Sengketa Sipadan dan Ligitan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SIPADAN to Sipadan (unecessary caps)
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(84 revisi perantara oleh 57 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox court case
| name = Kedaulatan Pulau Ligitan dan Sipadatn (Indonesia v. Malaysia)
| court = [[Mahkamah Internasional]]
| imagesize = 220
| caption =
| full name =
| date decided = 17 Desember 2002
| citations = [http://www.icj-cij.org/docket/files/102/10570.pdf Daftar Umum No. 102]
| transcripts = [http://www.icj-cij.org/docket/index.php?p1=3&p2=3&k=df&case=102&code=inma&p3=1&lang=en Sidang tertulis]
| judges = Gilbert Guillaume, [[Shi Jiuyong]], [[Shigeru Oda]], [[Raymond Ranjeva]], Géza Herczegh, [[Carl-August Fleischhauer]], [[Abdul Koroma]], Vladlen Stepanovich Vereshcheti, [[Rosalyn Higgins]], [[Gonzalo Parra-Aranguren]], [[Pieter Kooijmans]], [[Francisco Rezek]], [[Awn Shawkat Al-Khasawneh]], [[Thomas Buergenthal]], [[Nabil Elaraby]], Thomas Franck (hakim ''ad hoc'' yang ditunjuk Indonesia) dan [[Christopher Weeramantry]] (hakim ''ad hoc'' yang ditunjuk Malaysia)
| prior actions =
| subsequent actions =
| opinions = ICJ memberikan kedua pulau ke Malaysia atas alasan "pendudukan (dihuni) secara efektif"
| italic title = no
}}
 
'''Sengketa Sipadan dan Ligitan''' adalah persengketaan [[Indonesia]] dan [[Malaysia]] atas pemilikan terhadap kedua [[pulau]] yang berada di [[Selat Makassar]] yaitu [[pulau Sipadan]] (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: {{Coord|4|6|52.86|N|118|37|43.52|E}} dan [[pulau Ligitan]] (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: {{coord|4|9|N|118|53|E}}. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum [[Mahkamah Internasional]]
 
== Kronologi sengketa ==
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar ''Sipadan'' dan ''Ligitan'' dinyatakan dalam keadaan status ''status quo'' akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisatapariwisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.<ref>http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/06/WAW/mbm.20081006.WAW128382.id.html karena kita taat pada hukum internasional yang melarang mengunjungi daerah status quo, ketika anggota kita pulang dari sana membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana.</ref> <ref>http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1991/07/06/NAS/mbm.19910706.NAS14471.id.html SIPADANSipadan dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2km<sup>2</sup> itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah.</ref> <ref>http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1991/07/06/NAS/mbm.19910706.NAS14471.id.html Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, mintameminta agar pembangunan di sana disetopdihentikan terlebih dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. </ref>Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya<ref name="kompas">[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0212/19/ln/53884.htm Setelah Sipadan dan Ligitan Terlepas dari Indonesia]</ref>.
 
Pada tahun 1976, ''Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara'' atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama [[ASEAN]] di pulau [[Bali]] ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan [[Singapura]] untuk klaim ''[[Sengketa Pedra Branca|pulau Batu Puteh]]'', sengketa kepemilikan ''[[Sabah]]'' dengan ''Filipina'' serta sengketa ''[[kepulauan SpratleySpratly]]'' di [[Laut Cina Selatan]] dengan [[Brunei Darussalam]], [[Filipina]], [[Vietnam]], [[Cina]], dan [[Taiwan]]. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau. <ref>http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/25/ln/sipa03.htm Sipadan dan Statusnya </ref>
 
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke [[ICJ]] kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke [[Kuala Lumpur]] pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden [[Soeharto]] akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg [[Moerdiono]] dan Wakil PM [[Anwar Ibrahim]], dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997. <ref name="kompas"/>, sementara pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden Soeharto <ref>http://www.berlinonline.de/berliner-zeitung/archiv/.bin/dump.fcgi/1996/0712/none/0212/index.html Kohl zu Krankenbesuch bei "Freund" Suharto </ref> dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di Malaysia <ref>http://www.bernama.com/bernama/v3/bm/news.php?id=310554 Pemergian Suharto: Malaysia Kehilangan Sahabat Baik</ref>
''''''Teks ini akan dicetak tebal''''''
 
== Keputusan Mahkamah Internasional ==
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,<ref>http://www.icj-cij.org/docket/index.php?p1=3&p2=3&k=df&case=102&code=inma&p3=0 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090414192948/http://www.icj-cij.org/docket/index.php?p1=3&p2=3&k=df&case=102&code=inma&p3=0 |date=2009-04-14 }} Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan (Indonesia/Malaysia) </ref> <ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7177.pdf {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150402144828/http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7177.pdf |date=2015-04-02 }} FOR SUBMISSION TO THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE OF THE DISPUTE BETWEEN INDONESIA AND MALAYSIA CONCERNING SOVEREIGNTY OVER PULAU LIGITAN AND PULAU SIPADAN, jointly notified to the Court on 2 November 1998</ref> kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-LigatanLigitan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 [[hakim]], sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan ''effectivity'' (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah [[Inggris]] (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi [[mercu suar]] sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari [[Kesultanan Sulu|Sultan Sulu]]) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. <ref name="HARVARD">[http://www.asiaquarterly.com/content/view/160/ Energy Security and Southeast Asia: The Impact on Maritime Boundary and Territorial Disputes]. Harvard Asia Quarterly. Fall 2005.</ref><ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7700.pdf Judgment of 23 October 2001 </ref> <ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/10570.pdf Judgment of 17 December 2002 </ref>
'''Teks ini akan dicetak tebal'''
 
== Lihat pula ==
Baris 24 ⟶ 38:
 
== Pranala luar ==
* [http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=3362 Indonesia Kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120412103145/http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=3362 |date=2012-04-12 }}
 
{{Hubungan Indonesia dengan Malaysia}}
Baris 30 ⟶ 44:
[[Kategori:Hubungan luar negeri Indonesia]]
[[Kategori:Hubungan luar negeri Malaysia]]
[[Kategori:Hukum dalam tahun 2002]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 2002]]
[[Kategori:Malaysia dalam tahun 2002]]
[[Kategori:Yurisprudensi hukum internasional]]