Hutan jati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Rujukan: del cat |
k Bot: +{{Authority control}} |
||
(13 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:BNG 050309 038 resize.jpg|
'''Hutan jati''' adalah sejenis [[hutan]] yang dominan ditumbuhi oleh [[pohon]] [[jati (pohon)|jati]] (''Tectona grandis''). Di Indonesia, hutan jati terutama didapati di [[Jawa]]. Akan tetapi kini juga telah menyebar ke berbagai daerah seperti di pulau-pulau [[Muna]], [[Sumbawa]], [[Flores]] dan lain-lain.
Hutan jati merupakan hutan yang tertua pengelolaannya di Jawa dan juga di [[Indonesia]], dan salah satu jenis hutan yang terbaik pengelolaannya.
Para ahli (altona, 1922; Charles, 1960) menduga bahwa jati di Jawa dibawa oleh orang-orang Hindu dari India pada akhir zaman hindu (awal abad X1V, hingga awal abad XVI). Akan tetapi beberapa ahli yang lain menyangkal, dan menyatakan bahwa tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa jati bukan tumbuhan asli Jawa (Whitten dkk., 1999).
== Sejarah Pengelolaan ==
Baris 13:
Sampai dengan awal abad ke-19, VOC terus memperluas penguasaannya atas hutan-hutan jati di bagian utara [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]]. Meskipun telah menguasai hutan jati selama tiga abad, boleh dikatakan belum ada pengelolaan hutan jati yang baik pada saat itu. VOC lebih banyak mengatur penebangan dan pengamanannya, untuk kepentingan pembuatan kapal-kapal dagang dan bangunan lainnya.
'''Cikal bakal pengelolaan hutan di Indonesia'''
Baris 39 ⟶ 38:
Pascakemerdekaan, pengelolaan hutan jati di Jawa dialihkan kepada Jawatan Kehutanan. Jawatan tersebut kemudian berubah status menjadi PN (Perusahaan Negara) Perhutani pada 1963. Status PN itu berubah lagi menjadi Perum (Perusahaan Umum) Perhutani sembilan tahun kemudian.
Hutan jati rakyat adalah salah satu bentuk [[hutan rakyat]], yang umumnya dibangun di atas [[tanah milik]] dan dikelola dalam bentuk [[wanatani]] (''agroforest'').
[[Berkas:BNG 050309 051 resize.jpg|
Hutan jati di atas tanah negara, atau yang biasa disebut [[kawasan hutan negara]], di Jawa pengelolaannya dilakukan oleh [[Perum Perhutani]]. Akan tetapi dengan dibangunnya berbagai [[taman nasional]] dalam duapuluh tahun belakangan, sebagian hutan-hutan jati yang berbatasan atau menjadi satu kesatuan dengan wilayah taman nasional, pengelolaannya diserahkan kepada pihak taman nasional yang bersangkutan. Tentu saja hutan itu kini tidak lagi untuk produksi, melainkan sebagai bagian dari [[hutan suaka alam]].
Baris 50 ⟶ 49:
Ada sekitar 20-25 juta jiwa, yaitu seperenam jumlah penduduk Pulau Jawa, yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan Perhutani. Jumlah orang yang tak sedikit ini paling bergantung langsung pada keberadaan hutan jati di Pulau Jawa. Atas pertimbangan itu juga, pemerintah mengembalikan bentuk Perhutani sebagai Perum pada 2002.
Satuan wilayah pengelolaan hutan menurut Perum Perhutani, adalah '''unit''' (kurang-lebih setingkat dengan
Di samping hutan jati, Perhutani juga mengelola hutan-hutan tanaman yang lain, seperti hutan [[mahoni]] (''Swietenia'' spp.), hutan [[tusam]] (''Pinus merkusii''), hutan [[kayu putih]] (''Melaleuca leucadendron''), dan [[hutan lindung|hutan-hutan lindung]].
'''Kehancuran hutan jati di Jawa'''
Seperti telah disebut, hutan jati di Pulau Jawa pernah mengalami kerusakan parah beberapa kali. Selain pada masa VOC, hutan jati di Jawa telah dikuras sepanjang pendudukan Jepang (1942-1945). Tingkat penebangan kayu jati mencapai dua lipat jumlah penebangan normal sebelumnya. Akibatnya, lahan seluas 500.000
Jawatan Kehutanan merehabilitasi kerusakan lahan ini. Namun, setelah jawatan berubah menjadi PN Perhutani, masalah-masalah di lahan hutan jati negara di Jawa tidak berkurang. Pencurian kayu, pembakaran hutan, dan penggembalaan liar terus meningkat. Penanaman jati baru pun semakin sering gagal dan luas lahan tak produktif meningkat.
Baris 63 ⟶ 61:
Lahan hutan Perhutani bahkan dijarah habis-habisan sepanjang 1998-2001. Penjarahan ini telah mengakibatkan kerusakan parah. Perum Perhutani melaporkan nilai kerugian besar sebagai berikut.
Tahun,,
Tahun 1999
Tahun 2000
Tahun 2001
Sumber: Statistik Perum Perhutani 1999-2003 (Perum Perhutani, 2004:186)
Baris 79 ⟶ 77:
Kita mungkin dapat berkaca pada pengalaman India, salah satu dari empat negara asal jati. Selama berabad-abad, India menjadi produsen jati dan eksportir gelondongan jati terbesar di dunia. Namun, hutan jati alam India kemudian mengalami tekanan dari jumlah penduduk yang terus membesar. Orang-orang India terus merambah lahan hutan jati mereka hingga luas hutan kian menciut. Kini, India justru berbalik harus mengimpor lebih dari satu juta meter kubik kayu jati hasil tanaman dari negara-negara Asia lain setiap tahun. India telah berubah: dari eksportir jati terbesar menjadi importir jati terbesar di dunia.
Serupa dengan di India, orang-orang Indonesia telah berpaling ke lahan-lahan hutan untuk memperoleh uang secara mudah —baik untuk
Dalam tahun-tahun belakangan ini, sejumlah bencana alam, seperti erosi tanah secara luas, banjir yang lebih besar, dan lahan rusak, semakin sering terjadi di Indonesia, termasuk di Pulau Jawa. Boleh jadi, ini akibat langsung dan tak langsung dari mengabaikan fungsi-fungsi non-ekonomis hutan.
'''Pengelolaan hutan jati oleh masyarakat'''
Baris 100 ⟶ 97:
== Lihat pula ==
* [[Jati (pohon)|Jati]] (''Tectona grandis'' L.F.)
== Rujukan ==
Altona, T. 1922. Teak and Hindoos. Origin of teak in Bodjonegoro (Java). Tectona, 15: 457-507.
Adib, Mohammad. 2015. “Think Smartly, Act Decisively, And Be Morally Noble: Improving The Good Character
Building In The Forest Management of Tuban Regency, East Java.” Dalam Proceeding: Social Conservation Bases on Nation Character Building. Iternational Conference on Education and Social Sciences. Semarang: May 13th. Hal. 233-242.
Dah, U Saw Eh & U Shwe Baw. 2000. “Regional Teak Marketing and Trade”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
Baris 139:
Suseno, Oemi Hani’in. 2000. “The History of Teak Silviculture in Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R.E. Affiff, S.A. 1999. ''Ekologi Jawa dan Bali''. Hlm. 183 & 591.
{{Authority control}}
[[Kategori:Hutan]]
|