Madraisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(54 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Agama Djawa Sunda''' (sering disingkat menjadi '''ADS''') adalah nama yang diberikan oleh pihak antropolog Belanda terhadap kepercayaan sejumlah masyarakat yang tersebar di daerah Kecamatan [[Cigugur, Kuningan]], [[Jawa Barat]]. Agama ini juga dikenal sebagai ''Cara Karuhun Urang'' (tradisi nenek moyang), ''agama Sunda Wiwitan'', ''ajaran Madrais'' atau ''agama Cigugur''. [[Abdul Rozak]], seorang peneliti kepercayaan Sunda, menyebutkan bahwa agama ini adalah bagian dari ''agama Buhun'', yaitu kepercayaan tradisional masyarakat [[Sunda]] yang tidak hanya terbatas pada masyarakat Cigugur di [[Kabupaten Kuningan]], tetapi juga masyarakat [[Baduy]] di [[Kabupaten Lebak]], para pemeluk "Agama Kuring" di daerah Kecamatan [[Ciparay, Bandung|Ciparay]], [[Kabupaten Bandung]], dll. Jumlah pemeluknya di daerah Cigugur sekitar 3.000 orang. Bila para pemeluk di daerah-daerah lain ikut dihitung, maka jumlah pemeluk ''agama Buhun'' ini, menurut Abdul Rozak, mencapai 100.000 orang, sehingga agama Buhun termasuk salah satu kelompok yang terbesar di kalangan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
'''Madraisme''' (disebut juga '''Agama Djawa Sunda''') adalah [[Agama asli Nusantara|aliran kepercayaan]] sejumlah masyarakat yang tersebar di daerah Kecamatan [[Cigugur, Kuningan]], [[Jawa Barat]].<ref name=":2">Didi Wiardi, “''Bertahan Untuk Tidak Gugur, Religi (Adat) Cigugur''” dalam Sisi Senyap Politik Bising, Budi Susanto, S.J. (ed.), Yogyakarta: [[Kanisius]], 2007, hlm. 172.</ref><ref>{{cite journal |last=Muttaqien |first=Ahmad |date=2013 |title=Spiritualitas Agama Lokal: Studi Ajaran Sunda Wiwitan Aliran Madrais di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat |journal=Al-Adyan |volume=8 |number=1}}</ref><ref>{{cite web|url=https://republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/10/11/6897-debudpar-akan-gelar-diskusi-sangkan-paraning-dumadi-|title=Debudpar Akan Gelar Diskusi "Sangkan Paraning Dumadi"|date=11-10-2008|website=Republika Online|access-date=15-04-2019|archive-date=2019-04-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20190415063114/https://republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/10/11/6897-debudpar-akan-gelar-diskusi-sangkan-paraning-dumadi-|dead-url=yes}}</ref> Agama tersebut juga dikenal sebagai ''Cara Karuhun Urang'' (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur.<ref name=":2" /> Agama Djawa Sunda (ADS) yang berdiri sekitar tahun 1925 di Cigugur, adalah salah satu agama lokal sekaligus juga komunitas [[masyarakat adat]] yang berkembang di [[Jawa Barat]].<ref name=":2" /> Hal ini dikarenakan ADS, disamping meyakini dan mempertahankan ajaran pendahulunya, Kyai Madrais, juga berupaya melestarikan [[warisan]] adat leluhur.<ref name=":2" /> Sebagai kelompok minoritas [[agama]] [[lokal]], ADS sering mengalami hambatan dan ancaman berupa larangan [[negara]] dan tindakan-tindakan diskriminatif dari [[kelompok]] mayoritas agama resmi yang membuat komunitas ini semakin terpinggirkan dan terdesak secara politik dan kultural.<ref name=":2" />
[[Berkas:Burung_garuda_yang_tengah_mengepakan_sayap_berdiri_di_atas_lingkaran_bertuliskan_Purna_Wisada_Melambangkan_simbol_dari_Tri_Panca_Tunggal.jpg|jmpl|Burung garuda yang tengah mengepakan sayap berdiri di atas lingkaran bertuliskan Purna Wisada Melambangkan simbol dari Tri Panca Tunggal]]
Agama Djawa Sunda atau agama Sunda Wiwitan ini dikembangkan oleh Pangeran [[Madrais]] dari Cigugur, Kuningan. Oleh pemerintah Belanda, Madrais belakangan ditangkap dan dibuang ke [[Ternate]], dan baru kembali sekitar tahun [[1920]] untuk melanjutkan ajarannya.
[[Berkas:Ruang_Sri_Manganti_tiap_tahunnya_digunakan_untuk_menyelenggarakan_acara_Seren_Taun.jpg|jmpl|Ruang Sri Manganti tiap tahunnya digunakan untuk menyelenggarakan acara Seren Taun]]
 
== Perkembangannya di Cigugur ==
Madrais — yang biasa juga dipanggil ''Kiai Madrais'' — adalah keturunan dari [[Kesultanan Gebang]], sebuah kesultanan di wilayah Cirebon Timur. Ketika pemerintah [[Hindia Belanda]] menyerang kesultanan ini, Madrais diungsikan ke daerah Cigugur. Sang pangeran yang juga dikenal sebagai '''Pangeran Sadewa Alibasa''', dibesarkan dalam tradisi [[Islam]] dan tumbuh sebagai seorang spiritualis. Ia mendirikan [[pesantren]] sebagai pusat pengajaran agama Islam, namun kemudian mengembangkan pemahaman yang digalinya dari tradisi pra-Islam masyarakat Sunda yang agraris. Ia mengajarkan pentingnya menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri, yaitu Jawa-Sunda.
Dalam kehidupan beragama, Kelurahan Cigugur merupakan suatu [[kelurahan]] yang penduduknya memeluk beraneka ragam agama.<ref name=":0" /> Hal ini dibuktikan dari data kependudukan yang menunjukkan jumlah pemeluk agama di Kelurahan Cigugur terdiri dari beragam agama, yaitu pemeluk [[Islam]] berjumlah 4.075 jiwa, [[Katolik]] 2.620 jiwa, [[Protestan]] 195 jiwa, Penghayat Kepercayaan 176 jiwa, [[Buddha]] 12 jiwa, dan [[Hindu]] 6 jiwa.<ref name=":0" /> Warga di Cigugur beragam, bersifat plural, bahkan di dalam sebuah keluarga pun terdapat keberagaman agama, antara agama [[orang tua]] dan [[anak]]-anaknya berbeda.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Qodim|first=Husnul|date=2017-12-31|title=Strategi Bertahan Agama Djawa Sunda (ADS) Cigugur|url=http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/view/1912|journal=KALAM|volume=11|issue=2|pages=329|doi=10.24042/klm.v11i2.1912|issn=2540-7759}}</ref>
 
Keanekaragaman agama yang dipeluk oleh penduduk di Cigugur tidak menyebabkan hubungan antar pemeluk yang berbeda agama renggang dan [[kaku]].<ref name=":0" /> [[Sikap]] toleransi dan saling menghargai di antara mereka justru tampak [[harmonis]].<ref name=":0" /> Keharmonisan hubungan, dibuktikan dengan adanya kerja sama dan sikap saling gotong-royong antar [[umat]] beragama dalam pembangunan berbagai [[rumah]] [[ibadah]] di Cigugur.<ref name=":0" /> Mesjid Al-Hidayah yang didirikan pada tanggal 01 [[Januari]] 2005. [[Mesjid]] ini dibangun di wilayah, dengan mayoritas warganya adalah penganut Katolik, namun mereka berusaha membantu pendirian mesjid guna memudahkan masyarakat [[muslim]] dalam beribadah.<ref name=":0" />
== Ajaran dan ritual dalam ADS ==
Madrais menetapkan tanggal 22 Rayagung menurut kalender Sunda sebagai hari raya [[Seren Taun]] yang diperingati secara besar-besaran. Upacara ini dipusatkan di Paseban Tri Panca Tunggal, rumah peninggalan Kiai Madrais yang didirikan pada [[1860]], dan yang kini dihuni oleh Pangeran [[Djatikusuma]].
 
== Asal-usul ==
Dalam upacara ini, berbagai rombongan dari masyarakat datang membawa bermacam-macam hasil bumi. Padi-padian yang dibawa, kemudian ditumbuk beramai-ramai dalam lesung sambil bernyanyi (''ngagondang''). Upacara ini dirayakan sebagai ungkapan syukur untuk hasil bumi yang telah dikaruniakan oleh [[Tuhan]] kepada manusia. Upacara "Seren Taun" yang biasanya berlangsung hingga tiga hari dan diwarnai oleh berbagai kesenian daerah ini, pernah dilarang oleh pemerintah Orde Baru selama 17 tahun, namun kini upacara ini dihidupkan kembali. Salah satu upacara "Seren Taun" pernah dihadiri oleh Menteri Perindustrian, [[Andung A. Nitimiharja]], mantan Presiden RI, [[Abdurahman Wahid]], dan istri, serta sejumlah pejabat pemerintah lainnya.
Pendiri Madrais adalah [[Pangeran]] Sadewa Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat yang dikenal dengan Pangeran Madrais atau [[Kyai]] Madrais.<ref name=":3" /> Madrais merupakan anak dari Pangeran Alibasa (Pangeran Gebang yang ke sembilan) dari pernikahannya dengan R. Kastewi, keturunan ke[[lima]] dari Tumenggung Jayadipura Susukan.<ref name=":3" /> Ketika lahir namanya adalah Pangeran Sadewa Alibasa yang dalam silsilah keluarga disebut dengan Pangeran Surya Nata atau Pangeran Kusuma Adiningrat.<ref name=":3">P. Djatikusuma, ''Spritual Culture of Karuhun Urang Tradition'', (Cagar Budaya Nasional, Cigugur Kuningan Jawa Barat, 1999), h. 1.</ref>
 
Madrais dilahirkan di Susukan Ciawi Gebang pada tahun 1822.<ref name=":3" /> Kemudian pada tahun 1825 dia dititipkan kepada Ki Sastra Wedana, seorang [[Kuwu]] di Cigugur dengan harapan kelak dapat meneruskan perjuangan leluhurnya menentang [[penjajah]].<ref name=":3" /> Untuk mengelabui [[kompeni]] diwasiatkan agar anak tersebut diakui sebagai anak Ki Sastra Wadana.<ref name=":3" /> Kemudian belakangan diketahui ia bukan anak Ki Sastra Wadana, tapi anak R. Kastewi dari Susukan Ciawigebang yang tidak dijelaskan siapa sebenarnya [[ayah]] anak tersebut.<ref name=":3" />
Madrais juga mengajarkan penghormatan terhadap [[Dewi Sri]] (Sanghyang Sri) melalui upacara-upacara keagamaan penanaman padi. Ia memuliakan [[Maulid]] [[serta semua Nabi yang diturunkan ke bumi]].
 
Dalam usia 10 tahun, Pangeran Kusuma Adiningrat bekerja pada Kuwu Sagarahiang sebagai [[gembala]] [[kerbau]] dikenal dengan nama Taswan.<ref name=":3" /> Ketika akan meninggalkan Sagarahiang, ia berpesan kepada teman-temannya bahwa nama sebenarnya adalah Madrais (singkatan dari Mohamad Rais), anak Ki Sastra Wadana dari Cigugur.<ref name=":3" /> Sekitar tahun 1840 Pangeran Kusuma Adinigrat kembali ke Cigugur dan sewaktu-waktu ia berkelana keliling Jawa Barat.<ref name=":3" /> Sampai akhirnya kembali lagi ke Cigugur dan mendirikan peguron/ [[pesantren]] dan mengajarkan agama Islam.<ref name=":3" /> Ia populer dipanggil dengan nama Kyai Madrais. Nama Kyai Madrais terkenal juga di ''Pesantren Heubel Isuk'' dan Ciwedus (daerah Gebang) sebagai seorang yang pandai dan berpengaruh.<ref name=":3" /> Selain mengajarkan agama Islam, ia juga menyampaikan ajaran agama-agama untuk ditemukan titik persamaannya dalam Ketuhanan Yang Maha Esa.<ref name=":3" /> Pedoman tersebut akan menjadi dasar dari kesadaran berprikemanusiaan dalam mewujudkan [[cinta]] kasih terhadap sesamanya.<ref name=":3" /> Oleh karena itu, Kyai Madrais disebut-sebut mendirikan Agama Jawa Sunda (ADS).<ref name=":3" />
Selain itu karena non muslim Agama Djawa Sunda atau ajaran Madrais ini tidak mewajibkan [[khitanan]]. Jenazah orang yang meninggal harus dikuburkan dalam sebuah peti mati.
 
Pandangan hidup Agama Djawa Sunda (ADS), tentunya tidak terlepas dari pandangan hidup dari Pangeran Madrais selaku pendiri dari ADS tersebut, pada awalnya sebagai pedoman [[filsafat]] atau pedoman [[teologis]] Pangeran Madrais mengekspresikan pemikirannya dalam bentuk sebagai berikut.<ref name=":4">Hariyanto, Didik, ''Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur'' (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2013)</ref>
== Masa depan ADS ==
Di masa pemerintahan [[Orde Baru]], para pemeluk agama ini mengalami kesulitan karena pemerintah hanya mengakui keberadaan lima agama, yaitu [[Islam]], [[Kristen]] (Protestan), [[Katolik Roma|Katolik]], [[Hindu]] dan [[Buddha]]. Pada akhir [[1960-an]], ketika pemerintah Orde Baru menolak mengakui keberadaan ajaran Madrais, banyak pengikutnya yang kemudian memilih untuk memeluk Islam atau Katolik.
 
* ''Percaya ka Gusti Sikang Sawiji-wiji'' (percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa);<ref name=":4" />
Kiai Madrais wafat pada tahun [[1939]], dan kepemimpinannya dilanjutkan oleh anaknya, Pangeran [[Tedjabuana]], dan kemudian oleh cucunya, Pangeran Djatikusuma yang [[11 Juli]] [[1981]] mendirikan ''Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang'' (PACKU).
* ''Ngaji Badan'' (mawas diri/introspeksi/retrospeksi);<ref name=":4" />
* ''Akur Rukun Jeung Sasama Bangsa'' (hidup [[rukun]] dengan sesama);<ref name=":4" />
* ''Hirup Ulah Pisah ti Mufakat'' (mengutamakan [[musyawarah]] untuk mencapai [[mufakat]]);<ref name=":4" />
* ''Hirup Kudu Silih Tulungan'' (hidup harus saling tolong menolong).<ref name=":4" />
 
== Ajaran ==
Pangeran Djatikusuma telah mempersiapkan anak laki-laki satu-satunya, yaitu [[Gumirat Barna Alam]], untuk meneruskan ajaran ini. Menurut ajaran Kiai Madrais, anak lelaki harus bersikap netral, dan dapat mengerti semua agama. Sementara anak-anak Djatikusuma lainnya, bebas memilih agama ataupun kepercayaan lain.
 
=== Konsep ketuhanan ===
Dalam keyakinan ADS, posisi [[Tuhan]] berada di posisi yang tertinggi, tempat yang berada di atas segala-galanya.<ref name=":3" /> Tuhan begitu sempurna karena sifat-Nya.<ref name=":3" /> Tuhan tidak berada di sisi yang jauh, tapi selalu dekat.<ref name=":3" /> Bahkan, tidak dapat dipisahkan dari ciptaan-Nya, terutama dari [[manusia]] yang merupakan makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna.<ref name=":3" /> Para penghayat ADS menyebut Tuhan dengan sebutan Gusti Sikang Sawiji-Wiji. Wiji artinya adalah inti, yaitu inti dari kelangsungan kehidupan di [[dunia]].<ref name=":3" /> Sebagai inti dari segala kehidupan, eksistensi Tuhan dapat ditransformasikan menjadi daya atau [[energi]] yang sifatnya konkret.<ref name=":3" /> Dalam hal ini, Tuhan melekat pada setiap ciptaan-Nya atau dengan kata lain inheren pada setiap entitas yang ada.<ref name=":3" /> Tuhan adalah penyebab eksistensi manusia di muka [[bumi]] karena itu keberadaan manusia tergantung sepenuhnya pada eksistensi Tuhan.<ref name=":3" /> Adanya manusia merupakan bukti yang paling riil dari adanya Tuhan.<ref name=":3" /> Pemahaman Agama Jawa Sunda tentang Tuhan bisa pula ditelisik melalui ungkapan Tri Panca Tunggal.<ref name=":3" /> Penganut ADS meyakini bahwa manusia dan Tuhan adalah manunggal.<ref name=":3" /> Arti kata manunggal adalah menyatu, karena dalam pandangan ageman ini tidak ada keterpisahan antara Tuhan sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.<ref name=":3" /> Dengan kata lain, penyatuan itu telah lengkap karena adanya kemanunggalan yang sempurna antara Tuhan yang transenden dan Tuhan yang imanen.<ref name=":3" />
 
=== Pikukuh tilu ===
Pandangannya memperoleh wujud yang semakin jelas lewat ajaran pemikiran yang disebut dengan ''Pikukuh Tilu'' yang masih diterapkan dan masih dijalankan oleh para penghayat ADS di Cigugur.<ref name=":8">http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7195/1/UJANG%20MA%27MUN-FUH.pdf</ref> Pikukuh Tilu berasal dari [[kata]] “pikukuh” dan “tilu”.<ref name=":8" /> Pikukuh artinya adalah peneguh.<ref name=":8" /> Kata ini berasal dari [[kata kerja]] kukuh yang diberi awalan pi, dimana kukuh berarti pasti, tetap, teguh dan konsisten, sementara awalan pi mempunyai fungsi untuk membentuk kata kerja menjadi [[kata benda]].<ref name=":8" /> Kata tilu sendiri adalah tingkatan [[bilangan]] yang dalam [[bahasa Indonesia]] berarti [[tiga]].<ref name=":8" /> Jadi pikukuh tilu artinya adalah “tiga peneguh yang menjadi landasan hidup manusia untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia”.<ref name=":8" /> Tiga peneguh ini adalah pedoman yang berupa tiga ketentuan yang harus selalu dipegang dan dilakukan secara konsisten dalam kehidupan.<ref name=":8" /> Isi pikukuh tilu tersebut ialah ''ngaji badan'', ''tuhu mituhu kana tanah'', dan ''madep ka ratu-raja 3-2-4-5 lilima 6''.<ref name=":8" /> ''Ngaji badan'' berarti kita harus menyadari tentang adanya sifat-sifat lain yang ada di sekitar kita.<ref name=":8" /> ''Tuhu kana Tanah'' adalah tuhu atau bersikukuh kepada kebangsaan, jadi yang dimaksud dengan ''tuhu kana tanah'' adalalah agar kita selaku manusia yang telah diciptakan menjadi [[anggota]] suatu [[bangsa]] harus mencintai bangsanya dengan cara melestarikan cara ciri bangsa sendiri.<ref name=":8" />
 
''Madep ka ratu raja 3-2-4-5 lilima 6'', madep berati mengarah kepada tujuan ratanya di atas 3, 2, 4, 5, lilima enam yang mengandung arti sebagai berikut.<ref name=":8" />
 
* Ratu-raja 3: Cipta [[rasa]] dan karsa atau Sir, Rasa dan Pikir. Dalam hidup kita selalu diselubungi oleh macam ragam kehendak atau keinginan oleh karena itu kita harus selalu waspada terhadap jalannya Sir, Rasa dan Pikir, sesuai dengan kehendak sang Pencipta atau tidak;<ref name=":8" />
* Ratu-raja 2: hukum keseimbangan dalam hidup atau adanya sifat berpasangan.<ref name=":8" /> Manusia harus sadar jangan sampai tergerak oleh pengaruh [[nafsu]] yang tidak selaras dengan sifat manusia dan sifat bangsa;<ref name=":8" />
* Ratu-raja 4: aktivitas sepasang tangan dan sepasang kaki. Ketika kita menggunakan kedua tangan dan kedua kaki hendaklah waspada dan sadar dalam gerak dan tingkah laku serta tindakan, Karena harus sesuai dengan sifat dan cara-ciri sebagai manusia;<ref name=":8" />
* Ratu-raja 5: disebut dengan panca indera. Kita harus waspada suatu menggunakan panca indera, karena panca indera merupakan [[jembatan]] penghubung antara kita dan alam sekitar;<ref name=":8" />
* Ratu-raja lilima: sifat dari fungsi indera artinya walaupun dalam sifat panca indera kita sama, tetapi sifat-sifat bangsa yang satu dengan yang lain berbeda cara-cirinya;
* Ratu-Raja 6: tunggal wujud manusia seutuhnya.<ref name=":8" /> Wujud kita adalah manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang diberi tugas untuk mewujudkan kedamaian di alam lahir sesuai dengan sifat dan kodrat yang diberikan kepada manusia yaitu peri kemanusiaan.<ref name=":8" />
 
=== Hukum ===
 
==== Sunat ====
Para pengikut ADS tidak diperkenankan oleh pemimpinnya untuk melakukan [[sunat]].<ref name=":5" /> Khitan (sunat) dalam kepercayaan Madrais adalah sama halnya dengan menghilangkan sebagian anggota [[tubuh]] manusia.<ref name=":5" /> Tindakan itu sama sekali tidak dianjurkan dalam kepercayaan Madrais karena Tuhan telah menciptakan manusia dengan sangat sempurna, tidak perlu lagi ada yang dikurangi ataupun ditambahkan.<ref name=":5" /> Jika manusia melakukan praktek sunat, yang berarti tidak menjaga kesempurnaan yang diberikan Tuhan kepada manusia.<ref name=":5" /> Dengan demikian, orang yang melakukan sunat dianggap sebagai orang yang tidak dapat ber[[syukur]] dan juga sangat [[kufur]].<ref name=":5" /> Para penghayat Agama Djawa Sunda (ADS) meyakini bahwa Gusti Kang Sawiji-Wiji atau Tuhan Yang Maha [[Esa]] telah menciptakan seluruh [[alam]] beserta isinya itu dengan sangat lengkap dan sempurna.<ref name=":5" /> Manusia, sebagai salah satu ciptaan-Nya, diharuskan untuk menjaga apa yang telah diciptakan oleh Penguasa Alam ini.<ref name=":5">Siti Umi Aqiqah, “''Praktik-Praktik Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (Studi Kasus Sunat pada Kepercayaan Madrais''”, Skripsi tidak diterbitkan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), hlm. 53.</ref>
 
=== Pernikahan ===
 
Dalam adat dan tradisi ADS, pernikahan itu bertumpu pada apa yang disebut sebagai awal [[tunggal]] akhir jadi sawiji (awalnya satu, akhirnya jadi menyatu).<ref name=":1" /> Artinya, setiap manusia itu pada mulanya tunggal (satu atau sendiri) sebagai hamba Tuhan dan ''tunggal hirup'' (hidup sendiri).<ref name=":1" /> Tetapi kemudian pada akhirnya ia akan menyatu dengan [[pasangan]]nya masing-masing dalam kehidupan melalui suatu [[hukum]] dan hubungan [[batin]] yang terjalin.<ref name=":1" /> Dalam ajaran ADS, pernikahan itu bukanlah semata-mata untuk menunaikan ibadah dan rasa cinta kepada Tuhan semata, namun juga jalan untuk memelihara ke[[turunan]] manusia, menjaga keadaan alam semesta dan jalan untuk meraih kesempurnaan hidup.<ref name=":1" /> Calon [[pengantin]] diharuskan meminta persetujuan kepada kedua orang tuanya masing-masing.<ref name=":1" /> Ketika sudah disetujui, maka mereka akan diwajibkan menjalani [[tradisi masar]], yaitu masa saling mengenal yang sekurang-kurangnya adalah 100 [[hari]].<ref name=":1" /> Hal ini dilakukan dengan tujuan agar kedua calon pasangan yang akan menikah itu [[jimah]], tidak lagi berubah [[pikiran]].<ref name=":1" /> Para penghayat kepercayaan ADS, tidak diperkenankan untuk mengikat [[janji]] [[suci]] perkawinan di depan seorang penghulu yang resmi ditunjuk [[pemerintah]] karena pemimpin [[upacara]] pernikahannya adalah penggawa khusus yang telah ditentukan oleh pimpinan ADS.<ref name=":1" /> Pernikahan yang telah terbina itu biasanya bersifat langgeng karena dalam ADS tidak ada kata berpisah.<ref name=":1" />
 
==== Kematian ====
Untuk menghadapi kematian biasanya pengikut Madrais yang menghadapi sakarotul maut oleh kawan-kawannya ditunggu sambil dikatakan ''wajon lawan'', artinya ayo lawan, dan bila ia meninggal mereka berkata: ''Hih Bet olehan'' sama artinya dengan Lo, tukang kalah.<ref name=":6" /> Setiap warga pengikut Agama Djawa Sunda (ADS) yang meninggal dunia, [[jenazah]]nya dibungkus dengan [[kain]] [[hitam]], dimasukkan ke dalam [[peti]] mati [[kayu]] [[jati]].<ref name=":6" /> Setelah dimasukkan ke dalam liang [[kubur]], tempat peristirahatan jenazah itu ditaburi dengan [[arang]], [[kapur]] dan [[beras]] di sekitar peti mati.<ref name=":6" /> Posisi [[orang]] yang [[meninggal]] itu diatur dengan sedemikian rupa, di mana posisi [[kaki]] dan [[tangan]]nya harus agak terlipat (mentongkrong), dan sebisanya [[makam]] dari jenazah itu tidak berada satu tempat dengan pemakaman umat beragama lain, termasuk dengan makam orang Islam.<ref name=":6">S, Suwarno Imam. 2005. ''Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa''. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada</ref>
 
== Istilah-istilah keagamaan ==
 
* [[Syahadat]] agama Djawa Sunda dalam bahasa sunda yang artinya, tidak Ada tuhan melainkan Allah dan Madrais ialah [[Rasullah]].<ref name=":1" /> Rasullah menurut ajaran Madrais bukan berarti utusan Allah, tetapi Rosulullah artinya [[rasa]] sejati.<ref name=":1" /> Madrais artinya bukan nama orang tetapi hakikat dari nama tersebut ialah [[cahaya]] sejati.<ref name=":1">Kartapraja, Kamil, 1990. ''Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Di Indonesia'', CV Haji Masagung, Jakarta.</ref>
* Kupasan dari kejadian manusia berasal dari [[api]], [[air]], [[angin]] dan [[tanah]].<ref name=":1" /> Yang dipandang sumber dari segala kejadian menurut ajaran Madrais ialah api, oleh karena itu Madrais memuliakan api sejati, yang tidak tampak dipandang oleh [[mata]] dan tidak dapat diraba dengan indera yang manapun hanya dapat diraba dengan raba batin dan yakin.<ref name=":1" /> Di rumah Madrais selalu menyalakan [[api unggun]].<ref name=":1" />
* Wajib menyembah kepada [[guru]], [[ratu]] (pemerintah) dan kedua orang tua.<ref name=":1" /> Memelihara [[tanah]] dengan bercocok [[tanam]] dengan baik dan mengenai penghidupan, istilah menyembah tanah, mengkiblat ka ratu (artinya mentaati pemerintah).<ref name=":1" />
* Dilarang menentang adat [[desa]], sedangkan agama Islam disebut agama yang baik untuk orang [[Arab]].<ref name=":1" />
* Perkawinan, kematian dan sebagainya mempunyai cara sendiri di luar cara yang biasa dilakukan oleh umat Islam, dasar perkawinan suka-sama suka, pengikut Madrais dilarang [[kawin]] di [[penghulu]].<ref name=":1" /> Untuk urusan [[cerai]] tidak ada, namun bila satu pasangan sudah tidak cocok satu sama lain mereka boleh berpisah begitu saja. [[Laki-laki]] kaum ADS dilarang untuk bersunat dan tidak boleh solat secara Islam.<ref name=":1" /> Soal warisan diatur berdasarkan hukum adat.<ref name=":1" />
* Pikukuh tilu merupakan ajaran kuno suku sunda, istilah ini merupakan frase ber[[bahasa Sunda]] di lihat dari segi bahasa pikukuh tilu berasal dari dua kata, pikukuh dan tilu, pikukuh berarti yang bermakna suatu hal yang harus dipegang teguh karena sudah menjadi satu kepastian.<ref name=":1" /> Sedangkan kata tilu merupakan kata bilangan yang dalam bahasa Indonesia berarti tiga, jadi secara sederhana pikukuh tilu, bisa diartikan tiga hal yang harus senantiasa dipegang dalam kehidupan.<ref name=":1" />
 
== Penyebaran ajaran ==
[[Wayang]] menjadi media yang ampuh dipakai oleh Madrais dalam menyebarkan ajarannya.<ref name=":1" /> Biasanya [[murid]]nya menonton dan Madrais menjadi [[dalang]]nya, selain wayang Madrais juga mengajarkan ajarannya melalui [[Tayuban]] atau [[tari]]-tarian.<ref name=":1" /> Nuansa [[hiburan]] dalam penyebaran ajaran ADS sangat disukai oleh pengikutnya karena tingkat [[pendidikan]] dan pemahaman masyarakat Cigugur Kuningan pada saat itu masih rendah, maka melalui pertunjukan [[seni]], inti sari ajaran ADS mudah masuk dan diserap oleh pengikutnya ditambah pengetahuan dasar tentang ajaran Islam sangat lemah di antara mereka.<ref name=":1" /> Setiap [[bulan]] [[maulud]] murid-murid Madrais berkumpul di Cigugur, mereka datang dari [[Cirebon]], [[Sumedang]], [[Garut]] jumlahnya hampir 2500 orang.<ref name=":1" /> Pada waktu itu Madrais hanya dengan menggunakan [[cawat]] saja tiarap di atas api unggun yang dinyalakan di dalam suatu [[dapur]], sehingga Madrais dan api terhalang oleh tembok.<ref name=":1" /> Dari tubuh Madrais keluar keringat bercucuran yang ditampung dalam satu tempat yang penuh air, air campuran dengan keringat Madrais ini di bagi-bagikan kepada pengikutnya yang disambut sebagai berkah dari sang guru.<ref name=":1" />
 
Pengikut Madrais sangat berani berkorban untuk kepentingan gurunya.<ref name=":7" /> Pada zaman [[Belanda]] kehidupan Madrais beserta keluarga sangat mewah seperti seorang [[bupati]].<ref name=":7" /> Madrais meninggal pada usia 65 tahun.<ref name=":7" /> Setelah kepergian pemimpin ADS digantikan oleh anaknya pangeran Teja Buana, tetapi pemahamannya tentang ajaran ADS tidak sebaik bapaknya dan cara dia menarik dana dari pengikutnyapun tidak sehalus ayahnya hingga banyak pengikutnya yang kecewa dan akhirnya berkurang.<ref name=":7" />
 
Selama kepemimpinan Teja buana aliran Madrais mengalami pasang surut.<ref name=":7" /> Pada tahun 1944, Teja buana mengumumkan ADS telah di bubarkan karena tekanan dari pihak [[Jepang]].<ref name=":7" /> Tapi, ketika pertengahan tahun 1948 ADS dihidupkan kembali oleh Tejanbuana, karena yang berkuasa bukan Jepang lagi tetapi Belanda sampai waktu pemberontakan [[Kartosuwiryo]] menyerang kelompok ADS, maka Teja buana pindah dari Cigugur dan tinggal di Cirebon.<ref name=":7" /> Pada tanggal 10 januari 1959 Tejambuana berusaha mengadakan [[Kongres]] Agama-agama Djawa dengan maksud untuk menghidupkan kembali [[ajaran]] ini. Tetapi perkembangan ADS tidak pesat seperti dulu dan semakin hari semakin melemah.<ref name=":7">http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious/article/view/1389/pdf_8</ref>
 
Teja buana mendaftarkan ADS pada badan koordinasi kebatinan Indonesia (BKKI), setelah [[himpunan]] kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa (HPK) berdiri pada tahun 1981.<ref name=":7" /> Pada perkembangan selanjutnya ADS memanifestasikan diri menjadi Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (PACKU) di bawah pimpinan Pangeran Djatikusuma.<ref name=":7" /> Paguyuban tersebut juga terdaftar pada [[Direktorat Bina Hayat]] sebagai lembaga formal dengan No. 192/R.3/N.1/1982 yang bekerja di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.<ref name=":7" />
 
Akibat pendirian PACKU ini, mantan anggota dari ADS yang sudah bepindah ajaran menjadi Katolik sebanyak 2000 orang menyatakan ke luar dari keanggotaan [[gereja]] dan berbalik arah menjadi anggota PACKU.<ref name=":7" /> Banyak terjadi pertengkaran antara sesama anggota keluarga, bapak dengan anaknya, istri dengan suaminya.<ref name=":7" /> Setahun setelah kejadian tersebut PACKU kemudian dilarang dengan Surat Keputusan Kepala [[Kejaksaan Tinggi Jawa Barat]] Nomor: Kep. 44/K.2.3/8/82.<ref name=":7" />
 
Sebagai akibat larangan tersebut, secara hukum status sekitar 2.000 orang penganut PACKU tersebut menjadi [[ilegal]] dan secara politik menjadi tidak benar (''legally and politically incorrect'').<ref name=":7" /> Menghadapi situasi tersebut, sebagian besar dari mereka segera kembali menjadi Katolik yang diterima kembali dengan penuh curiga, sebagian kecil masuk Islam, beberapa masuk Kristen Pasundan.<ref name=":7" /> Sisanya termasuk Pangeran Djatikusumah beserta keluarganya tetap menyatakan diri secara resmi sebagai penghayat aliran kepercayaan.<ref name=":7" />
 
== Rujukan ==
{{references|2}}
 
== Pranala luar ==
* [httphttps://kumincirtirto.blogspot.comid/2005/01/tepungnamengenal-islamsunda-jeungwiwitan-tradisidan-agama-sunda.html Perjumpaan-yang-lain-cvhD IslamKepercayaan dengandi TradisiTatar Sunda]
* [https://indonesia.ucanews.com/2016/07/13/8-agama-asli-indonesia-ini-tak-pernah-diakui-oleh-pemerintah-sejak-dulu/ Agama Kepercayaan yang tidak pernah diakui pemerintah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190415072434/https://indonesia.ucanews.com/2016/07/13/8-agama-asli-indonesia-ini-tak-pernah-diakui-oleh-pemerintah-sejak-dulu/ |date=2019-04-15 }}
* [http://asopian.blogspot.com/ Negara, Agama dan KTP]
 
* [http://www.indosiar.com/v2/culture/culture_read.htm?id=30902&tp=teropong Yang Menanti Sebuah Pengakuan ]
{{Agama di Indonesia}}
* [https://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/24/Natal/2317727.htm Mereka Benar-benar Bersaudara]
 
[[Kategori:AgamaKepercayaan tradisional Indonesia]]
[[Kategori:JawaOrganisasi Barataliran kepercayaan Indonesia]]
[[Kategori:Antropologi]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
[[Kategori:SejarahSunda IndonesiaWiwitan]]
[[Kategori:Filsafat Sunda]]
[[Kategori:AntropologiTeologi Sunda]]
[[Kategori:Agama di Indonesia]]
[[Kategori:Organisasi agama yang didirikan tahun 1925]]
[[Kategori:Organisasi agama yang didirikan tahun 1982]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1925 di Hindia Belanda]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1982 di Indonesia]]