Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k bot kosmetik perubahan |
Infobox orang Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(88 revisi perantara oleh 62 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{tone}}{{refimprove}}
[[Berkas:Hamzanwadi.jpg|jmpl|TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid]]
{{Infobox orang}}
'''Maulānā Syāikh Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd''' ({{lahirmati|Bermi, [[Pancor, Selong, Lombok Timur]], [[Nusa Tenggara Barat]]|5|8|1898|[[Pancor, Selong, Lombok Timur]], [[Nusa Tenggara Barat]]|21|10|1997}}) adalah seorang ulama karismatis dari [[Pulau Lombok]], [[Nusa Tenggara Barat]] dan merupakan pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islām terbesar di provinsi tersebut. Di pulau Lombok, [[Tuan Guru]] merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang bertugas untuk membina, membimbing dan mengayomi umat Islām dalam hal-hal keagamaan dan sosial kemasyarakatan, yang di [[Jawa]] identik dengan [[Kyai]].
Seperti [[Hamka]], beliapun memiliki nama singkatan, yaitu '''Hamzanwadi''' (''Hajji Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd [[Nahdlatul Wathan]] Dīniyah Islāmiyah'').
==
=== Kelahiran ===
''''Al-Mukarram Mawlānāsysyāikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd'''' dilahirkan di Kampung Bermi, [[Pancor, Selong, Lombok Timur]], [[Nusa Tenggara Barat]] pada tanggal 17 [[Rabiul Awwal]] [[1316]] [[Hijriah]] bertepatan dengan tanggal 5 [[Agustus]] [[1898]] [[Masehi]] dari perkawinan Tuan Guru Hajjī Abdul Madjīd (beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan [[Guru Mukminah atau Guru Minah|Guru Mu'minah atau Guru Minah]]) dengan seorang wanita shālihah bernama Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah.<sup>[1]</sup>
Nama kecilnya adalah ''''Muhammād Saggāf'''', nama ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum dilahirkan, ayahandanya, TGH. Abdul Madjīd, didatangi dua walīyullāh, masing-masing dari [[Hadramaut|Hadhramaũt]] dan [[Magrabi|Maghrabī]]. Kedua walīyullāh itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni "Saqqāf". Ia berdua berpesan kepada TGH. Abdul Madjīd supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama "Saqqāf", yang artinya '''"Atapnya para Wali pada zamannya"'''. Kata "Saqqāf" di Indonesiakan menjadi "Saggāf" dan untuk dialek bahasa [[Sasak]] menjadi "Segep". Itulah sebabnya ia sering dipanggil dengan "Gep" oleh ibu ia , Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah.
Setelah menunaikan ibadah hajjī, nama kecilnya tersebut diganti dengan ''''Hajjī Muhammād Zainuddīn''''. Nama inipun diberikan oleh ayahnya sendiri yang diambil dari nama seorang '[[Ulama|ulamā]]' besar yang mengajar di [[Masjid al-Haram|Masjīd al-Harām]]. Akhlāq dan kepribadian [[Ulama|ulamā]]' besar itu sangat menarik hati ayahandanya. Nama ulamā' besar itu adalah [[Syaikh Muhammad Zainuddin Serawak|Syaīkh Muhammād Zainuddīn Serawak]], dari [[Serawak]], [[Malaysia]].
=== Silsilah dan Keturunan ===
Silsilah Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas, karena catatan dan dokumen silsilah keluarganya ikut hangus terbakar ketika rumahnya mengalami musibah kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan raja - raja [[Selaparang]], sebuah kerajaan [[Islam|Islām]] yang pernah berkuasa di [[Pulau Lombok]]. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd merupakan keturunan [[Kerajaan Selaparang|raja Selaparang]] yang ke-17.<sup>[2]</sup>
Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisis yang diajukan oleh seorang [[antropolog]] berkebangsaan [[Swedia]] bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan [[ziarah]] yang dilakukan Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd ke [[makam]] [[Selaparang]] pada tahun [[1971]], sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu).<sup>[3]</sup> Praktik ziarāh semacam ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat [[Indonesia]] pada umumnya, termasuk masyarakat [[Sasak]], untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping itu pula, Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak pernah secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah keturunannya, yakni kaitan genetiknya dengan raja - raja [[Kerajaan Selaparang]].
Ia mendapatkan keturunan dari dua isterinya yaitu Hj. Jauhariyah seorang perempuan keturunan Jawa dan Hj. Rahmatullah Hasan seorang perempuan keturunan Guru Hasan dari Jenggik Lombok Timur. Dari Hj. Jauhariyah terlahir putri pertamanya bernama Rauhun Zainuddin Abdul Madjid dan dari Hj. Rahmatullah Hasan terlahir putri kedua bernama Raihanun Zainuddin Abdul Madjid. Karena hanya memiliki dua orang putri bernama Rauhun dan Raihanun maka ia juga dipanggil Abu Rauhun wa Raihanun.
Dari masing-masing putri itu ia mendapatkan 13 orang cucu. Dari Hj. Sitti Rauhun ZAM terlahir enam cucu yaitu: [[Sitti Rohmi Djalilah|Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah]], [[gelar|M.Pd.]], H. M. Syamsul Luthfi, MM., [[Muhammad Zainul Majdi|TGB Dr. KH. Muhammad Zainul Majdi, MA.]], H. M. Djamaluddin, M.Kom., Sitti Tsurayya dari pernikahannya dengan H. M. Djalaluddin, SH. serta Siti Hidayati, dari pernikahannya dengan H. M. Syubli. Sedangkan dari Hj. Sitti Raihanun ZAM terlahir tujuh cucu yaitu: TGH. L. Gede Muhammad Ali Wiresakti Amir Murni, QH., Lc., M.A., Lale Yaqutunnafis, QH., S.Sos., MM., Lale Laksmining Pujijagad, M.Pd.I., [[Lalu Gede Syamsul Mujahidin|Lalu. Gede. Syamsul Mujahidin]], [[gelar|SE.]], Hj. Lale Syifa'unnufus, M.Farm., [[Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani|TGB KH. Lalu. Gede. Muhammad Zainuddin Atsani]], [[gelar|Lc]], [[gelar|M.Pd.I]] dan TGH. L. Gede Muhammad Khairul Fatihin, QH., S.Kom. dari pernikahannya dengan H. L. Gede Wiresentane.
=== Keluarga ===
Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandungnya lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Sawdah, Hajji Muhammād Shabūr dan Hajjah Masyitah.
Ayahandanya TGH. Abdul Madjīd yang terkenal dengan penggilan "Guru Mu'minah", semasa mudanya bernama Luqmānul Hakīm merupakan seorang muballigh dan terkenal pemberani. Ia pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah, sedangkan ibu Maulānāsysyāikh, Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah terkenal sangat shãlihah. Luqmānul Hakīm membawa Maulānāsysyāikh ke Mekkah untuk menimba ilmu agama ketika ia berusia 9 tahun.
Sejak kecil al-Mukarram Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd terkenal sangat jujur dan cerdas. Karena itu tidaklah mengherankan bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang yang begitu besar kepadanya. Ketika melawat ke Tanah Suci [[Mekah]] untuk melanjutkan studi, ayah-bundanya ikut mengantar ke Tanah Suci. Ayahandanyalah yang mencarikan guru tempat belajar pertama kali di Masjīd al-Harām dan sempat menemaninya di Tanah Suci sampai dua kali musim hajji. Sedangkan ibundanya Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah ikut bermukim di Tanah Suci mendampingi dan mengasuhnya sampai ibunda tercintanya itu berpulang ke rahmātullāh tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Ma’lah, Mekkah al-Mukarramah.
Dengan demikian, tampak jelaslah betapa besar perhatian ayah-bundanya terhadap pendidikannya. Hal ini juga tercermin dari sikap ibundanya bahwa setiap kali ia berangkat untuk menuntut ilmu, ibundanya selalu mendo'ākan dengan ucapan '''''"Mudah mudahan engkau mendapat 'ilmu yang barakah"''''' sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergiannya sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu ketika, ia lupa pamit pada ibundanya. Ia sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu melihatnya dan kemudian memanggil ia untuk kembali, ''Gep, gep, gep (nama panggilan masa kecilnya), koq lupa bersalaman?'', ucap ibundanya dengan suara yang cukup keras. Akhirnya, ia pun kembali menemui ibundanya sembari meminta ma'af dan bersalamān. Kemudian, ibundanya berdo'ā', '''''"Mudah-mudahan anakku mendapatkan 'ilmu yang barokah"'''''. Setelah itu, barulah ia berangkat ke sekolah. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran ibundanya akan penting dan mustajabnya [[Doa|do'ā]] ibu untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam Hadīts [[Rasulullah SAW|Rasūlullāh SAW]], bahwa do'ā' ibu menduduki peringkat kedua setelah do'ā' [[Rasul|Rasūl]].
== Pendidikan ==
Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd menuntut ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji (membaca Al-Qur'ān) dan berbagai 'ilmu [[agama]] lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahandanya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun.
=== Pendidikan Lokal ===
Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun [[1919]] M. Setelah menamatkan pendidikan formalnya, ia kemudian diserahkan oleh ayahandanya untuk menuntut 'ilmu agama yang lebih luas dari beberapa [[Tuan Guru]] lokal, antara lain TGH. Syarafuddīn dan TGH. Muhammād Sa'īd dari Pancor serta Tuan Guru 'Abdullāh bin [[Amaq]] Dulajī dari desa [[Kelayu]], [[Lombok Timur]]. Ketiga guru agama ini mengajarkan ilmu agama dengan sistem '''halaqah''', yaitu para santri duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membaca Kitāb yang sedang dipelajari, kemudian masing-masing murid secara bergantian membaca.
=== Pendidikan di Mekah ===
Untuk lebih memperdalam 'ilmu agama, Muhammād Zainuddīn remaja kembali berangkat menuntut 'ilmu ke Mekah diantar kedua orang tuanya, tiga orang kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk pula TGH. Syarafuddīn. Pada saat itu ia berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim Haji tahun 1341 H/[[1923]] M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.
=== Belajar di Masjid al-Haram ===
Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar ditempat tersebut bernama Syaīkh Marzūqī, seorang keturunan 'Arāb kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjīd al-Harām, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun. Disanalah Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd diserahkan untuk belajar.
Selain itu juga sempat belajar 'ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Mekah, yakni [[Syaikh Muhammad Amin al-Kutbi|Syaīkh Muhammād Āmīn al-Quthbī]] dan pada saat itu berkenalan dengan Sayyīd Muhsin Al-Palembanī, seorang keturunan 'Arāb kelahiran [[Palembang]] yang kemudian menjadi gurunya di [[Madrasah]] [[al-Shaulatiyah]].
Ketika ayah TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaīkh Marzūqī, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut 'ilmu selama ini, hal itu dikarenakan kehausan ia akan ilmu. Namun, sebelum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara kekuasaan Syarīf Husaīn dengan golongan [[Wahabi]].<sup>[4]</sup>
=== Belajar di Madrasah al-Shaulatiyah ===
Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd muda berkenalan dengan seseorang yang bernama Hajji Mawardī dari [[Jakarta]]. Dari perkenalannya itu ia diajak untuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh [[Syaikh Salim Rahmatullah|Syaīkh Salīm Rahmatullāh]]. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan [[Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath|Syaīkh Hasan Muhammād al-Masysyāth]].
Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam pendidikan di [[Arab Saudi]]. Madrasah ini sangat legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH. Muhammad Zainuddin masuk Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H ([[1927]] M) yang waktu dipimpin (Mudir/Direktur), [[Syaikh Salim Rahmatullah]] yang merupakan cucu pendiri Madrasah al-Shaulatiyah. Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang masuk di Madrasah Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang cocok bagi thullab. Demikian pula dengan TGKH. Muhammad Zainuddin, juga ditest terlebih dahulu. Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur [[al-Shaulatiyah]] sendiri, [[Syaikh Salim Rahmatullah]] dan [[Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath]].
Hasil test menentukan di kelas 3. mendengar keputusan itu, TGKH. Muhammad Zainuddin minta diperkenankan masuk kelas 2 dengan alasan ingin
Sahabat sekelas TGKH. Muhammad Zainuddin bernama Syaikh Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya dan mengatakan: ''Syaikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena kejeniusannya yang tinggi dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini. Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi pada waktu saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Al-Shaulatiyah Mekah''.
Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan pengorbanan,
Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal/ TGH. Muhammad Faisal ''('''TGH. Muhammad Faisal'<ref>''beliau memimpin pertempuran fisik melawan kompeni Belanda/VOC, ia ditangkap dalam perundingan dan dibuang keluar daerah dan gugur ditempat pengasingan.''</ref> ''memimpin pertempuran fisik melawan kompeni Belanda/VOC, ia ditangkap dalam perundingan dan dibuang keluar daerah dan gugur ditempat pengasingan.'. Waktu dua tahun itu dimanfaatkan untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali.
Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan safari [[dakwah]] ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya ''''Tuan Guru Bajang''''. Semula, pada tahun [[1934]] mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/[[22 Agustus]] [[1937]] mendirikan [[Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)]] dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun ajaran [[1940]]/[[1941]].
== Kepemimpinan ==
Adalah Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan perjuangannya.
Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan.
Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal sebagai ulama' besar di [[Indonesia]] karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga kharisma ia sebagai sosok figur ulama demikian besar. Ia adalah tokoh panutan yang sangat berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinannya senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-gurunya diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa penghargaannya kepada mahaguru yang paling dicintai dan disayangi. Maulana [[Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath]] diwujudkan dalam bentuk [[pondok pesantren]] Hasaniyah NW di [[Jenggik]], Lombok Timur. Penghargaan kepada mahagurunya Maulana [[Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi]] diwujudkan dalam bentuk Pondok Pesantren Aminiyah NW di [[Bonjeruk]] Lombok Tengah, dan penghargaan kepada Mahagurunya Maulana al-Syaikh Salim Rahmatullah dilakukan dengan mendirikan sebuah Pondok Pesantren di Lombok Timur. Pola kepemimpinan yang ia contohkan di atas hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki wawasan ilmu yang dalam serta pemimpin yang memiliki kearifan dan kebijaksanaan.
Demikian pula tentang pendekatan yang ia lakukan selalu bernilai paedagogik dalam arti mengandung nilai-nilai pendidikan. Ia tidak mau bahkan tidak pernah bersikap sebagai pembesar yang disegani. Ia selalu bertindak sebagai pengayom yang berada di tengah-tengah jama'ah dan senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan mereka. Demikian juga halnya di kala ia memberikan fatwanya selalu disesuaikan dengan kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan santrinya.
Pembawaan dan sikap hidupnya selalu menunjukkan kesederhanaan. Inilah yang membuat ia selalu dekat dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan kharisma yang ia miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya ditampung, didengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk melanjutkan dan mengembangkan perjuangan [[Nahdlatul Wathan]] di masa datang, ia sangat mendambakan munculnya kader-kader yang memiliki potensi dan militansi, serta loyalitas yang tinggi, baik dari segi semangat, wawasan, maupun bobot keilmuan. Dalam banyak kesempatan ia sering menyampaikan keinginannya agar murid dan santrinya memiliki ilmu pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lipat lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan yang ia miliki. Demikian motivasi yang selalu ia kumandangkan supaya murid dan santrinya lebih tekun dan berpacu dalam menuntut ilmu pengetahuan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam menerima dan menghadapi para murid dan santri serta warga [[Nahdlatul Wathan]], ia tidak pernah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Semua murid dan santri serta warga [[Nahdlatul Wathan]] diberikan perhatian dan kasih saying yang sama besarnya, bagaikan cinta dan kasih saying seorang bapak kepada anak-anaknya.
Yang membedakan murid dan santri dihadapannya adalah kadar keikhlasan dan sumbangsihnya kepada [[Nahdlatul Wathan]]. Dan, untuk membina dan memonitor kualitas kader [[Nahdlatul Wathan]], ia mengeluarkan wasiat dalam bahasa Arab, yang artinya:
''Dengan menyebut nama [[Allah]] dan dengan memuji-Nya semoga keselamatan tetap tercurah padamu, demikian pula rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-Nya.''
Anak-anak yang setia dan murid-muridku yang berakal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisiku ialah yang paling banyak bermanfaat untuk perjuangan [[Nahdlatul Wathan]] dan sejahat-jahat kamu di sisiku ialah yang paling banyak merugikan perjuangan [[Nahdlatul Wathan]].
Karena itu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, berjuanglah kemudian berjuanglah di jalan [[Nahdlatul Wathan]] untuk mempertinggi citra agama dan negara. Niscaya kamu dengan kekuasaan Allah swt. Tergolong pejuang agama, orang saleh dan mukhlish baik pada waktu sendirian maupun pada waktu bersama orang lain.
Semoga Allah membukakan pintu rahmat untuk kami dan kamu dan semoga ia menganugerahi kami dan kamu serta para simpatisan [[Nahdlatul Wathan]] masuk surga dan nikmat tambahan yang tiada taranya, yaitu melihat zat-Nya dari dalam surga''.''
Demikianlah, wasiat ini dikeluarkan setelah terlihat beberapa kader dari kalangan alumni Madrasah NWDI, dan mereka yang sudah
Di samping itu, untuk mempertegas Wasiat Renungan Masa I dan II berbahasa Indonesia dalam bentuk puisi. Wasiat Renungan Masa ini berisikan
Lahirnya wasitat-wasiat tersebut merupakan konsekuensi logis dari pola kepemimpinan
== Perjuangan ==
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Mekah selama 13 tahun kemudian ia kembali ke Indonesia atas perintah dari guru yang paling ia kagumi, yakni [[Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath]], pada tahun [[1934]]. Setiba di Pulau Lombok dari Tanah Suci Mekah ke Indonesia, mula-mula ia mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun [[1934]] M. kemudian pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/[[22 Agustus]] [[1937]] M. ia mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/[[21 April]] [[1943]] M. ia juga mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di [[Pulau Lombok]] yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama madrasah tersebut berubah nama menjadi pondok pesantren ''''Dar al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan'''<nowiki/>'. Istilah ''''Nahdlatain'''<nowiki/>' ia ambil dari kedua madrasah tersebut. Ia aktif berdakwah keliling desa di [[Pulau Lombok]] sekaligus mengajar.
Pada tahun [[1952]], madrasah-madrasah cabang NWDI-NBDI yang didirikan oleh para alumni di berbagai daerah telah berjumlah 66 buah. Maka untuk mengkoordinir, membina dan mengembangkan madrasah-madrasah cabang tersebut beserta seluruh amal usahanya, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan yang bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/[[1 Maret]] [[1953]] M. sampai dengan tahun 1997 ini lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh Organisasi Nahdlatul Wathan telah berjumlah 747 buah dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, begitu juga lembaga sosial dan dakwah islamiyah Nahdlatul Wathan berkembang dengan pesat bukan hanya di [[NTB]] melainkan juga diberbagai daerah di [[Indonesia]] seperti [[NTT]], [[Bali]], [[Jawa Timur]], [[Jawa Barat]], [[DKI Jakarta]], [[Riau]], [[Sulawesi]], [[Kalimantan]], bahkan sampai ke mancanegara seperti [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Brunei Darussalam]], dan lain sebagainya.
Pada zaman penjajahan, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah. Bahkan secara khusus al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid bersama guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama "Gerakan al-Mujahidin". Gerakan al-Mujahidin ini bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di [[Pulau Lombok]] untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia. Dan pada tanggal [[7 Juli]] [[1946]], TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer [[NICA]] di Selong. Namun, dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal Abdul Madjid bersama dua orang santri NWDI sebagai [[Syuhada']] sekaligus sebagai pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan [[Rinjani]] [[Selong]], [[Lombok Timur]].
Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama' pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakt dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa pengabdian, di antaranya:
* Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin
* Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
Baris 105 ⟶ 124:
* Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota Delegasi Negara Indonesia Timur ke Arab Saudi
* Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
* Pada tahun 1952 Ketua Badan
* Pada tahun 1953 mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
* Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
* Pada tahun 1953 merestui terbentuknya
* Pada tahun 1954 merestui terbentuknya [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah|PERTI]]
* Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante RI hasil Pemilu I ([[1955]])<ref>{{Cite web|title=H. Muhammad Zainuddin - Masjumi - Member Profiles|url=https://www.konstituante.net/en/profile/MASJUMI_muhammad_zainuddin|website=Konstituante.Net|access-date=2021-10-24}}</ref>
* Pada tahun 1964
* Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
* Pada Tahun 1965 mendirikan Ma'had Dar al-Qu'an wa al-Hadits al-Majidiyah Asy-Syafi'iyah Nahdlatul Wathan
* Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
* Pada tahun 1971-1982 sebagai
* Pada tahun 1974 mendirikan Ma'had li al-Banat
* Pada Tahun 1975 Ketua
* Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
* Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
Baris 126 ⟶ 145:
* Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
* Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
* Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi
* Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
* Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
Oleh karena jasa-jasanya itulah, maka pada tahun 1995 dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Di antara inovasi/rintisa-rintisan ia adalah menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi, membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi, menyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa dengan berhizib, mengadakan ''syafa'at al-kubro'', menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama (madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan lain-lain.
Sebagai seorang Ulama' mujahid ia telah memberikan keteladanan yang terpuji. Seluruh sisi kehidupannya , ia isi dengan perjuangan memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa perjuangan. Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh sisi kehidupannya yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh pengikut dan murid ia .
== Karya ==
Al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama' pewaris para [[Nabi]], di samping menyampaikn dakwah ''bi al-hal wa bi al-lisan'', juga tergolong penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan ia sebagai pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak ia masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Mekah. Namun karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan yang harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya sangat terbatas. Kendatipun demikian di tengah-tengah keterbatasan waktu itu, ia masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan doa, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.
=== Dalam bahasa Arab ===
* Risalah al-Tauhid
* Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja
* Nahdlah al-Zainiah
* At Tuhfah al-Amfenaniyah
Baris 157 ⟶ 176:
=== Dalam bahasa Indonesia dan Sasak ===
* Batu Ngompal
* Anak Nunggal
Baris 172 ⟶ 192:
* Nahdlatain
* Pacu Gama'
* Surat Waqiah
* …dan lain sebagainya.
== Wafat ==
Tarikh akhir [[1997]] menjadi masa kelabu Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, hari Selasa, [[21 Oktober]] [[1997]] M / 18 [[Jumadil Akhir]] 1418 H dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kediaman ia di desa Pancor, Lombok Timur. Tiga warisan besar ia tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara.
Ia adalah ulama pewaris para nabi. Ia sangat berjasa dalam mengubah masyarakat NTB dari keyakinan semula yang mayoritas [[animisme]], dan [[dinamisme]] menuju masyarakat NTB yang islami. Buah perjuangan ia jugalah yang menjadikan Pulau Lombok sehingga dijuluki Pulau Seribu Masjid. Karena di seluruh kampung di Lombok pasti kita temukan masjid untuk tempat ibadah dan acara sosial, baik yang berukuran kecil maupun besar.
Perjuangan ia dalam menegakkan syiar Islam dan pendidikan di bumi Indonesia tidak boleh terhenti begitu saja, namun harus terus dilanjutkan oleh siapa saja, baik umat muslim Indonesia secara keseluruhan dan masyarakat [[Sasak]] pada umumnya, maupun oleh kader-kader Nahdlatul Wathan yang telah dididik melalui lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan serta seluruh warga Nahdlatul Wathan (abituren, pencinta dan simpatisan) pada khususnya.
Akhirnya, memperhatikan seluruh riwayat kelahiran, pendidikan, dan perjuangan Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid baik untuk masyarakatnya dan negaranya, sehingga tokoh-tokoh daerah setempat setuju dan berusaha memperjuangkan Ia <sup>[5]</sup> agar ia bisa diangkat sebagai Pahlawan Nasional dalam bidang Pendidikan dan Gerakan Kepemudaan. Pada hari Kamis, 9 November 2017 bertempat di Istana Negara, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Empat tokoh yang dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo yakni almarhum Tuan Guru Kiai Haji (TKGH) Muhammad Zainuddin Madjid asal Lombok Nusa Tenggara Barat, almarhumah Laksamana [[Malahayati]] asal Aceh, almarhum [[Sultan Mahmud Riayat Syah]] asal Kepulauan Riau, dan almarhum Prof. Drs. [[Lafran Pane]] asal Daerah Istimewa Yogyakarta.
== Pranala luar ==
* {{id}} [
* {{id}} [https://media.or.id/m/biografi-maulana-syaikh-zainuddin-abdul-madjid/ Biografi Singkat Maulanassyaikh] (alamat baru)
== Lihat pula ==
* {{id}} Situs resmi, NW Pancor [
* {{id}} Situs resmi, NW Anjani [
* [[TGB. Zainuddin Ats-tsani|RTGB. Zainuddin Ats-tsani]]
* [[Muhammad Zainul Majdi|TGB. DR. Muhammad Zainul Majdi]], MA.
* [[Madrasah al-Shaulatiyah]]
* http://nasional.kompas.com/read/2017/11/09/11204981/jokowi-anugerahkan-gelar-pahlawan-kepada-4-tokoh
== Catatan Kaki ==
Baris 196 ⟶ 222:
{{Refend}}
{{Pahlawan Nasional Indonesia}}
[[Kategori:Rektor Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Sasak]]
[[Kategori:Tokoh Nusa Tenggara Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Lombok]]
[[Kategori:Tokoh dari Lombok Timur]]
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Nahdlatul Wathan]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
|