Administrasi publik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Bp2010 Exga (bicara | kontrib) k rujukan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan Tugas pengguna baru Tugas pengguna baru: referensi |
||
(120 revisi perantara oleh 79 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{
[[File:FEMA - 43019 - FEMA National Advistory Council meets in Washington, DC.jpg|thumb|right|260px|Administrasi publik adalah disiplin akademis dan bidang praktik; yang terakhir digambarkan dalam gambar pegawai negeri federal [[Amerika Serikat]] pada sebuah pertemuan.]]
'''Administrasi Publik''' ({{lang-en|Public administration}}) atau '''Administrasi Negara''' adalah suatu bahasan [[ilmu sosial]] yang mempelajari tiga unsur penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga [[legislatif]], [[yudikatif]], dan [[eksekutif]] serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik, administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur penyelenggara negara.<ref name="H.G surie">ilmu administrasi negara, suatu bacaan pengantar, 1986. Jakarta: PT gramedia. Hal:3-12</ref>
Secara sederhana, administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana pengelolaan suatu [[organisasi publik]]. Kajian ini termasuk mengenai [[birokrasi]]; penyusunan, penerapan, dan peninjauan [[kebijakan publik]]; [[administrasi pembangunan]]; ke [[pemerintahan daerah]]; ''[[good governance]],'' bahkan perkembangan saat ini telah melingkupi [[kepublikan]] (''publicness'') atau yang biasa dikenal dengan [[nilai publik]] (''public value)''. Sebagai cabang ilmu administrasi, administrasi publik menggunakan semua teori, konsep, dan analisis yang berlaku dalam ilmu administrasi. Pada saat yang sama administrasi publik juga memanfaatkan teori dan konsep yang berlaku dalam beberapa cabang dari ilmu sosial, seperti ilmu politik, ekonomi, psikologi, antropologi budaya, dan sosiologi. Menyadari bahwa permasalahan publik makin lama makin rumit, terutama pada era globalisasi, maka diperlukan penguasaan atas pengetahuan ilmiah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan fungsi dan proses yang berlangsung dalam institusi atau organisasi publik. Harapannya adalah bahwa dalam bidang administrasi publik yang berwawasan lebih luas dan tersedia landasan yang lebih berguna bagi tercapainya tujuan organisasi publiknya secara lebih efisien dan efektif.<ref>{{Cite book|last=Mufiz|first=Ali|date=2014|url=http://repository.ut.ac.id/3955/1/ADPU4130-M1.pdf|title=Pengantar Ilmu Administrasi Negara|location=Tangerang Selatan|publisher=Universitas Terbuka|isbn=9789790115880|pages=1.1|url-status=live}}</ref>
Administrasi publik adalah ilmu yang bersifat multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin sebab administrasi public adalah ilmu untuk memecahkan persoalan publik yang rumit (Farazmand,1999; Box, 2014)<ref>{{Cite journal|last=Farazmand|first=Ali|date=1999-11|title=Globalization and Public Administration|url=https://www.jstor.org/stable/3110299?origin=crossref|journal=Public Administration Review|volume=59|issue=6|pages=509|doi=10.2307/3110299}}</ref> dan multi-sektoral yang berkaitan satu dengan lainnya (Peach,2008).<ref>{{Cite book|last=Sujarwoto|first=Sujarwoto|date=2021|url=https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/DAPU6209-M1.pdf|title=Studi Literatur (Suplemen)|location=Tangerang Selatan|publisher=Universitas Terbuka|isbn=9786233121118|pages=7-8|url-status=live}}</ref>
== Lokus dan fokus ==
[[File:US Navy 020614-N-0552D-001 SPAWAR award winning employee.jpg|thumb|right|200px|Administrator cenderung bekerja dengan dokumen kertas dan berkas komputer. Telah terjadi pergeseran besar dari kertas ke catatan elektronik selama dua dekade terakhir. Meski lembaga pemerintah terus mencetak dan memelihara dokumen kertas sebagai 'catatan resmi,' sebagian besar catatan sekarang dibuat dan disimpan dalam bentuk elektronik."<ref>{{cite web|url=https://www.ipc.on.ca/wp-content/uploads/Resources/up-erdms_e.pdf |title=Electronic Records and Document Management Systems: A New Tool for Enhancing the Public's Right to Access Government-Held Information? |access-date=2017-04-29}}</ref><!-- Gambar tersebut mengilustrasikan seorang pegawai negeri dengan komputer dan kertas dokumen di mejanya:) --> (digambarkan di sini adalah Stephen C. Dunn, Deputi Pengawas Keuangan untuk Angkatan Laut AS)]]
=== Lokus ===
Lokus adalah tempat yang menggambarkan di mana ilmu tersebut berada. Dalam hal ini lokusnya [[ilmu]] administrasi publik adalah: kepentingan publik (''public interest'') dan urusan publik (''public affair'').<ref name="Nicholas Henry.1980. dalam Wahyudi Kumorotomo">Etika Administrasi Negara,1980. Rajawali, hal 121-122.</ref>
=== Fokus ===
Fokus adalah apa yang menjadi pembahasan penting dalam
yang menjadi
== Sejarah ==
Ilmu Administrasi Negara lahir sejak [[Woodrow Wilson]] (1887), yaitu seseorang yang menjadi presiden Amerika Serikat pada 1913-1921. Dia sempat menulis sebuah artikel yang berjudul ''“The Study of Administration”'' yang dimuat di [[jurnal]] [[Political Science Quarterly]]. Kemunculan artikel itu sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda akan perlunya perubahan terhadap pelaksanaan tata pemerintahan yang terjadi di Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya pelaksajaan ''spoil system'' (sistem perkoncoan) yang menjurus pada terjadinya [[inefektivitas]] dan [[inefisiensi]] dalam pengelolaan [[negara]]. Studi ilmu politik yang berkembang pada waktu itu ternyata tidak mampu memecahkan permasalahan tersebut karena memang fokus kajian ilmu politik bukan pada bagaimana mengelola pemerintahan dengan efektif dan efisien, melainkan lebih pada urusan tentang sebuah konstitusi dan bagaimana keputusan-keputusan politik dirumuskan.
[[Berkas:Woodrow Wilson (Nobel 1919).jpg|jmpl|200px|ka|Woodrow Wilson]]
Menurut Wilson, ilmuwan politik lupa bahwa kenyataannya lebih sulit menerapkan konstitusi dengan baik dibanding dengan merumuskan konstitusi itu sendiri. Sayangnya ilmu yang diperlukan untuk itu belum ada. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkam konstitusi dengan baik maka diperlukan suatu ilmu yang kemudian disebut Wilson sebagai ilmu [[administrasi]] tersebut. Ilmu yang oleh Wilson disebut ilmu administrasi tersebut menekankan dua hal, yaitu perlunya efisiensi dalam mengelola [[pemerintahan]] dan perlunya menerapkan ''merit system'' dengan memisahkan urusan politik dari urusan pelayanan publik. Agar pemerintahan dapat dikelola secara efektif dan efisien, Wilson juga menganjurkan diasuhnya prinsip-prinsip yang diterapkan oleh organisasi bisnis ―''the field of administration is the field of business''.
Penjelasan ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh [[Frank J. Goodnow]] yang menulis buku yang berjudul: ''Politics and Administration'' pada tahun 1900. Buku Goodnow tersebut sering kali dirujuk oleh para
ilmuwan administrasi negara sebagai "proklamasi‟ secara resmi terhadap lahirnya Ilmu Administrasi Negara yang memisahkan diri dari induknya, yaitu Ilmu Politik. Era ini juga sering disebut sebagai era paradigma dikotomi politik-administrasi. Melalui paradigma ini, ilmu administrasi jegara mencoba mengartikan keberadaannya yang berbeda dengan Ilmu [[Politik]] dengan [[ontologi]], [[Epistemologi|epistimologi]] dan [[aksiologi]] yang berbeda. Beberapa tahun kemudian, sebuah buku yang secara sistematis menjelaskan apa sebenarnya ilmu administrasi negara lahir dengan diterbitkannya buku [[Leonard D. White]] yang berjudul ''Introduction to the Study of Public Administration'' pada 1926. Buku White yang mencoba merumuskan sosok ilmu administrasi tersebut yang pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai karya ilmuwan sebelumnya yang mencoba menyampaikan gagasan tentang
bagaimana suatu organisasi seharusnya dikelola secara efektif dan efisien, seperti [[Frederick Taylor]] (1912) dengan karyanya yang berjudul ''Scientific Management'', [[Henry Fayol]] (1916) dengan pemikirannya yang dituangkan dalam [[monograf]] yang berjudul ''General and Industrial Management'', [[W.F. Willoughby]] (1918) dengan karyanya yang berjudul ''The Movement for Budgetary Reform in the State'', dan [[Max Weber]] (1946) dengan tulisannya yang berjudul ''Bureaucracy''.
Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara berusaha membangun ''body of knowledge'' ilmu ini dengan terbitnya berbagai artikel dan buku yang mencoba menggali apa yang mereka sebut sebagai prinsip-pinsip administrasi yang universal. Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya artikel [[L. Gulick]] (1937) yang berjudul ''Notes on the Theory of Organization'' di mana dia merumuskan akronim yang terkenal dengan sebutan [[POSDCORDB]] (''Planning, Organizing, Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting''). Tidak dapat dimungkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan body of knowledge ilmu administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu [[manajemen]]. Prinsip-prinsip administrasi sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut pada dasarnya merupakan
prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari administrasi bisnis yang menurut mereka dapat juga diterapkan di organisasi pemerintah.
Perkembangan pergulatan pemikiran ilmuwan administrasi negara diwarnai sebuah era pencarian jati diri Ilmu Administrasi Negara yang tidak pernah selesai. Kegamangan para ilmuwan administrasi negara dalam meninggalkan induknya, yaitu Ilmu Politik, untuk membangun eksistensinya secara mandiri bermula dari kegagalan mereka dalam merumuskan apa yang mereka sebut sebagai prinsip-prinsip administrasi sebagai pilar pokok Ilmu Administrasi Negara. Keruntuhan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi ditandai dengan terbitnya tulisan [[Paul Applebey]] (1945) yang berjudul ''Government is Different''. Dalam tulisannya tersebut Applebey berargumen bahwa institusi pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda dengan institusi [[swasta]] sehingga prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari manajemen swasta tidak serta merta dapat diadopsi dalam institusi pemerintah. Karya [[Herbert Simon]] (1946) yang berjudul ''The Proverbs of Administration'' semakin memojokkan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi yang terbukti lemah dan banyak aksiomanya yang keliru. Kenyataan yang demikian membuat Ilmu Administrasi Negara mengalami "krisis identitas‟ dan mencoba menginduk kembali ke Ilmu Politik. Namun demikian, hal ini tidak berlangsung lama ketika ilmuwan administrasi negara mencoba menemukan kembali fokus dan lokus studi ini.
Kesadaran bahwa lingkungan pemerintahan dan [[bisnis]] cenderung mengembangkan nilai, tradisi dan kompleksitas yang berbeda mendorong perlunya merumuskan definisi yang jelas tentang prinsip-prinsip administrasi yang gagal dikembangkan oleh para ilmuwan terdahulu. [[Dwiyanto]] (2007) menjelaskan bahwa lembaga pemerintah mengembangkan nilai-nilai dan praktik yang berbeda
dengan yang berkembang di swasta (pasar) dan organisasi sukarela. Mekanisme [[pasar]] bekerja karena dorongan untuk mencari laba, sementara lembaga pemerintah bekerja untuk mengatur, melayani dan melindungi kepentingan publik. Karena karakteristik antara birokrasi pemerintah dan organisasi swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi negara menyadari pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang berbeda dengan yang dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan teori-teori administrasi bisnis. Dengan kesadaran baru tersebut maka identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu ilmuwan administrasi negara lebih menempatkan proses administrasi sebagai pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah sebagai tempat praktik (lokus).
== Cabang inti ==
Di bidang akademik, bidang administrasi publik terdiri dari sejumlah sub bidang. Para cendikiawan telah mengusulkan sejumlah set sub-bidang yang berbeda. Salah satu model yang diusulkan menggunakan lima "pilar":<ref name="Shafritz">Shafritz, J.M., A.C. Hyde. 2007. ''Classics of Public Administration''. Wadsworth: Boston.</ref>
* [[Teori organisasi|Teori organisasi dalam administrasi publik]] adalah studi tentang struktur entitas pemerintah dan banyak hal khusus yang ditanamkan di dalamnya.
* [[Etika sektor publik|Etika dalam administrasi publik]] berfungsi sebagai pendekatan normatif dalam pengambilan keputusan.
* [[Analisis peraturan|Analisis kebijakan]] berfungsi sebagai pendekatan empiris untuk pengambilan keputusan.
* [[Penganggaran publik]] adalah aktivitas dalam pemerintahan yang berusaha mengalokasikan sumber daya yang langka di antara permintaan yang tidak terbatas.
* [[Manajemen sumber daya manusia dalam administrasi publik|Manajemen sumber daya manusia]] adalah struktur internal yang memastikan bahwa staf layanan publik dilakukan dengan cara yang tidak memihak, etis, dan berbasis nilai. Fungsi dasar sistem SDM adalah tunjangan karyawan, perawatan kesehatan karyawan, kompensasi, dan banyak lagi (misalnya, [[hak asasi manusia]], [[Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika]]). Para eksekutif yang mengelola direktur SDM dan personel departemen penting lainnya juga merupakan bagian dari sistem administrasi publik.
== Perubahan administrasi negara ke administrasi publik ==
Sejarah tentang perubahan Ilmu Administrasi Negara masih terus berulang. Upaya mendefinisikan diri Ilmu Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi pemerintahan sebagaimana dijelaskan sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Dinamika lingkungan administrasi negara yang sangat tinggi kemudian menimbulkan banyak pertanyaan tentang relevansi keberadaan Ilmu Administrasi Negara sebagai administrasi pemerintahan. Gugatan tersebut terutama ditujukan pada lokus Ilmu Administrasi Negara yang dirasa tidak memadai lagi. Menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerintah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus Ilmu Administrasi Negara. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lembaga pemerintahan tidak lagi memonopoli peran yang selama ini secara tradisional menjadi otoritas pemerintah. Saat ini semakin mudah ditemui berbagai lembaga non-pemerintah yang menjalankan misi dan fungsi yang dulu menjadi [[monopoli]] pemerintah saja. Di sisi yang lain, organisasi [[birokrasi]] juga tidak semata-mata memproduksi barang dan jasa publik, tetapi juga barang dan jasa privat. Pratikno (2007) juga memberikan konstatasi yang sama. Saat ini negara banyak menghadapi pesaing-pesaing baru yang siap menjalankan fungsi negara, terutama pelayanan publik, secara lebih efektif. Selain pelayanan publik, dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial, negara juga harus menegosiasikan kepentingannya dengan aktor-aktor yang lain, yaitu pelaku bisnis dan kalangan ''civil society'' (masyarakat sipil). Secara lebih tegas, Miftah Thoha (2007) bahkan mengatakan telah terjadi
perubahan paradigma “ dari orientasi manajemen pemerintahan yang serba negara menjadi berorientasi ke pasar (''market'').
Menurut Thoha, pasar di sini secara politik bisa dimaknai sebagai rakyat atau masyarakat (''public''). Fenomena menurunnya peran negara ini merupakan arus balik dari apa yang disebut [[Grindle]] sebagai ''too much state'', di mana negara pada pertengahan 1980-an terlalu banyak melakukan intervensi yang berujung pada jeratan [[hutang]] luar
negeri, krisis [[fiskal]], dan pemerintah yang terlalu [[sentralistis]] dan [[otoriter]].
Dwiyanto (2007) menyebut setidaknya ada empat faktor yang menjadi sebab semakin menurunnya dominasi peran negara, yaitu:
# Dinamika ekonomi, politik dan budaya yang membuat kemampuan pemerintah semakin terbatas untuk dapat memenuhi semua tuntutan masyarakat;
# [[Globalisasi]] yang membutuhkan daya saing yang tinggi di berbagai sektor menuntut makin dikuranginya peran negara melalui debirokratisasi dan deregulasi;
# Tuntutan [[demokratisasi]] mendorong semakin banyak munculnya organisasi kemasyarakatan yang menuntut untuk dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan dan implementasinya;
# munculnya fenomena ''hybrid organization'' yang merupakan perpaduan antara pemerintah dan bisnis.
Berbagai fenomena tersebut menimbulkan gugatan di antara para mahasiswa maupun ilmuwan Ilmu Administrasi Negara: Apakah masih relevan menjadikan pemerintah sebagai lokus studi Ilmu Administrasi Negara?
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kata "negara‟ dalam Ilmu Administrasi Negara menjadi terlalu sempit dan kurang relevan lagi untuk mewadahi dinamika Ilmu Administrasi Negara di awal abad ke-21 yang semakin kompleks dan dinamis. Utomo (2007) menyebutkan bahwa dalam perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara telah terjadi pergeseran titik tekan dari negara yang semula diposisikan sebagai agen tunggal yang memiliki otoritas untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan publik menjadi hanya sebagai fasilitator bagi masyarakat. Dengan demikian istilah ''public administration'' tidak tepat lagi untuk diterjemahkan sebagai administrasi negara, melainkan lebih tepat jika diterjemahkan menjadi administrasi publik. Sebab, makna kata ‟publik‟ di sini jauh lebih luas daripada kata ‟negara‟.<ref name=":0">{{Cite web|title=Gamapi – Gamapi|url=https://gamapi.fisipol.ugm.ac.id/gamapi/|language=en-US|access-date=2024-08-25}}</ref> Publik di sini menunjukkan keterlibatan institusi-institusi non-negara baik di sektor bisnis maupun ''civil society'' di dalam pengadministrasian pemerintahan.
Konsekuensi dari perubahan makna ''public administration'' sebagai administrasi publik di sini adalah terjadinya pergeseran lokus Ilmu Administrasi Negara dari yang sebelumnya berlokus pada birokrasi pemerintah menjadi berlokus pada organisasi publik, yaitu birokrasi pemerintah dan juga organisasi-organisasi non-pemerintah yang terlibat menjalankan fungsi pemerintahan, baik dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik maupun pembangunan [[ekonomi]], sosial maupun bidang-bidang pembangunan yang lain.<ref name=":0" />
== Lingkup ==
=== Kebijakan publik ===
[[Berkas:Luther Gulick (social scientist).jpg|jmpl|kiri|200px| Luther Gulick (1892–1993).]]
Dengan adanya pergeseran makna ‟publik‟ sebagaimana dijelaskan di atas, maka ilmu administrasi publik telah menemukan lokusnya secara lebih jelas. Intinya, semua aktivitas yang terjadi pada birokrasi pemerintah dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintah menjadi bidang perhatian ilmuwan administrasi publik. Apabila lokus ilmu administrasi publik menjadi semakin jelas, pertanyaan berikutnya adalah apa yang seharusnya menjadi fokus perhatian ilmuwan administrasi publik. Kegelisahan tersebut kemudian dijawab dengan munculnya studi kebijakan publik sebagai pokok perhatian ilmuwan
administrasi publik. Hal ini merupakan implikasi yang sangat logis karena kebijakan publik merupakan output utama dari pemerintah (Dwiyanto, 2007). Bagi pemerintah, kebijakan merupakan instrumen pokok yang dapat dipakai untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya memecahkan berbagai persoalan publik ''(public affairs)''. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan domestik yang bersifat: ''distributive policy, protective
regulatory policy, competitive regulatory policy, dan redistributive policy (Ripley'',
1985: 60).
Dwiyanto (2007) dengan mengutip pendapat [[Denhardt]] mengatakan bahwa tingginya minat ilmuwan administrasi publik untuk memusatkan perhatian pada studi kebijakan semakin meningkatkan keyakinan bahwa para administrator memiliki intensitas yang tinggi dalam proses perumusan kebijakan publik. Hal ini juga semakin menguatkan argumen bahwa ilmu administrasi publik memang tidak dapat dipisahkan dari induknya [[Ilmu Politik]], sebab proses perumusan kebijakan itu sendiri tidak hanya dilakukan melalui tahapan yang bersifat teknokratis akan tetapi juga melampaui tahapan yang bersifat politis. Tahapan teknokratis dalam proses
perumusan kebijakan memiliki posisi sentral. Sebab, pada tahapan ini berbagai solusi cerdas sebagai upaya memecahkan persoalan masyarakat digodok agar dapat dirumuskan serangkaian alternatif kebijakan yang dapat dipilih oleh para
''policy maker'' melalui proses politik. Pentingnya proses teknokratis dalam pembuatan kebijakan semakin membuat analisis kebijakan publik menjadi keahlian yang sangat vital yang dibutuhkan oleh para praktisi administrasi publik.
Berbagai tokoh seperti [[William N. Dunn]] (1981), [[Carl Patton]] dan [[David Sawicki]] (1983), [[Arnold J. Meltsner]] (1986), dan lain-lain telah menghasilkan berbagai buku penting sebagai acuan para ilmuwan dan praktisi administrasi publik dalam
melakukan kegiatan analisis kebijakan publik. Selain itu, kenyataan bahwa kebijakan yang telah dirumuskan tidak selalu menjamin implementasinya akan berjalan mulus juga memicu munculnya studi implementasi kebijakan publik di dalam ilmu administrasi publik. Para ilmuwan seperti [[Jeffrey Pressman]] dan Aaron Wildavsky (1984), [[Merilee Grindle]] (1980), Malcolm Goggin et.al (1990) merupakan sebagian ilmuwan yang menjadi pelopor pengembangan studi implementasi dalam disiplin Ilmu Administrasi Publik.
=== Manajemen publik ===
Dengan adanya perkembangan terakhir tersebut menjadikan Ilmu Administrasi Publik memiliki lokus dan fokus yang lebih jelas. Lokus studi ini adalah [[organisasi]] publik, sementara fokus perhatiannya adalah persoalan publik (''public affairs'') dan bagaimana persoalan tersebut dipecahkan dengan instrumen kebijakan publik. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, kegelisahan ilmuwan administrasi publik tidak hanya berhenti sampai di sini. Buku [[Owen E. Hughes]] (1998) yang berjudul ''Public Management and Administration'' merupakan pemikiran yang memicu perlunya perubahan dalam mendefinisikan Ilmu Administrasi Publik.
Jika di masa-masa sebelumnya yang dipersoalkan adalah makna ''public'' pada ''public administration'' yang kemudian bergeser dari administrasi negara menjadi administrasi publik, Hughes memulai diskusi dengan menganjurkan untuk menggunakan istilah [[manajemen]] [[publik]] daripada administrasi publik. Pemikiran Hughes tersebut memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan paradigma Ilmu Administrasi Publik yang terjadi pada era 1990an yang mencoba memperbarui mekanisme pengelolaan birokrasi publik yang dikenal sangat hirarkis, lamban, dan tidak efisien dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang
diterapkan pada manajemen bisnis. Keluhan tentang tidak relevannya prinsip-prinsip birokrasi [[Weberian]] sudah sering disampaikan.
Apa yang disampaikan oleh Al Gore sebagaimana dikutip oleh Hughes (1998: 3) tentang buruknya sistem [[birokrasi]] yang bekerja atas dasar prinsip ''Old Public Administration'' barangkali mewakili pemimpin negara yang lain:
:''[…] in today‘s world of rapid change, lightning-quick information technologies, tough global competition, and demanding customers, large, top-down bureaucracies –public or private—don‘t work very well''.
Merespon persoalan tersebut, beberapa pemikir kemudian mengajukan gagasan mereka, seperti: ''managerialism (Pollit, 1993), new public management (Hood, 1991), market-based public administration (Lan, Zhioying & Rosenbloom, 1992), dan post-bureaucratic paradigm (Barzelay, 1992)''. Namun yang paling fenomenal tentu saja pemikiran Osborne dan Gaebler (1992) tentang ''entrepreneurial government'' yang ditulis dalam buku mereka yang menjadi ''best seller'', yaitu ''Reinventing Government''. Gagasan mereka kemudian diadopsi secara luas di berbagai negara setelah pemerintahan [[Clinton]]-[[Gore]] di [[Amerika Serikat]] mengadopsinya secara sukses. Selain di Amerika, gagasan untuk mengembangkan paradigma public managerialism dalam disiplin Ilmu Administrasi Publik juga terjadi di [[Eropa]], terutama di [[Inggris]] ketika tekanan terhadap keterbatasan anggaran bagi penyediaan layanan publik telah memaksa pemerintahan [[Margaret Thacher]] untuk menerapkan berbagai upaya guna lebih mengefisienkan pelayanan publik di Inggris. Rhodes (1991) menyerukan perlunya diterapkan semboyan “3Es” atau ''economy, efficiency dan effectiveness'' agar pelayanan publik di Inggris menjadi lebih efisien.
Berbagai realitas sebagaimana digambarkan di atas membawa pada suatu cakrawala baru di antara para ilmuwan administrasi negara untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa administrasi publik yang berkonotasi sempit perlu diubah menjadi manajemen publik yang lebih memiliki jangkauan yang lebih luas sebagaimana dikatakan oleh Hughes (1998: 4): It is argued here that
administration is a narrower and more limited function than management […]. Dalam argumentasinya lebih lanjut, Hughes mengatakan bahwa menurut definisi kamus, kata "manajemen‟ memiliki makna yang lebih luas dibandingkan "administrasi‟. Dari berbagai definisi kamus yang ada ([[Oxford English Dictionary]], [[Webster Dictionary]] dan Latin Dictionary) dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa administrasi lebih dimaknai sebagai proses dan prosedur yang harus dipatuhi oleh seorang administrator dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan pelayanan publik. Sedangkan manajemen memiliki arti lebih luas, yaitu tidak hanya sekadar
mengikuti prosedur, melainkan berkaitan juga dengan: pencapaian target dan tanggung jawab bagi manajer untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan.
Selain alasan tersebut, Hughes (1998: 6) juga menyebut semakin meluasnya penggunaan istilah "manajemen‟ dan "manajer‟ di sektor publik. Sementara di sisi yang lain, penggunaan istilah ‟administrasi‟ justru mengalami penurunan. Di Indonesia sendiri, sejak [[pemerintahan Kolonial Belanda]] berakhir, penggunaan istilah ‟administrasi‟ di dalam birokrasi pemerintah semakin jarang digunakan. Kalaupun digunakan, istilah ‟administrasi‟ telah mengalami kemerosotan makna sebagai konsep untuk menggambarkan pekerjaan ketik-mengetik atau sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan prosedur surat-menyurat (cf. Utomo, 2007: 131). Apa yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa istilah ‟manajemen‟ memiliki makna lebih superior dibandingkan istilah "administrasi‟. Oleh karena itu Hughes (1998: 6) kemudian mengatakan bahwa:
:''As part of the general process public administration‘ has clearly lost favor as a description of the work carried out; the term manager‘ is more common, where once administrators‘ was used''.
Dukungan terhadap pendapat Hughes juga diberikan oleh Pollitt (1993: vii) yang menyebutkan: ''formerly they were called administrators‘, principal officers‘, finance officers‘ atau assistant directors‘. Now, they are managers‘''.
Tentu saja, pentingnya perubahan dari administrasi menjadi manajemen bukan hanya sekadar sebuah pergantian istilah. Perubahan tersebut akan berimplikasi pada bangun teoretis yang perlu dikembangkan untuk mendukung perubahan nama dari administrasi menjadi manajemen, misalnya menyangkut bagaimana akuntabilitas disampaikan, hubungan eksternal, dan konsepsi tentang pemerintahan sendiri yang juga akan turut berubah.
Konsekuensi dari perubahan nama "administrasi publik‟ ke "manajemen publik‟ secara epistimologis juga berpengaruh terhadap cara bagaimana ilmuwan administrasi publik ke depan mengembangkan ilmu ini. Jika selama ini ilmuwan administrasi publik lebih berkutat pada diskusi yang bersifat filosofis tentang administrasi, standar etika dan norma bagi manajer publik dalam menjalankan tugasnya, maka ke depan jika administrasi publik berubah menjadi manajemen publik, orientasi keilmuan dari disiplin ini juga akan bergeser pada hal-hal yang lebih empirikal tentang bagaimana mengembangkan keilmuan untuk membantu
manajer publik mencapai tujuan organisasi, bagaimana meningkatkan kemampuan manajerial mereka dan bagaimana meningkatkan akuntabilitas para manajer publik tersebut di depan masyarakat. Untuk itu di masa depan ilmuwan administrasi publik harus memahami:
# semakin meningkatnya tekanan terhadap sektor publik untuk melakukan [[restrukturisasi]] dan menyerahkan urusan kepada sektor swasta;
# bagaimana membuat keputusan yang secara ekonomis menguntungkan dengan mempelajari ''public choice theory, principal/agent theory'' dan ''transaction cost theory;''
# perubahan-perubahan lingkungan di sektor swasta seperti kompetisi yang semakin meningkat dan [[globalisasi]];
# terjadinya perubahan teknologi informasi yang dapat membantu manajer publik untuk menyelesaikan berbagai persoalan mereka sehingga ilmuwan manajemen publik ke depan harus belajar perkembangan teknologi informasi untuk diadopsi menjadi [[e-government]]
Pemikiran untuk mengubah nama "administrasi‟ menjadi "manajemen‟ sebenarnya bukan sesuatu yang aneh jika kita merujuk kembali pada gagasan awal yang dikembangkan oleh Wilson (1887: 16) tentang Ilmu Administrasi yang Ia katakan sebagai berikut: ''This is why there should be a science of administration which shall seek to straighten the paths of government, to make it business less unbusinesslike''. Namun demikian, tentu saja manajemen publik yang dikembangkan oleh ilmuwan administrasi publik di masa mendatang jelas akan berbeda dengan manajemen bisnis sebagaimana dikembangkan oleh ilmuwan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
== Kajian administrasi publik ==
# [[Kebijakan Publik]] (Agenda Setting, Formulasi, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi, Analisis Kebijakan, Konflik Kebijakan)
# [[
# [[Keuangan negara|Keuangan]] Publik
# [[Administrasi Pembangunan]] dan Perencanaan Pembangunan Pusat dan Daerah
# [[Otonomi daerah|Otonomi Daerah]]
# Hubungan [[Eksekutif (disambiguasi)|Eksekutif]] dan [[Legislatif]]
# [[Etika Administrasi Publik]]
# [[Pelayanan Publik]]
# [[Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik]]
#
# Manajemen Strategis
# Manajemen Perubahan
# Manajemen dan Resolusi Konflik
# Ekonomi Politik Pembangunan
# Reformasi Administrasi
# ''Good Governance,'' ''Local Governance, Global Governance, Sound Governance, Collaborative Governance, Dynamic Governance''
# Kepemimpinan Sektor Publik
# Pemberdayaan Masyarakat
# Inovasi sektor publik
# Nilai Publik
# Kepublikan
# E-Governance
# Smart City dan TIK
# ''Public, Private, Partnership (PPP)''
# Pengarusutamaan Gender
# Metode Penelitian Administrasi Publik
# Statistik untuk Kebijakan Publik
== Rente birokrasi dan administrasi publik ==
Baris 32 ⟶ 142:
Terminologi e-government menyangkut seluruh [[teknologi informasi]] dan [[komunikasi]] yang dilaksanakan oleh [[pemerintah]] untuk menjangkau seluruh fungsi-fungsi kepemerintahan.
==
* [[Birokrasi]]
* [
== Rujukan ==
<references />
== Bahan bacaan ==
* Applebey, P. 1945. "Government is Different‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.
* Barzelay, M. 1992. Breaking Through Bureaucracy: A New Vision for Managing in Government. Berkeley and Los Angeles: University of California Press. Bozeman, B. & Straussman, J. 1990. Public Management Strategies, Sanfrancisco: Jossey-Bass.
* Darwin, M.M. 2007. "Revitalisasi Nasionalisme Madani dan Penguatan Negara di Era Demokrasi‟, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.
* Dunn, W.N. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall.
* Dwiyanto, A. 2007. "Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: dari Government ke Governance‟, dalam Majelis Guru Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (Eds.), Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: GadjahMada University Press.
* Fayol, H. 1916. General and Industrial Management. London: Pitman and Sons, Ltd.
* Goggin, M.L, Bowman, A.O, Lester, J.P, & O‟toole, Jr., L.J. 1990. Implementation Theory and Practice Toward a Third Generation. Glenview, Illinois, etc.: Foresman and Company.
* Goodnow, F.J. 1900. "Politics and Administration‟, dalam Shafritz, J.M & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.
* Grindle, M.S. 1980. Politic and Policy Implementation in the Third World. Princenton: Princenton University Press.
* Grindle, M.S. 1997. "The Good Government Imperative”, dalam Grindle, M.S. (Ed.). Getting Good Government: Capacity Building in the Public Sectors of Developing Countries. Harvard University Press.
* Gullick. L. 1937. "Notes on the Theory of Organization‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.
* Henry, N. 1990. Public Administration and Public Affairs. New Jersey: Prentice-Hall International Inc.
* Shafritz, Jay M. & Hyde, Albert C.(1992). ''Classics Of Public Administration''. 3rd Ed. California: Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove.
* [[Khaerul Umam|Umam]], K (2022), ''Kebijakan Publik dala Peradaban Islam.'' Edisi 1. Bancung: AP Pustaka.
* Henry, Nicholas (2004). ''Public Administration and Public Affairs''. 9th Ed. Upper Sadle River. New Jersey: Pearson Prentice-Hall
* Willougby, W. 1918. "The Movement for Budgetary Reform in the States‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.
* Wilson, W. 1887. "The Study of Administration‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.
{{Manajemen}}
{{Ilmu sosial}}
{{Pamong Praja|expanded}}
[[Kategori:Administrasi publik| ]]
[[Kategori:Pamong praja]]
[[Kategori:Administrasi]]
[[Kategori:kebijakan publik]]
|