[[Berkas:Nicotine.svg|jmpl|Struktur Nikotin (''Nicotiana tabacum'')yang merupakan salah satu Bioinsektisida dan telah diproduksi secara komersial di beberapa negara.]]
{{inuse|9 Mei}}
Secara umum bioinsektisida adalah bahan-bahan alami yang bersifat racun serta dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktifitas lainnya yang dapat mempengaruhi organisme pengganggu tanaman (Agrios 1998 dan Suryadi 2005). Tumbuhan yang dikenal terlebih dahulu berfungsi sebagai bioinsektisida dan telah diproduksi secara komersial diberbagai negara adalah Chrysanthemum cenerariaefolium (piretrin), Nicotiana tabacum (nikotin), dan Derris spp. (rotenon) (Prijono 1999). Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan insektisida sintetik yang sering disebut pestisida nabati atau bioinsektisida (Kardinan 2002).
'''Bioinsektisida''' adalah bahan-bahan alami yang bersifat [[racun]] serta dapat menghambat [[pertumbuhan]] dan [[perkembangan]], tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, memengaruhi [[hormon]], penghambat makan, membuat [[mandul]], sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang dapat memengaruhi organisme pengganggu tanaman.<ref name="Agrios">{{en}}Agrios. 1998. ''Plant Pathologi''.Hlmn: 262. ISBN 0-12-044565-4. New York: Academic Press.</ref> Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan insektisida sintetik yang sering disebut [[pestisida]] nabati atau bioinsektisida. Alternatif ini dianggap perlu karena kandungan residu insektisida sintetik yang dianggap dapat berakibat fatal, bukan hanya terhadap kesehatan tetapi juga merugikan perdagangan karena ditolaknya produk pertanian yang diekspor.<ref name="Kardinan">Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi.Halmn 6-7. ISBN 979-3357-29-0. Jakarta: Penebar Swadaya</ref>
== Potensi Bioinsektisida dari Kulit Jeruk Manis == ▼
Tumbuhan yang dikenal terlebih dahulu berfungsi sebagai bioinsektisida dan telah diproduksi secara komersial diberbagai negara adalah ''Chrysanthemum cenerariaefolium'' (piretrin), ''Nicotiana tabacum'' ([[nikotin]]), dan ''Derris'' spp. ([[rotenon]]).<ref name="Prijono">Prijono D. 1999. Prospek dan strategi pemanfaatan insektisida alami dalam PHT. Di dalam: Nugroho BW, Dadang dan Prijono D, editor. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida alami, Bogor 9-13 Agustus 1999. Bogor: pusat Kajian PHT IPB. Halaman 1-7. </ref>▼
Bioinsektisida dapat dijadikan sebagai solusi pemecahan masalah penggunaan insektisida sintetik karena aplikasi bioinsektisida pada umumnya tidak menimbulkan residu sehingga aman bagi kesehatan manusia (Hamijaya 2005). Selain itu konsumen dalam negeri maupun luar negeri banyak yang mensyaratkan bahwa produk yang mereka beli harus bebas dari pengaruh insektisida sintetik. Peningkatan permintaan terhadap bahan organik ini tidak ditentukan oleh pendapatan konsumen melainkan kesadaran akan pentingnya komoditas organik (Barus dan Siregar 2005). ▼
Tumbuhan menghasilkan senyawa primer dan sekunder melalui lima jalur biosintesis yaitu metabolisme gula, lintasan asetat malonat, lintasan asetat mevalonat, lintasan sikimat, dan metabolisme asam amino (Kaufman et al. 1998). Senyawa primer dan sekunder ini pada tumbuhan dalam bentuk yang berbeda-beda. Getah merupakan salah satu senyawa primer yang dihasilkan tumbuhan yang berupa suatu materi hasil fotosintesis dan keluar pada saat tanaman mengalami luka. Getah biasanya berupa cairan kental berwarna putih susu dan lengket dengan berat jenis 1,038 g/cm3, kadar air 82,02% dan kandungan aktivitas proteolitiknya 307,8 MCU (Sabari et al. 2001). Pada umumnya seluruh bagian tanaman mengandung getah, namun bagian tumbuhan yang paling banyak mengandung getah adalah pada bagian buahnya (Kalie 1996).
== Dampak Penggunaan insektisida sintetik ==
Penggunaan insektisida sintetik dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Hal ini dikarenakan residu insektisida sintetik masih menempel pada sayuran ketika dikonsumsi walaupun telah dilakukan pencucian. Dilaporkan beberapa jenis insektisida bahan aktifnya dapat tersimpan dalam air susu ibu (ASI) sehingga apabila terkonsumsi oleh balita dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi (Kamrin 1997).
Selama ini pengembangan suatu teknologi pertanian berjalan hanya sebatas penelitian saja. Berbagai teknik pengendalian organisme pengganggu tanaman secara alami hanya ada dalam buku-buku dan jarang sekali diaplikasikan dimasyarakat. Hal ini dikarenakan pengembangan suatu teknologi hanya dilakukan oleh salah satu pihak saja sehingga tidak berjalan dengan semestinya. Dalam hal pemerintah belum optimal dalam mendukung kegiatan penelitian berbasis teknologi ramah lingkungan, perguruan tinggi mengalami kekurangan dana dalam melakukan penelitian dan pengembangan, dan masyarakat masih belum mau menerima teknologi baru walaupun ramah lingkungan karena kurangnya pengetahuan dan belum ada kebijakan yang mengatur tenatng masalah ini. Prinsip co-management merupakan suatu tindakan yang mempertemukan secara sinergis antara pengaturan yang bersifat “top down” yang berasal dari pemerintah dan “bottom-up” yang merupakan aspirasi masyarakat, dan perguruan tinggi sebagai lembaga penelitian dan pengembangan (Pomeroy 2004).
Pengembangan prinsip co-management telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan sistem pengelolaan perikanan dan kelautan di Indonesia. Irliyandi (2006) melaporkan prinsip co-management baik digunakan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan sumber daya perikanan. Prinsip co-management memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah pemerintah menerima manfaat dari pengelolaan yang lebih tepat sasaran, perguruan tinggi atau lembaga penelitian terpacu untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan penemuan teknologi pertanian, dan masyarakat mendapat manfaat berupa peningkatan kesejahteraan hidup.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pengembangan getah pepaya sebagai bioinsektisida di Indonesia adalah sebagai berikut: Pemerintah memberikan legalitas untuk berkembangnya bioinsektisida dari kulit jeruk di Indonesia, membantu program penelitian dan pengembangan, membuat program memasyarakatkan mengenai arti penting bioinsektisida bagi pertanian indonesia, memperketat keberadaan pestisida sintetik; sedangkan peran perguruan tinggi atau lembaga penelitian adalah meningkatkan penelitian dan pengembangan bioinsektisida; serta peran serta masyarakat dalam hal ini adalah membantu dalam merealisasikan pemanfaatan kulit jeruk sebagai bioinsektisida dan memasyarakatkan pentingnya bioinsektisida bagi pertanian indonesia dan peningkatan kesejah teraan petani.
▲== Potensi Bioinsektisida dari Kulit Jeruk Manis ==
Agrios. 1998. Plant Pathologi. New York: Academic Press.
▲ Bioinsektisida dapat dijadikan sebagai solusi pemecahan masalah penggunaan [[insektisida sintetik ]] karena.<ref name="Hami">Hamijaya MZ dan Asikin A. 2005. Teknologi ”Indiggenous” dalam mengendalikan hama padi di Kalimantan Selatan. Dalam Simposium Nasional, Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi. Bogor 22 November 2005.</ref> Hal ini dikarenakan aplikasi bioinsektisida pada umumnya tidak menimbulkan [[residu ]] sehingga aman bagi kesehatan manusia (Hamijaya 2005). <ref name="Hami"/> Selain itu konsumen dalam negeri maupun luar negeri banyak yang mensyaratkan bahwa produk yang mereka beli harus bebas dari pengaruh insektisida sintetik. <ref name="Hami"/> Peningkatan permintaan terhadap bahan organik ini tidak ditentukan oleh pendapatan konsumen melainkan kesadaran akan pentingnya komoditas [[Senyawa organik |organik]] (BarusHal daninilah Siregaryang 2005)menjadi keunggulan bioinsektisida. <ref name="Hami"/>
BPS (Biro Pusat Statistik). 2007. Data produksi sayuran Indonesia. http://www.deptan.go.id/bdexim/. [6 April 2007]
BPS (Biro Pusat Statistik). 2007. Data ekspor-impor sayuran Indonesia. http://www.deptan.go.id/bdexim/. [6 April 2007]
Ditjen BPPHP. 2002. Volume dan Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia Tahun 2000-2001. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura.
Hamijaya MZ dan Asikin A. 2005. Teknologi ”Indiggenous” dalam mengendalikan hama padi di Kalimantan Selatan. Dalam Simposium Nasional, Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi. Bogor 22 November 2005.
Irliyandi F. 2006. Pembentukan Badan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut (BP-DPL) dengan model Co-Managemant sebagai Alternatif Solusi Pengelolaan Berkelanjutan di Kepulauan Raja Ampat. Lomba Karya Tulis Mahasiswa Lingkungan Hidup. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
=== Bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida ===
Kalie MB. 1996. Bertanam Pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Beberapa bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber bioinsektisida adalah daun mimba (Azadirachta indica), daun paitan (Tithonia diversifolia), daun sirih (Piper betle Linn.), akar philodendron (Philodendron martianum.), akar philodendron jari (Philodendron bipinnatifidum), akar monstera (Monstera deliciosa), dan akar tuba (Derris elliptica) yang mengandung metabolit sekunder pada bagian akar (Anton Muhibuddin, dkk., 2009). Getah Pepaya juga dapat menjadi salah satu bahan bioinsektisida.<ref name="Bertanam Pepaya">Kalie MB. 1996. Bertanam Pepaya. Hlmn 92-93. ISBN 979-489-389-7. Jakarta: Penebar Swadaya</ref> Pada umumnya,tumbuhan menghasilkan senyawa primer dan sekunder melalui lima jalur [[biosintesis]] yaitu [[metabolisme]] gula, lintasan [[asetat]] malonat, lintasan [[asetat mevalonat]], [[lintasan sikimat]], dan [[metabolisme]] [[asam amino]].<ref name="Moore">{{en}}Moore TC. 1989. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. Edisi-2. New York: Springer-Verlag</ref> Senyawa primer dan sekunder ini pada tumbuhan dalam bentuk yang berbeda-beda.<ref name="Moore"/> Getah merupakan salah satu senyawa primer yang dihasilkan tumbuhan yang berupa suatu materi hasil [[fotosintesis]] dan keluar pada saat tanaman mengalami luka.<ref name="Sabari">Sabari SD, Broto W, Mulyani T, Yuni S, Pratikno S. 2001. Perbaikan teknologi penyadapan dan pengawetan getah pepaya segar untuk produksi papain. Jurnal Hortikultura 11 (3):196-206.</ref> Getah biasanya berupa cairan kental berwarna putih susu dan lengket dengan berat jenis 1,038 g/cm3, kadar air 82,02% dan kandungan aktivitas proteolitiknya 307,8 MCU.<ref name="Sabari"/> Pada umumnya seluruh bagian tanaman pepaya mengandung getah, namun bagian yang paling banyak mengandung [[getah]] adalah pada bagian buahnya<ref name="Bertanam Pepaya"/> Menurut Anton Muhibuddin, 2009, secara sederhana, cara pembuatan bio insektisida dari bahan-bahan di atas adalah: pertama akar philodendron, monstera, dan tuba serta daun sirih, mimba, pepaya dan paitan ditimbang sebanyak 40 g, dicuci bersih dan selanjutnya dibilas dengan alkohol 70% selama 3 menit. Selanjutnya akar ataupun daun dipotong sektar 0,5 cm dan direndam dalam 200 ml aquades yang diletakkan dalam botol yang tertutup rapat. Rendaman akar atau daun ini disimpan selama 24 jam pada suhu kamar dengan tujuan mengeluarkan senyawa kimia dari organ tanaman. Setelah 24 jam larutan disaring menggunakan kertas saring dan ditempatkan pada botol plastik steril. Pemanasan adalah salah satu cara ekstraksi yang juga dilakukan. Proses awal sebelum pemanasan bahan tanaman sama dengan cara mendapatkan ekstrak tanaman melalui proses perendaman. Aquades yang ditambahkan sebanyak 250 ml. Penambahan jumlah aquades bertujuan mengantisipasi penguapan air. Pemanasan tanaman dilakukan di atas kompor selama 10 menit dimulai setelah campuran mendidih. Selanjutnya larutan disaring menggunakan kertas saring dan ditempatkan pada botol plastik steril.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Kamrin MA. 1997. Pesticide Profiles: Toxicity, Environmental, Impact, and Fate. New York: Lewis Publisher.
== Referensi ==
Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
{{Reflist}}
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup). 1987. Teropong Masalah Pestisida (Terompet). Jakarta: WALHI.
Pomeroy, Robert. 2004. Fisheries co-Management A Fact Sheet for Connecticut Fishermen. Connecticut Sea Grant Extension. Department of Agriculture and Resource Economics University of Connecticut.
[[Kategori:Biopestisida]]
▲Prijono D. 1999. Prospek dan strategi pemanfaatan insektisida alami dalam PHT. Di dalam: Nugroho BW, Dadang dan Prijono D, editor. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida alami, Bogor 9-13 Agustus 1999. Bogor: pusat Kajian PHT IPB. Halaman 1-7.
Sabari SD, Broto W, Mulyani T, Yuni S, Pratikno S. 2001. Perbaikan teknologi penyadapan dan pengawetan getah pepaya segar untuk produksi papain. Jurnal Hortikultura 11 (3):196-206.
|