Kepausan Avignon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jagawana (bicara | kontrib)
k kat
Turmadan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(72 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Fa%C3%A7ade_du_Palais_des_Papes.jpg|jmpl|ka|Istana Sri Paus di Avignon.]]
Dalam sejarah [[Gereja Katolik Roma]], Kepausan Avignon adalah periode dari 1305 hingga 1378 ketika [[Uskup Roma]], yaitu [[Paus]], tinggal di Avignon (kini bagian dari Prancis) dan bukan di Roma. Tujuh paus, semuanya orang Prancis, tinggal di Avignon pada masa ini:
'''Kepausan Avignon''' dalam sejarah [[Gereja Katolik Roma]] adalah periode dari 1305 hingga 1378 ketika [[Uskup Roma]], yaitu [[Paus (Katolik Roma)|Paus]], tinggal di [[Avignon]] (kini bagian dari Prancis) dan bukan di [[Roma]]. Tujuh paus, semuanya orang Prancis, tinggal di Avignon pada masa ini:
 
* [[Paus ClemensKlemens V]]: [[1305]]–[[1314]]
* [[Paus Yohanes XXII]]: [[1316]]–[[1334]]
* [[Paus Benediktus XII]]: [[1334]]–[[1342]]
* [[Paus ClemensKlemens VI]]: [[1342]]–[[1352]]
* [[Paus InnocentiusInnosensius VI]]: [[1352]]–[[1362]]
* [[Paus Urbanus V]]: [[1362]]–[[1370]]
* [[Paus Gregorius XI]]: [[1370]]–[[1378]]
 
Pada tahun 1376, [[1378]],Paus Gregorius XI]] memindahkan takhta kepausan kembali ke [[Roma]] dan meninggal di sana pada tahun 1378. Karena adanya pertikaian mengenai pemilihan penggantinya, sekelompok [[kardinal]] mendirikan apa yang disebut [[anti pausantipaus]] kembali di Avignon. Ini adalah permulaan dari suatu masa sulit sejak 1378 hingga 1414 yang disebut oleh para sarjana Katolik sebagai "[[skisma Barat]]" atau "pertikaian besar mengenai para anti paus" (yang juga disebut sebagai "[[skisma besar]] kedua" oleh sejumlah ahli sejarah sekular dan [[Protestan]]), ketika golongan-golongan di lingkungan Gereja Katolik terbagi-bagi kesetiaannya terhadap sejumlah orang yang mengklaim berhak atas takhta paus. [[Konsili Konstans]] pada 1414 akhirnya memecahkan pertikaian ini dengan mencabut sisa-sisa terakhir dari kepausan Avignon. :
* Klemens VII: 1378-1394
* Benediktus XIII: 1394-1423 (yang diusir dari Avignon pada tahun 1403)
 
Ini adalah suatu masa sulit dari tahun 1378 hingga 1417 yang disebut oleh para cendekiawan Katolik sebagai "[[Skisma Barat]]" atau kontroversi besar mengenai para antipaus (yang juga disebut sebagai Skisma Besar Kedua oleh sejumlah ahli sejarah sekuler dan [[Protestan]]), di mana golongan-golongan di lingkungan Gereja Katolik terbagi-bagi kesetiaannya terhadap sejumlah orang yang mennyebut diri mereka berhak atas takhta paus. [[Konsili Konstanz]] pada 1417 akhirnya menyelesaikan kontroversi ini dengan mencabut sisa-sisa terakhir dari kepausan Avignon.
Negara Kepausan (yang kini terbatas hanya pada kota [[Vatikan]]) termasuk tanah di sekitar Avignon (''[[Comtat Venaissin]]'') dan sebuah kantong di sebelah timur. Daerah-daerah itu tetap menjadi bagian Negara Kepausan hingga [[Revolusi Prancis]], dan menjadi bagian dari Prancis pada [[1791]].
 
Negara Gereja (yang kini terbatas hanya pada kota [[Vatikan]]) meliputi daerah di sekitar Avignon (''Comtat Venaissin'') dan sebuah kantong di sebelah timur. Daerah-daerah itu tetap menjadi bagian Negara Gereja hingga saat [[Revolusi Prancis]], dan menjadi bagian dari [[Prancis]] pada tahun 1791.
==Latar belakang==
Pada akhir abad-abad pertengahan kepausan memiliki suatu peranan [[sekular]] yang besar, selain peranan rohaninya. Konflik antara [[Paus]] dan [[Kaisar Romawi Suci]] pada dasarnya berakar pada suatu pertikaian tentang siapa di antara mereka berdua yang menjadi pemimpin Dunia Kristen dalam masalah-masalah sekular. Pada awal [[abad ke-14]], kepausan telah melewati masa puncaknya. Kejayaannya telah berlalu pada [[abad ke-12]] dan [[abad ke-13]]. Keberhasilan [[Perang Salib|Perang-perang Salib]] yang awal telah menambahkan kewibawaan Paus sebagai pemimpin sekular Dunia Kristen, sementara para monarki seperti [[Raja-raja Inggris]], Prancis dan bahkan Kaisar hanya bertindak sebagai bawahan paus, dan memimpin tentara-tentara "mereka". Yang terkecuali adalah [[Frederick II, Kaisar Romawi Suci|Frederick II]], yang dua kali [[pengucilan|dikucilkan]] oleh Paus pada salah satu perang salib. Frederick II mengabaikannya dan bahkan cukup berhasil di [[Tanah Suci]].
 
== Latar belakang ==
Mulai [[Clemens V]], yang diangkat pada 1305, semua paus yang pada saat itu tinggal di Avignon adalah orang Prancis. Namun demikian, fakta yang sederhana ini cenderung melebi-lebihkan pengaruhnya. Prancis Selatan pada waktu itu mempunyai budaya yang agak independen dari Prancis Utara, yaitu asal kebanyakan penasihat Raja Prancis waktu itu. [[Arles]] saat itu masih merdeka. Resminya ini adalah bagian dari [[Kekaisaran Romawi Suci]]. Wilayah-wilayah seperti [[Toulouse]] menikmati kemerdekaan terbatas. Sastra yang dihasilkan oleh masa "[[troubadour]]" di daerah [[Languedoc]], bersifat unik dan sangat kuat membedakan budayanya dari budaya kalangan Kerajaan di utara. Bahkan dalam segi agama, daerah Selatan menghasilkan variannya sendiri, yaitu gerakan [[Kathar]], yang pada akhirnya dinyatakan sesat, karena bertabrakan dengan doktrin-doktrin Gereja. Tetapi semua ini hanyalah menunjukkan betapa Prancis Selatan cenderung bebas dari Utara.
=== Kepindahan ke Avignon ===
Setelah wafatnya [[Paus Benediktus XI]] pada tahun 1304, Raymond Bertrand de Got, Uskup Agung Bordeaux, terpilih menjadi penerusnya dengan nama [[Paus Klemens V]] di bulan Juni 1305. Jabatannya ini diresmikan dalam sebuah upacara gereja pada tanggal 14 November 1305. Terpilihnya ia menjadi paus adalah sekitar setahun setelah terjadinya kebuntuan masa pemerintahan tahta suci akibat perseteruan antara para kardinal Prancis dengan para kardinal Italia, yang berjumlah sama kuat di dalam [[konklaf]] yang harus diselenggarakan di Perugia. Bertrand sendiri bukanlah seorang Italia maupun seorang kardinal, dan terpilihnya dirinya mungkin dianggap sebagai sebuah sikap menuju netralitas.
 
Penulis sejarah masa itu Giovanni Villani melaporkan gosip yang menyatakan bahwa Sri Paus yang baru sebelumnya telah menyatakan tunduk kepada Raja Prancis [[Philippe IV]] (1285-1314) dalam sebuah persetujuan resmi sebelum pengangkatannya yang dibuat di St. Jean d'Angély di Saintonge. Benar atau tidaknya gosip ini tidaklah penting semenjak kemungkinan besar Sri Paus yang baru ini telah dipilih dengan persyaratan yang ketat yang diberikan oleh persekutuan para kardinal di dalam [[konklaf]]. Di Bordeaux, Bertrand secara resmi diberitahu pemilihan dirinya sebagai Sri Paus dan didorong untuk segera datang ke Italia. Namun ia memilih untuk ditahbiskan di Lyon pada tanggal 14 November 1305 yang dirayakan dengan mewah dan dihadiri oleh Philippe IV. Di antara tindakan-tindakan awalnya adalah pengangkatan sembilan kardinal Prancis.
<!-- A stronger source of influence was the move of the [[Roman Curia]] from [[Rome]] to [[Avignon]] in [[1305]]. Following the impasse during the previous [[papal election|conclave]] and to escape from the infighting between the powerful families that produced former Popes, such as the [[Colonna]] and the [[Orsini]], the Church looked for a safer place and found it in [[Avignon]], a papal fief in the [[Comtat Venaissin]]. Formally it was part of Arles, but in reality it was under the strong influence of the French king. During the time in Avignon the Papacy adopted many features of the Royal court: the life-style of its [[cardinal (Catholicism)|cardinals]] was more reminiscent of princes than clerics; more and more French cardinals, often relatives of the ruling pope, took key positions; and the closeness of French troops was a constant reminder of where the secular power lay, with the memory of [[Boniface VIII]] still fresh.
 
Pada awal tahun 1306, [[Paus Klemens V]] menjelaskan isi dari surat resmi ''[[Clericis Laicos]]'' yang tampak ditujukan bagi Raja Prancis dan pada dasarnya menghapuskan surat resmi ''[[Unam Sanctam]]'', dua surat resmi yang dikeluarkan oleh [[Paus Bonifasius VIII]] yang sangat menyinggung pemerintahan [[Philippe IV]] yang sangat ambisius. Ia dinilai membawa jabatan Sri Paus sebagai alat dari monarki Prancis, sebuah perubahan radikal dalam kebijaksanaan tagta kepausan.
One of the most damaging developments for the Church grew directly out of its successful reorganisation and centralisation of the administration under [[Clement V]] and [[John XXII]]. The Papacy now directly controlled the appointments of [[benefice]]s, abandoning customary election processes to secure this considerable income. Many other forms of payment brought riches to the Holy See and its cardinals: [[Tithe]]s, a ten percent tax on church property, [[annates]], the income of the first year after filling a position such as [[bishop]], special taxes for crusades that never happened, and all forms of dispensation, from entering benefices without basic qualifications such as literacy to request by a converted Jew to visit his unconverted parents. Popes such as [[John XXII]], [[Benedict XII]] and [[Clement VI]] reportedly spent fortunes on expensive wardrobe and at banquets; silver and gold plates were used. Overall the public life of leading church members, resembled more those of princes, rather than members of the clergy. This splendor and corruption from the head of the church found its way to the lower ranks: when a bishop had to pay up to a year's income for gaining
a [[benefice]], he sought for similar ways of raising this money from his new office. This was put to an extreme by the pardoners who sold absolutions for all kinds of sins to the poor. Where pardoners were hated, but needed to redeem one's soul, the [[friar]]s who failed to follow a Christian path by failing on the vows of chastity and poverty were despised. This sentiment strengthened movements calling for a return to absolute poverty, relinquishment of all personal and church belongings, and preaching as the Lord and his disciples did. For the church, an institution embedded in the [[secular]] structure and its focus on property, this was a
dangerous development and in the early [[14th century]] most of these movements were declared [[heresy|heretic]]. These included the [[Fraticelli]] in Italy, the [[Waldensian]] movement in Germany, and the [[Hussite]] movement in Bohemia (inspired by [[Wycliff]] in England). Furthermore, the display of wealth by the upper ranks of the church, which was in contrast to the common expectation of poverty and strict adherence to principles, was used by the Papacy's enemies in raising charges against the popes: King of France Philippe employed the strategy, as did [[Ludwig IV of Bavaria]]. In his conflict with the latter, [[Pope John XXII]] excommunicated two leading philosophers, [[Marsilius of Padua]] and [[William Ockham]], who were outspoken critics of the Papacy, and who had found refuge with
Ludwig of Bavaria in Munich. In response William Ockham charged the pope with seventy errors and seven heresies.
 
Pada tanggal 13 Oktober 1307, ratusan [[Kesatria Kenisah]] ditangkap di Prancis, sebuah tindakan yang nyata-nyata bermotivasi masalah uang dan dilaksanakan oleh birokrasi kerajaan dengan sangat cepat untuk meningkatkan wibawa tahta kerajaan. [[Philippe IV]] berada di belakang tindakan kejam ini, tetapi kejadian ini juga merusak reputasi historis [[Paus Klemens V]]. Semenjak hari pertama pentahbisan Paus Klemens V, sang raja telah menuduh para Kesatria Kenisah sebagai pengikut ajaran sesat, tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan. Juga, kesangsian Sri Paus atas kasus Kesatria Kenisah ini diredam oleh pemikiran yang semakin meluas bahwa negara Prancis yang semakin besar mungkin tidak akan menunggu [[Gereja]] untuk mengadili Kesatria Kenisah dan melainkan akan melakukannya sendiri.
The proceedings against the [[Knights Templar|Templars]] in the [[Council of Vienne]] represent an episode of this time, reflecting the powers and their relationship. In [[1314]] the collegium at [[Vienne]] summoned to rule over the Templars. The council, overall unconvinced about the guilt of the order as a whole, was unlikely to condemn the entire order based on the scarce evidence brought forward. Exerting massive pressure, in order to gain part of the substantial funds of the order, the king managed to get the ruling he wanted. Pope Clement V ordered by decree the suppression of the order. In the cathedral of St-Maurice in Vienne, the King of France, and his son the King of
[[Navarre]], were sitting next to him, when he issued the decree. Under pain of [[excommunication]], no one was allowed to speak at that occasion, except when asked by the Pope. The Templars who appeared in Vienne to defend their order, were not allowed to present their case: originally cardinals of the collegium ruled that they should be allowed to raise a defense, only after the arrival of the King of France personally in Vienne, putting pressure on the collegium, the decision was revised.
 
Pada bulan Maret 1309 seluruh anggota tahta kepausan pindah dari Poitiers (di mana mereka berada selama empat tahun terakhir) ke Avignon, yang saat itu bukan bagian wilayah Prancis tetapi merupakan sebuah perkebunan kerajaan milik Raja Sisilia. Perpindahan tahta kepausan ke Avignon dibenarlan oleh para teolog Prancis pendukung Sri Paus atas dasar keamanan karena Roma (di mana pertikaian antar-bangsawan Romawi dan tentara mereka telah sampai pada situasi yang sangat parah, dan di mana Basilika San Giovanni di Laterano telah hancur terbakar) sedang dalam kondisi tidak stabil dan berbahaya. Namun keputusan ini kemudian menjadi pelopor dari Kepausan Avignon yang lama, yang dijuluki [[Francesco Petrarca]] sebagai "Tawanan [[Babilonia]]" (1309-1377), dan menandai awal dari hilangnya konsep Gereja Katolik bahwa Sri Paus adalah Uskup Dunia.
== The Papacy in the 14th Century ==
 
=== Gaya Kepausan Avignon ===
=== Conflict between the Popes and the king of France ===
Pada akhir [[Abad Pertengahan]] tahta kepausan memainkan sebuah peran lain yang besar selain peranannya di bidang rohani. Konflik antara Sri Paus dan [[Kaisar Romawi Suci]] pada dasarnya berakar pada suatu pertikaian tentang siapa di antara mereka berdua yang menjadi pemimpin Dunia Kristen dalam masalah-masalah sekuler. Pada awal abad ke-14, tahta kepausan tidak lagi memiliki kekuasaan yang besar dalam aturan-aturan sekuler; suatu kekuasaan yang dimilikinya pada abad ke-12 dan -13. Kesuksesan [[Perang Salib|Perang-perang Salib]] awal menambahkan kewibawaan Sri Paus sebagai pemimpin sekuler Dunia Kristen, dengan monarki-monarki seperti Raja [[Inggris]], [[Prancis]] dan bahkan Kaisar sekalipun hanya bertindak sebagai panglima Sri Paus, dan memimpin tentara-tentara "mereka". Perkecualian dari hal ini adalah [[Frederick II, Kaisar Romawi Suci|Frederick II]], yang dua kali dikucilkan oleh Sri Paus dalam satu perang salib. Frederick II mengabaikan pengucilan ini dan bahkan berperang cukup sukses di [[Tanah Suci]].
 
Mulai dengan [[Paus Klemens V]], yang diangkat pada tahun 1305, semua paus pada masa tahta kepausan berada di Avignon adalah orang [[Prancis]]. Fakta ini cenderung melebih-lebihkan pengaruh Prancis daripada apa yang terjadi sesungguhnya. Prancis bagian selatan pada waktu itu memiliki budaya yang cukup berbeda dengan Prancis bagian utara, daerah asal kebanyakan penasihat Raja Prancis waktu itu. [[Arles]] saat itu masih merdeka, sebuah kota yang resminya merupakan bagian dari [[Kekaisaran Romawi Suci]]. Karya-karya sastra yang dihasilkan oleh masa "[[troubadour]]" di daerah [[Languedoc]] bersifat unik dan sangat berbeda dengan budaya kalangan bangsawan di utara. Bahkan dalam segi agama, daerah selatan menghasilkan alirannya sendiri, yaitu gerakan [[Kathar]], yang pada akhirnya dinyatakan sesat, karena bertabrakan dengan doktrin-doktrin Gereja. Gerakan ini sedikit banyak berasal dari kehendak daerah selatan yang ingin merdeka, walaupun kekuatan mereka telah sangat diperlemah akibat serangan kaum Albigensia seratus tahun sebelumnya. Pada saat tahta kepausan di [[Avignon]], kekuasaan Raja Prancis di wilayah tersebut tidak terbantahkan, walau secara hukum masih belum mengikat.
The beginning of the century, that would later be characterised by calamities such as the [[Black Death]] and the [[Hundred Years War]] between the two major powers in Europe, saw a Papacy apparently at the height of its power. [[Pope Boniface VIII]] ([[1294]]-[[1303]], born Benedict Caetani), an experienced [[politician]] sometimes described as brusque and arrogant, was a ferocious proponent of the Universal Sovereignty of the Papacy over all [[Christendom]], as stated in the [[Papal bull]] ''[[Dictatus Papae]]'' by [[Pope Gregory VII]]. The concrete issue that sparked conflict with the King of France was the question whether secular lords were allowed to tax the clergy. In his bull ''[[Clericis Laicos]]'' ([[1296]]), Boniface VIII prohibited any taxation on church property except by the Papacy or the payment of such taxes. But only one year later he granted the King of France the right to raise taxes on the clergy in cases of emergency. The great success of the Jubilee Year [[1300]] (it is reported that up to 2 million pilgrims visited [[Rome]]) considerably strengthened the prestige of the Papacy, brought funds to Rome and led the Pope to grossly overestimate his temporal powers. After the arrest of the [[Bishop of Pamiers]] by [[Philip IV of France|Philippe IV]], the Pope issued the bull ''[[Salvator Mundi]]'', retracting all privileges granted to the French king by previous popes, and a few weeks later ''[[Ausculta fili]]'' with charges against the king, summoning him before a council to Rome. In a bold assertion of Papal sovereignty, Boniface declared that "God has placed us over the Kings and Kingdoms". In response, Philippe wrote "Your venerable stupidness may know, that we are nobody's vassal in temporal matters", and called for a meeting of the [[Estates General]], a council of the lords of France, who supported his position. The King of France issued charges of [[sodomy]], [[simony]], [[sorcery]], and [[heresy]] against the pope and summoned him before the council. The pope's response was the strongest affirmation to date of papal sovereignty. In ''[[Unam Sanctam]]'' ([[November 18]] [[1302]]), he decreed that "it is necessary to salvation that every human creature be subject to the [[Roman pontiff]]". He was preparing a bull that would excommunicate the King of France and put the [[interdict]] over France, and to depose the entire clergy of France, when in September of [[1303]], [[William Nogaret]], the strongest critic of the Papacy in the French inner circle, led a delegation to Rome, with intentionally loose orders by the king to bring the pope, if necessary by force, before a council to rule on the charges brought against him. Nogaret coordinated with the cardinals of the [[Colonna]] family, long standing rivals to pope Boniface VIII, against whom the pope had even preached a [[crusade]] earlier in his Papacy. In 1303 French and Italian troops attacked the pope in [[Anagni]], his home town, arresting the pope himself. He was freed three days later by the population of Anagni. However, Boniface VIII, then 86 years of age, was deeply shattered by this attack on his own person and died a few weeks later.
 
Sumber yang lebih kuat mengenai mengapa semua paus di Avignon adalah orang Prancis adalah pindahnya [[Kuria Romawi]] dari [[Roma]] ke [[Avignon]] pada tahun 1305. Akibat [[Konklaf]] sebelumnya yang menemui jalan buntu dan untuk menghindari perseteruan antara keluarga-keluarga Italia yang berpengaruh yang melahirkan paus-paus sebelumnya, seperti Keluarga Colonna dan Keluarga Orsini, pihak Gereja mencari sebuah tempat yang lebih aman dan menemukannya di Avignon, sebuah area pekebunan milik Sri Paus di daerah ''Comtat Venaissin''. Secara resmi tempat ini adalah bagian dari Arles, tetapi kenyataannya tempat tersebut berada di bawah pengaruh yang kuat dari Raja Prancis.
=== Cooperation ===
 
Selama berada di Avignon, tahta kepausan mengadopsi banyak gaya resmi kerajaan: gaya hidup para kardinalnya yang lebih mirip dengan gaya hidup para pangeran daripada gaya hidup para rohaniwan; semakin hari semakin banyak kardinal orang Prancis (kerap kali adalah sanak keluarga dari Sri Paus yang sedang berkuasa) yang mengambil jabatan-jabatan penting; dan kedekatan mereka dengan para prajurit Prancis. Semua hal ini adalah suatu peringatan tetap akan di mana letak kekuasaan sekuler berada, selain adanya kenangan dengan apa yang terjadi pada [[Paus Bonifasius VIII]] masih segar teringat.
The death of Pope Boniface deprived the Papacy of its most able politician who could hold his ground against the secular power of the king of France. After the conciliatory Papacy of [[Benedict XI]] (1303-04), [[Clement V]] (1305-1314) became the next [[pontiff]]. He was born in southern France, [[Gascony]], but not directly connected to the French court. He owed his
election to the French clerics. He decided against moving to Rome and established his court in [[Avignon]]. In this situation of dependency on the powerful neighbours in France, three principles characterised the politics by Clement V: the suppression of the heretic movements (such as the [[Cathar]]s in southern France); the reorganisation of the internal
administration of the church; and the preservation of an untainted image of the church as the sole instrument of God's will on earth. The latter was directly challenged by Philippe IV when he pushed for a trial against his former adversary, Pope Boniface VIII, for alleged [[heresy]]. Exerting strong influence on the cardinals of the collegium, this could mean a severe blow to the church's authority. And much of Clement's politics was designed to avoid such a blow, which he finally did. However, the price was concessions on various fronts; despite strong personal doubts, in the end he pushed for proceedings against the [[Knights Templar|Templar]]s, and he personally ruled to suppress the order.
 
Salah satu hal yang paling merusak perkembangan Gereja tumbuh langsung dari reorganisasi dan sentralisasi yang berhasil dari administrasi [[Paus Klemens V]] dan [[Paus Yohanes XXII]]. Tahta kepausan saat itu secara langsung mengendalikan pemberian tanah untuk seumur hidup (''benefice''), mencampakkan tradisi proses-proses pemilihan yang ada, untuk mendapatkan pemasukan uang yang sangat besar daripadanya. Banyak bentuk-bentuk pemasukan uang lainnya memberikan kekayaan kepada Tahta Suci dan para kardinalnya, di antaranya: donasi persepuluhan untuk Gereja, pajak sepuluh persen untuk harta milik Gereja, pemberian seluruh keuntungan tahun pertama dari ''benefice'' (''annatae''), pendapatan tahun pertama setelah menduduki jabatan tertentu seperti [[uskup]], pajak-pajak khusus bagi misi-misi perang atas nama Gereja yang batal terjadi, dan semua bentuk dispensasi, mulai dari masuknya permohonan ''benefice'' tanpa memenuhi kualifikasi dasar (seperti dapat membaca) hingga dispensasi bagi permintaan orang Yahudi yang telah menjadi Kristen untuk mengunjungi orang-tuanya yang masih belum menjadi Kristen.
Add something about the Cathar movement; maybe in background section check out Ladurie, E. le Roi. Montaillou, Catholics and Cathars in a French Village, 1294-1324, trans. B. Bray, 1978. Also published as Montaillou : The Promised Land of Error. Benedict XII's reports were used for this book.
 
Para paus seperti [[Paus Yohanes XXII]], [[Paus Benediktus XII]] dan [[Paus Klemens VI]] diceritakan menggunakan kekayaan ini untuk membeli pakaian-pakaian mahal dan mengadakan pesta-pesta makan bersama dengan menggunakan piring perak dan emas. Secara umum kehidupan mereka yang seharusnya memimpin para umat Gereja tampak lebih seperti kehidupan para pangeran daripada seperti kehidupan para rohaniwan. Gaya hidup yang penuh kemewahan dan korupsi dari pemimpin Gereja ini menular ke para bawahannya: ketika seorang uskup harus membayarkan pendapatannya selama satu tahun untuk memperoleh ''benefice'', ia mencari jalan yang mirip untuk memperoleh uang dari jabatannya. Usaha ini sampai-sampai berujung pada penjualan [[absolusi]], atau pengampunan [[Dosa (Kristen)|dosa]] dalam [[Sakramen Tobat]], untuk semua jenis dosa kepada kaum papa.
One important issue during the Papacy of [[John XXII]] (born Jaques Dueze in [[Cahors]], and previously Archbishop in Avignon), was his conflict with [[Louis IV, Holy Roman Emperor]]. The latter refuted the right of the pope to install the Emperor by coronation. He resorted to a similar tactic as King of France Philippe earlier and summoned the nobles of Germany to back his decision. [[Marsilius of Padua]] gave the justification of this secular supremacy over the lands in the [[Holy Roman Empire]]. This conflict with the Emperor, often fought out in expensive wars, drove the Papacy even more into the arms of the French king.
 
Para pemberi Sakramen Tobat ini akhirnya dibenci namun tetap dibutuhkan untuk menebus jiwa seseorang. Para biarawan yang gagal untuk mentaati jalan Kristus, yaitu gagal untuk hidup sesuai dengan kaul kesucian dan kemiskinannya, dipandang rendah oleh masyarakat. Sentimen masyarakat ini memperkuat gerakan untuk menegakkan kembali kewajiban menjadi miskin total, pelepasan kepemilikan terhadap semua barang pribadi maupun barang gereja, dan penyebaran Injil seperti yang dilakukan oleh Yesus dan para rasul-Nya. Bagi gereja, sebuah institusi yang telah terikat dengan struktur sekuler waktu itu dan memiliki perhatian besar pada harta kekayaan, hal ini merupakan suatu perkembangan yang berbahaya, sehingga di awal abad ke-14 semua gerakan ini dinyatakan sesat. Gerakan-gerakan yang dimaksud antara lain gerakan [[Fraticelli]] di [[Italia]], gerakan [[Waldensia]] di [[Jerman]] dan gerakan [[Hussite]] di [[Bohemia]] (yang terinspirasi oleh gerakan [[Wycliff]] di [[Inggris]]). Terlebih lagi, penampilan harta kekayaan oleh para pemimpin gereja, yang sungguh sangat berlawanan dengan harapan umum bahwa mereka harusnya miskiin harta dan sangat terikat pada prinsip-prinsip rohaniwan, digunakan oleh musuh-musuh Tahta Kepausan dalam membangun kekuatan melawan Sri Paus: Raja Prancis Philippe menggunakan strategi ini, demikian juga [[Ludwig IV]] dari [[Bavaria]]. Dalam perseteruannya dengan Ludwig, [[Paus Yohanes XXII]] mengucilkan ([[ekskomunikasi]]) dua orang tokoh [[filsuf]], Marsilius dari Padua dan [[William Ockham]], yang merupakan kritikus tahta kepausan yang sangat lantang dan yang dilindungi oleh Ludwig dari Bavaria di Munich. Sebagai balasannya, [[William Ockham]] menuduh Sri Paus dengan tujuh puluh kesalahan dan tujuh ajaran sesat.
Pope [[Benedict XII]] (1334-1342), born Jaques Fournier in Pamiers, was previously active in the inquisition against the [[Cathar]] movement. In contrast to the rather bloody picture of the [[inquisition]] in general, he was reported to be very careful about the souls of the examined, taking a lot of time in the proceedings. His interest in pacifying southern France was also motivation for mediating between the king of France and the King of England, before the outbreak of the [[Hundred Years War]].
 
Tindakan-tindakan melawan [[Kesatria Kenisah]] dalam [[Konsili Wina]] merupakan contoh dari bagian masa ini, menunjukkan kekuatan-kekuatan ini dan hubungan antara mereka. Pada tahun 1314 Asosiasi para Kardinal di Wina diperintahkan untuk memutuskan kasus [[Kesatria Kenisah]]. Dewan ini, yang semuanya tidak yakin akan kesalahan organisasi (ordo/tarekat Templar) tersebut sebagai kesalahan satu organisasi penuh itu, sepertinya tidak akan mengutuk seluruh organisasi tersebut berdasarkan bukti-bukti yang tidak cukup. Menggunakan tekanan yang besar, agar memperoleh sebagian dari kekayaan ordo Templar, sang raja berhasil mendapatkan keputusan yang ia inginkan. [[Paus Klemens V]] memerintahkan dengan resmi penindasan terhadap organisasi tersebut. Di dalam Katedral St. Maurice di Wina, Raja Prancis dan putranya Raja Navarre, duduk di damping Sri Paus saat ia mengeluarkan surat keputusan itu. Di bawah ancaman ekskomunikasi, tidak ada orang yang boleh membuka suara dalam peristiwa itu, kecuali apabila ditanya oleh Sri Paus. Para Kesatria Kenisah yang datang di Wina untuk memberikan pembelaan terhadap organisasi mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan pembelaan tersebut. Awalnya Asosiasi Kardinal memutuskan bahwa para Kesatria Kenisah diperbolehkan untuk memberikan pembelaan. Namun setelah kedatangan Raja Prancis di Wina dan adanya tekanan kepada Asosiasi Kardinal tersebut, keputusan itu dibatalkan.
=== Submission ===
 
== Tahta Kepausan pada Abad ke-14 ==
Under Pope [[Clement VI]] (1342-1352) the French interests started dominating the [[Holy See]]. Clement VI had been Archbishop of [[Rouen]] and advisor to Philippe IV before, so his links to the French court were much stronger than those of his predecessors. At some point he even financed French war efforts out of his own pockets. He reportedly loved luxurious wardrobe and under his rule the extravagant life style in Avignon reached new heights.
=== Konflik antara Para Paus dan Raja Prancis ===
Pada awal abad ke-14, masa di mana terjadi bencana-bencana besar seperti wabah penyakit yang disebut Kematian Hitam (''[[Black Death]]'') dan [[Perang Seratus Tahun]] antara dua kekuatan utama di [[Eropa]], tahta kepausan terlihat berada di puncak kekuasaannya. [[Paus Bonifasius VIII]] (1294-1303, terlahir Benedict Caetani), seorang politisi yang berpengalaman yang kadang-kadang digambarkan sebagai seseorang yang kasar dan sombong, adalah seorang pendukung kuat konsep kekuasaan menyeluruh tahta kepausan atas semua Dunia Kristen, seperti yang tercantum di dalam ''[[Dictatus Papae]]'' yang dikeluarkan oleh [[Paus Gregorius VII]].
 
Masalah konkret yang menimbulkan konflik dengan Raja Prancis adalah masalah apakah pemerintahan sekuler diperkenankan untuk menarik pajak dari para rohaniwan. Dalam surat resminya ''[[Clericis Laicos]]'' tahun 1296, [[Paus Bonifasius VIII]] melarang pajak apapun terhadap harta milik gereja kecuali oleh tahta kepausan atau pembayaran pajak tersebut ke gereja. Namun hanya satu tahun kemudian ia memberikan hak kepada Raja Prancis untuk menarik pajak dari para rohaniwan apabila dalam situasi genting.
Clement VI is also the pope who reigned during the [[Black Plague]]. This [[epidemic]] swept through Europe between [[1347]]-[[1350]], and is believed to have killed about one third of [[Medieval demography|Europe's population]].
 
Sukses besar Tahun Yubileum 1399 (dilaporkan ada sekitar dua juta peziarah mengunjungi Roma tahun itu) memperkuat kewibawaan tahta kepausan, membawa pendapatan uang bagi [[Roma]] dan menyebabkan Sri Paus untuk merasa kekuatannya jauh lebih besar dari yang sesungguhnya ada. Setelah penangkapan Uskup Pamiers oleh Raja Prancis [[Philippe IV]], Sri Paus mengeluarkan surat resmi ''[[Salvator Mundi]]'' yang menarik kembali semua hak istimewa yang diberikan kepada Raja Prancis oleh paus-paus sebelumnya, dan mengeluarkan surat resmi ''[[Ausculta Fili]]'' beberapa minggu kemudian dengan tuduhan-tuduhan kepada sang raja, memerintahkannya untuk menghadiri sebuah pengadilan di [[Roma]].
Pope [[Innocent VI]] (1352-1362), born Etienne Aubert, was less partisan than Clement VI. He was keen on establishing peace between France and England, having worked to this end in papal delegations in [[1345]] and [[1348]]. His gaunt appearance and austere manners commanded higher respect in the eyes of nobles at both sides of the conflict. However, he was also indecisive and impressionable, already an old man when being elected Pope. In this situation, the King of France managed to influence the Holy See, although papal legates played key roles in various attempts to stop the conflict. Most notably in [[1353]] the Bishop of Porto, [[Guy de Boulogne]], tried to set up a conference. After initial successful talks the effort failed,
largely due to the mistrust from English side over the Guy's strong ties with the French court. In a letter Innocent VI himself wrote to the [[Duke of Lancaster]]: "Although we were born in France and although for that and other reasons we hold the realm of France in special affection, yet in working for peace we have put aside our private prejudices and tried to serve the interested of everyone".
 
Dalam sebuah pernyataan tegas mengenai kekuasaan Sri Paus, Bonifasius menyatakan bahwa "Tuhan telah meletakkan kita di atas para raja dan kerajaan". Sebagai balasan, Philippe menulis "Kebodohan yang mulia mungkin mengerti bahwa kami bukanlah budak siapapun dalam urusan duniawi", dan mengadakan sebuah pertemuan dengan ''États Généraux'', yaitu kumpulan para penguasa di Prancis, yang mendukung posisinya. Raja Prancis mengeluarkan tuduhan-tuduhan sodomi, korupsi, ilmu hitam dan ajaran sesat terhadap Sri Paus dan memerintahkannya untuk datang di hadapan mereka. Jawaban Sri Paus adalah penegasan paling kuat mengenai kekuasaan Sri Paus hingga hari ini. Dalam ''[[Unam Sanctam]]'', terbit tanggal 18 November 1302, Sri Paus menetapkan bahwa "sangat penting bagi penyelamatan jiwa bahwa setiap umat manusia tunduk kepada Uskup Roma".
With Pope [[Urban V]] (1362-70) the control of the French court over the Papacy became more direct. Urban V himself is described as the most austere of the Avignon popes after Benedict XII and probably the most spiritual of all. However, he was not a strategist and made substantial concessions to the French crown especially in finances, a crucial issue during the war with England. In [[1369]] Pope Urban V supported the marriage of [[Philip II, Duke of Burgundy|Philip the Bold]] of [[Burgundy]] and [[Margaret of Flanders]], rather than giving dispensation to one of [[Edward III]]'s sons to marry Margaret. This clearly showed the partisanship of the Papacy, and correspondingly the respect of the church dropped.
 
Saat Sri Paus sedang mempersiapkan surat resmi yang akan mengucilkan Raja Prancis dan Prancis, dan akan memecat semua rohaniwan di Prancis, [[William Nogaret]], kritikus paling tajam terhadap tahta kepausan di lingkaran penguasa Prancis, memimpin sebuah delegasi ke Roma dengan perintah Raja Prancis yang sengaja dibuat tidak mengikat untuk membawa Sri Paus, bila perlu dengan paksa, ke sebuah pengadilan untuk memutuskan semua tuduhan terhadapnya. Nogaret bekerja sama dengan para kardinal dari Keluarga Colonna, yang sejak lama merupakan musuh-musuh [[Paus Bonifasius VIII]], yang pernah diancam akan diserbu oleh Sri Paus pada awal-awal masa kepemimpinannya. Pada tahun 1303 tentara-tentara Prancis dan Italia menyerang Sri Paus di Anagni, kota asalnya, dan berhasil menangkapnya. Ia dibebaskan oleh para penduduk Anagni tiga hari kemudian. Namun, akibat usianya yang sudah lanjut (86 tahun) dan kondisinya yang tercabik-cabik akibat serangan fisik terhadap dirinya, [[Paus Bonifasius VIII]] meninggal dunia beberapa minggu setelah kejadian ini.
=== Schism: The War of the Eight Saints ===
 
=== Masa Kerja Sama dengan Raja Prancis ===
[[Image:BNMsItal81Fol18RomeWidowed.jpg|thumb|left|250px|A medieval map of Rome from a manuscript of the period (Paris, Bibliothèque Nationale, MS Ital. 81, folio 18). The illustration shows Rome personified as widow grieving the loss of the papacy.]]
Wafatnya [[Paus Bonifasius VIII]] menyebabkan tahta kepausan kehilangan politisi yang paling handalnya yang mampu bertahan melawan kekuatan sekuler Raja Prancis. Setelah masa damai di bawah kepemimpinan [[Paus Benediktus XI]] (1303-1304), [[Paus Klemens V]] (1305-1314) terpilih menjadi Sri Paus. Ia dilahirkan di Prancis bagian selatan (Gascony), tetapi tidak memiliki hubungan langsung dengan para bangsawan Prancis. Ia berhutang budi pada para rohaniwan Prancis atas terpilihnya dia menjadi Sri Paus. Ia tidak menyetujui pindah kembali ke Roma dan mendirikan istananya di Avignon.
 
Dalam situasi ketergantungan terhadap tetangga-tetangga yang berkuasa di Prancis, tiga prinsip utama menjadi strategi politis [[Paus Klemens V]]: penindasan terhadap gerakan-gerakan sesat (seperti aliran Kathar di Prancis bagian selatan); reorganisasi administrasi internal gereja; dan usaha-usaha pelestarian citra gereja sebagai alat tunggal Tuhan di bumi. Prinsip ketiganya itu langsung ditentang oleh Raja [[Philippe IV]] ketika ia mendorong sebuah pengadilan malawan mantan musuhnya, [[Paus Bonifasius VIII]], atas tuduhan ajaran sesat. Memberikan pengaruh yang kuat pada Asosiasi para Kardinal, hal ini bisa menjadi sebuah pukulan yang telak pada kekuasaan gereja. Dan sebagian besar politik dari Paus Klemens V memang dirancang untuk menghindari pukulan politis seperti itu, yang pada akhirnya ia memang berhasil mengelakkannya. Namun, harga yang dibayar untuk hal ini sangat banyak. Salah satunya, meski secara pribadi sangat ragu, pada akhirnya Sri Paus mendorong diambilnya tindakan-tindakan terhadap Kesatria Kenisah, dan ia secara pribadi memutuskan untuk menindas organisasi tersebut.
The most influential decision in the reign of Pope [[Gregory XI]] (1370-1378) was the return to Rome in [[1378]]. Although the Pope was French born and still under strong influence by the French King, the increasing conflict between factions friendly and hostile to the Pope posed a threat to the Papal lands and to the allegiance of Rome itself. When the Papacy established an embargo against grain exports during a food scarcity 1374/75, [[Florence]] organised several cities into a league against the Papacy: [[Milan]], [[Bologna]], [[Perugia]], [[Pisa]], [[Lucca]] and [[Genoa]]. The papal legate, [[Robert de Geneva]], a relative to the House of [[Savoy]], pursued a particular ruthless policy against the league to re-establish control over these cities. He convinced Pope Gregory to hire Breton mercenaries. To quell an uprising of the inhabitants of [[Cesena]] he hired [[John Hawkwood]] and had the majority of the people massacred (between 2500 and 3500 people were reported dead). Following such events opposition against the Papacy strengthened. Florence came in open conflict with the Pope, a conflict called "the war of the eight saints" in reference to the eight states in Italy involved. The entire city of Florence was excommunicated and as reply the export of clerical taxes was stopped. The trade was seriously hampered and both sides had to find a solution. In his decision about
returning to Rome, the Pope was also under the influence of [[Catherine of Siena]], later canonised, who preached for a return to Rome.
 
Salah satu masalah penting pada masa kepemimpinan [[Paus Yohanes XXII]] (terlahir Jacques Dueze di Cahors, dan sebelumnya adalah Kardinal Avignon), adalah konfliknya dengan Kaisar [[Louis IV]] dari [[Kekaisaran Romawi Suci]]. Sang kaisar menolak hak Sri Paus untuk mengangkat seorang kaisar dengan meletakkan mahkota di atas kepalanya. Ia menggunakan taktik yang mirip dengan apa yang dipakai oleh Raja Prancis Philippe sebelumnya dan memerintahkan para bangsawan Jerman untuk mendukung keputusannya. Marsilius dari Padua memberikan pembenaran terhadap supremasi sekuler di atas wilayah Kekaisaran Romawi Suci. Konflik dengan sang kaisar ini, yang seirngkali menyebabkan perang-perang yang mahal, membawa tahta kepausan semakin ke dalam tangan kekuasaan Raja Prancis.
The schism itself was finally ended by a series of [[council]]s up to [[1417]]. The establishment of the church councils, with the power to decide over the position of Pope, was one of the main outcomes of the schism. However, it didn't survive long beyond [[1417]].
 
[[Paus Benediktus XII]] (1334-1342), terlahir Jacques Fournier di Pamiers, sebelumnya aktif dalam gerakan [[inkuisisi]] melawan gerakan Kathar. Tidak seperti gambaran kejam dalam gerakan inkuisisi pada umumnya, ia diceritakan sangat hati-hati dalam berhubungan dengan orang-orang yang diperiksa, mengambil banyak waktu dalam proses pemeriksaan mereka. Keinginannya untuk membuat Prancis bagian selatan yang damai juga menjadi motivasinya untuk menengahi konflik antara Raja Prancis dan Raja Inggris sebelum pecahnya [[Perang Seratus Tahun]].
===Criticism===
 
The period has been called the "[[Babylonian captivity]]" of the popes, particularly by [[Martin Luther King]] but also by many Catholic writers. This [[nickname]] is polemical, in that it refers to the claim by critics that the prosperity of the church at this time was accompanied by a profound compromise of the Papacy's spiritual integrity, especially in the alleged subordination of the powers of the Church to the ambitions of the French kings. Coincidentally, the "captivity" of the popes at Avignon lasted around the same duration as the exile of the [[Jew]]s in [[Babylon]], making the analogy all the more convenient and rhetorically potent. For this reason, the Avignon papacy has been and is often today depicted as being totally dependent on the French kings, and sometimes as even being treacherous to its spiritual role and its heritage in Rome.
=== Masa Tunduk pada Raja Prancis ===
Di bawah kepemimpinan [[Paus Klemens VI]] (1342-1352) kepentingan-kepentingan Prancis mulai mendominasi Tahta Suci. [[Paus Klemens VI]] sebelumnya adalah Uskup Agung Rouen dan penasehat [[Philippe IV]], sehingga ia memiliki hubungan yang jauh lebih kuat pada Istana Prancis dibandingkan para pendahulunya. Pada beberapa kesempatan ia bahkan membiayai usaha-usaha perang Prancis dari hartanya sendiri. Ia diceritakan mencintai pakaian-pakaian mahal dan di bawah kepemimpinannya gaya hidup mewah di [[Avignon]] mencapai puncak yang lebih tinggi.
 
[[Paus Klemens VI]] adalah juga Sri Paus yang memerintah pada saat terjadi Wabah Hitam atau Kematian Hitam. [[Epidemi]] ini menyapu seluruh Eropa antara tahun 1347-1350, dan dipercaya telah membunuh sekitar sepertiga populasi Eropa.
 
[[Paus Innosensius VI]] (1352-1362), terlahir Etienne Aubert, tidak terlalu bersikap memihak seperti [[Paus Klemens VI]]. Ia giat berusaha mendamaikan Prancis dan Inggris karena ia sebelumnya berada di dalam delegasi Sri Paus untuk perihal tersebut pada tahun 1345 dan 1348. Penampilannya yang sederhana yang kepribadiannya yang penuh perhatian mendapatkan rasa hormat di mata para bangsawan dari kedua belah pihak yang sedang di dalam konflik. Namun, ia juga seseorang yang tidak bisa mengambil keputusan dengan cepat dan mudah terpengaruh karena ia sudah berusia sangat lanjut ketika terpilih sebagai Sri Paus.
 
Dalam situasi ini, Raja Prancis berhasil memengaruhi Tahta Suci, walaupun para wakilnya memainkan peran-peran penting dalam berbagai usaha untuk menghentikan konflik. Yang paling terkenal adalah pada tahun 1353 saat Uskup Porto, Guy de Boulogne, mencoba mengadakan sebuah konferensi. Setelah sukses berbicara dengan kedua belah pihak, usaha ini akhirnya gagal akibat ketidak-percayaan pihak Inggris atas hubungan kuat Guy dengan Istana Prancis. [[Paus Innosensius VI]] secara pribadi menulis surat kepada Bangsawan Lancaster: "Walaupun kami dilahirkan di Prancis dan walaupun oleh karenanya kami memiliki kecintaan khusus bagi tanah Prancis, tetapi dalam bekerja demi perdamaian kami telah menyisihkan segala prasangka pribadi kami dan mencoba untuk berjuang demi kepentingan semua orang".
 
Dengan [[Paus Urbanus V]] (1362-1370) kendali Istana Prancis atas Tahta Kepausan semakin besar. [[Paus Urbanus V]] sendiri digambarkan sebagai yang paling rendah hati dari para paus Avignon setelah [[Paus Benediktus XII]] dan mungkin yang paling religius di antara semuanya. Namun, ia bukanlah seorang ahli strategi dan membuat konsesi-konsesi penting kepada tahta kerajaan Prancis terutama di bidang keuangan, sebuah masalah penting dalam perang melawan Inggris. Pada tahun 1369 [[Paus Urbanus V]] mendukung pernikahan [[Philip II]], Bangsawan Burgundy, dan Margaret dari Flanders, daripada memberikan dispensasi pada salah satu putra Raja Edward III dari Inggris untuk menikahi Margaret. Hal ini secara jelas menunjukkan keberpihakan Tahta Kepausan sehingga menyebabkan rasa hormat kepada gereja menjadi turun secara drastis.
 
=== Skisma ===
Keputusan berpengaruh terpenting pada masa kepemimpinan [[Paus Gregorius XI]] (1370-1378) adalah untuk kembali ke Roma pada tahun 1378. Walau Sri Paus adalah orang Prancis dan masih di bawah pengaruh kuat Raja Prancis, konflik-konflik yang semakin meningkat antara pihak-pihak yang bersahabat dan yang bermusuhan dengan Sri Paus memberikan ancaman nyata terhadap daerah kekuasaan Tahta Kepausan dan kepada kesetiaan Roma kepada Kepausan Avignon. Ketika Tahta Kepausan memberikan embargo terhadap ekspor biji gandum selama masa kekurangan pangan pada tahun 1374-1375, [[Florensia]] mengumpulkan beberapa kota ke dalam sebuah organisasi melawan Tahta Kepausan: [[Milan]], [[Bologna]], [[Perugia]], [[Pisa]], [[Lucca]] dan [[Genoa]]. Duta Tahta Kepausan, Robert dari Geneva, seorang kerabat Keluarga Savoy, memilih kebijaksanaan yang keras dalam usaha melawan organisasi tersebut untuk mendirikan kembali kendali atas kota-kota ini. Ia meyakinkan [[Paus Gregorius XI]] untuk menyewa tentara bayaran Breton yang berasal dari Brittany, Prancis. Untuk meredam pemberontakan dari para penduduk Cesena ia menyewa [[John Hawkwood]] dan memerintahkan pembunuhan massal orang-orang tersebut (antara 2500 hingga 3500 orang dinyatakan tewas).
 
Setelah kejadian-kejadian ini, sikap menentang Tahta Kepausan semakin menguat. Florensia melakukan konflik terbuka melawan Sri Paus, sebuah konflik yang disebut [[Perang Delapan Orang Suci]] sebagai referensi atas delapan negara di Italia yang terlibat di dalamnya. Seluruh Florensia dikucilkan dan sebagai balasannya pengiriman pembayaran pajak administrasi dan rohaniwan dihentikan. Kondisi perdagangan menjadi sangat parah dan kedua belah pihak harus menemukan jalan keluar dari konflik ini.
 
Dalam keputusannya untuk kembali ke Roma, [[Paus Gregorius XI]] juga dipengaruhi oleh [[Katarina dari Siena]] (belakangan juga di[[kanonisasi]] sebagai [[Santa|orang suci]] dan diberi gelar [[Pujangga Gereja]]), yang menyerukan agar Tahta Kepausan kembali ke Roma.
 
Skisma itu sendiri akhirnya berakhir lewat beberapa [[konsili]] hingga tahun 1417. Berdirinya dewan-dewan gereja dengan kekuasaan untuk mengambil keputusan atas kedudukan Sri Paus adalah salah satu hasil utama dari skisma ini. Namun, hal ini tidak bertahan lama setelah tahun 1417.
 
=== Kritik ===
Periode ini telah dijuluki "Tawanan Babilonia" Para paus, terutama dari [[Martin Luther]] dan juga banyak penulis Katolik. Nama julukan ini memiliki berbagai unsur permasalahan karena di dalamnya julukan tersebut merujuk pada pendapat para kritikus bahwa kesejahteraan gereja pada masa ini didampingi dengan sebuah kompromi yang besar terhadap integritas spiritual Tahta Kepausan, khususnya dalam tuduhan tunduknya kekuasaan gereka pada ambisi raja-raja Prancis. Secara kebetulan, lama masa para paus di Avignon adalah sama lamanya dengan lama masa pembuangan orang Yahudi di Babilonia, membuat analogi tersebut lebih mudah dimengerti dan ampuh secara retoris. Untuk alasan ini, Kepausan Avignon hingga hari ini digambarkan sebagai kepemimpinan yang bergantung penuh pada raja-raja Prancis, dan kadang-kadang bahkan digambarkan sebagai masa kepemimpinan yang mengkhianati peran spiritual sebenarnya dan mengkhianati warisannya di Roma.
 
=== Ringkasan ===
 
Hubungan antara [[Paus|Tahta Kepausan]] dan [[Prancis]] berubah secara drastis padaselama [[abad ke-14]]. Dimulai dengan konflik terbuka antara [[Paus BonifaciusBonifasius VIII]] dan Raja [[Philippe IV]] dari Prancis]], hubungan ini berubah menjadi kerja sama dari [[1305]] hingga [[1342]], dan akhirnya kepausanTahta Kepausan berada di bawah pengaruh kuat takhta kerajaan Prancis hingga [[1378]]. Sifat partisan dari kepausan ini merupakan salah satu alasan dari jatuhnya kehormatan lembaga tersebut, yang pada gilirannya merupakan salah satu alasan untuk [[Skisma Barat|skisma]] dari [[1378]]-[[1417]]. Pada masa Skisma ini, perebutan kekuasaan dalam kepausanTahta Kepausan menjadi daerah pertempuran dari kekuatan-kekuatan utama, dengan prancis yangPrancis mendukung Sri Paus di [[Avignon]] dan Inggris mendukung Sri Paus di [[Roma]]. Pada akhir abad itu, masih dalam keadaan skisma, kepausanTahta Kepausan telah kehilangan sebagian besar dari kekuasaan politiknyapolitik langsungnya, dan negara-negara [[bangsa|kebangsaan]] Prancis dan Inggris muncul sebagai kekuatan-kekuatan utama di Eropa.
 
Secara keseluruhan adalah sebuah penilaian yang berlebih-lebihan untuk menggambarkan Tahta Kepausan sebagai boneka tahta kerajaan Prancis. Bahkan pada masa berada di [[Avignon]] (1305-1378), Tahta Kepausan selalu mengejar tujuannya untuk memperssatukan bangsawan-bangsawan Kristen (contohnya dengan menengahi konflik [[Prancis]] dan [[Inggris]]) dan untuk menegakkan posisi Gereja (contohnya dengan menghindarkan dakwaan ajaran sesat terhadap [[Paus Bonifasius VIII]] yang dibuat oleh [[Philippe IV]]). Hanya pada masa-masa berikutnya, saat Raja Prancis yang kuat berhadapan dengan Sri Paus yang lemah, Tahta Kepausan memberikan konsesi-konsesi pada Raja Prancis, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan [[Paus Urbanus V]] yang memang berpihak pada Prancis dan yang ditekan oleh Raja Prancis.
Overall, it seems an exaggeration to characterise the Papacy as a puppet of the French throne. Even during its Avignon period, [[1305]] - [[1378]], the Papacy always pursued its own goals of uniting Christian lords (for example by mediating between France and England) and to uphold the position of the Church (for example by preventing charges of [[heresy]] against [[Boniface VIII]] made by King Philippe). Only in later times, when a strong French King faced a weak pope, the Papacy made significant concessions to the French king, as under the most French-friendly Pope [[Urban V]] who was pressured by the King of France. The basis for exerting such pressure can be found in the changed balance of power in the [[14th century]]. The claim of the Papacy for [[universal sovereignty]], reiterated since Gregory VII's "[[Dictatus Papae]]" and championed by [[Boniface VIII]] at the beginning of the century, was impossible to uphold in the face of [[Scholastic]] movements and the influential works of [[Marsilius of Padua]] and [[William of Occam]]. The administrative reorganisation beginning with [[Clement V]] was successful in bringing funds to the [[Holy See]]. However, the focus on administrative and juristic issues characterised the entire Avignon Papacy and consequently it lost much respect among lower nobility and common people, who were more sympathetic to religious orders vowed to poverty rather than to a church hierarchy where cardinals often lived lives of Princes. -->
 
Dasar dari desakan untuk memberikan tekanan tersebut bisa ditemukan dari perubahan keseimbangan kekuatan di Eropa pada abad ke-14. Pendapat bahwa Tahta Kepausan bagi kemerdekaan dunia, yang ditegaskan kembali oleh [[Paus Gregorius VII]] dalam ''[[Dictatus Papae]]'' dan ditegakkan oleh [[Paus Bonifasius VIII]] pada awal abad itu, tidak mungkin untuk ditegakkan pada masa itu pada era gerakan-gerakan cendekiawan dan lahirnya karya-karya berpengaruh dari Marsilius Padua dan [[William Ockham]]. Reorganisasi administratif fimulai dengan [[Paus Klemens V]] berhasil mengumpulkan dana bagi Tahta Suci. Namun, perhatian pada masalah-masalah administratif dan hukum menggambarkan seluruh masa Kepausan Avignon, dan akibatnya masa ini kehilangan rasa hormat dari kalangan bawah dan rakyat umum yang lebih simpatik pada organisasi-organisasi keagamaan yang menegakkan kaul kemiskinan daripada pada hierarki gereja yang para kardinalnya hidup bak para pangeran.
== Pranala luar ==
*[http://www.newadvent.org/cathen/02158a.htm Catholic Encyclopedia: Avignon]
 
== RujukanLihat pula ==
* [[Anggur (minuman)|Anggur]] [[Châteauneuf-du-Pape]], yang berarti "istana baru paus", dinamai seturut tempat kediaman resmi Paus di Avignon.
 
== Bacaan lanjutan ==
#Propylaen Weltgeschichte, Band 5 "''Islam, Die Entstehung Europas''",
# Propylaen Weltgeschichte, Band 5 "''Islam, Die Entstehung Europas''",
#Chapter "''Das Hochmittelalter''", Francois Louis Ganshof, hlm. 395ff dalam [1].
# Chapter "''Religioese und Geistige Bewegungen imDas Hochmittelalter''", ArnoFrancois BrostLouis Ganshof, hlm. 489 dyb.395ff dalam [1].
# Chapter "''EuropaReligioese imund 14.Geistige Bewegungen im JahrhundertHochmittelalter''" Arno Brost, A.Rhlm. Myers,489 563ff,dyb. dalam [1].
# Chapter "''Europa im 14. Jahrhundert''", A.R. Myers, 563ff, dalam [1].
#George Holmes (ed) "''The Oxford History of Medieval Europe''", Oxford University Press, 1988.
# George Holmes (ed) "''The Oxford History of Medieval Europe''", Oxford University Press, 1988.
# Chapter "''The Civilization of Courts and Cities in the North, 1200-1500''", Malcom Vale, dalam [5].
# Piers Paul Read, "''The Templars''", Phoenix Press..
# Chapter 17, "''The Temple Destroyed''", dalam [7].
# Jonathan Sumption, "''Trial by Fire''", Faber and Faber, 1999.
# Barbara Tuchman "''A Distant Mirror''", Papermac, 1978.
# Chapter 16 "''The Papal Schism''" dalam [10].
# "Weltgeschichte", Sechster Band, Mitteleuropa und Nordeuropa, Bibliographisches Institut, Leipzig und Wien, 1906
# Hans F. Helmolt VI. "''Die westliche Entfaltung des Christentums''" dalam [12].
# Ladurie, E. le Roi. "''Montaillou, Catholics and Cathars in a French Village, 1294-1324''", terj. B. Bray, 1978. Juga diterbitkan dengan judul "''Montaillou: The Promised Land of Error''".
# Yves Renouard "''Avignon Papacy''"
 
== LihatPranala pulaluar ==
* [http://www.newadvent.org/cathen/02158a.htm Catholic Encyclopedia: Avignon]
[[Anggur (minuman)|Anggur]] [[Châteauneuf-du-Pape]], yang berarti "istana baru paus", dinamai seturut tempat kediaman resmi Paus di Avignon.
 
[[Kategori:Paus]]
{{katolik-stub}}
[[Kategori:katolikSejarah kepausan]]