Misiologi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Mita Rosita (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(15 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Misiologi''',atau '''ilmu pengetahuan misi''', adalah wilayah lingkup [[teologi]] yang mempelajari mandat, pesan dan karya [[misionaris]] [[Kristen]]. Misiologi adalah refleksi multi-disipliner dan ''cross-cultural'' pada semua aspek penyebaran agama Kristen, meliputi [[teologi]], [[antropologi]], [[sejarah]], [[geografi]], teori dan metode [[komunikasi]] dan metodologi. Ilmu pengetahuan misi mempelajari akibat positif dan negatif dan strategi penyebaran Kristen. Misiologi juga mempelajari dampak [[evangelisme|evangelisasi]] dan amal. Salah satu tujuan misiologi adalah memisahkan antara praktik yang penting untuk Kristen dan praktik Kristen yang dapat bervariasi di antara komunitas-komunitas namun masih menyatakan kepercayaannya pada agama Kristen.
 
== Sejarah ==
Ilmu pengetahuan misi mempelajari akibat positif dan negatif dan strategi penyebaran Kristen. Misiologi juga mempelajari dampak [[evangelisme|evangelisasi]] dan amal.
Theologi Kristen dikembangkan selama beberapa abad, dimulai pada abad ke-dua dan berlanjut sampai sekarang. Misiologi sebagai sebuah disiplin theologia terlihat pada masa Kristen, hanya pada abad ke-19. Adalah misionaris Scottish, Alexander Duff, yang kali pertama mengembangkan sebuah sistematika teori misi dan ditetapkan pada tahun 1867 sebagai ketua baru dari Theologi Penginjilan di Edinburgh.<ref>Andrew F. Walls. “Alexander Duff,” in Gerald H. Anderson (ed.). ''Biographical Dictionary of Christian Missions'' Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1999) 187-188.</ref> Ketua misiologi pertama berakhir setelah keluarnya Duff, tapi landasan sudah diletakkan. Beberapa tahun kemudian, theolog lain, diakui sebagai pendiri misiologi dengan memegang disiplin dalam dirinya sendiri.<ref>Hans Kasdorf, “Gustav Warneck, 1834-1910: Founder of the Scholarly Study of Missions,” in Gerald H. Anderson (ed.). ''Biographical Dictionary of Christian Missions'' Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1999, 373-382.</ref>
 
[[Gustav Warneck]] mendirikan ''Allgemeine Missions Zeitschrift'', sebuah perioda mula-mula pengetahuan misionaris, tahun 1874. Pada tahun 1897, dia ditetapkan sebagai ketua misionaris di The University of Halle, Jerman. Tiga bidang pekerjaannya dalam teori misi Protestan dan resetnya dalam sejarah misionaris protestan melahirkan kekuatan disiplin yang luar biasa. Terpengaruh oleh karya Warneck, sejarawan gereja Katolik Joseph Schmidlin mulai mengajar misiologi sejak tahun 1910 di University of Munster dan ditetapkan sebagai Ketua Misiologi Katolik di perguruan tinggi yang sama, tahun 1914.<ref>Karl Muller, SVD, “Joseph Schmidlin, 1876-1944: Pioneer of Catholic Missiology," in Gerald H. Anderson (ed.). ''Biographical Dictionary of Christian Missions'' Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1999, 402-409.</ref>
Salah satu tujuan misiologi adalah memisahkan antara praktek yang penting untuk Kristen dan praktek Kristen yang dapat bervariasi diantara komunitas-komunitas namun masih menyatakan kepercayaannya pada agama Kristen.
 
== PranalaCakupan luarpembelajaran ==
# Misiologi mengemuka pada mula-mula seiring dengan studi theologi Kristen. Di tangan lain, selama beberapa abad dari misi para misionaris mempertemukan beberapa kultur dan perilaku untuk menerima Injil oleh masyarakat berbeda. Ini menyebabkan para theolog berefleksi kabar-kabar kehidupan sosial masyarakat Kristiani, dan antropologi, dan Kristiani. Menyampaikan Injil dan memperbandingkan pengajaran Kristen bersama agama lain, atau pengajaran sekuler membuat tugas para misionaris bahkan menjadi lebih sulit. Mereka memerlukan teori utuh dalam kerangka kerja di mana mereka dapat secara efisien menemukan misi mereka dan berhasil menyampaikan Kabar Baru.
* [http://www.missiology.org Missiology.org]
Dengan cara ini, misiologi menjadi disiplin theologi Kristen yang terinteraksi dengan beberapa disiplin ilmu, antara lain antropologi, sejarah, geografi, [[teori komunikasi]], perbandingan agama, [[ilmu sosial]], pendidikan, psikologi, hubungan antarmat beragama, dan lain-lain. Inti dari disiplin baru terdapat pada pengajaran gereja: "Inherent in the discipline is the study of the nature of God, the created world, and the Church, as well as the interaction among these three."<ref>Morreau, A. S. "Missiology." ''Evangelical Dictionary of Theology''. ed. Walter A. Elwell. 2nd ed. Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2001, 780-83.</ref> Dan pada saat yang sama ajaran Kristen perlu untuk menggambarkan bukti dari berbagai ilmu-ilmu lain sehingga melalui disiplin misiologi, misionaris memperoleh pemahaman yang lebih baik dari berbagai cara lain pengajaran dan menerima Injil oleh orang-orang dari dunia.
 
== Definisi ==
{{kristen-stub}}
Cakupan luas dari studi disiplin misiologi membuat bagi para missiologis untuk menyepakati definisi terpadu bagaimana semestinya misiologi. Sebuah pendekatan dilakukan untuk merefleksikan bahwa misi dan kemudian menetapkan cara bagaimana misi terjelaskan secara theologikal: “Mission is the participation of the people of God in God’s action in the world. The theological and critical reflection about mission is called missiology”<ref>Cardoza-Orlandi Carlos F. ''Mission: an Essential Guide''. Nashville, Abingdon Press, 2002, p. 15.</ref>
'''Misiologi Kristen'''
 
== Referensi ==
Gereja tidak akan berkembang tanpa adanya missi. Misi pada umumnya berbicara tentang pekabaran Injil. Adapun tujuan misi adalah untuk mengidentifikasi dari peristiwa masa lampau. Istilah Misiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Missio yang berarti pengutusan. Gereja Katolik menggunakan kata Misi sedangkan Kristen Protestan memakai kata Zending, untuk menujuk pada pekabaran Injil.
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
Beberapa hal yang harus dipelajari dalam pekabaran Injil adalah 1). Mengapa Gereja harus melakukan pekabaran Injil, hal ini berkaitan dengan motivasi. 2). Siapa yang harus melakukan pekabaran Injil, hal ini berhubungan dengan subjek. 3). Kepada siapa Injil harus disebarkan, hal ini berhubungan dengan objek pekabaran Injil. 4). Bagaimana cara melakukan pekabaran Injil, hal ini berhubungan dengan metode pekabaran Injil, dan 5). Untuk apa pekabaran Injil dilakukan, hal ini berhubungan dengan sejarah pada masa lampau.
* [http://www.missiology.org Missiology.org]
Adapun pengertian pekabaran Injil adalah pengutusan Gereja oleh Yesus Kristus Juruselamat dunia untuk melasanakan perintah-Nya demi nama Tuhan, yaitu: memanggil semua orang di atas dunia dan mengabarkan kepada mereka Injil Kerajaan Allah, supaya oleh kuasa Roh Kudus mereka diselamatkan dari dosa dan penghakiman hingga menjadi warga kerajaan-Nya yang melakukan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya.
Menurut Alkitab ada beberapa alasan menberitakan Injil, yaitu:
1. Ketaatan kepada Kristus, seperti yang terdapat dalam Matius 28:19-20.
2. Eklesiologis, sesuatu yang berkaitan dengan akhir zaman. Kerena pada masa itu akan terjadi terjadi masa penghakiman orang yang percaya dan dan tidak percaya kepada Yesus Kristus.
3. Kasih, karena kita sudah terlebih dahulu dikasihi Allah maka kita mengasihi orang lain dan kita wajib memberitakan kasih kepada sesama ciptaan.
4. Peneumatologi, Roh Kudus bekerjasama dengan roh manusia dan bekerjasama dalam pekabaran Injil.
5. Soteriologi, bagaimana kita menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Di mana keselamatan diperoleh melalui percaya kepada Yesus kristus.
6. Diakonis, karena Kristus sudah melayani kita maka kita memiliki tanggungjawab kepada Kristus.
Dalam bagian selajutnya akan dipaparkan dasar Alkitabiah mengenai pekabaran Injil. Baik disorot dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Alkitab Perjanjian Baru.
DASAR ALKITABIAH
1. PerJanjian Lama.
Dalam Perjanjian Lama belum terdapat penegasan yang tegas untuk melakukan pekabaran ke luar terhadap segala bangsa. Yang di utamakan dalam PL adalah pemilihan bangsa Israel dan hubungannya dengan bangsa-bangsa lain. Dalam bagian selanjutnya akan dipaparkan tiga aspek dari pemilihan Israel dan yaitu aspek universalisme, eschatologis, dan aspek mesianis.
a. Universalisme.
Pada bagian awal Kitab Suci terlihat perbuatan-perbuatan Allah terhadap seluruh dunia. Ia bertindak secara universal, tindakan ini dapat dilihat dalam cerita penciptaan langit dan bumi serta penempatan manusia yang di dalamnya merupakan pra-sejarah keselamatan untuk seliruh dunia (kej 1 s/d 11), adalah pendahuluan dan latarbelakang sejarah Israel selanjutnya.
Kisah pemilihan Abraham dari keturunannya merupakan persiapan bagi pemilihan bangsa Israel yang berwujud dalan keluarnya bangsa Iasrael dari Mesir. Pemilihan bangsa Israel tidak bertujuan egoisme-keselamatan, melainkan universalisme-keselamatan. Dengan memilih umat Israel, maka Allah mengarahkan pandangan kepada seluruh dunia.
Pemilihan Israel adalah jalan yang ditempuh Allah untuk mencapai tujuan-Nya. Yaitu pengakuan nama-Nya oleh setiap bangsa. Adapun yang menentukan dalam hidup bangsa-bangsa ialah sikapnya terhadap Israel dan dengan demikian terhadap Allah Israel. Sikap ini terlihat dalam dua sisi yaitu yang pertama dilukiskan secara negatif: merupakan godaan dan ancaman (penyembahan Baal, mis. Bil 25: Bangsa Falistin dan orang Kanaan yang dibiarkan tinggal di dalam negeri) dan pelaksanaan hukum Allah terhadap Israel. Dalam hal ini unsur kekafiran bangsa-bangsa diutamakan. Dan sisi positif terlukis dalam penilaian yang sangat positif terhadap segala bangsa: mereka akan tertarik masuk kedalam lingkungan-terang, yang bersangkutan dengan keselamatan yang terjadi bagi Israel.
Demikianlah bangsa-bangsa menjadi penonton, bahkan menjadi saksi mata perbuatan-perbuatan agung, seperti perbuatan-perbuatan Allah terhadap umat Israel. Hal ini nyata di dalam kitab Mazmur, sebagai contoh: “Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya supaya jalanmu dikenal di bumi dan keselamatan-Mu di antara semua bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah….”. (Mzm 67:2-4) dan juga terdapat dalam Mazmur 67:2-4, 100:1-4.
Universalisme-keselamatan dibentangkan pula dalam beberapa kitab lain seperti kitab Rut, Yunus, dan Deotero-Yesaya (Yes 40:55). Kitab Rut menceritakan bagaimana seorang perempuan asing (Moab) mengaku percaya kepada Allah Israel, menjadi senasib dengan Israel bahkan diperkenankan menjadi nenek raja Daud. (bdk Mat 1:5). Kitab Yunus mengingatkan kepada orang-orang Yahudi yang berada dalam pembuangan bahwa mereka tidak boleh sesuatu rintangan antara Allah dan bangsa-bangsa lain. Jadi, wilayah kekuasan Tuhan meliputi seluruh bumi, barulah diakui oleh umat Israel tetapi akan diakui oleh umat manusia.
b. Eskatologis.
Para nabi sering juga menyampaikan berita dari Allah kepada bangsa-bangsa. Seringkali mereka mengabarkan hukuman, baik kepada bangsa Israel maupun kepada bangsa-bangsa lain. Kadang hukuman atas bangsa Israel dilaksanakan oleh bangsa lain. Adakalanya terdengar hukuman atas bangsa-bangsa akibat sikap mereka terhadap Allah Israel dan acap kali keselamatan atas keduanya: melihat keselamatan Israel, “maka bangsa akan mengetahui bahwa bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Aku, Tuhan, menguduskan Israel…“ (Yeh 37:28; bnd 39:21-29).
Di dalam pemberitaan para nabi selalu ada pengharapan bahwa bangsa-bangsa selalu bertindak menuju pusat kehadiran Allah Israel, lalu mereka mengaku nama-Nya. Keselamatan eskatologis di gambarkan dengan datangnya berarak-arakan bangsa-bangsa, satu pawai yang besar kearah Sion. Kedatangan itu adalah gerakan yang sentripetal, menuju pusat dimana tersedia keselamatan yang ada pada Allah dan umat-Nya.
Bukan Israel yang bertindak, bukan pula bangsa-bangsa yang bertindak tetapi Allah sendirilah yang bertindak terhadap pusat sejarah dan pusat dunia, dan dengan jalan demikian semua bangsa akan datang untuk melihat dan akhirnya untuk disangkut pautkan dalam drama-keselamatan. Bukan Israel yang dipanggil menjadi saksi, tetapi bangsa-bangsa menyaksikan apa yang terjadi di Israel, sehingga mereka menjadi irihati dan mencari Allah Israel.
c. Mesianis.
Dalam pengharapan bangsa Israel akan masa depan, pemegang kunci adalah Almasih (Mesias) yang dijanjikan selaku pembawa keselamatan. Sering kali pengharapan itu berpusat pada diri Daud dan keturunannya yang akan memerintah dengan adil dan damai pada zaman akan datang sebagai raja yang diberikan Allah. seperti yang tertulis dalam 2 Sam 7; Yes 9:6; 11:1-10; Yer 23:5-6; Yeh 34:23 dyb; Am 9:11-15; Mi 5:1-5; Hag 2:23; Za 9:9-10; Mzm 72; 89 dan 132 dll) yang menarik perhatian khusus ialah Za 9:9, dimana raja penyelamat (mesias) itu disebut lemah lembut dan mengendari seekor keledai..”. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa raja damai itu berminat terhadap orang miskin dan yang ditindas, dan menberi keadilan kepada mereka yang menderita (Mzm 72; Yes 9). Ciri-ciri raja adalah keadilan; dia akan bertindak sebagai ratu adil.
 
2. Zaman antara PerjanJian Lama dan Perjanjian Baru.
Seringkali dikemukakan bahwa “pekabaran Injil Kristen merupakan lanjutan dari porselin Yahudi”. Usaha-usaha porselin Yahudi terlihat dalam abad-abad terakhir sebelum zaman Kristus dan abad-abad pertama tarikan Masehi (k. l. 200 sbl. Kr.- k.i 150 ses, Kr). Tetapi lambat laun pendapat seperti itu mulai ditinjau kembali, teristimewa berdasarkan penyelidikan yang lebih mendalam mengenai porselitisme Yahudi.
Umat Yahudi sebelum Kristus memperlihatkan kegiatan yang bukan main besarnya untuk mencari peselit. Dasar Alkitabiah mereka terbagi dua yaitu 1) orang asing berasal dari luar negeri dan yang hanya sementara waktu berada di daerah Palestina sebagai tamu. 2) Mereka mengenal orang asing yang menetap ditengah-tenganh orang Israel. Dengan dasar “ Allah menunjukan kasih-Nya kepada orang asing” (Ul 10:18). “ sebab itu haruslah kamu menujukan kasih kepada orang asing sebab kamupun adalah orang asing di Mesir.”(Ul 10:18).
Dalam sejarah umat Yahudi pada mula tarik Masehi tidak ada masalah yang lebih hangat daripada soal proselitisme. Di antara para Rabi sendiri ada banyak perselisihan-paham, dan hasil perdebatan ini tercermin dalam Talmud. Ada dua pendapat mengenai hal ini yang terlihat dalam pendapat masing-masing pendiri yakni Sammai dan Hillel. Hillellah yang paling positif, sebagaimana ternyata dari ungkapannya: “kasihilah segenap umat manusia dan bawalah mereka dekat kepada Torah” (Aboth 1:12). Suatu hikmad Talmud juga menjelaskan perbedaan itu: ”terjadilah pada suatu hari bahwa seseorang dari bangsa-bangsa menghadap Sammai dan berkata kepadanya, “jadikanlah aku seorang porselit, asal saja engkau asalkan engkau mengajarkan kepadaku segenap Torah di dalam waktu aku berdiri diatas satu kaki!” Sammai mengusirnya. Ia menghadap Hillel, yang meluluskan permintaannya dan meluluskannya sebagai porselit sambil berkata: “ Apa yang kau benci, janganlah engkau perbuat itu kepada sesamamu! Itulah segenap hukum Torah, yang lain adalah tafsiran melulu. Pergilah dan belajarlah!”
Seperti yang dikatakan di atas, garis utama adalah positif. Porselintisme dianggap sebagai suatu usaha yang berjasa, “Barang siapa membuat orang kafir kenal kepada Allah, ia seakan-akan membuat menjadi ciptaan yang baru” Idr. Ger. r. 8;10). Syarat yang harus harus dipenuhi ada tiga: sunat, baptisan-porselit (dengan cara diselamkan, sebagai penyucian dari dosa-dosa sewaktu masih kafir ) dan persembahan kurban (selama masih ada Bait Allah). ketiga syarat ini dihubungkan dengan Keluaran 12:48, 19 (percikan darah) dan Kel 24 (perjamuaan kurban); peristiwa-peristiwa ini memdahului perjanjian di Sinai. Barang siap memenuhi ketiga syarat ini di terima sebagai orang Yahudi.
Namun, masih ada perbedaan dengan seseorang porselit tudak boleh menaggil Abraham “Bapa Kita” melainkan “bapa Israel”. Di dalam Talmud disebutkan bahwa orang-orang yang bukan Yahudi disebut sebagai orang yang lebih baik dari pada orang kafir (bangsa-bangsa lain), oleh karena mereka mengaku apa yang disebut “ketujuh Perintah Anak-anak Nuh” yang seharusnya yang dipegang oleh manusia, yakni: melaksanakan keadilan dan kejujuran, larangan menghujat nama Allah, larangan menyembah berhala, berzinah manumpahkan darah, merampas atau memaksa sesuatu dari binatang hidup”.
Adapun yang dicita-citakan ialah memasiki agama Yahudi selaku porselit dalam arti sepenuhnya. “ Pertobatan kepada Agama Yahudi berarti tak lain dan tak bukan adalah naturalisasi menjadi orang Yahudi. Jadi kesimpulannya keakaktifan orang Yahudi terhadap orang kafir (orang yang bukan Yahudi) tidak merupakan penyebaran agama (missi), melainkan memperlihatkan ciri-ciri khas dari porselitisme mencari jiwa. Atau propaganda keagamaan.
 
3. Perjanjian Baru.
Penyelidikan perjanjian Lama dan zaman antara perjanjian Lama dan perjanjian Baru merupakan persiapan bagi pekabaran injil dalam Perjanjian Baru. Dalam bagian selanjutnya akan dibahas pembahasan dan tindakan Yesus, Jemaat Pertama, Paulus, penginjilan sinoptik dan sisa perjanjian Baru.
a. Yesus.
Pemberitaan dan tindakan Yesus terhadap orang-orang kafir merupakan kebalikan mutlak dari porselitisme Yahudi. Telah kita lihat bahwa usaha porselit itu kurang berdasarkan eskhatologia, tetapi meripakan antisipasi dari janji Allah, di dalam ketidak sabarannya. Tetapi dalam PB titik tolaknya adalah pengaharapan eskhatologis mengenai pertobatan bangsa-bangsa dan penyembahan mereka kepada Allah yang benar dan Allah yang tunggal.
Inti pusat berita Injil adalah maklumad Yesus tentang kerajaan Sorga yang telah mendekat (Mat 4:17). Sebab itu patutlah para pendengar bertobat! Berita itu dibawa khusus melalui para rasul, kepada segala domba kaum Israel dahulu, tetapi serentak mereka juga merupakan Israel yang dinanti-nantikan, Israel eskhatologis, Israel yang genap, lengkap, baru, Israel masa depan yang dijanjikan oleh Allah. hal ini mengandung arti bahwa Yesus menuntut demi nama Allah, supaya segenap Israel kembali menjadi Israel sesungguhnya.
Yesus tidak melakukan pekabaran Injil dalam arti yang sungguhnya. Dia hanya mengadakan tanda-tanda kasih sewaktu-waktu. ”Pemberitaan dan tindakan Yesus terhadap Israel menjadi kesaksian bagi orang kafir (bangsa-bangsa lain). Dia berdiri di tempat orang Israel yang berdosa, selaku hamba Tuhan, ia juga menderita. Selaku kerajaan Sorga yang mendekat, supaya orang-orang berdosa dari antara semua bangsa bersama-sama dengan domba-domba yang sesat dari kaum Israel, datang untuk diketemukan, diselamatkan dan diampuni dosanya. Untuk kedua belah pihak ada satu syarat saja: pertobatan.
Perintah untuk keluar dan membawa berita Injil kepada orang-orang bangsa lain belum diberikan oleh Yesus. Korban belum dipersembahkan sepenuhnya. Yesus mengorbankan diri-Nya di kayu salib “bagi banyak orang” (Mar 10:45). Barulah didalam kebangkitannya tampak kedatang kerajaan Sorga: barulah setelah kebangkitan Yesus, Yesus sendiri memberi perintah tegas untuk keluar dan membawa kabar-baik itu kepada semua bangsa (Mat 28:18-20).
Sebelum itu masa panen sudah mulai bagi Yesus(Mat 9:37-38), tetapi hanya orang-orang sekitar belum mengerti. Atau dapat juga kita katakan sebagai berikut: belum ada pemberitaan Kristologis/Kristosentris. Keselamatan mesianis sudah datang tetapi Almasih masih tersembunyi.
b. Jemaat Mula-mula.
Dalam kitab Kisah Para Rasul dapat kita bedakan beberapa golongan. Yang pertama adalah jemaat mula-mula di Yerusalem. Nama Petrus tidak dapat dilepaskan dari jemaat itu. Dia lah saksi pertama tentang kebangkitan ( I Kor 15:5, Luk 24:34 dan Yoh 20, 21). Untuk jemaat pertama kebangkitan itu merupakan tanda pemulihan kembali persekutuan antara Tuhan dengan murid-murid-Nya, juga antara murid yang satu dengan murid yang lain. Kebangkitan itu “bukti” bahwa Kerajaan sorga telah datang. Di mana Yesus menjadi isi-pusat Pekabaran Injil. Dia lah autobasileia (Kerajaan Allah dalam diri-Nya) seperti yang diungkapkan Origenes.
Jemaat pertama berkumpul di Yerusalem, di situ para murid harus menunggu kedatangan Roh Kudus (Kis 1:6); di situ pula Roh Kudus dicurahkan (Kis 2:1-13). Di situ pula tempat pekabaran Injil yang pertama (2:14-39). Pemberita pertama adalah Pertus. Dia lah yang memimpin jemaat pertama (bnd Mat 16:18-19; Yoh 21:15 dan Gal 1:8). Kita dapat melihat beberapa khotbah Petrus yang tertulis dalam Kisah para Rasul. Menutut C.H. Dodd, kotbag itu mencerminkan inti-pati kerygma (pemberitaan) jemaat pertama di Yerusalem. Pemberitaan itu ditunjukan kepada orang-orang Yahudi (dan porselit, 2:11). Dalam isi khotbahnya berkisar pada Yesus, dapat dibedakan beberapa pokok yang berulang kembali:
· Penggenapan Perjanjian Lama (Kis 2:16; 3:18-24).
· Zaman keselamatan itu sudah didatangkan oleh pelayanan, kematian dan kebangkitan Yesus. (Kis 2:33; 3:15; 4:15;4:10;10:40).
· Peninggian dan pembangkitan Yesus. Yesus ”ditinggikan oleh tangan kanan Allah” (Kis 2:33; 5:31 bnd Mzm 110:1). “Jadi seluruh kaum bangsa Israel takut dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu menjadi Tuhan dan Kristus” (2:23; 5:31).
· Kepada para saksi kebangkitan Yesus Kristus dikaruniakan Roh Kudus selaku tanda kekuasan dan kehadiran-Nya yang mulia. (2:33. 5:32).
· Yesus akan datang kembali sebagai hakim (3:21; 10:42).
· Pada akhir pemberitanya selalu ada pemberitan untuk bertobat, ada penawaran pengampunan, dan karunia Roh Kudus, pewartaan hidup bahagia, jalan untuk memperoleh semua itu ialah baptisan. (2:38-39; 3:9, 25-26; 4:12; 5:31, 5;32).
· Para Rasul memperkenalkan diri sebagai saksi kebangkitan Yesus.
Adapun tujuan dari khotbah ini selain untuk orang Yahudi juga diperuntukan bagi golongan kedua yaitu umat Kristen Yahudi yang partikularistis. Mereka ini meskipun sudah dibaptis mereka masih terkait oleh hukum Taurat; terbatas PInya kepada umat Yahudi (Mat 10:5). Termasuk didalamnya Ahli Taurat Kristen yang menitik beratkan Bait-Allah; menekankan kebangsaan. Sedangkan golongan ketiga adalah mereka yang Kristen Yahudi peranakan cerita; orang-orang Yahudi Diaspora yang sudah masuk Kristen. Mereka masih disebut sebagai orang Hellenis dalam Kis 6:1, golongan ini berpusat di Yerusalem. Tetapi akibat penganiayaan, mereka berserak-serak ke daerah Yudea dan Samaria (Kis 8:4). Mereka mulai mengabarkan Injil, misalnya Filipus kepada sida-sida dari Etiopia, rupa-rupanya seorang porselit, ditobatkan sampai dibaptis (8: 26-40). Kemudian pusat PI terutama adalah Kaisarea, tidak terbatas pada daerah Fenesia, Siprus, Antiokhia, dimana Injil dibawa untuk orang-orang non Yahudi.
Golongan yang ketiga ini menjauhkan diri dari bait Allah. Isi pemberitaan mereka adalah “tentang Kerajaan Allah dan nama Tuhan Yesus kristus” (8:12) atau “Injil Yesus “ (8:35) hal ini diberitakan bagi mereka yang Yahudi dan porselit. Sedangkan bagi orang yang bukan Yahudi, yang diutamakan adalah bahwa Yesus itu kurios. Mereka tidak meragukan bahwa Injil Yesus Kristus dialamatkan bagi orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi. Golongan yang terakhir adalah mereka yang disebut umat Kristen dari bangsa-bangsa lain. Mereka adalah hasil dari PI pertama Paulus dan kawan-kawannya (Kis 13 dan 14).
c. Paulus.
Rasul ini mengembangkan kegiatan missioner sampai ke Asia Kecil, Yunani dan akhirnya di Roma melalui Yerusalem. Di samping itu dia adalah seorang pemikir PI, seorang teologiawan atas karunia Roh. Adapun beberapa pokok pandangannya tentang PI dapat disajikan sebagai berikut:
1. Tugas untuk memberitakan Injil Yesus Kristus tidak ada batasnya: universal.
2. Jabatan sebagai rasul adalah jabatan yang istimewa, “apostolate Paulus adalah abnormal”.
3. Injil itu harus diberitakan pada segala kuasa yang ada di langit dan di bumi: pemerintah dan penguasa, singgasana dan kerajaan-Nya.
4. Pergumulan tentang hukum Taurat.
5. Orang percaya dibenarkan karena imannya kepada Kristus.
6. Dengan demikian semua orang-orang percaya menjadi anak Abraham.
7. Menurut pandangan Paulus, Israel mempunyai prioritas baik dalam hukuman, maupun keselamatan menurut rencana Allah.
d. Penginjilan Sinoptik.
1. Markus.
Markus adalah Injil tertua berasal dari kalangan Kristen asal non Yahudi. Injil ini memiliki kesamaan dengan kerygma Rasuli, karena ada banyak persaman dengan khotbah Petrus. Injil ini dapat dibagi menjadi tiga bagian: a. 1:14-8:26, pekerjan Yesus masih terbatas pada Israel. 8:27-10:45, memperhatikan universalisme. Dan 10:46-16:8 karena orang-orang Yahudi menolak Yesus, maka orang-orang dari bangsa lain mendapat keselamatan pemberitaan Yesus.
2. Matius.
Kesaksian Matius seakan merupakan kebakikan dari kesaksian Markus. Latar belakang Injil ini adalah umat Kristen Yahudi. Bahkan Injil ini merupakan pergumulan dengan umat Yahudi sendiri. Berita tentang Kerajaan Allah senantisa menjadi pusat khotbah Yohanes pembaptis dan Yesus. Mengenai panggilan missionaries, jemaat ini masih merasa diri mereka Israel. Mereka sadar untuk melakukan pekabaran Injil ke seluruh dunia. Berita yang berisi krisi (hukuman) dan damai untuk bertobat, diselamatkan kepada segala bangsa.
3. Lukas.
Dalam Injil ini tidak tidak terdapat perkataan Yesus, dan menyuruh murid-murid-Nya keluar untuk memberitakan datangnya kerajaan Sorga, selagi Dia masih hidup. PI adalah fungsi Gereja, jadi merupakan usaha dalam masa setelah kebangkitan dan setelah kebangkitan atau masa yang diriwayatkan dalam Kisah Para Rasul. Yang terpenting disini adalah amanat perpisahan dari Tuhan yang telah bangkit itu : “ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit pada hari yang ketiga dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semua ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi” (Luk 24:46-49).
e. Sisa Perjanjian Baru.
Sejak Petrus dan Paulus mati syahid, berakhirlah masa PI yang pertama. Mulailah masa konsolidaritas dan pembangunan Gereja. Terutama disebabkan oleh penganiayaan-penganiayaan yang sering merajalela dalam kekaisaran Romawi, maka Jemaat terpaksa lebih menekankan sifat defensifnya dari pada sifat opensifnya. Hal ini kelihatan dalam surat Kolose, Efesus maupun Wahyu serta surat-surat am. Bukan aksi missionaries yang diutamakan tetapi eksitensi missioner dari jemaat, yakni keadannya di tengah-tengah dunia yang bermusuhan. Itulah kesaksian utama, kesaksian tentang Raja dunia yang diwakili jemaat-Nya yang lemah dan yang menderita.
Sangat ditekankan bahwa Jemaat Kristen berada dalam keadaan missionaries di tengah-tengah dunia, malah dibenci oleh dunia itu sendiri. Mereka diutus oleh Kristus sama seperti Ia sendiri diutus ke dalam dunia oleh Allah. Dan Roh Kudus ”Penghibur, yaitu Roh Kudus yang akan diutus oleh Bapa atas Nama Yesus”. Akan menyertai dan menguatkan orang-orang percaya untuk selamanya dan ia menginsafkan dunia “akan dosa, kebenaran dan penghakiman”. Dan bilamana Yesus yang telah bangkit itu menyuruh murid-murid-Nya masuk ke dalam dunia, maka Ia memberi Roh Kudus kepada mereka, sebagai kuasa untuk mengampuni dosa. Di dalam Injil Yohanes gambaran tentang Jemaat yang missionaries itu bermunculan terhadap dunia.
Kesimpulan.
Adapun yang menjadi kesimpulan dari laporan bab II ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam PL bangsa Israel mempunyai fungsi dan perantara di dalam rencana Allah. Ia harus menerima dengan alat keselamatan yang dari Allah Israel. Fungsi tidak lain menjadi dayatarik. Fungsi perantara itu menpunyai aspek kerajaan, keimanan dan kenabian.
2. Dengan kedatangan Yesus dan dengan kebangkitannya telah terjadi lebih dahulu dalam sejarah Israel, dan dalam sejarah dunia. Janji tentang kedatangan Almasih, dan murid-murid Tuhan Yesus. Torah baru memasuki dunia bangsa-bangsa, agar supaya mereka datang untuk mendengar dan mentaatinya.
3. Jemaat Kristen adalah mobil dan fleksibel, bila merasa diutus dan oleh Tuhan-Nya. Di tempatkan dan diutus kedalam dunia yang merupakan wilayah kekuasan Kristus tanpa mengetahuinya. Dan jemaat terpanggil untuk memproklamasikan pemerintah Kristus, yang didasarkan atas korban cinta kasih-Nya.
4. Berita Paskah digenapi oleh berita Pentakosta, Karya Anak Allah didekatkan, dikenalkan, diterapkan, dinyatakan oleh Roh Kudus tidak lain adalah Roh Kristus. Dan perbuatan Para Rasul adalah perbuatan Roh Kudus.
 
TANGGAPAN
Setelah menbaca buku yang berjudul “ Missiologia” terkhusus pada bab II. Penulis mendapat ilmu yang berguna untuk pekabaran Injil yaitu dasar Alkitabiah. Berangkat dari bagian pendahuluan bahwa PI yaitu pada poin ke-5 pada bagian untuk apa PI harus dilakukan? Hal ini berkaitan dengan sejarah, kita harus melihat bukti dan dasar Alkitabiah yang juga berkaitan dengan sejarah. Selain itu PI juga berhubungan dengan inti dari apa yang harus diberitakan, melalui dasar alkitabiah kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa PI harus mempunyai dasar Alkitab dan sekaligus sebagai sumber PI itu sendiri.
Dalam bagian ini penulis berusaha memaparkan bagaimana mengkomunikasikan Injil dalam di masa kini. Hal ini menurut penulis penting karena kita sudah mengetahui bahwa Injil harus diberitakan sampai keujung Bumi (Mat 28:19-20). Adapun Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut[1]:
1. Yang pertama dan yang utama untuk memulai dari awal kita harus mendekatinya sebagai kesusasteraan.
2. Pendekatan kepada Perjanjian Baru yang keduanya harus linguistik.
3. Pendekatan ke-3 yang perlu untuk mengomunikasikan Perjanjian Baru adalah dengan pendekatan historis.
4. Pendekatan yang ke-4 yang tidak kalah penting adalah pendekatan psikologis, dan
5. Yang terakhir kita harus membuat pendekatan yang bersipat Ibadah.
 
[[Judul pranala]]Kita juga mengetahui bahwa penginjilan sering diartikan sebagai “usaha untuk menberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus dengan tujuan agar mereka dapat menerima DIA sebagai Tuhan dan Juruselamat”. Pengertian ini memang benar tetapi kalau disimak ulang maka terlihat bahwa pengertian bersifat sempit dan kurang lengkap. Jadi kita harus membuat definisi yang menurut pemahaman Alkitabiah sebagai berikut: “Penginjilan adalah rancangan dan karya Allah yang menghimpun bagi dirinya suatu umat untuk bersekutu, menyembah dan melayani DIA secara utuh.[2] Maka berdasarkan semuanya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
1. Allah adalah inisitor penginjilan, di mana penginjilan berpusat dan bersumber dari Allah.
2. Allah adalah pelaksana penginjilan yang memberi dinamika bagi karya-Nya.
3. Allah pemberi mandate penginjilan yang melibatkan umat-Nya dalam tanggung jawab untuk melasanakan rencanan dan karya-Nya.
4. Allah adalah pengenapan penginjilan.
Dari kesimpulan di atas jelas bahwa penginjilan berpusat pada Allah dan ini sekaligus merupakam jaminan bagi keberhasilan penginjilan.
Dalam bagian akhir dari laporan ini penulis menghimbau kita sebagai orang percaya mau bersedia dan bertangung jawab atas panggilan kita untuk memberitakan Injil. Penulis mendapat kekuatan dari Yang Ilahi setelah membaca dan memahani bab ini, untuk menberitakan Injil baik melalui perkatan dan tindakan yang tercermin dalam perbuatan sehari-hari.
 
Sumber Bacaan:
 
* Arie De Kuiper, “ Missiologi”, BPK Gunung Mulia. Jakarta: 2004.
* William Barcelay “ Mengkomunikasikan Injil” BPK Gunung Mulia. Jakarta: 1986.
* Y.Y. Tomatala, “ Penginjilan Masa Kini”, Gudang Mas. Malang: 2004.
 
pranala:
http://jades-nauli.blogspot.com
 
[[Kategori:Teologi]]
 
[[Kategori:Teologi Kristen]]
[[de:Missionswissenschaft]]
[[en:Missiology]]
[[fi:Missiologia]]
[[fr:Missiologie]]
[[he:מיסיולוגיה]]
[[it:Missiologia]]
[[ja:宣教学]]
[[nl:Missiologie]]
[[no:Missiologi]]
[[pl:Misjologia]]
[[pt:Missiologia]]