 12 dan 19 dari ''Désawarnana'' atau ''Nāgarakṛtāgama''</ref>
 
== Akhir hidup ==
{{cquote|''Tersebut pada tahun saka angin 8 utama (1285). Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam... Sekembalinya dari Simping segera masuk ke pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering. Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran ke Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng memusnahkan musuh.''}}
 
DisebutkanBegitulah bunyi pemberitaan dalam ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'' bahwapupuh sekembalinya70 bait 1–3 dikutip Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama''. Raja Majapahit Rajasanegara atau [[Hayam Wuruk]] dariyang sedang melakukan perjalanan upacara keagamaan dike [[Simping]], ia(Blitar) menjumpaidikejutkan bahwadengan berita Gajah Mada telah sakit. GajahDia Madasegera disebutkankembali meninggalke duniaibu padakota tahun 1286 Saka atau [[1364]] MasehiMajapahit.
 
Meski perannya di Kerajaan Majapahit begitu melegenda, akhir riwayat Gajah Mada hingga kini masih belum jelas. Arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar dalam ''Gajah Mada Biografi Politik'' menulis, ada berbagai sumber yang mencoba menjelaskan akhir hidup Gajah Mada. Sumber pertama adalah ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'' yang ditulis oleh Mpu Prapanca itu mengisahkan akhir hidup Gajah Mada dengan kematiannya yang wajar pada tahun 1286 Saka ([[1364]] M). Dari cerita-cerita rakyat Jawa Timur, Gajah Mada dikisahkan menarik diri setelah Peristiwa Bubat dan memilih hidup sebagai pertapa di Madakaripura di pedalaman Probolinggo selatan, wilayah kaki pegunungan Bromo-Semeru. Di wilayah Probolinggo ini memang terdapat air terjun bernama Madakaripura yang airnya jatuh dari tebing yang tinggi. Di balik air terjun yang mengguyur bak tirai itu terdapat deretan ceruk dan satu goa yang cukup menjorok dalam dan dipercaya dulu Gajah Mada menjadi pertapa dengan menarik diri dari dunia ramai sebagai ''wanaprastha'' (menyepi tinggal di hutan) hingga akhir hayatnya.
Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara.
 
Adapun ''Kidung Sunda'' menyebutkan bahwa Gajah Mada tidak meninggal. Kidung ini membeberkan bahwa Gajah Mada moksa dalam pakaian kebesaran bak Dewa Visnu. Dia moksa di halaman kepatihan kembali ke khayangan. Namun, Agus Aris Munandar menyatakan bahwa akhir kehidupan Gajah Mada lenyap dalam uraian ketidakpastian karena dia malu dengan pecahnya tragedi Bubat. Selanjutnya, menurut Agus, bisa ditafsirkan bahwa Gajah Mada memang sakit dan meninggal di Kota Majapahit atau di area ''Karsyan'' yang tak jauh dari sana. Itu sebagaimana dengan keterangan kembalinya Rajasanagara ke ibu kota Majapahit dalam ''Nagarakretagama'', segera setelah mendengar sang patih sakit.
== Warisan budaya ==
[[Berkas:Lukisan Gajah Mada.JPG|right|175px|thumb|Lukisan kontemporer Gajah Mada karya I Nyoman Astika.]]
Sebagai salah seorang tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat terkenal di masyarakat [[Indonesia]] pada umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin antara lain [[Sukarno]] sering menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa ini dapat bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada adalah inspirasi bagi [[Sejarah Indonesia (1945-1949)|revolusi nasional Indonesia]] untuk usaha kemerdekaannya dari kolonialisme [[Kerajaan Belanda|Belanda]].
 
Absennya Gajah Mada dalam politik Majapahit meninggalkan luka bagi sang raja. Hayam Wuruk sangat bersedih. Bahkan dikisahkan raja itu begitu putus asa. Dia langsung menemui ibunya, kedua adik, dan kedua iparnya untuk membicarakan pengganti kedudukan sang [[Perdana menteri|Patih Amangkubhumi]]. Namun, "Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gadjah Mada tak akan diganti,” tulis ''Nagarakretagama'' pupuh 71 bait 3.<ref>{{Cite web|url=http://historia.id/kuno/misteri-kematian-gajah-mada|title=Misteri Kematian Gajah Mada|author=Risa Herdahita Putri|website=Historia|language=id|access-date=21 April 2020|archive-date=2018-03-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20180327100324/http://historia.id/kuno/misteri-kematian-gajah-mada|dead-url=no}}</ref>
[[Universitas Gadjah Mada]] di [[Yogyakarta]] adalah universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. [[Satelit]] [[telekomunikasi]] Indonesia yang pertama dinamakan [[Satelit Palapa]], yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.
 
Hayam Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Gajah Mada. Karena tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Mpu Nala Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh dua orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai [[Perdana menteri|Patih Amangkubhumi]] menggantikan posisi Gajah Mada.
Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di nusantara dengan Sumpah Palapanya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan lain-lainnya.
 
==Kepustakaan Penghormatan ==
[[Berkas:Lukisan Gajah Mada.JPG|ka|175px|jmpl|Lukisan kontemporer Gajah Mada karya I Nyoman Astika.]]
{{reflist}}
Sebagai salah seorang tokoh utama Majapahit, nama Gajah Mada sangat terkenal di masyarakat [[Indonesia]] pada umumnya. Pada masa awal kemerdekaan, para pemimpin antara lain [[Sukarno]] dan [[Mohammad Yamin]] sering menyebut sumpah Gajah Mada sebagai inspirasi dan "bukti" bahwa bangsa ini dapat bersatu, meskipun meliputi wilayah yang luas dan budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, Gajah Mada adalah inspirasi bagi [[Sejarah Indonesia (1945-1949)|revolusi nasional Indonesia]] untuk usaha kemerdekaannya dari kolonialisme [[Kerajaan Belanda|Belanda]].
 
[[Universitas Gadjah Mada]] di [[Yogyakarta]] adalah universitas negeri yang dinamakan menurut namanya. [[Satelit]] [[telekomunikasi]] Indonesia yang pertama dinamakan [[Satelit Palapa]], yang menonjolkan perannya sebagai pemersatu telekomunikasi rakyat Indonesia. Banyak kota di Indonesia memiliki jalan yang bernama Gajah Mada, namun menarik diperhatikan bahwa tidak demikian halnya dengan kota-kota di Jawa Barat.
 
Buku-buku fiksi kesejarahan dan sandiwara radio sampai sekarang masih sering menceritakan Gajah Mada dan perjuangannya memperluas kekuasaan Majapahit di Nusantara dengan Sumpah Palapa-nya, demikian pula dengan karya seni patung, lukisan, dan lain-lainnya.
 
== Budaya populer ==
* Gajah Mada memiliki kampanye untuk peradaban Melayu dalam paket ekspansi game ''[[Age of Empires II: The Age of Kings|Age of Empires II]]'', ''Rise of the Rajas''. Kampanye tersebut berkisar pada berdirinya kerajaan Majapahit dengan invasi Mongol, penaklukan Nusantara setelah Sumpah Palapa dan Tragedi Bubat yang menyebabkan kejatuhannya. Beliau juga muncul di ''[[Age of Empires II: Definitive Edition|Age of Empires II Definitive Edition]]''.<ref>{{Cite news|url=https://www.jawapos.com/oto-dan-tekno/teknologi/22/12/2016/wow-ada-kerajaan-majapahit-dan-gajah-mada-di-game-age-of-empire-cobain-yuk/|title=Wow, Ada Kerajaan Majapahit dan Gajah Mada di Game Age of Empire, Cobain Yuk!|last=JawaPos.com|date=22 Desember 2016|work=JawaPos.com|language=id|access-date=6 Oktober 2019|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914030945/https://www.jawapos.com/oto-dan-tekno/teknologi/22/12/2016/wow-ada-kerajaan-majapahit-dan-gajah-mada-di-game-age-of-empire-cobain-yuk/|dead-url=no}}</ref>
*Gajah Mada muncul dalam paket ekspansi Brave New World untuk video game PC Sid Meier's ''[[Civilization V]]'' sebagai pemimpin peradaban Indonesia.<ref>{{Cite news|url=https://www.merdeka.com/teknologi/gajah-mada-dan-majapahit-hadir-di-game-civilization-v.html|title=Gajah Mada dan Majapahit hadir di game Civilization V|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=6 Oktober 2019|last=Susanto|first=Dwi Andi|editor-last=Susanto|editor-first=Dwi Andi|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914031016/https://www.merdeka.com/teknologi/gajah-mada-dan-majapahit-hadir-di-game-civilization-v.html|dead-url=no}}</ref>
*Gajah Mada dimunculkan dalam dua episode sinetron ''[[Lorong Waktu (seri televisi 1999)|Lorong Waktu 2]]'' dengan diperankan oleh [[Diding Yacob]].<ref>{{cite web |url=https://www.vidio.com/watch/112180-lorong-waktu-2-episode-18 |title=Lorong Waktu 2 Episode 18: Zidan Mencari Nenek Moyangnya (Bag 1) |author=<!--Not stated--> |date= |website=[[Vidio.com]] |publisher=[[Demi Gisela Citra Sinema]] dan [[SCTV]] |access-date=7 April 2021 |quote= |archive-date=2021-10-15 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211015220408/https://www.vidio.com/watch/112180-lorong-waktu-2-episode-18 |dead-url=no }}</ref><ref name=manusiapurba>{{cite web |url=https://www.vidio.com/watch/2111810-lorong-waktu-2-episode-19 |title=Lorong Waktu 2 Episode 19: Zidan Mencari Nenek Moyangnya (Bag 2) |author=<!--Not stated--> |date= |website=[[Vidio.com]] |publisher=[[Demi Gisela Citra Sinema]] dan [[SCTV]] |access-date=7 April 2021 |quote= |archive-date=2021-04-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210420222457/https://www.vidio.com/watch/2111810-lorong-waktu-2-episode-19 |dead-url=no }}</ref>
* Sinetron berjudul ''[[Gajah Mada (sinetron)|Gajah Mada]]'' pernah ditayangkan di MNCTV pada tahun 2013.
* Gajah Mada juga disebut sebagai Perdana Menteri [[Majapahit]] dalam anime ''[[Joukamachi no Dandelion]]''.<ref>{{Cite news|url=https://www.idntimes.com/hype/entertainment/rizal/unsur-indonesia-di-dalam-anime-jepang-1/13|title=Tak Disangka, 13 Anime Ini Punya Unsur Indonesia di Dalamnya|work=IDN Times|language=id|access-date=21 April 2020|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914031000/https://www.idntimes.com/hype/entertainment/rizal/unsur-indonesia-di-dalam-anime-jepang-1/13|dead-url=no}}</ref>
*Novel seri [[Gajah Mada (roman)|Gajah Mada]] oleh [[Langit Kresna Hariadi]] yang diterbitkan pada tahun 2004.<ref>{{Cite web|title=Gajah Mada Series by Langit Kresna Hariadi|url=https://www.goodreads.com/series/65061-gajah-mada|website=www.goodreads.com|access-date=2021-03-08|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914031050/https://www.goodreads.com/series/65061-gajah-mada|dead-url=no}}</ref>
 
== Lihat pula ==
* [[Prasasti Gajah Mada]]
* [[Nagarakretagama]]
* [[Hindu di Indonesia]]
* [[Agama Hindu di Asia Tenggara]]
* [[Universitas Gajah Mada]]
* [[PerangDewi BubatAndong Sari]]
 
* Roman ''[[Gajah Mada (roman)|Gajah Mada]]''
== Catatan ==
<references group="Catatan" />
 
== Kepustakaan ==
{{reflist|2}}
 
== Pustaka ==
* {{id}} {{cite book |first=Agus Aris |last=Munandar |title=Gajah Mada: Biografi Politik |publisher=Komunitas Bambu |location=Jakarta |year=2010 |isbn=979-3731-72-9 |ref=harv}}
* {{en}} {{cite book |first=Theodoor Gautier Thomas |last=Pigeaud |title=Java in the 14th Century: A Study in Cultural History, Volume III: Translations |edition=3 (revisi) |publisher=Martinus Nijhoff |location=The Hague |year=1960 |isbn=978-94-011-8772-5 |ref=harv}}
* {{id}} {{cite book |first=Muhammad |last=Yamin |title=Gadjah Mada, Pahlawan Persatoean Noesantara |publisher=Balai Poestaka |year=1945 |isbn=9794073237 |ref=harv}}
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Kematian 1364|Mada]]
[[Kategori:Kerajaan Majapahit]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
 
[[deKategori:GajahTokoh MadaJawa]]
[[en:Gajah Mada]]
[[fr:Gajah Mada]]
[[gu:ગજહ મદ]]
[[hi:गजह मद]]
[[ja:ガジャ・マダ]]
[[ms:Gajah Mada]]
[[nl:Gajah Mada]]
[[pt:Gajah Mada]]