Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Etnik
 
(71 revisi perantara oleh 49 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
Kata '''Sunda''' bisa mengandung berbagai arti yang secara umum berkaitan dengan '''[[suku Sunda]]''' di bagian barat [[Nusantara]]. Catatan sejarah tertua yang sudah ditemukan mengandung kata "Sunda" adalah [[prasasti]] [[Prasasti Kebonkopi II]]. Pakar [[F.D.K. Bosch]], yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam [[bahasa Melayu Kuno]], dan menyatakan seorang "[[Kerajaan Sunda|Raja Sunda]] menduduki kembali tahtanya" dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh [[932|536]] Masehi.<ref>Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono, (1995), ''La principauté de Banten Girang'', Archipel, Vol. 50, pp 13-24</ref> Namun prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an.
Cerita ini adalah versil lain dari Lutung Kasarung yang banyak didengar di daerah Sunda. Cerita Lutung Kasarung ini merupakan cerita versi Pasir Luhur. Tidaklah penting mana yang benar antara kedua versi tersebut, yang jelas, cerita-cerita ini untuk menghibur dan dipetik pelajarannya.
Di Jawa Barat pada jaman dahulu kala ada sebuah Kerajaan Hindu yang besar dan cukup kuat, yaitu berpusat di kota Bogor. Kerajaan itu adalah Kerajaan “Pajajaran”, pada saat itu raja yang memerintah yaitu Prabu Siliwangi. Beliau sudah lanjut usia dan bermaksud mengangkat Putra Mahkotanya sebagai penggantinya.
 
'''Prasasti Kebonkopi II''' atau '''Prasasti Pasir Muara''' atau '''Prasasti Rakryan Juru Pangambat''' adalah prasasti tertua yang menyebutkan [[toponimi]] ''[[Kerajaan Sunda|Sunda]]'' yang berangka tahun 458 Saka (536 M), yang ditemukan di Desa Kebon Kopi, [[Bogor]],<sup>:381</sup> tidak jauh dari [[Prasasti Kebonkopi I]] dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti pertama.
Prabu Siliwangi mempunyai tiga orang putra dan satu orang putri dari dua Permaisuri, dari permaisuri yang pertama mempunyai dua orang putra, yaitu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih kecil ibunya telah meninggal.
 
Prasasti ini menyebutkan chandrasengkala 854 Saka, akan tetapi sejarawan menafsirkan bahwa chandrasengkala ini dituliskan terbalik, yakni seharusnya dibaca / bermakna '''458 Saka (536 M)''' atas dasar pemikiran bahwa Kerajaan Sunda sudah ada sebelum periode Kerajaan Tarumanagara (358-669 M).
Maka Prabu Siliwangi akhirnya kawin lagi dengan permaisuri yang kedua, yaitu Kumudaningsih. Pada waktu Dewi Kumuudangingsih diambil menjadi Permaisuri oleh Prabu Siliwangi, ia mengadakan perjanjian, bahwa jika kelak ia mempunyai putra laki-laki, maka putranyalah yang harus meggantikan menjadi raja di Pajajaran.
 
Maka dapat dibaca lebih lanjut dalam naskah-naskah Wangsakerta dari Keraton Cirebon, bahwa Purnawarman salah satu raja besar Tarumanagara memindahkan ibukota Tarumanagara ke '''Sundapura'''. Lokasinya adalah di wilayah Jakarta dan Bekasi sekarang.
Dari perkawinannya dengan Dewi Kumudaningsih, Prabu Silliwangi mempunyai seorang putra dan seorang putri, yaitu: Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.
 
Prasasti ini ditulis dalam [[aksara Kawi]], namun, bahasa yang digunakan adalah [[bahasa Melayu Kuno]]. Bosch melihat penggunaan bahasa Melayu sebagai tanda kekeluargaan [[Sriwijaya|pendiri Sriwijaya]], Dapunta Sri dengan Tarusbawa yang sama-sama menantu dari raja Tarumanagara dari kawasan Jawa Barat.
Pada suatu hari Prabu Siliwangi memanggil Putra Mahkotanya, Banyak Cotro dan Banyak Blabur untuk menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan menjadi raja di Pajajaran karena beliau sudah lajut usia.
 
Sejarawan Prancis Claude Guillot dari lembaga penelitian [[École française d'Extrême-Orient]] memperkirakan prasasti Kebonkopi II ini mengacu ke pendirian [[kerajaan Sunda]]. Sejarawan Australia [[M. C. Ricklefs]] mengikuti perkiraan ini dalam bukunya [[A History of Modern Indonesia since c. 1200.|''A History of Modern Indonesia since c. 1200''.]]
Namun dari kedua Putra Mahkotanya belum ada yang mau diangkat menjadi raja di Pajajaran. Sebagai putra sulungnya Banyak Cokro mengajukan beberapa alasan, antara lain alasannya adalah:
 
Nama Sunda pertama kali disebut dalam sebuah prasasti ini. Namun, isi prasasti di antaranya berbunyi ''“berpulihkan hajiri Sunda”'', dapat ditafsirkan bahwa sebelumnya telah ada raja Sunda hingga akhirnya dipulihkan kekuasaanya, dimana kedaulatan kerajaan Sunda dipulihkan kembali.<sup>:381</sup> Sedangkan nama ''"Pangambat"'' berarti "pemburu", dapat ditafsirkan bahwa Sang Raja adalah seorang pemburu yang ulung.
Untuk memerintahkan Kerajaan dia belum siap, karena belum cukup ilmu.
Untuk memerintahkan Kerajaan seorang raja harus ada Permaisuri yang mendampinginya, sedangkan Banyak Cotro belum kawin.
Banyak Cotro mengatakan bahwa dia baru kawin kalau sudah bertemu dengan seorang putri yang parasnya mirip dengan ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cotro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari putri yang menjadi idamannya.
 
Prasasti lain yang menyebutkan toponimi ''Sunda'' adalah [[Prasasti Sanghyang Tapak]] I dan II (952 Saka atau 1030 M), dan [[Prasasti Horren]] (Kediri Selatan) yang berasal dari zaman [[Airlangga]] di Jawa Timur.<sup>:381</sup>
Kepergian Banyak Cotro dari Kerajaan Pajajaran melalui gunung Tangkuban Perahu, untuk menghadap seorang pendeta yang bertempat di sana. Pendeta itu ialah Ki Ajar Winarong, seorang Pendeta sakti dan tahu untuk mempersunting putri yang di idam-idamkannya dapat tercapai.
 
Catatan Nagarakertagama menuliskan Majapahit dengan Patih Gajah Mada (abad 13 masehi) mengucapkan '''Sumpah Palapa''' yang mencantumkan Sunda sebagai salah satu yang harus dikalahkannya. Tercantum dalam Nagarakertagama dengan tegas dan jelas dalam sumpah tersebut :
Namun ada beberapa syarat yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh Banyak Cotro, yaitu harus melepas dan menaggalkan semua pakaian kebesaran dari kerajaan dengan hanya memakai pakaian rakyat biasa. Dan ia harus menyamar dengan nama samaran “Raden Kamandaka”
 
''"Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, '''Sunda''', Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".''
Setelah Raden Kamandaka berjalan berhari-hari dari Tangkuban Perahu ke arah Timur, maka sampailah Raden Kamandaka kewilayah Kadipaten Pasir Luhur.
 
== Etimologi ==
Secara kebetulan Raden Kamandaka sampai Pasir Luhur, betemu dengan Patih Kadipaten Pasir Luhur yaitu Patih Reksonoto. Karena Patih Reksonoto sudah tua tidak mempuunyai anak, maka Raden Kamandaka akhirnya dijadikan anak angkat Patih Reksonoto merasa sangat bangga dan senang hatinya mempunyai Putra Angkat Raden Kamandaka yang gagah perkasa dan tampan, maka Patih Reksonoto sangat mencintainya.
Kata ini kemungkinan berasal dari [[bahasa Sanskerta]] yang bisa berarti 'cahaya' atau 'air'.{{fact}}
Dalam [[naskah]] historis lainnya menyebutkan Sunda merujuk pada ibu kota Kerajaan Tarumanegara yang bernama Sundapura. Sehingga masyarakat yang menghuni wilayah tersebut dikenal sebagai orang Sunda yang disebut hingga kini. Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang terbukti dengan bukti prasasti dan berita naskah kuno di negeri Tiongkok. Letak tepat kota Sundapura masih menjadi penelitian para ahli, apakah di Jakarta, Bekasi atau Karawang sekarang. Hanya di Karawang terdapat situs [[percandian Batujaya]] seluas 5&nbsp;km persegi yang menunjukkan tumbuh kembangnya kebudayaan sejak abad 2 Masehi hingga abad 12 Masehi.
 
== Lihat pula ==
Adapun yang memerintahkan Kadipaten Pasir Luhur adalah “Adi Pati Kanandoho”. Beliau mempunyai beberapa orang Putri dan sudah bersuami kecuali yang paling bungsu yaitu Dewi Ciptoroso yang belum bersuami. Dewi Ciptoroso inilah seorang putri yang mempunyai wajah mirip Ibu raden Kamandaka, dan Putri inilah yng sedang dicari oeh Raden Kamandaka.
* [[Sunda (disambiguasi)]]
 
== Bacaan ==
Suatu kebiasaan dari Kadipaten Pasir Luhur bahwa setiap tahun mengadakan upacara menangkap ikan di kali Logawa. Pada upacara ini semua keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta para pembesar dan pejabatan pemerintah turut menangkap ikan di kali Logawa.
{{Col|2}}
* Darsa, Undang A. 2004. “Kropak 406; Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan“, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Naskah Kuno yang diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga. Bandung-Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran: hlm. 1 – 23.
* Ekadjati, Edi S. 1995. Sunda, Nusantara, dan Indonesia; Suatu Tinjauan Sejarah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran pada Hari Sabtu, 16 Desember `1995. Bandung: Universitas Padjadjaran.
* Ekadjati, Edi S. 1981. Historiografi Priangan. Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.
* Ekadjati, Edi S. (Koordinator). 1993. Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
* Raffles, Thomas Stamford. 1817. The History of Java, 2 vols. London: Block Parbury and Allen and John Murry.
* Raffles, Thomas Stamford. 2008. The History of Java (Terjemahan Eko Prasetaningrum, Nuryati Agustin, dan Idda Qoryati Mahbubah). Yogyakarta: Narasi.
* Z., Mumuh Muhsin. ''Sunda, Priangan, dan Jawa Barat''. Makalah disampaikan dalam Diskusi ''Hari Jadi Jawa Barat'', diselenggarakan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat Bekerja Sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada Selasa, 3 November 2009 di Aula Redaksi HU Pikiran Rakyat.
* Uka Tjandrasasmita. (2009). ''Arkeologi Islam Nusantara.'' Kepustakaan Populer Gramedia.
* E. Rokajat Asura. (September 2011). ''Harisbaya bersuami 2 raja - Kemelut cinta di antara dua kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon''. Penerbit Edelweiss.
* Atja, Drs. (1970). ''Ratu Pakuan.'' Lembaga Bahasa dan Sedjarah Unpad. Bandung.
* Atmamihardja, Mamun, Drs. Raden. (1958). ''Sadjarah Sunda.'' Bandung. Ganaco Nv.
* Joedawikarta (1933). ''Sadjarah Soekapoera, Parakan Moencang sareng Gadjah.'' Pengharepan''.'' Bandoeng,
* Lubis, Nina Herlina., Dr. MSi, dkk. (2003). ''Sejarah Tatar Sunda jilid I dan II''. CV. Satya Historica. Bandung.
* Herman Soemantri Emuch. (1979). ''Sajarah Sukapura, sebuah telaah filologis''. Universitas Indonesia. Jakarta.
* Zamhir, Drs. (1996). ''Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang.'' Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
* Sukardja, Djadja. (2003). ''Kanjeng Prebu R.A.A. Kusumadiningrat Bupati Galuh Ciamis th. 1839 s / d 1886.'' Sanggar SGB. Ciamis.
* Sulendraningrat P.S. (1975). ''Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah.'' Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon. Cirebon.
* Sunardjo, Unang, R. H., Drs. (1983). ''Kerajaan Carbon 1479-1809''. PT. Tarsito. Bandung.
* Suparman, Tjetje, R. H., (1981). ''Sajarah Sukapura''. Bandung
* Surianingrat, Bayu., Drs. (1983). ''Sajarah Kabupatian I Bhumi Sumedang 1550-1950.'' CV.Rapico. Bandung.
* Soekardi, Yuliadi. (2004). ''Kian Santang''. CV Pustaka Setia.
* Soekardi, Yuliadi. (2004). ''Prabu Siliwangi''. CV Pustaka Setia.
* Tjangker Soedradjat, Ade. (1996). ''Silsilah Wargi Pangeran Sumedang Turunan Pangeran Santri alias Pangeran Koesoemadinata I Penguasa Sumedang Larang 1530-1578''. Yayasan Pangeran Sumedang. Sumedang.
* Widjajakusuma, Djenal Asikin., Raden Dr. (1960). ''Babad Pasundan, Riwajat Kamerdikaan Bangsa Sunda Saruntagna Karadjaan Pdjadjaran Dina Taun 1580''. Kujang. Bandung.
* Winarno, F. G. (1990). ''Bogor Hari Esok Masa Lampau.'' PT. Bina Hati. Bogor.
* Olthof, W.L. (cetakan IV 2008). ''Babad Tanah Jawi - mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647.'' PT. Buku Kita. Yogyakarta Bagikan.
* A. Sobana Hardjasaputra, H.D. Bastaman, Edi S. Ekadjati, Ajip Rosidi, Wim van Zanten, Undang A. Darsa. (2004). ''Bupati di Priangan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda.'' Pusat Studi Sunda.
* A. Sobana Hardjasaputra (Ed.). (2008). ''Sejarah Purwakarta.''
* Nina H. Lubis, Kunto Sofianto, Taufik Abdullah (pengantar), Ietje Marlina, A. Sobana Hardjasaputra, Reiza D. Dienaputra, Mumuh Muhsin Z. (2000). ''Sejarah Kota-kota Lama di di Jawa Barat''. Alqaprint. ISBN 9799565243.
{{EndDiv}}
 
== Pranala luar ==
Pada waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di kali Logawa, tanpa diketahuinya Raden Kamandaka secara diam-diam telah mengikutinya dari belakang. Pada kesempatan inilah Raden Kamandaka dapat bertemu dengan Dewi Ciptoroso dan mereka berdua saling jatuh cinta.
* {{su icon}} [http://su.wiki-indonesia.club su.wiki-indonesia.club] - Wikipedia edisi bahasa Sunda
* {{su icon}} [http://www.urang-sunda.or.id www.urang-sunda.or.id] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111107083540/http://www.urang-sunda.or.id/ |date=2011-11-07 }} ''Website'' KUSnét (Komunitas Urang Sunda di Internét)
* {{su icon}} [http://www.sundanet.com SundaNet.Com] portal komunitas Sunda
{{Topik Sunda}}
 
[[Kategori:Sunda| ]]
Atas permintaan dari Dewi Ciptoroso agar Raden Kamandaka pada malam harinya untuk dating menjumpai Dewi Ciptoroso di taman Kaputren Kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Benarlah pada malam harinya Raden Kamandaka dengan diam-diam tanpa ijin patih Resonoto, ia pun pergi menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah rindu menanti kedatangan Raden Kamandaka.
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia]]
 
Namun keberadaan Raden Kamandaka di Taman Kaputren Bersama Dewi Ciptoroso tidak berlangsung lama. Karena tiba-tiba prajurit pengawal Kaputren mengetahui bahwa di dalam taman ada pencuri yang masuk. Hal ini kemu kemudian dilaporkan oleh Adipatih Kandandoho.
 
Menanggapi laporan ini, maka Adipatih sangat marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menangkap peencuri tersebut. Karena kesaktian dan ilmu ketangkasan yang dimiliki oleh Raden Kamandaka, maka Raden Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit Pasir Luhur.
 
Sebelum Raden Kamandaka lolos dari Taman Kaputren, ia sempat mengatakan identitasnya. Bahwa ia bernama Raden Kamandaka putra dari Patih Reksonoto.
 
Hal ini didengar olehh prajurit, dan melaporkan kepada Adipatih Kandandoho. Mendengar hal ini maka Patih Reksonoto pun dipanggil dan harus menyerahkan putra nya. Perintah ini dilaksanakan oleh Patih Reksonoto, walaupun dalam hatinya sangatlah berat. Sehimgga dengan siasat dari Patih Reksonoto, maka Raden Kamandaka dapat lari dan selamat dari pengejaran para prajurit.
 
Raden Kamandaka terjun masuk kedalam sungai dan menyelam mengikuti arus air sungai. Oleh Patih Reksonoto dan para prajurit yang mengejar, dilaporkan bahwa Raden Kamandaka dikatakan sudah mati didalam sugai. Mendengar berita ini Adipatih Kandandoho merasa lega dan puas. Nmun sebaliknya Dewi Ciptoroso yang setelah mendengar berita itu sangatlah muram dan sedih.
 
Sepanjang Raden Kamandaka menyelam mengikuti arus sungai bertemulah dengan seorang yang memancing di sungai. Orang tersebut bernama Rekajaya, Raden Kamandaka dan Rekajaya kemudian berteman baik dan menetap di desa Panagih. Di desa ini Raden Kamandaka diangkat anak oleh Mbok Kektosuro, seorang janda miskin di desa tersebbut.
 
Raden Kamandaka menjadi penggemar adu ayam. Kebetulan Mbok Reksonoto mempunyai ayam jago yang bernama “Mercu”. Pada setiap penyabungan ayam Raden Kamandaka selalu menang dalam pertandingan, maka Raden Kamandaka menjadi sangat terkenal sebagai botoh ayam.
 
Hal ini tersiar sampai kerajaan Pasir Luhur, mendengar hal ini Adipatih Kandadoho menjadi marah dan murka. Beliau memerintahkan prajuritnya untuk menagkap hidup atau mati Raden Kamandaka.
 
Pada saat itu tiba-tiba datanglah seorang pemuda tampan mengaku dirinya bernama “Silihwarni” yang akan mengabdikan diri kepada Pasir Luhur, maka ia permohonannya diterima, tetapi asalkan ia harus dapat membunuh Raden Kamandaka. Untuk membuktikannya ia harus membawa darah dan hati Raden Kamandaka.
 
Sebenarnya Silihwarni adalah nama samaran. Nama itu sebenarnya adalah Banyak Ngampar Putra dari kerajaan Pajajaran, yaitu adik kandung dari Raden Kamandaka.
 
Ia oleh ayahnya Prabu Siliwangi ditugaskan untuk mencari saudara kandungnya yang pergi sudah lama belum kembali. Untuk mengatasi gangguan dalam perjalanan, ia dibekali pusaka keris Kujang Pamungkas sebagai senjatanya. Dan dia juga menyamar dengan nama Silihwarni, dan berpakaian seperti rakyat biasa.
 
Karena ia mendengar berita bahwa kakak kandungnya berada di Kadipaten Pasir Luhur, maka ia pun pergi kesana. Setelah Silihwarni menerima perintah dari Adipatih, pergilah ia dengan diikuti beberapa prajurit dan anjing pelacak menuju desa Karang Luas, tempat penyabungan ayam.
 
Di tempat inilah mereka bertemu. Namun keduanya sudah tidak mengenal lagi. Silihwari berpakaian seperti raknyat biasa sedangkan Raden Kamandaka berpakaian sebagai botoh ayam, dan wajahnya pucat karena menahan kernduan kepada kekasihnya.
 
Terjadilah persabungan ayan Raden Kamandaka dan Silihwarni, dengan tanpa disadari oleh raden kamandaka tiba-tiba Silihwarni menikam pinggang Raden Kamandaka dengan keris Kujang Pamungkasnya. Karena luka goresan keris itu tersebut darahpun keluar dengan deras. Namun karena ketangkasan Raden Kamandaka, ia pun dapat lolos dari bahaya tersebut dan tempat ia dapat lolos itu dinamakan desa Brobosan, yang berarti ia dapat lolos dari bahaya.
 
Karena lukanya semakin deras mengeluarkan darah, maka ia pun istirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat itu dinamakan Bancran. Larinya Raden Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan prajurit. Pada suatu tempat Raden Kamandaka dapat menangkap anjing pelacaknya dan kemudian tempat itu diberinya nama desa Karang Anjing.
 
Raden Kamandaka terus lari kearah timur dan sampailah pada jalan buntu dan tempat ini ia memberi nama Desa Buntu. Pada akhirnya Raden Kamandaka sampailah di sebuah Goa. Didalam Goa ini ia beristirahat dan bersembunyi dari kejaraan Silihwarni. Silihwarni yang terus mengejar setelah sampai goa ia kehilangan jejak. Kemudian Silihwarnipun dari mulut goa tersebut berseru menantang Raden Kamandaka.
 
Setelah mendengar tantagan Silihwarni, Raden Kamandaka pun menjawab ia mengatakan identitasnya, bahwa ia adalah putra dari kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cotro.
 
Setelah itu Silihwarnipun mengatakan identitasnya bahwa ia juga putra dari Kerajaan Pajajaran, bernama Banyak Ngampar. Demikian kata-kata yang pengakuan antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa mereka adalah putra pajajaran, maka orang yang mendengar merupakan nama versi ke-2, untuk Goa Jatijajar tersebut. Kemudian mereka berdua berpeluka dan saling memaafkan.
 
Namun karena Silihwarni harus membawa bukti hati dan darah Raden Kamandaka, maka akhirnya anjing pelacaknya yang dipotong diambil darah dan hatinya. Dikatakan bahwa itu adalah hati dan darah Raden Kamandaka yang telah dibunuhnya.
 
Raden Kamandaka kemudian bertapa di dalam goa dan mendapat petunjuk, bahwa niatnya untuk mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai kalau ia sudah mendapat pakaian “Lutung” dan ia disuruh supaya mendekat ke Kadipaten Pasir Luhur, yaitu supaya menetap di hutan Batur Agung, sebelah Barat Daya dari batu Raden.
 
Suatu kegemaran dari Adipatih Pasir Luhur adalah berburu. Pada suatu hari Adipatih dan semua keluarganya berburu, tiba-tiba bertemulah dengan seekor lutung yang sangat besar dan jinak. Yang akhirnya di tangkaplah lutung tersebut hidup-hidup.
 
Sewaktu akan dibawa pulang, tiba-tiba Rekajaya datang mengaku bahwa itu adalah lutung peliharaannya, dan mengatakan beredia membantu merawatnya jika lutung itu akan dipelihara di Kadipaten. Dan permohonan itu pun dikabulkan.
 
Setelah sampai di kadipaten para putri berebut ingin memelihara lutung tersebut. Selama di Kadipaten lutung tersebut tidak mau dikasih makan. Oleh sebab itu akhirnya oleh Adipatih lutung tersebut disayembarakan yaitu jika ada salah seorang dari putrinya dapat memberi makan dan diterima oleh lutung tersebut maka ia lah yang akan memelihara lutung tersebut.
 
Ternyata makanan yang diterima oleh lutung tersebut hanyalah makanan dari Dewi Ciporoso, maka “Lutung Kasarung” itu menjadi peliharaan Dewi Ciptoroso. Pada malam hari lutung tersebut berubah wujud menjadi Raden Kamandaka. Sehingga hanya Dewi Ciptoroso yang tahu tentang hal tersebut. Pada siang hari ia berubah menjadi lutung lagi. Maka keadaan Dewi kini menjadi sangat gembira dan bahagia, yang selalu ditemani lutung kasarung.
 
Alkisah pada suatu hari raden dari Nusa Kambangan Prabu Pule Bahas menyuruh Patihnya untuk meminang Putri Bungsu Kadipaten Pasir Luhur Dewi Ciptoroso dan mengancam apabila pinangannya ditolak ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur.
 
Atas saran dan permintaan dari Lutung Kasarung pinangan Raja Pule Bahas agar supaya diterima saja. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh raja Pule Bahas. Salah satunya ialah dalam pertemuan pengantin nanti Lutung Kasarung harus turut mendampingi Dewi Ciporoso.
 
Pada waktu pertemuan pengantin berlangsung, Raja Pule Bahas selalu diganggu oleh Lutung Kasarung yang selalu mendampingi Dewi Ciptoroso. Oleh sebab itu Raja Pule Bahas marah dan memukul Lutung Kasarung. Namun Lutung Kasarung telah siap berkelahi melawan Raja Pule Bahas.
 
Pertarungan Raja Pule Bahas dengan Lutung Kasarung terjadi sangat seru. Namun karena kesaktian dari Luung Kasarung, akhirnya Raja Pule Bahas gugur dicekik dan digigit oleh Lutung Kasarung.
 
Tatkala Raja Pule Bahas gugur maka Lutung Kasarung pun langsung menjelma menjadi Raden Kamandaka, dan langsung mengenkan pakaian kebesaran Kerajaan Pajajaran dan mengaku namanya Banyak Cotro. Kini Adipatih Pasir Luhur pun mengetahui hal yang sebenarnya adalah Raden Kamandaka dan Raden Kamandaka adalah Banyak Cotro dan Banyak Cotro adalah Lutung Kasarung putra mahkota dari kerajaan Pajajaran. Dan akhirnya ia dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso.
 
Namun karena Raden Kamandaka sudah cacat pada waktu adu ayam dengan Silihwarni kena keris Kujang Pamungkas maka Raden Kamandaka tidak dapat menggantikan menjadi raja di Pajajaran.
 
Karena tradisi kerajaan Pajajaran, bahwa putra mahkota yang akan menggantikan menjadi raja tidak boleh cacat karena pusaka Kujang Pamungkas. Sehingga setelah ia dinikahkan dengan Dewi Ciptoroso, Raden Kamandaka hanya dapat menjadi Adipatih di Pasir Luhur Menggantikan mertuanya. Sedangkan yang menjadi Raja di Pajajaran adalah Banyak Blabur.